Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Jaras penglihatan terdiri dari serial sel dan sinaps yang membawa informasi
visual dari lingkungan hingga ke otak untuk kemudian diproses. Terdiri dari retina,
saraf optik, optik kiasma, traktus optik, nukleus geniculatum lateral (LGN), radiasi
optik, dan korteks striae.1
Traumatic Optic Neuropathy (TON) merupakan suatu cedera akut pada saraf
optik oleh karena trauma.Akson-akson saraf optik dapat rusak secara langsung
maupun tidak langsung dan kehilangan penglihatan dapat parsial hingga
komplit.Cedera tidak langsung pada saraf optik terjadi akibat adanya transmisi
tekanan ke kanal optik pada saat trauma tumpul.Sebaliknya, cedera langsung yang
mengakibatkan kerusakan anatomis saraf optik terjadi pada luka tusuk orbital, adanya
fragmen tulang dalam kanal optik, atau hematoma pada pembungkus saraf.2
Penyebab TON tersering adalah kecelakaan kendaraan bermotor dan sepeda,
diikuti oleh jatuh dan tindak kekerasan.TON terjadi sebanyak 1.5-5% pasien dengan
trauma kepala tertutup dan terjadi kerusakan pada jaras penglihatan (4-6/100.000
populasi/tahun.Laki-laki penderita terkait TON mencapai 60-95% kasus (4:1
dibandingkan dengan wanita), dan banyak pada dekade pertama hingga kedua usia
hidup mereka. Di Amerika Serikat terjadi sebanyak 0,5-5% pada pasien dengan
trauma kepala tertutup dan 2.5% pada pasien dengan fraktur midfasial. Angka
kejadian TON oleh karena trauma kraniofasial dilaporkan sekitar 0.5-1.5%.Prevalensi
internasional terhadap angka kejadian TON bervariasi di setiap negara, tergantung
pada angka kejadian kecelakaan atau tindak kekerasan.Error: Reference source not
found,3,4
Kebanyakan kasus (hingga 60%) terkait dengan kehilangan penglihatan yang
berat.Pada suatu studi dinyatakan bahwa pasien usia 40 tahun keatas memiliki
prognosis penglihatan yang lebih buruk. Error: Reference source not found,Error: Reference
source not found

1
1.2 TUJUAN

Penulisan paper yang berjudul “Traumatic Optic Neuropathy” ini bertujuan untuk:

1. Membahas mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis,


pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, prognosis TON.
2. Menyelesaikan tugas kepaniteraan klinik di Departemen Ilmu Penyakit
Mata RSUD Banjar

1.3 MANFAAT

Manfaat penulisan paper ini adalah:

1. Dapat menambah pemahaman mengenai anatomi saraf optik.


2. Dapat menambah pemahaman mengenai jaras penglihatan.
3. Dapat menambah pemahaman mengenai definisi, etiologi, patofisiologi,
diagnosis, pemeriksaan penunjang, penatalaksanaan, prognosis TON

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI SARAF OPTIK

Serabut saraf retina membentuk sudut 90 derajat pada diskus optik dan keluar
sebagai saraf optik. Saraf ini terdiri dari serabut penglihatan, 90% diantaranya
berjalan ke nukleus genikulatum lateral, sementara 10% sisanya ke area yang
mengontrol respon pupil atau siklus sirkadian. Jumlah serabut saraf optik bervariasi
dari 1 juta hingga 2.22 juta, dengan ukuran diameter kecil hingga serabut saraf
berdiameter besar.Error: Reference source not found
Saraf optik memiliki panjang 5-6 cm dan dibagi menjadi 4 segmen
berdasarkan lokasinya : intraocular (0.7-1mm) : akson tanpa myelin yang berjalan
melalui lamina kribrosa kemudian menjadi bermielin; intraorbital (3 cm): memiliki
lapisan meningeal dura mater, arachnoid, rongga sub arachnoid, dan pia mater;
intrakanalikular (6-10 mm) : saraf optik masuk ke forame optik dan berjalan di
sepanjang kanal optik dalam lesser wing sphenoid; dan intrakranial (10-16 mm) :
saraf optik berjalan naik ke posterior dan medial pada optik kiasma.Error: Reference
source not found,Error: Reference source not found
Saraf optik dikelilingi oleh tiga lapisan meningeal; lapisan paling luar yaitu
duramater, berupa jaringan ikat padat yang keras yang mengandung serabut
elastis.Lapisan berikutnya merupakan membran arachnoid, membran kolagen tipis
dengan banyak trabekula yang menghubungkan dengan lapisan paling dalam, pia
mater.Ketiga lapisan ini bersatu didalam sklera dan periorbita.Error: Reference source
not found,5

3
Gambar 2.1 Anatomi Mata

2.2 FISIOLOGI PENGLIHATAN


Saraf optik merupakan indera khusus untuk penglihatan.Cahaya dideteksi oleh
sel-sel batang dan kerucut di retina, yang dapat dianggap sebagai end-organ sensorik
khusus untuk penglihatan.Badan sel dari reseptor-reseptor ini mengeluarkan tonjolan
(prosesus) yang bersinaps dengan sel bipolar, neuron kedua di jalur penglihatan.Sel-
sel bipolar kemudian bersinaps dengan sel-sel ganglion retina.Akson-akson sel
ganglion membentuk lapisan serat saraf pada retina dan menyatu membentuk saraf
optikus.Saraf keluar dari bagian belakang bola mata dan berjalan ke posterior di
dalam kerucut otot untuk masuk ke dalam rongga tengkorak melalui kanal optik.
Di dalam tengkorak, dua saraf optikus menyatu membentuk kiasma optikum. Di
kiasma, lebih dari separuh serat mengalami dekusasio dan menyatu dengan serat-serat
temporal yang tidak menyilang dari saraf optikus sisi lain untuk membentuk traktus
optikus. Masing-masing traktus optikus berjalan ke nukleus genikulatum
lateral.Dengan demikian, semua serat yang menerima impuls dari separuh kanan

4
lapang pandang masing-masing mata membentuk traktus optikus kiri dan berproyeksi
ke hemisfer serebrum kiri dan separuh kiri lapang pandang berproyeksi ke hemisfer
serebrum kanan.Dua puluh persen serat di traktus melayani fungsi pupil. Serat-serat
ini menuju ke nukleus pretektalis otak tengah, sementara serat lainnya bersinaps di
nukleus genikulatum lateral membentuk traktus genikulo-kalkarina. Traktus ini
berjalan melalui tungkai posterior kapsula interna dan kemudian menyebar ke dalam
radiasi optikus yang melintasi lobus temporalis dan parietalis dalam perjalanan ke
korteks oksipitalis (korteks kalkarina).6

Gambar 2.2. Jaras PenglihatanError: Reference source not found

5
2.3 TRAUMATIC OPTIC NEUROPATHY
2.3.1 Defenisi
Traumatic Optic Neuropathy (TON) merupakan suatu bentuk neuropati
optikus oleh adanya kerusakan pada saraf optik yang menyebabkan kerusakan pada
fungsi visual diikuti dengan defek pupil aferen relative (Marcus-Gunn pupil). Error:
Reference source not found

2.3.2 Etiologi
TON dikaitkan dengan kecelakaan dengan momentum tinggi dan trauma
wajah.Kecelakaan sepeda motor, kekerasan, luka tumpul, luka tusuk, luka tembak,
dan pembedahan endoskopi sinus merupakan penyebab TON.Luka tumpul umumnya
terjadi akibat deselerasi cedera pada region antefrontal kepala.Keparahan trauma
tidak selalu terkait dengan derajat penurunan penglihatan.Error: Reference source not
found

2.3.3 Klasifikasi
Cedera saraf optik dapat diklasifikasikan menjadi cedera langsung dan tidak
langsung berdasarkan jenis cedera.

a. Cedera Tidak Langsung Saraf Optik


Cedera tidak langsung terjadi pada trauma tertutup pada kepala, menyebabkan
timbulnya tekanan yang kemudian menekan saraf optik.Pada pemeriksaan, tidak
terdapat perubahan cepat pada pemeriksaan fundus.Diskus optik dapat normal
hingga 3-5 minggu setelahnya dan berubah pucat seiring atrofi diskus
terjadi.Error: Reference source not found,7

b. Cedera Langsung Saraf Optik


Cedera langsung saraf optik terjadi akibat dari avulsi saraf atau akibat adanya
penetrasi pada orbita, penetrasi fragmen tulang dan mengenai saraf optik

6
menyebabkan neuropati optikus parsial atau komplit pada pembungkus saraf
optikus.Perdarahan didalam dan sekitar saraf optik juga dapat terjadi.8,9
Tidak seperti cedera tidak langsung, cedera langsung menyebabkan perubahan
segera pada fundus yang merangsang oklusi arteri retina sentralis, oklusi vena retina
sentralis atau iskemia anterior neuropati optik.Error: Reference source not found,Error:
Reference source not found

2.3.4 Patofisiologi
TON terjadi secara multifaktorial, beberapa penelitian menyimpulkan adanya
mekanisme primer dan sekunder dari cedera yang terjadi.Cedera langsung terjadi
pada trauma tajam, fraktur orbita dengan fraktur midfasial. Cedera tidak langsung
umumnya disebabkan oleh adanya gaya tekanan pada cedera kepala yang
ditransmisikan hingga ke saraf optik. Baik cedera langsung maupun tidak langsung
menyebabkan kerusakan mekanis ataupun iskemia pada saraf optik.Terkadang cedera
okuli sangat kecil hingga tidak terlihat adanya penyebab eksternal.Edema pada
rongga tertutup, nekrosis akibat kontusio, robekan serabut saraf, dan infark oleh
karena thrombus dan spasme berpotensial menyebabkan cedera saraf optik.Error:
Reference source not found,10

a. Primer
Mekanisme primer menyebabkan kerusakan permanen pada akson saraf optik
pada saat terjadinya cedera.Kontusio pada akson saraf optik menyebabkan
iskemia dan edema lokal saraf optik, selanjutnya menyebabkan kompresi neural
dalam rongga kanal optik.Abnormalitas axon fokal terangsang, dengan
karakteristik gangguan transpor aksonal, hingga terjadi apoptosis sel. Robekan
pada mikrovaskular dan cedera akson menyebabkan terjadinya perdarahan dalam
saraf optik dan pembungkusnya.Error: Reference source not found,Error: Reference source
not found,8

7
b. Sekunder
Mekanisme sekunder menyebabkan pembengkakan saraf optik setelah terjadi cedera
akut.Gangguan homeostasis selular disekitar area kerusakan saraf optik yang
ireversibel, melalui mekanisme yang berbeda namun saling berhubungan yang
menyebabkan kerusakan akson.Meskipun nantinya pembengkakan atau kontusio pada
saraf dapat membaik, kerusakan pada akson merupakan kerusakan permanen.Error:
Reference source not found,11
Mekanisme ini antara lain :
1. Iskemia dan cedera reperfusi - iskemia parsial oleh karena berkurangnya
aliran darah. Tetapi reperfusi pada area iskemik transien menyebabkan
peroksidasi lipid membran sel dan pelepasan radikal bebas yang menyebabkan
kerusakan jaringan.
2. Bradikinin : diaktivasi setelah terjadinya trauma, dan menyebabkan pelepasan
asam arakhidonat dari neuron. Prostaglandin yang dihasilkan dari
metabolisme asam arakhidonat, radikal bebas dan lipid peroksidase
menyebabkan edema pada kanal optik.
3. Ion kalsium : setelah terjadinya iskemia saraf optik, ion kalsium masuk ke
intraselular. Meningkatnya konsentrasi kalsium intrasel berperan menjadi
toksin metabolik dan menyebabkan kematian sel.
4. Proses inflamasi : sel polimorfonuklear (PMN) banyak pada 2 hari pertama
setelah trauma, kemudian digantikan oleh makrofag dalam 5-7 hari. PMN
menyebabkan kerusakan yang cepat, sementara makrofag menunda kerusakan
jaringan, demielinasi dan gliosis.Error: Reference source not found,Error: Reference
source not found,8

2.3.5 Gambaran Klinis


TON posterior terkadang sulit dinilai terutama pada pasien dengan cedera
multipel, terutama pada pasien tidak sadarkan diri.Pemeriksaan teliti harus dilakukan
secepat mungkin, kemungkinan hanya diperoleh defek aferen pupil pada

8
pemeriksaan. Defisit penglihatan bervariasi dari penglihatan normal dengan defek
lapangan pandang hingga kehilangan total terhadap persepsi cahaya.Error: Reference
source not found

2.3.6 Diagnosis
Diagnosis TON berdasarkan klinis, dengan adanya trauma kepala dan wajah
yang menyebabkan gangguan penglihatan.Pasien mengalami kehilangan penglihatan
yang mendadak, berat, dan unilateral. Kondisi ini dapat bermanifestasi segera atau
dalam hitungan jam hingga hari setelah trauma. Riwayat penyakit perlu ditanyakan
apakah adanya defisit penglihatan sebelum trauma, riwayat penyakit sebelumnya,
obat-obatan dan alergi obat.Error: Reference source not found,Error: Reference source not found

Pemeriksaan Klinis
Pada situasi akut, dimana pasien dalam keadaan tidak sadar dan penilaian
ketajaman penglihatan tidak dapat dilakukan, penegakan diagnosis TON dapat
terhambat. Pada pasien sadar, dapat dilakukan berbagai tes untuk membantu
penegakan diagnosis , antara lain:

1. Ketajaman penglihatan. Diperiksa dengan menggunakan Snellen's chart atau


kartu baca jarak dekat. Angka kejadian tidak respon cahaya bervariasi
tergantung pada kejadian trauma. Harus diingat bahwa kurang dari 10% kasus
terjadi penurunan penglihatan akibat cedera saraf optik sekunder.
Bagaimanapun tajam penglihatan harus dinilai kembali setelah 24 jam.

2. Relative afferent pupillary defect (RAPD) :dinilai dengan swinging flashlight


test. Cahaya yang masuk ke mata normal akan merangsang pupil konstriksi
dan juga merangsang pupil mata lain ikut berkonstriksi. Terjadi penurunan

9
stimulasi pupilomotor yang mencapai batang otak ketika cahaya masuk ke
mata pada cedera saraf optik dibandingkan pada bagian yang tidak cedera,
sehingga respon pupil menurun. RAPD tidak ada pada TON bilateral.

3. Penglihatan warna. Pasien dimintauntuk melihat objek berwarna merah


dengan sebelah mata. Objek akan dipersepsikan berwarna hitam, coklat, atau
merah buram pada mata yang cedera.

4. Lapangan pandang. Meskipun tidak ada tanda patognomonic defek lapangan


pandang dalam mendiagnosa trauma saraf optik, lapangan pandang harus
dinilai pada pasien sadar dan kooperatif sebagai informasi kemungkinan
lokasi kerusakan saraf optik.

5. Optalmoskopi. Optalmoskopi dilakukan dengan bantuan agen midriatik kerja


pendek pada semua pasien stabil. Evaluasi sirkulasi retinal dan koroidal,
morfologi saraf optik. Adanya perdarahan berbentuk cincin didekat kepala
saraf optik menunjukkan adanya avulsi parsial atau komplit saraf optik.
Neuropati optik anterior menyebabkan gangguan sirkulasi berakibat obstruksi
arteri dan vena dan pembengkakan diskus optikus. Atrofi optik pada trauma
kepala akut dengan neuropati optikus menunjukkan gangguan saraf optik
sudah ada sebelum trauma. Kerusakan pada saraf optik distal pada orbita,
kanal optik, atau rongga intrakranial tidak menunjukkan perubahan tampilan
selama 3-5 minggu

10
Gambar 2.3.Disc pallor from trauma

Gambar 2.4 Left optic nerve has a pinkish rim surrounding a white center. The right
optic nerve looks much paler in comparison

11
Gambar 2.5 Atrofi Optik

6. Adneksa okuli. Pemeriksaan dapat menunjukkan fraktur tepi atau dinding


orbita, edema orbita, proptosis atau enopthalmus, atau disfungsi otot ekstra
okuli.

7. Tekanan intraokuli. Tonometri harus dilakukan pada orbita yang intak.


Peningkatan tekanan intraokuli dapat bersamaan pada hematom orbital,
perdarahan orbital, emfisema orbital, atau edema jaringan lunak.Error:
Reference source not found,8

Pemeriksaan Penunjang
1. Visual evoked potential (VEP)
Karena sulitnya penilaian neuro-oftalmologi pada fungsi jaras visual
pada pasien cedera berat atau selama rekonstruksi kraniomaksilofasial, VEP
dan elektroretinogram (ERG) diyakini sebagai metode elektrofisiologis untuk
mengumpulkan informasi apakah fungsi penglihatan intak ataupun
patologis.VEP juga digunakan sebagai alat diagnostik pada pasien yang
diduga cedera saraf optik bilateral.
Evaluasi elektrofisiologi dengan multiplanar CT penting pada
identifikasi segera pada trauma saraf optik.Hasil evaluasi memberikan
informasi apakah dibutuhkan intervensi bedah dan/atau terapi konservatif
untuk mencegah kerusakan sekunder saraf optik.Error: Reference source not
found
2. Imaging
Pada pasien politrauma dengan penurunan kesadaran, CT scan dengan
eksplorasi klinis merupakan metode penting untuk menilai TON pada keadaan
darurat yang akut. Hasil pemeriksaan dapat menunjukkan tanda patologi saraf
optik, berupa hematoma pembungkus saraf optik, fraktur pada greater atau
lesser wing sphenoid, hematoma superiosteal, perdarahan hingga apeks

12
orbital, sinus ethmoid dam sphenoid, dan pneumoencephalus.Error: Reference
source not found,Error: Reference source not found

2.3.7 Penatalaksanaan
Berbagai kontroversial muncul dalam penanganan TON.Sebagian besar
penanganan pada TON meliputi observasi, steroid dan dekompresi bedah.

1. Medikamentosa.

Selama beberapa decade, kortokosteroid diyakini dapat menstabilisasi


membran lipid, mengurangi spasme, meningkatkan pemasokan darah, dan
mengurangi edema jaringan neural dan nekrosis. Penanganan medikamentosa TON
dengan steroid mega-dose dilakukan oleh National Acute Spinal Cord Injury StudyII
(NASCIS II) yang dievaluasi pada pasien cedera tulang belakang akut. Pada studi ini,
pasien diterapi dengan plasebo, metilprednisolone, atau naloxone.Secara
farmakologis, terapi metilprednisolone dosis besar atau megadosis terkait dalam
stabilisasi sirkulasi mikrovaskular dan homeostasis kalsium.

Pada kasus TON dimana tidak terdapat kontraindikasi pemberian


kortikosteroid, dosis awal metilprednisolone diberikan sebanyak 30mg/kg/IV,
dilanjutkan 15mg/kgBB pada 2 jam kemudia, dan 15 mg/kgBB setiap 6 jam. Jika
terdapat perbaikan visual, dosis steroid dilanjutkan hingga hari ke-5, kemudian
diturunkan secara cepat.Jika tidak terdapat perbaikan dalam 48-72 jam, pemberian
steroid langsung dihentikan tanpa penurunan dosis sebelumnya. Pemberian
kortikosteroid mega dosis dalam 8 jam pertama setelah cedera kemungkinan dapat
memperbaiki pembengkakan saraf optik.Apakah terapi metilprednisolone memiliki
efek yang samadibandingkan hanya observasi dalam penatalaksanaan TON belum
terbukti, dan keterlambatan penanganan terapi dan derajat kehilangan penglihatan

13
belum jelas terbukti mempengaruhi prognosis.Error: Reference source not found,Error:
Reference source not found,Error: Reference source not found,12

2. Pembedahan

Dekompresi bedah optik kanal dan pembungkus saraf optik digunakan sebagai
terapi TON indirek.Tetapi tidak terdapat konsensus waktu optimum untuk intervensi
optimum.Peningkatan tekanan intrakanalikuli dapat menyebabkan gangguan vaskular
dengan iskemia hingga kebutaan, dan dekompresi saraf optik secara teori
membebaskan strangulasi dan memngembalikan fungsi saraf.Prosedur ini ditambah
dengan pemberian steroid untuk mengurangi inflamasi dan edema.Berbagai metode
bedah yang digunakan berupa kraniotomi trans nasalis, extra-nasal trans-ethmoidalis,
trans-nasal trans-ethmoidalis, lateral fasial, sublabial, dan endoskopi.Error: Reference
source not found,Error: Reference source not found

Pada hematoma pembungkus saraf optik dapat dievakuasi dengan orbiotomi


medial atau lateral tergantung pada letak hematoma. Kriteria intervensi bedah pada
pasien dengan TON antara lain :

1. Kontraindikasi absolut pembedahan


a. Adanya avulsi saraf optik pada pemeriksaan CT.
2. Kontraindikasi relative pembedahan
a. Pasien dalam keadaan tidak sadarkan diri.
b. Hilang total fungsi penglihatan dan respon pupil.
3. Indikasi relative pembedahan
a. Jika penurunan fungsi penglihatan meskipun dengan terapi steroid.
b. Jika terjadi penurunan fungsi penglihatan pada pengurangan dosis
steroid.
c. Jika terdapat fraktur kanal optik disertai dengan adanya penekanan
oleh fragmen tulang.
d. Jika terdapat hematoma pada pembungkus saraf.

14
e. Jika respon visual evoked potential (VEP) memburuk seiring
waktu.Error: Reference source not found

Pada dasarnya, pencapaian penanganan TON dapat diurutkan sebagai berikut :


1. Pada keadaan tidak terdapat kontraindikasi, pasien dapat diberikan
kortikosteroid sistemik, metilprednisolone 30mg/kg sebagai loading dose,
5,4mg/kg/jam sebagai maintanance selama 48 jam.
2. Kegagalan perbaikan keadaan.
3. Pasien yang membaik dapat dilakukan pengurangan dosis yang bertahap.
4. Jika keadaan pasien relaps ketika kortiosteroid dihentikan, pertimbangkan
bedah dekompresi.
5. Pada umunya, pasien dengan ketajaman penglihatan 20/40 atao lebih buruk
membutuhkan dekompresi bedah.
6. Pasien tidak sadar tidak seharusnya dilakukan bedah dekompresi kecuali
bersangkutan dengan prosedur operasi lain.
7. Kombinasi steroid intervensi awal bedah dapat dipertimbangkan pada anak-
anak.Error: Reference source not found,Error: Reference source not found,13

Perbaikan fungsi visual setelah TON dapat dinilai dengan penilaian


berkesinambungan fungsi visual. Follow up harian harus dilakukan selama fase akut
setelah trauma, segera setelah terapi bedahm dan selama periode pemberian terapi
kortikosteroid mega-dosis. Observasi jangka panjang dilakukan 3 bulan atau lebih
sejak terjadinya cedera untuk menilai keadaan final fungsi visual.Error: Reference
source not found

2.3.8 Prognosis
Secara umum cedera langsung memiliki prognosis yang lebih buruk
dibandingkan dengan cedera tidak langsung saraf optik. Berdasarkan studi, ada 4

15
variabel yang dianggap sebagai faktor prognosis yang buruk untuk perbaikan fungsi
visual, antara lain :
1. Adanya darah dalam rongga ethmoid posterior
2. Usia diatas 40 tahun
3. Kehilangan kesadaran diikuti dengan TON
4. Tidak adanya perbaikan setelah 48 jam pemberian terapi steroid.Error: Reference
source not found,Error: Reference source not found,14

Selain itu, fraktur orbita posterior menyebabkan penglihatan yang lebih buruk
dibandingkan dengan fraktur anterior.Pasien dengan tidak adanya persepsi terhadap
cahaya kemungkinan besar tidak akan terjadi perbaikan dalam kemampuan melihat.
Hingga saat ini, terdapat berbagai konsensus menyatakan pilihan terapi terbaik TON
adalah cukup observasi tanpa terapi saja. Perbaikan penglihatan dapat terjadi
meskipun dengan perbaikan yang minimal, dan rata-rata perbaikan secara spontan
berkisar antara 20-57% pada berbagai studi. Error: Reference source not found,Error:
Reference source not found,

16
17
DAFTAR PUSTAKA

1. Remington, Lee Ann. 2005. Visual Pathway. In: Remington, Lee Ann.
Clinical Anatomy Of The Visual System, Second Edition. USA: Elsevier.
P:232-253.

2. Zoumalan, Christopher. 2012. Traumatic Optic Neuropathy. Available in :


[http://emedicine.medscape.com/article/868129-overview]. Accessed at
September 24, 2012.

3. Cockerham, Kimberly. 2005. Traumatic Optic Neuropathy. In: Thach, Allen


B. Ophthalmic Care Of The Combat Casualty. Washington: Office Of The
Surgeon General at TMM Publications. P: 395-403.

4. Srinivasan, Renuka, Chaitra. Traumatic Optik Neuropathy [TON] – A Review.


Available in :[ksos.in/ksosjournal/jounalsub/jounal_article_11_138.pdf].
Accessed at September 24, 2012.

5. Tsai, et al. 2011. Neuro-Ophthalmology. In :Oxford American Handbook of


Ophthalmology. Oxford:University Press. P:514-521.

6. Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Neuro-Oftalmologi. In : Vaughan,


Daniel G. Asbury, Taylor. Oftalmologi umum (General Ophthalmology)edisi
14. EGC: Jakarta: Widya Medika.

7. Awan, Ayyaz Hussain. 2007. Traumatic Optic Neuropathy. Available in:


[www.pjo.com.pk]. Accessed at September 25, 2012.

8. Liesegang, et al. 2007. Optic Neuropathy. In :Neuro-Ophthalmology,


American Academy of Ophthalmology. San Francisco : AAO, The Eye MD
Association. P:153-155.

18
9. Girkin, Christopher A dan Kline, Lanning B. 2002. Optic Nerve and Visual
Pathway. In: Kuhn, Ferenc. Ocular Trauma, Principles and Practice.
Italy:Thieme. P:392-404

10. Sarkies, N. 2003. Traumatic Optic Neuropathy. Available in :


[http://www.nature.com/eye/journal/v18/n11/full/6701571a.html]. Accessed at
September 24,2012.

11. Boughton, Barbara. 2009. Traumatic Optik Neuropathy:Previous Therapies


Now Questioned or Shelved. Available in:
[http://www.aao.org/publications/eyenet/200911/trauma.efm]. Accessed at
September 24,2012.

12. Man, Yu Wai dan Griffiths. 2011. Steroids for Traumatic Optic Neuropathy.
Available in : [www.ncni.nlm.nih.gov/pubmed/21249673]. Accessed at
September 24, 2012.

13. Yogiantoro, Siti Moesbadiany. 2005. Traumatic Optik Neuropathy In The


Division Of Neuro-Ophthalmology, Department of Ophthalmology, Dr.
Soetomo Teaching Hospital, Surabaya. Available in:
[journal.unair.ac.id/filerpdf/FMI-41-1-09.pdf]. Accessed at September 24,
2012.

14. Carta et al. 2003. Visual Prognosis After Indirect Traumatic Optik
Neuropathy. Available in : [jnnp.bmj.com › Volume 74, Issue 2]. Accessed at
September 24, 2012.

19
20
1
Remington, Lee Ann. 2005. Visual Pathway. In: Remington, Lee Ann. Clinical Anatomy Of The Visual System, Second
Edition. USA: Elsevier. P:232-253

2
Zoumalan, Christopher. 2012. Traumatic Optik Neuropathy. Available in :
[http://emedicine.medscape.com/article/868129-overview]. Accessed at September 24, 2012.

3
Cockerham, Kimberly. 2005. Traumatic Optik Neuropathy. In: Thach, Allen B. Ophthalmic Care Of The Combat Casualty.
Washington: Office Of The Surgeon General at TMM Publications. P: 395-403.

4
Srinivasan, Renuka, Chaitra. Traumatic Optik Neuropathy [TON] – A Review. Available in
[ksos.in/ksosjournal/jounalsub/jounal_article_11_138.pdf].Accessed at September 24, 2012.

5
Tsai, et al. 2011.Neuro-Ophthalmology.In :Oxford American Handbook of Ophthalmology. Oxford:University Press. P:514-
521.

6
Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. 2000. Neuro-Oftalmologi. In :Vaughan, Daniel G. Asbury, Taylor. Oftalmologi umum
(General Ophthalmology)edisi 14. EGC: Jakarta: Widya Medika.

7
Awan, Ayyaz Hussain. 2007. Traumatic Optik Neuropathy. Available in :[www.pjo.com.pk]. Accessed at September 25,
2012.

8
Liesegang, et al. 2007.Optik Neuropathy. In :Neuro-Ophthalmology, American Academy of Ophthalmology. San Francisco :
AAO, The Eye MD Association.

9
Girkin, Christopher A dan Kline, Lanning B. 2002.Optik Nerve and Visual Pathway. In: Kuhn, Ferenc. Ocular Trauma,
Principles and Practice. Italy:Thieme.

10
Sarkies, N. 2003.Traumatic Optik Neuropathy.Available in :
[http://www.nature.com/eye/journal/v18/n11/full/6701571a.html]. Accessed at September 24,2012.

11
Boughton, Barbara. 2009. Traumatic Optik Neuropathy:Previous Therapies Now Questioned or Shelved. Available in:
[http://www.aao.org/publications/eyenet/200911/trauma.efm]. Accessed at September 24,2012.

12
Man, Yu Wai dan Griffiths. 2011. Steroids for Traumatic Optik Neuropathy. Available in :
[www.ncni.nlm.nih.gov/pubmed/21249673]. Accessed at September 24, 2012.

13
Yogiantoro, Siti Moesbadiany. 2005. Traumatic Optik Neuropathy In The Division Of Neuro-Ophthalmology, Department
of Ophthalmology, Dr. Soetomo Teaching Hospital, Surabaya. Available in: [journal.unair.ac.id/filerpdf/FMI-41-1-09.pdf].
Accessed at September 24, 2012.

14
Carta et al. 2003.Visual Prognosis After Indirect Traumatic Optik Neuropathy. Available in : [jnnp.bmj.com › Volume 74,
Issue 2]. Accessed at September 24, 2012.

Anda mungkin juga menyukai