Bilangan irasional
Bangsa Yunani menemukan bilangan irasional, namun mereka tidak senang dan hanya mampu
membedakan besaran dan bilangan. Dalam pandangan Yunani, besaran terus berubah dan dapat
digunakan untuk beberapa hal seperti rentang garis, sedangkan bilangan bersifat diskret. Karena
itu, bilangan irasional hanya dapat diselesaikan oleh geometri dan matematika Yunani memang
cenderung geometris. Sejumlah matematikawan Islam seperti Abū Kāmil Shujāʿ ibn Aslam
perlahan menghapus perbedaan antara besaran dan bilangan, sehingga memungkinkan jumlah
irasional tampak seperti koefisien dalam persamaan dan solusi bagi persamaan aljabar. Mereka
bebas memperlakukan bilangan irasional seperti benda, tetapi mereka tidak mempelajari sifatnya
secara teliti.[7]
Pada abad ke-20, versi Latin Arithmetic karya Al-Khwarizmi yang membahas numeralia India
memperkenalkan sistem bilangan posisional desimal kepada dunia Barat.[8] Al-kitāb al-
mukhtaṣar fī ḥisāb al-ğabr wa’l-muqābala karyanya memaparkan solusi sistematis pertama
untuk persamaan linier dan kuadrat dalam bahasa Arab. Di Eropa Renaisans, ia dianggap sebagai
penemu aljabar, meski sekarang sudah diketahui bahwa tulisannya didasarkan pada sumber-
sumber India atau Yunani jauh lebih tua.[9] Ia merevisi Geography karya Ptolomeus dan menulis
tentang astronomi dan astrologi.
Induksi
Penjelasan rinci terawal tentang induksi matematika dapat ditemukan pada bukti Euklides bahwa
bilangan prima tidak terhingga (c. 300 SM). Perumusan prinsip induksi yang eksplisit pertama
dipaparkan oleh Blaise Pascal dalam Traité du triangle arithmétique (1665).
Di antara rentang waktu tersebut, bukti implisit dengan induksi untuk barisan aritmetika
diperkenalkan oleh al-Karaji (c. 1000) dan dikembangkan oleh al-Samaw'al yang memakainya
untuk menyelesaikan persoalan khusus teorema binomial dan sifat segitiga Pascal.