Anda di halaman 1dari 12

SIFAT KIMIA TANAH

Komponen kimia tanah berperan terbesar dalam menentukan sifat dan ciri tanah umumnya
dan kesuburan tanah pada khususnya. Bahan aktif dari tanah yang berperan dalam menjerap
dan mempertukarkan ion adalah bahan yang berada dalam bentuk koloidal, Yaitu : LIAT &
BAHAN ORGANIK
Kedua bahan koloidal ini berperan langsung atau tidak langsung dalam mengatur dan
menyediakan hara bagi tanaman.
Dua bahan penting yang diabsorbsi tanaman dan dipindahkan dari tanah adalah air dan unsur
hara. Tanaman dapat mengalami defisiensi unsur essensial, bila :
1. Unsur tidak terdapat di dalam tanah
2.Terdapat dalam kuantitas yang besar dalam tanah, tetapi sangat sedikit terlarut atau tersedia
untuk menopang kebutuhan tanaman.

Perbedaan utama dari koloid organik (humus) dengan koloid anorganik (liat) adalah
bahwa koloid organik (humus) terutama tersusun oleh C, H dan O sedangkan liat terutama
tersusun oleh Al, Si dan O. Humus bersifat amorf, mempunyai KTK yang lebih tinggi daripada
mineral liat (lebih tinggi dari montmorilonit), dan lebih mudah dihancurkan jika dibandingkan
dengan liat. Sumber muatan negatif dari humus terutama adalah gugusan karboksil dan
gugusan phenol. Muatan dalam humus adalah muatan tergantung pH. Dalam keadaan masam,
H+ dipegang kuat dalam gugusan karboksil atau phenol, tetapi iktan tersebut menjadi kurang
kekuatannya bila pH menjadi lebih tinggi. Akibatnya disosiasi H+ meningkat dengan naiknya
pH, sehingga muatan negatif dalam koloid humus yang dihasilkan juga meningkat. Berdasar
atas kelarutannya dalam asam dan alkali, humus diperkirakan disusun oleh tiga jenis bagian
utama, yaitu asam fulvik, asam humik dan humin.

Pentingnya pH tanah :
 Menentukan mudah tidaknya unsur-unsur hara diserap tanaman. Pada umumnya unsur hara
mudah diserap akar tanaman pada pH tanah sekitar netral, karena pada pH tanah tersebut
kebanyakan unsur hara mudah larut dalam air. Pada tanah masam unsur P tidak dapat diserap
tanaman karena diikat oleh Al, sedang pada tanah alkalis unsure P juga tidak dapat diserap oleh
tanaman karena diikat oleh Al, sedang pada tanah alkalis unsur P juga tidak dapat diserap oleh
tanaman karena diikat oleh Ca.
 Menunjukkan kemungkinan adanya unsur-unsur beracun. Pada tanah-tanah masam banyak
ditemukan ion-ion Al di dalam tanah, yang kecuali mengikat unsur P yang juga merupakan
racun bagi tanaman. Pada tanah-tanah rawa pH terlalu rendah (sangat masam) menunjukkan
kandungan sulfat tinggi, yang juga merupakan racun bagi tanaman. Di samping itu, reaksi tanah
masam, unsur-unsur mikro juga menjadi mudah larut, sehingga ditemukan unsur mikro yang
terlalu banyak. Unsur mikro adalah unsur hara yang diperlukan tanaman dalam jumlah yang
sangat kecil, sehingga menjadi racun kalau terdapat dalam tanah dalam jumlah yang terlalu
besar. Termasuk unsure mikro dala jenis adalah Fe,Mn,Zn,Cu,Co. unsur mikro yang lain yaitu
Mo yang dapat menjadi racun kalau tanah terlalu alkalis. Disamping itu, tanah yang terlalu
alkalis juga dapat menjadi racun bagi tanaman.
Contoh penyebab racun:
a) pH tanah masam :
 Dijumpai ion Al mengikat unsur P
 Unsur Fe, Mn, Zn, Cu dan Co mudah Larut
b) pH tanah alkalis :
 Dijumpai ion Ca mengikat unsur P
 Unsur Mo dan B larut

 Mempengaruhi perkembangan organisme, bakteri dapat berkembang dengan baik pada pH


5,5 atau lebih, sedang pada pH kurang dari 5,5 perkembangannya sangat terlambat. Jamur dapat
berkembang dengan biak pada segala tingkat kemasaman tanah. Pada pH lebih dari 5,5 jamur
harus bersaing dengan bakteri. Bakteri pengikat nitrogen dari udara dan bakteri nitrifikasi
hanya dapat berkembang dengan baik pada pH lebih dari 5,5.
Cara mengubah pH tanah yaitu pada tanah-tanah yang terlalu masam dapat dinaikkan pHnya
dengan cara penambahan kapur kedalam tanah, sedangkan tanah yang terlalu alkalis di
tambahkan belerang.

Faktor Mempengaruhi pH tanah

• Macam Kation Yang Terjerap

Kemasaman dan kebasaan tanah dipengaruhi oleh macam kation yang terjerap pada muka
zarah-zarah koloid. Kation-kation utama yang terjerap adalah: Al3+, H+, Na+, Ca2+, Mg2+,
dan Mg2+. Bila yang terjerap banyak ion H+ dan Al3+ (kation-kation asam) maka pH tanah
menurun. Sebaliknya bila ion-ion Na+, Ca2+, Mg2+, dan Mg2+ (kation-kation basa) banyak
yang terjerap maka pH tanah meningkat.

SIFAT KOLOID
Koloid organik mudah mendisosiasikan ion H ke larutan tanah

pH tanah organik << tanah mineral pada kejenuhan basa yang sama
pH tanah organik 4,5 – 5,0
pH tanah mineral 5,2 7,0

 IKLIM
Tingginya curah hujan disuatu wilayah menyebabkan tingkat pencucian hara tinggi terutama
basa, sehingga basa-basa di dalam tanah akan segera tercuci keluar lingkungan tanah dan yang
tinggal dalam kompleks adsorbsi lempung dan humus adalah ion H dan Al, akibatnya tanah
akan bereaksi masam dengan kejenuhan basa rendah. Pada daerah iklim basah dengan curah
hujan dan temperatur udara tinggi, proses pencucian berlangsung sangat intensif sehingga
menyebabkan KTK dan pH tanah cenderung rendah

SUMBER KEASAMAN TANAH


Nitrifikasi: Amonium menjadi Nitrat (oksidasi NH4 + )

𝑁𝐻4+ + 2𝑂2 N𝑂3 − + 𝐻2 O + 2𝐻 +


Dekomposisi Bahan Organik
Asam organik di ionisasi: R-COOH  R-COO- + 𝐻 +
respirasi: CO2 + H2O  H2CO3 = H + HCO3
Penyerapan oleh vegetasi (tumbuhan)
Akar menyerap kation, larutan tanah kelebihan anion dan akar mengeluarkan H+
𝑁𝐻4+ & N𝑂3 −

Kalau NH4+ diserap oleh akar tumbuhan, terjadi efek pengasaman tanah karena
kesetimbangan muatan condong ke arah kation

Kalau NO3- diserap akar, efek pengasaman lebih sedikit atau bahkan zero karena kation
dan anion hampir setimbang

SUMBER ALKALINITAS TANAH


• Di daerah arid ( GERSANG) dan semiarid komplek pertukaran didominasi: Ca2+, Mg2+,
K+, Na+

• Adanya karbonat dan bikarbonat pada tanah alkalin terkait dengan disolusi CO2:

Kisaran pH reaksi tsb adalah antara 4,6 dan juga 8,6 (Ca-carbonates) atau 10 (Na-carbonates)

Mengetahui pH Tanah Secara Tradisional


Cara tradisional mengetahui keasaman tanah ini hanya mendeteksi kondisi tanah kita asam
atau basa saja, tidak sampai mengukur berapa pH tanah. Kalau untuk mengetahui lebih
berapa pH tanah kita harus menggunakan kertas pH indikator. Jika ingin lebih spesifik lagi
(lebih akurat) kita gunakan pH meter.

1. Bahan yang diperlukan hanyalah kunyit atau kunir, berikut ini langkah-langkahnya:
2. Ambil kunyit sebesar jari telunjuk
3. Potong jadi dua
4. Salah satu potongan kunyit tadi, masukkan kedalam tanah basah yang akan kita ukur
pH nya
5. Tunggu sampai kira-kira sengah jam (30 menit)
6. Ambil kunyit tesebut dan lihat warna bagian potongan kunyit tersebut

Jika warna bagian yang terpotong tadi pudar berarti tanah kita asam. pH tanah kita netral jika
hasil potongan tadi berwarna tetap cerah. Akan tetapi jika warna kunyit tadi biru berarti tanah
kita cenderung basa. Jika warna kunyit menjadi pudar, maka dapat dipastikan lahan tersebut
memiliki kadar keasaman yang tinggi, pH di bawah 7. Jika warna kunyit tetap, pH tanahnya
netral, mendekati 7. Sedangkan, jika warna kunyit menjadi biru, maka kadar keasaman tanah
tersebut rendah, pH di atas 7.

Sifat Penyangga Tanah

Reaksi tanah (pH) tidak mudah diturunkan ataupun dinaikkan secara mendadak, karena
di dalam tanah ada sifat penyangga pH. Komponen tanah yang mempunyai sifat menyangga
ini adaIah gugus asam Iemah seperti karbonat serta komplek koloidai tanah yakni koloid Iiat
dan koloid humus. Koloid tanah dikelilingi oleh ion-ion H yang terjerap pada permukaannya
dan di pihak lain ada ion-ion H yang tidak dipengaruhi oleh komplek jerapan tanah , yakni ion
H yang herada pada larutan tanah. Ion H yang terjerap dan yang berada di dalam larutan tanah
berada dalam keseimbangan.
Mekanisme sanggaan dapat dijelaskan berdasarkan sifat dissosiasi ion H dari asam
koloidal lemah. Reaksinya sebagai berikut
Ion H yang terjerap <==========> Ion H dalam larutan tanah
(Kemasaman cadangan) ( Kemasaman aktif)
Asam Iemah ini mempunyai tingkat disosiasi yang Iemah dan sebagian besar dari ion
H masih tetap terjerap pada permukaan koloid. Bila suatu tanah masam ingin dinaikkan pH
nya, maka dilakukan pengapuran, dan akibatnya reaksi akan beralih ke kanan dimana ion-ion
Ca dari kapur lebih banyak terjerap, tapi ternyata pH tidak banyak berubah. Hal ini terjadi
karena ion-ion H masih banyak terjerap pada koloid tanah. Dengan penambahan kapur yang
Iebih banyak lagi hingga cukup untuk mebebaskan semua ion H dari kompIek jerapan tanah
dan digantikan oleh ion Ca, maka akan terjadilah peningkatan pH tanah yang lebih nyata. Ini
berarti kemasaman cadangan telah dinetralkan.
Dengan adanya sifat penyangga di dalam tanah, hai ini dapat menjaga penurunan pH
yang drastis akibat bertambahnya ion H oleh suatu poroses biologis ataupun perlakuan
pemupukan. Adanya aktifitas jasad jasad hidup di dalam tanah atau perlakuan pemupukan yang
bersifat asam akan menyumbangkan banyak ion H, sehingga reaksi beralih ke kiri, namun
demikian penurunan pH juga tidak nyata. HaI ini juga disebabkan oleh adanya sifat sanggaan
tanah tadi. Dari uraian diatas jelaslah bahwa sifat sanggahan tanah sangat penting artinya dalam
menjaga kestabilan reaksi tanah, sehingga gejolak pH yang hebat tidak terjadi yang dapat
mengganggu pertumbuhan tanaman.
Tersedianya unsur hara makro, seperrti nitrogen, fosfor, kalium dan magnesium pada
pH 6.5. Unsur hara fofor pada pH lebih besar dari 8.0 tidak tersedia karena diikat oleh ion Ca.
Sebaliknya jika pH turun menjadi lebih kecil dari 5.0, maka fisfat kembali menjadi tidak
tersedia. Hal ini dapat menjadi karena dalam kondisi pH masam, unsur-unsur seperti Al, Fe,
dan Mn menjadi sangat larut. Fosfat yang semula tersedia akan diikat oleh logam-logam tadi
sehingga, tidak larut dan tidak tersedia untuk tanaman. Beberapa tanaman tertentu dapat
kekurangan unsur hara mikro seperti Fe dan Mn. Untuk memperoleh ketersediaan hara yang
optimum bagi pertumbuhan tanaman dan kegiatan biologis di dalam tanah, maka pH tanah
harus dipertahankan pada pH sekitar 6.0 – 7.0.

Mengatasi Tanah Basa

Untuk mengatasi tanah-tanah basa menurut maspary bisa dilakukan dengan cara pemberian
sulfur atau belerang. Pemberian belerang bisa dalam bentuk bubuk belerang atau bubuk
sulfur yang mengandung belerang hampir 100 % . Pemberian pupuk yang mengandung
belerang kurang efektif jika digunakan untuk menurunkan pH. Beberapa pupuk yang
mengandung belerang yang bisa digunakan antara lain ZA ( Amonium sulfat ), Magnesium
sulfat, Kalium sulfat, tembaga sulfat dan seng sulfat. Pemberian bahan organik/ pupuk
organik juga bisa membantu menormalkan pH tanah.

Cara Mengatasi dan Menetralkan pH Tanah Masam

a. Pengapuran

Pengapuran merupakan upaya pemberian bahan kapur ke dalam tanah masam dengan tujuan
untuk:

a). Menaikkan pH tanah

Nilai pH tanah dinaikkan sampai pada tingkat mana Al tidak bersifat racun lagi bagi tanaman
dan unsur hara tersedia dalam kondisi yang seimbang di dalam tanah. Peningkatan pH tanah
yang terjadi sebagai akibat dari pemberian kapur, tidak dapat bertahan lama, karena tanah
mempunyai sistem penyangga, yang menyebabkan pH akan kembali ke nilai semula setelah
beberapa waktu berselang.

b). Menetralkan Al yang meracuni tanaman

Karena unsur Ca bersifat tidak mudah bergerak, maka kapur harus dibenamkan sampai
mencapai kedalaman lapisan tanah yang mempunyai konsentrasi Al tinggi. Hal ini agak sulit
dilakukan di lapangan, karena dibutuhkan tenaga dalam jumlah banyak dan menimbulkan
masalah baru yaitu pemadatan tanah. Alternatif lain adalah menambahkan dolomit (Ca,
Mg(CO3)2) yang lebih mudah bergerak, sehingga mampu mencapai lapisan tanah bawah dan
menetralkan Al. Pemberian kapur seperti ini memerlukan pertimbangan yang seksama
mengingat pemberian Ca dan Mg akan mengganggu keseimbangan unsur hara yang lain.

Tanaman dapat tumbuh baik, jika terdapat nisbah Ca/Mg/K yang tepat di dalam tanah.
Penambahan Ca atau Mg seringkali malah mengakibatkan tanaman menunjukkan gejala
kekurangan K, walaupun jumlah K sebenarnya sudah cukup di dalam tanah. Masalah ini
menjadi semakin sulit dipecahkan, jika pada awalnya sudah terjadi kahat unsur K pada tanah
tersebut.

b. Penambahan Unsur Hara / Pemupukan

Pemupukan merupakan jalan termudah dan tercepat dalam menangani masalah kahat hara,
namun bila kurang memperhatikan kaidah-kaidah pemupukan, pupuk yang diberikan juga
akan hilang percuma. Pada saat ini sudah diketahui secara luas bahwa tanah-tanah pertanian
di Indonesia terutama tanah masam kahat unsur nitrogen (N), fosfor (P) dan kalium (K). Oleh
karena itu petani biasanya memberikan pupuk N, P, K secara sendiri-sendiri atau kombinasi
dari ketiganya. Pupuk N mudah teroksidasi, sehingga cepat menguap atau tercuci sebelum
tanaman menyerap seluruhnya. Pupuk P diperlukan dalam jumlah banyak karena selain untuk
memenuhi kebutuhan tanaman juga untuk menutup kompleks pertukaran mineral tanah agar
selalu dapat tersedia dalam larutan tanah.Pemupukan K atau unsur hara lain dalam bentuk
kation, akan banyak yang hilang kalau diberikan sekaligus, karena tanah masam hanya
mempunyai daya ikat kation yang sangat terbatas (nilai KTK tanah-tanah masam umumnya
sangat rendah). Unsur hara yang diberikan dalam bentuk kation mudah sekali tercuci.
Supaya tujuan yang ingin dicapai melalui pemupukan dapat berhasil dengan baik, maka harus
diperhatikan hal-hal berikut:

a). Waktu pemberian pupuk

Waktu pemberian pupuk harus diperhitungkan supaya pada saat pupuk diberikan bertepatan
dengan saat tanaman membutuhkannya, yang dikenal dengan istilah sinkronisasi. Hal ini
dimaksudkan agar tidak banyak unsur hara yang hilang tercuci oleh aliran air, mengingat
intensitas dan curah hujan di kawasan ini sangat tinggi. Waktu pemberian pupuk yang tepat
bervariasi untuk berbagai jenis pupuk dan jenis tanamannya. Pemupukan N untuk tanaman
semusim sebaiknya diberikan paling tidak dua kali, yaitu pada saat tanam dan pada saat
pertumbuhan maksimum (sekitar 1-2 bulan setelah tanam). Sementara pupuk P dan K bisa
diberikan sekali saja yaitu pada saat tanam.

b). Penempatan pupuk

Penempatan pupuk harus diusahakan berada dalam daerah aktivitas akar, agar pupuk dapat
diserap oleh akar
tanaman secara efektif. Kesesuaian letak pupuk dengan posisi akar tanaman disebut dengan
istilah sinlokalisasi.

c). Dosis pupuk

Jumlah pupuk yang diberikan harus sesuai dengan kebutuhan tanaman, supaya pupuk yang
diberikan tidak banyak yang hilang percuma sehingga dapat menekan biaya produksi serta
menghindari terjadinya polusi dan keracunan bagi tanaman. Walaupun pemupukan
merupakan cara yang mudah dan cepat untuk mengatasi permasalahan kahat (defisiensi) hara,
namun terdapat beberapa kelemahan dari cara ini yang harus dipertimbangkan dalam
merencanakan program pemupukan.

Beberapa kelemahan dari pengelolaan tanah secara kimia adalah:

> Pemupukan membutuhkan biaya tinggi karena harga pupuk mahal


> Penggunaan pupuk tidak dapat menyelesaikan masalah kerusakan fisik dan biologi tanah,
bahkan cenderung
mengasamkan tanah.
> Pemupukan yang tidak tepat dan berlebihan menyebabkan pencemaran lingkungan

c. Penyemprotan Herbisida

Tumbuhan pengganggu atau gulma yang tumbuh dalam lahan yang ditanami menyebabkan
kerugian karena mengambil unsur hara dan air yang seharusnya dapat digunakan oleh
tanaman. Oleh karena itu keberadaan dan pertumbuhan gulma harus ditekan. Cara kimia juga
dipergunakan untuk menekan pertumbuhan gulma yang banyak ditemukan pada tanah masam
seperti alang-alang, yakni dengan memakai herbisida. Pemakaian herbisida harus dilakukan
secara tepat baik dalam hal jumlah (dosis), waktu dan penempatannya, demikian pula harus
disesuaikan antara macam herbisida dengan gulma yang akan diberantas. Penggunaan
herbisida yang berlebihan dapat menyebabkan bahaya keracunan pada si pemakai dan pada
produk pertanian yang dihasilkan serta pencemaran lingkungan.
d. Pemberian Mikrorganisme Pengurai

Terdapatnya bahan organik yang belum terurai juga akan menyumbangkan tingkat keasaman
tanah, pristiwa ini sering terlihat pada tanah-tanah sawah yang terlalu cepat pengerjaannya.
Pemberian mikroorganisme pengurai akan mempercepat dekomposisi bahan organik dalam
tanah sehingga akan membantu ketersediaan dan keseimbangan unsur hara. Selain itu
perombakan bahan organik juga akan menyeimbangkan KTK tanah.

e. Pemberian Pupuk Phospat

Kekahatan P merupakan salah satu kendala utama bagi kesuburan tanah masam. Tanah ini
memerlukan P dengan takaran tinggi untuk memperbaiki kesuburantanah dan meningkatkan
produktivitas tanaman. Untuk mengatasi kendala kekahatan P umumnya menggunakan pupuk
P yang mudah larut seperti TSP, SP-36, SSP, DAP. Pupuk tersebut mudah larut dalam air
sehingga sebagian besar P akan segera difiksasi oleh Al dan Fe yang terdapat di dalam tanah
dan P menjadi tidak tersedia bagi tanaman. Fosfat alam dengan kandungan Ca setara CaO
yang cukup tinggi (>40%) umumnya mempunyai reaktivitas tinggi sehingga sesuai
digunakan pada tanah-tanah masam. Sebaliknya, fosfat alam dengan kandungan sesquioksida
tinggi (Al2O3 dan Fe2O3) tinggi kurang sesuai digunakan pada tanah-tanah masam.

KTK (Kapasitas Tukar Kation)

Kapasitas Tukar Kation (KTK) atau Cation Exchange capacity (CEC) merupakan
jumlah total kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid yang bermuatan negative.
Berdasarkan pada jenis permukaan koloid yang bermuatan negative, KTK dapat
dikelompokkan menjadi tiga, yaitu : a) KTK koloid anorganik atau KTK liat yaitu jumlah
kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid anorganik (koloid liat) yang
bermuatan negative, b) KTK koloid organic yaitu jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada
permukaan koloid oerganik yang bermuatan negative, dan c) KTK total atau KTK tanah yaitu
jumlah total kation yang dapat dipertukarkan dari suatu tanah baik kation pada permukaan
koloid organic (humus) maupun kation pada permukaan koloid anorganik (liat)
Besarnya KTK tanah tergantung pada tekstur tanah, tipe mineral liat tanah, dan
kandungan bahan organic. Semakin tinggi kadar liat atau tekstur semakin halus maka KTK
tanah akan semakin besar. Demikian pula pada kandungan bahan organic tanah, semakin tinggi
bahan oerganik tanah maka KTK tanah akan semakin tinggi.
Kapasitas Tukar Kation (KTK) setiap jenis tanah berbeda-beda. Humus yang berasal
dari bahan organic mempunyai KTK jauh lebih tinggi (100-300 meq/100g). Koloid yang bersal
dari batuan memiliki KTK lebih rendah (3-150 meq/100g). Secara kualitatif KTK tanah dapat
diketahui dari teksturnya. Tanah dengan kandungan pasir yang tinggi memiliki KTK yang lebih
rendah dibandingkan dengan tanah dengan kandungan liat atau debu. KTK tanah yang rendah
dapat ditingkatkan dengan menambahkan bahan organic seperti kompos atau pupuk kandang,
penambahan hancuran batuan zeolit secara signifikan juga dapat meningkatkan KTK tanah.
Kapasitas tukar kation tanah tergantung pada tipe dan jumlah kandungan liat,
kandungan bahan organik, dan pH tanah. Kapasitas tukar kation tanah yang memiliki banyak
muatan tergantung pH dapat berubah-ubah dengan perubahan pH. Keadaan tanah yang masam
menyebabkan tanah kehilangan kapasitas tukar kation dan kemampuan menyimpan hara kation
dalam bentuk dapat tukar, karena perkembangan muatan positif. Kapasitas tukar kation kaolinit
menjadi sangat berkurang karena perubahan pH dari 8 menjadi 5,5. KTK tanah adalah jumlah
kation yang dapat dijerap 100 gram tanah pada pH 7.
Kation adalah ion bermuatan positif seperti Ca++, Mg+, K+, Na+, NH4+, H+, Al3+, dan
sebagainya. Di dalam tanah kation-kation tersebut terlarut di dalam air tanah atau dijerap oleh
koloid-koloid tanah. Banyaknya kation (dalam miliekivalen) yang dapat dijerap oleh tanah per
satuan berat tanah (biasanya per 100 g) dinamakan kapasitas tukar kation (KTK). Kation-kation
yang telah dijerap oleh koloid-koloid tersebut sukar tercuci oleh air gravitasi, tetapi dapat
diganti oleh kation lain yang terdapat dalam larutan tanah. Hal tersebut dinamakan pertukaran
kation. Jenis-jenis kation yang telah disebutkan di atas merupakan kation-kation yang umum
ditemukan dalam kompleks jerapan tanah.
Pertukaran kation merupakan pertukaran antara satu kation dalam suatu larutan dan
kation lain dalam permukaan dari setiap permukaan bahan yang aktif. Semua komponen tanah
mendukung untuk perluasan tempat pertukaran kation, tetapi pertukaran kation pada sebagaian
besar tanah dipusatkan pada liat dan bahan organic. Reaksi tukar kation dalam tanah terjadi
terutama di dekat permukaan liat yang berukuran seperti klorida dan partikel-partikel humus
yang disebut misel. Setiap misel dapat memiliki beribu-ribu muatan negative yang dinetralisir
oleh kation yang diabsorby.
Pada kebanyakan tanah ditemukan bahwa pertukaran kation berubah dengan
berubahnya pH tanah. Pada pH rendah, hanya muatan permanen liat, dan sebagian muatan
koloid organik memegang ion yang dapat digantikan melalui pertukaran kation. Dengan
demikian KTK relatif rendah.
KTK tanah berbanding lurus dengan jumlah butir liat. Semakin tinggi jumlah liat suatu
jenis tanah yang sama, KTK juga bertambah besar. Makin halus tekstur tanah makin besar pula
jumlah koloid liat dan koloid organiknya, sehingga KTK juga makin besar. Sebaliknya tekstur
kasar seperti pasir atau debu, jumlah koloid liat relatif kecil demikian pula koloid organiknya,
sehingga KTK juga relatif lebih kecil daripada tanah bertekstur halus.
Pengaruh bahan organik tidak dapat disangkal terhadap kesuburan tanah. Telah
dikemukakan bahwa organik mempunyai daya jerap kation yang lebih besar daripada koloid
liat. Berarti semakin tinggi kandungan bahan organik suatu tanah makin tinggi pula lah
KTKnya.
Nilai kapasitas tukar kation tanah pada umumnya berkisar antara 25-45 cmol/kg sampai
dengan kedalaman 1 meter. Besarnya nilai KTK sangat dipengaruhi oleh kadar lempung, C-
organik, dan jenis mineral lempungnya. Pengaruh kadar lempung dan C-organik terhadap nilai
KTK tanah terlihat dari grafik hubungan sifat-sifat fisik-kimia. Kadar lempung berpengaruh
cukup tinggi terhadap KTK dengan nilai koefisien determinasi R2 = 0.62. Makin tinggi kadar
lempung maka makin tingi nilai KTK, sedangkan untuk C-organik pengaruhnya kacil terhadap
KTK (R2 = 0.29), hal ini mungkin karena kadar C-organik yang rendah, selain itu jenis mineral
lempung pun berpengaruh terhadap nilai KTK.
Dalam kondisi tertentu kation teradsorpsi terikat secara kuat oleh lempung sehingga
tidak dapat dilepaskan kembali oleh reaksi pertukaran, kation ini disebut kation terfiksasi.
Mineral lempung yang banyak menyumbang fiksasi K+ dan NH4+ antara lain : zeolit, mika,
dan ilit. Fiksasi K penting didalam tanah pasiran untuk mencegah dari pelindian dan
pemupukan K+ dan NH4+ yang terus menerus yang dapat menurunkan fiksasi K.
Masukan kapur akan menaikkan pH tanah. Pada tanah-tanah yang bermuatan
tergantung pH, seperti tanah kaya montmorillonit atau koloid organik, maka KTK akan
meningkat dengan pengapuran. Di lain pihak pemberian pupuk-pupuk tertentu dapat
menurunkan pH tanah, sejalan dengan hal itu KTK pun akan turun. Dengan demikian dapat
dikatakan bahwa pengaruh pengapuran dan pemupukan ini berkaitan erat dengan perubahan
pH, yang selanjutnya memperngaruhi KTK
tanah.
KTK Koloid Anorganik atau KTK Liat
KTK liat adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid anorganik
(koloid
liat) yang bermuatan negatif.
Nilai KTK liat tergantung dari jenis liat, sebagai contoh:
a. Liat Kaolinit memiliki nilai KTK = 3 s/d 5 me/100 g.
b. Liat Illit dan Liat Klorit, memiliki nilai KTK = 10 s/d 40 me/100 g.
c. Liat Montmorillonit, memiliki nilai KTK = 80 s/d 150 me/100 g.
d. Liat Vermikullit, memiliki nilai KTK = 100 s/d 150 me/100 g.
KTK Koloid Organik
KTK koloid organik sering disebut juga KTK bahan organik tanah adalah jumlah kation yang
dapat
dipertukarkan pada permukaan koloid organik yang bermuatan negatif.
Nilai KTK koloid organik lebih tinggi dibandingkan dengan nilai KTK koloid anorganik. Nilai
KTK koloid organik berkisar antara 200 me/100 g sampai dengan 300 me/100 g.
Perbedaan KTK Tanah Berdasarkan Sumber Muatan Negatif
Berdasarkan sumber muatan negatif tanah, nilai KTK tanah dibedakan menjadi 2, yaitu:
1. KTK muatan permanen, dan
2. KTK muatan tidak permanen.

KTK Muatan Permanen


KTK muatan permanen adalah jumlah kation yang dapat dipertukarkan pada permukaan koloid
liat dengan sumber muatan negatif berasal dari mekanisme substitusi isomorf. Substitusi
isomorf adalah mekanisme pergantian posisi antar kation dengan ukuran atau diameter kation
hampir sama tetapi muatan berbeda. Substitusi isomorf ini terjadi dari kation bervalensi tinggi
dengan kation bervalensi rendah di dalam struktur lempeng liat, baik lempeng liat Si-
tetrahedron maupun Al-oktahedron.
Contoh peristiwa terjadinya muatan negatif diatas adalah: (a). terjadi substitusi isomorf dari
posisi Si dengan muatan 4+ pada struktur lempeng liat Si-tetrahedron oleh Al yang bermuatan
3+, sehingga terjadi kelebihan muatan negatif satu, (b). terjadinya substitusi isomorf dari posisi
Al yang bermuatan 3+ pada struktur liat Al-oktahedron oleh Mg yang bermuatan 2+, juga
terjadi muatan negatif satu, dan (c). terjadi substitusi isomorf dari posisi Al yang bermuatan 3+
dari hasil substitusi isomorf terdahulu pada lempeng liat Si-tetrahedron yang telah bermuatan
neatif satu, digantikan oleh Mg yang bermuatan 2+, maka terjadi lagi penambahan muatan
negatif satu, sehingga terbentuk muatan negatif dua pada lempeng liat Si-tetrahedron tersebut.
Muatan negatif yang terbentuk ini tidak dipengaruhi oleh terjadinya perubahan pH tanah. KTK
tanah yang terukur adalah KTK muatan permanen.
KTK Muatan Tidak Permanen
KTK muatan tidak permanen atau KTK tergantung pH tanah adalah jumlah kation yang dapat
dipertukarkan pada permukaan koloid liat dengan sumber muatan negatif liat bukan berasal
dari mekanisme substitusi isomorf tetapi berasal dari mekanisme patahan atau sembulan di
permukaan koloid liat, sehingga tergantung pada kadar H+ dan OH- dari larutan tanah.
Hasil Pengukuran KTK Tanah
Berdasarkan teknik pengukuran dan perhitungan KTK tanah di laboratorium, maka nilai KTK
dikelompokkan menjadi 2, yaitu:
1. KTK Efektif, dan
2. KTK Total.

2.2.5 Kejenuan Basa(KB)

Kejenuhan basa adalah perbandingan dari jumlah kation basa yang ditukarkan dengan
kapasitas tukar kation yang dinyatakan dalam persen. Kejenuhan basa rendah berarti tanah
kemasaman tinggi dan kejenuhan basa mendekati 100% tanah bersifal alkalis. Tampaknya
terdapat hubungan yang positif antara kejenuhan basa dan pH. Akan tetapi hubungan tersebut
dapat dipengaruhi oleh sifat koloid dalam tanah dan kation-kation yang diserap. Tanah dengan
kejenuhan basa sama dan komposisi koloid berlainan, akan memberikan nilai pH tanah yang
berbeda. Hal ini disebabkan oleh perbedaan derajat disosiasi ion H+ yang diserap pada
permukaan koloid
Kejenuhan basa selalu dihubungkan sebagai petunjuk mengenai kesuburan sesuatu
tanah. Kemudahan dalam melepaskan ion yang dijerat untuk tanaman tergantung pada derajat
kejenuhan basa. Tanah sangat subur bila kejenuhan basa > 80%, berkesuburan sedang jika
kejenuhan basa antara 50-80% dan tidak subur jika kejenuhan basa < 50 %. Hal ini didasarkan
pada sifat tanah dengan kejenuhan basa 80% akan membebaskan kation basa dapat
dipertukarkan lebih mudah dari tanah dengan kejenuhan basa 50%

Anda mungkin juga menyukai