Anda di halaman 1dari 12

SOSIOLOGI INDUSTRI

INDUSTRI DAN GENDER


(Diskriminasi Perkerja Wanita Dalam Sektor Industri)

Diajukan untuk memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester

Disusun Oleh:

Ami Dwi Fitriani

170710150010

PROGRAM STUDI SOSIOLOGI

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3 Metode ............................................................................................. 2
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 3
2.1 Industrialisasi ................................................................................... 3
2.2 Konsep Gender ................................................................................ 3
2.3 Pembagian Kerja ............................................................................. 4
2.4 Faktor-Faktor Penyebab Diskriminasi Pekerja Wanita ................... 5
2.5 Isu Diskriminasi Terhadap Pekerja Wanita ..................................... 7
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 9
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 10

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dunia industri memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perubahan kehidupan
masyarakat. Kondisi industrial dapat dicirikan dengan mengacu pada kaidah-kaidah ilmu
pengetahuan, rasional dan terukur. Sebuah sistem produksi baru yang bernama industri
terlahir dan secara perlahan banyak mengambil alih sistem produksi pertanian. Di dalam
kelahiran sistem baru ini para sosiolog melihat berbagai proses sosial baru yang juga terjadi
di dalam masyarakat sebagai bagaian dari perubahan tersebut. Proses sosial itu, antara lain
urbanisasi, industrialisasi, pembagian kerja, sekularisasi, demokratisasi, birokratisasi dan
sentralisasi peran negara (Watson, 1997).1 Industrialisasi mempengaruhi manusia dalam
berinteraksi juga mempengaruhi cara berpikir manusia sehingga terdapat suatu pola
pengelompokan dan penggolongan manusia di dalam masyarakat. Muncul dua kelompok
baru yakni kelompok pemilk modal dan kelompok buruh. Dalam dunia industri hubungan
sosial yang berlangsung di antara pekerja dengan pemilik modal sangat dipengaruhi oleh
kebijakan-kebijakan yang dihasilkan oleh pemerintah.
Apabila membahas mengenai sosiologi industri tentu sangat luas cakupannya. Watson
menjelaskan bahwa terdapat 4 subjek pembahasan mengenai sosiolgi Industri. Pertama,
pembahasan mengenai Work (isu yang dibahas meliputi pengalaman kerja, nilai dan orientasi
kerja, persoalan gender dalam pekerjaan). Kedua, pembahasan mengenai Occupational
Structure (isu yang dibahas mengenai pembagian kerja, hubungan kelas sosial, karier
pekerjaan dan komunitas kerja). Ketiga, pembahasan mengenai Organisasi (isu yang dibahas
mencakup persoalan birokrasi, teknologi, struktur organisasi, kekuasaan dan otoritas, budaya
organisasi). Keempat, adalah hubungan kerja adapun isu yang dibahas adalah persoalan
konflik dan kerja sama di tempat kerja, penyesuaian kelompok dan individu dan sebagainya
(Watson, 1997:41).
Dalam penulisan makalah ini, penulis akan lebih memfokuskan pada isu idustri dengan
gender. Dimana penulis melihat bahwa didalam industri (dunia kerja) kerap masih terjadi
suatu ketidakadilan. Ketidakadilan dalam dunia kerja telah menyebabkan perempuan menjadi
miskin, bodoh dan terasing. Faktanya, pada saat ini peran perempuan di ranah publik mulai
menunjukkan eksistensinya. Bisa kita lihat bagaimana perempuan dilibatkan secara aktif
bekerja di semua lini. Mulai dari bidang ekonomi, industri, sosial, politik hingga agama.

1
Hari Nugroho. 2008. SOS14314/MODUL Prinsip-Prinsip Dasar Sosiologi Industri. Diakses di
http://repository.ut.ac.id/4608/1/SOSI4314-M1.pdf

1
Peran perempuan di dalam dunia kerja nampaknya telah dapat diandalkan sebagai
sumber daya manusia yang produktif dan handal. Pada satu sisi masuknya perempuan ke
dalam sektor industri dilihat sebagai proses pembebasan berupa emansipasi perempuan
memasuki dunia kerja, sehingga perempuan bisa terlepas dari belenggu pekerjaan domestik
yang cukup membebani perempuan dari sektor beban kerja. Stereotype yang muncul terhadap
pekerja wanita adalah sosok yang mampu bekerja dengan ketekunan, ketelitan, pekerjaan di
bidang yang sama dengan jangka waktu yang panjang, serta upah yang rendah. Hal tersebut
berdampak pada posisi perempuan dalam pekerjaan yang tidak akan mendapatkan kenaikan
jabatan dan upah gaji yang lebih baik dibandingkan dengan laki-laki. Pabrik-pabrik tersebut
lebih suka mempekerjakan buruh perempuan karena dianggap lebih teliti, tekun, dan mau di
bayar murah.
Seperti yang telah diungkapkan sebelumnya, bahwa pada faktanya perempuan saat ini
telah banyak memasuki dunia industri. Namun beberapa dari hasil penelitian ditemukan
bahwa keterlibatan perempuan menjadi tenaga kerja di sektor industri, tak lepas dari berbagai
tindakan diskriminatif yang terjadi di lingkungan tempat mereka bekerja. Pekerja wanita
masih selalu di nomor duakan dan upah yang diberikan pun dibedakan dengan laki-laki,
dilihat dari resiko serta beban kerjanya (Safitrti, 2006). Kondisi kerja seperti itu
menggambarkan kurangnya pemahaman pekerja laki-laki dan perempuan tentang keadilan
dan kesetaraan gender dalam industri. Sehubungan dengan hal itu, maka penulis tertarik
untuk membahasa lebih lanjut mengenai diskriminasi pekerja wanita dalam sektor industri.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa faktor penyebab terjadinya diskriminasi pekerja wanita dalam sektor industri?
1.3 Metode
Dalam pembuatan makalah ini penulis menggunakan dengan metode studi literatur,
penulis mengumpulkan dan membaca buku, jurnal, berita online serta penelitian-penelitian
terdahulu yang membahas mengenai Isu Industri dan Gender (Diskriminasi perkerja wanita
dalam sektor industri). Data-data yang didapatkan dari studi literatur digunakan penulis
sebagai referensi penulisan makalah.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Industrialisasi
Industrialisasi merupakan suatu proses perubahan sosial ekonomi yang mengubah
sistem mata pencaharian masyarakat agraris menjadi masyarakat industri. Industrialisasi juga
merupakan suatu keadaan dimana pekerjaan semakin beragam (spesialisasi), gaji dan
penghasilan yang semakin meningkat. Masyarakat industi telah memiliki pandangan yang
lebih rasionalitas, tindakan yang dilakukan didasarkan atas pertimbangan, efesiensi, dan
perhitungan. Pemikiran masyarakat kini, apabila mendengar kata industri atau industrialisasi
maka akan merujuk pada sebuah pengertian bahwa industri relevan dengan suatu pekerjaan,
memiliki relevansi dengan segala bentuk aktivitas kerja dalam suatu lingkungan industri
(pembagian kerja, promosi jabatan). Tak lupa bahwa industri juga memiliki relevansi dengan
hal-hal yang tidak berhubungan langsung dengan aktivitas kerja.
Apabila kita merujuk mengenai makna industri revolusi, lingkup pembahasannya lebih
luas. Industrialisasi pada masyarakat berarti adanya pergantian teknik produksi dari cara yang
tradisional ke cara yang lebih modern, sebuah transformasi yaitu suatu perubahan masyarakat
dalam segala segi kehidupan. Dalam bidang ekonomi, industrialisasi berarti munculnya
kompleksitas industri yang besar di mana produksi barang-barang konsumsi dan barang-
barang produksi diusahakan secara massal (Dharmawan, 1986)
Lingkungan kerja dalam ranah industri tentu saja sangat berbeda jauh dengan
lingkungan kerja di dalam ranah masyarakat pertanian. Kapitalisme yang telah tumbuh
sebelumnnya selama berabad-abad mengalami perubahan yang revolusioner, sebagai akibat
dari melekatnya teknologi industrial dan industrialisme ke dalam sistem kapitalisme itu
sendiri (Watson, 1997). Organisasi kerja, munculnya status sosial baru, bentuk-bentuk
organisasi dan pola hubungan sosial yang baru melahirkan cara berpikir baru serta
permasalahan yang juga belum pernah terjadi sebelumnya. Dinamika hubungan kerja
industrial juga memiliki hubungan timbal balik dengan berbagai perubahan di luar
lingkungan organisasi maupun institusi pekerjaannya.
2.2 Konsep Gender
Secara konseptual, pembahasan gender acapkali dikacaukan pengertianya dengan
istilah seks, yang sesungguhnya antara keduanya sangat berbeda baik dari pengertian maupun
sifatnya. Untuk memahami konsep gender harus bisa membedakan antara gender dan seks.
Pengertian seks merujuk pada penggolongan biologis yang didasarkan pada sifat reproduksi
potensial. Seks tentu saja berbeda dengan gender. Gender yaitu diartikan sebagai perbedaan
3
antara laki-laki dan perempuan yang dilihat dari fungsi, peran, status dan tanggung jawabnya
yang dikontruksi secara sosial maupun kultural.
Gender merupakan suatu sifat yang melekat pada laki-laki dan perempuan yang
dikontruksi secara sosial. Misalnya kita ketauhi, bahwa perempuan itu dikenal memiliki sifat
yang lemah lembut, cantik, emosional dan keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat,
jantan, rasional dan perkasa. Sifat-sifat tersebut sewaktu-waktu bisa saja dipertukarkan satu
sama lain, artinya laki-laki bisa saja memiliki sifat yang dianggap sifat perempuan, begitupun
sebaliknya (Fakih, 2004). Hal itu tentu saja dapat mengakibatkan munculnya bias gender
yang akan berujung pada suatu permasalahan ketimpangan gender antara laki-laki dan
perempuan.
Selama ini masyarakat secara umum memandang bahwa perempuan selalu berada pada
posisi ke dua atau biasa disebut dengan istilah “The Second Sex” yang dimana peran yang
paling utama bagi perempuan yaitu berada di sektor domestik (lingkungan rumah tangga)
sedangkan pria berada pada peran utama yaitu sektor publik (luar rumah tangga) yaitu
sebagai pencari sumber ekonomi atau mencari nafkah untuk keluarga. Hal tersebut tentu
menunjukan adanya suatu budaya patriarki. Budaya patriarki dikatakan sebagai salah satu
bentuk penindasan bagi perempuan karena patriarki telah memunculkan serta memperkuat
pembatasan ruang gerak perempuan dalam sektor domestik dan publik. Budaya patriarki
selama ini telah meletakan perempuan tersubordinasi. Laki-laki dan perempuan memiliki
hubungan yang bersifat hierarkis, maksudnya adalah laki-laki memiliki kedudukan yang lebih
mendominasi sedangkan perempuan memiliki kedudukan yang subordinat. Patriarki secara
tidak disadari telah dikontruksikan, dilembagakan serta disosialisasikan di dalam kehidupan
masyarakat seperti di lembaga-lembaga yang terlibat dalam kehidupan masyarakat
diantaranya keluarga, sekolah, lembaga agama, tempat kerja bahkan kebijakan negara.
Kedudukan perempuan yang tersubordinasi juga dipengaruh oleh faktor kontruksi sosial.
Terdapat banyak kepercayaan dan mitos yang akhirnya menjadikan kedudukan perempuan
berada lebih rendah daripada laki-laki.
2.3 Pembagian Kerja
Pembagian kerja merupakan suatu gejala sosiologis dalam masyarakat yang telah
berkembang sejak zaman dahulu dan tetap aktual hingga saat ini. Perempuan berada dalam
ranah domestik dan laki-laki dalam ranah publik. Banyak orang menganggap bahwa hal ini
merupakan sesuatu yang alamiah dan diterima begitu saja tanpa ada komentar apapun. Pada
umumnnya pekerjaan yang diperuntukan bagi laki-laki sesuai dengan kapasitas biologis,
psikologis dan sosial sebagai laki-laki, yang biasanya dianggap sebagai orang yang memiliki
4
otot lebih kuat, memiliki resiko yang lebih tinggi karena bekerja di luar rumah dan tingkat
kerjasama dan keterampilannya lebih tinggi. Laki-laki lebih konsisten kepada pekerjaan
maskulin, misal seperti memburu binatang, mengerjakan logam, menambang, mengangkut.
Adapun pekerjaan yang diperuntukan bagi perempuan cenderung dikonsepsikan sebagai
orang yang lemah dengan resiko lebih rendah, tingkat keterampilan perempuan dianggap
rata-rata lebih rendah dibanding laki-laki. Perempuan lebih konsisten pada pekerjaan feminin,
yaitu mengumpulkan kayu bakar, meramu dan menyediakan bahan makanan, mencuci,
memasak dan pekerjaan rumah tangga lainnya.
Dalam suatu masyarakat atau komunitas terdapat dua kategori pembagian kerja, yaitu
kerja produktif dan kerja reproduktif. Keduanya memiliki peran penting dalam kehidupan
manusia. Kerja produktif berfungsi memenuhi kebutuhan dasar manusia yakni sandang,
pangan papan. Kerja reproduktif adalah kerja memproduksi manusia, namun hal itu bukan
sebatas mengenai reproduksi biologis perempuan (hamil, melahirkan, menyusui) namun
mencakup pula pengasuhan, perawatan sehari-hari baik secara fisik dan mental menurut
Rahima (2004) (dalam Pratiwi, 2009).
Dalam masyarakat industri, pola pembagian kerja belum banyak berbeda dengan
masyarkat agraris. Dalam masyarakat industri, perempuan diupayakan untuk terlibat dalam
kegiatan ekonomi. Namun secara umum subtansi pola publik-domestik masih dipertahankan,
partisipasi perempuan seringkali masih saja dihargai lebih rendah daripada laki-laki. Posisi
perempuan lebih sering dialokasikan ke dalam bidang-bidang tertentu seperti pekerjaan
kesekretariatan, tulis-menulis, pekerjaan yang berhubungan dengan kegiatan pengasuhan dan
perawatan seperti guru , perawat. Perempuan yang memasuki dalam lingkarn profesional dan
eksekutif masih terbilang sedikit. Laki-laki mendominasi industri hulu yang produktivitasnya
lebih tinggi, sedangkan perempuan terlibat dalam industri hilir, yang menangani proses akhir
dari sebuah produk, yang upah produktivitasnya lebih rendah. Pada intinya, dalam
masyarakat industri, pembagian kerja secara seksual cenderung masih dipertahankan. Pola
relasi masih berlangsung tak seimbang, dan dengan demikian keudukan perempuan masih
lemah.
2.4 Faktor-Faktor Penyebab Diskriminasi Pekerja Wanita dalam Sektor Industri
Diskriminasi gender dalam sektor industri sebenarnya dilatarbelakangi oleh adanya bias
gender di tengah-tengah masyarakat. Gender role sebagai bentuk ketentuan sosial diyakini
sebagai sebuah kodrat sehingga menyebabkan suatu ketimpangan sosial dan hal tersebut
menyebabkan posisi perempuan menjadi rugi dalam berbagai aspek kehidupan sosial
termasuk dalam sektor industri. Dalam sektor industri, diskriminasi terhadap pekerja
5
perempuan masih sering terjadi. Diskriminasi dalam sektor pekerjaan dapat terjadi karena
hal-hal berikut.
a. Marginalisasi
Diskriminasi terhadap pekerja wanita dalam sektor industri dalam perspektif gender,
temanifestasikan ke dalam beberapa bentuk, salah satunya adalah marginalisasi.
Marginalisasi merupakan suatu konsep penting untuk memahami hubungan industrialisasi
dengan pekerja wanita. Dalam artian luas marginalisasi diartikan sebagai proses
perubahan hubungan kekuasaan antar manusia. Perubahan hubungan ini mengakibatkan
akses salah satu kelompok semakin terbatas. Hal tersebut meliputi modal pekerjaan,
pendidikan yang seiring berjalannya waktu hal-hal tersebut terus domonopoli oleh
sekelompok kecil orang. Sebagai konsekuensinya perempuan harus menyandarkan
kehidupan mereka pada sumber-sumber marginal yang terletak di pinggiran ekonomi
pasar. Secara sadar dan tidak sadar marginalisasi terhadap pekerja wanita telah terjadi
seiring dengan sentuhan kapitalisme modern.
Marginalisasi pekerja wanita menurut Scott terbagi menjadi 4 dimensi. Pertama,
marginalisation as exclusion from productive employment, berarti bahwa tenaga kerja
wanita dikucilkan dari jenis kerja upahan tertentu. Kedua, marginalisation as
concentration on the margins of the labour market,berarti bahwa posisi perempuan dalam
sektor publik terpinggirkan berdasarkan jenis pekerjaan yang berupah rendah, kondisi
kerja buruk dan tidak memiliki kestabilan kerja. Ketiga, marginalisation as feminisation
or segregation, feminisasi merupakan penggunaan tenaga kerja wanita untuk sektor
produktif tertentu dan segregasi merupakan pemisahan kegiatan tertentu berdasarkan jenis
kelamin. Keempat, marginalisation as economic inequality, yaitu pelebaran ketimpangan
ekonomi antara laki-laki dan perempuan yang diindikasikan oleh perbedaan upah serta
ketidaksamaan akses keuntungan dan fasilitas kerja, termasuk akses terhadap program
pelatihan untuk pengembangan karir (Scott, 1986).
b. Subordinasi
Apabila kita berbicara mengenai subordinasi, maka tentu saja akan berbicara
mengenai hubungan kekuasaan antara kelompok superior dengan kelompok yang
tersubordinasi. Hubungan ini menggambarkan sebuah hubungan antara atasan dan
bawahan. Adanya anggapan bahwa perempuan itu seorang yang irasional dan emosional
menjadikan perempuan tidak bisa tampil menjadi pemimpin, dan akhirnya hal ini
mengakibatkan munculnya sikap yang menempatkan perempuan pada posisi yang kurang

6
penting. Tak dapat dipungkiri bahwa subordinasi terhadap pekerja wanita terutama wanita
yang bekerja sebagai buruh pabrik masih sering terjadi.
c. Stereotipe
Stereotipe merupakan suatu pelabelan atau penandaan terhadap suatu kelompok
tertentu. Stereotipe pada kenyatannya selalu menimbulkan suatu diskriminasi. Perempuan
dianggap mempunyai fungsi atau posisi yang layak di rumah sehingga dilekatkan label-
label domsestik yang mengatakan bahwa perempuan itu tekun, teliti, pasrah, sabar, tidak
akses pada ekonomi dan informasi.
Dalam sektor industri, berdasarkan stereotipe manajemen pabrik menempatkan posisi
perempuan berkenaan dengan barang-barang yang dikerjakan di dalam pabrik, biasanya
lekat dengan yang dikonsumsi perempuan sehingga muncul suatu feminisasi dalam
pembagian kerja di pabrik. Adanya stereotipe gender antara pekerja dan perusahaan yang
menganggap bahwa perempuan adalah lemah dan tidak dapat bekerja kasar, sebagian
besar besar pekerja wanita ditempatkan pada pekerjaan bagian-bagian yang status
kerjanya renta akan tindak pemecatan atau harian lepas.
2.5 Isu Diskriminasi Terhadap Pekerja Wanita dalam Sektor Industri
Seperti halnya pekerja pria, pekerja wanita juga memiliki kesempatan yang sama dalam
dunia kerja. Namun perlu dicatat bahwa wanita memiliki kebutuhan yang berbeda dengan
pria sehingga memperoleh hak-hak khusus terutama dalam hak yang berkaitan dengan
kesehatan reproduksi wanita. Meskipun sebenarnya banyak perundang-undangan yang
mengatur hak-hak pekerja wanita, tampaknya masih banyak perusahaan yang tidak
mensosialisasikan dan menerapkan hak-hak yang seharusnya diberikan kepada pekerja
wanita. Hak-hak pekerja wanita yang diatur dalam perundang-undangan diantaranya adalah
Cuti Haid yang diatur dalam Undang-Undang No.13 Tahun 2003 Pasal 81 mengatur bahwa
pekerja wanita yang sedang menstruasi diizinkan tidak bekerja pada hari pertama dan kedua
dan wajib memberitahukannya kepada manajemen perusahaan. Selanjutnya Cuti Hamil dan
Melahirkan yang diatur dalam Undang-Undang No. 13 Pasal 82 yakni mengatur bahwa
pekerja wanita memiliki hak memperoleh istirahat selama 1,5 bulan sebelum melahirkan dan
1,5 bulan setelah melahirkan.2
Masih banyak ditemukannya kasus pelanggaran HAM dan diskriminasi gender
terhadap pekerja wanita salah satunya terjadi pelanggaran hak dasar terhadap perempuan di
dunia kerja terkait permasalahan reproduksi. Perempuan secara alami mengalami fase untuk
haid, hamil dan melahirkan dimana membutuhkan waktu untuk libur atau cuti, namun karena

2
http://www.kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003.pdf

7
alasan kerugian perusahaan memberlakukan kebijakan yang berbeda dengan semena-mena
mengeluarkan karyawan perempuan yang baru saja mendapat cuti melahirkan. Selain itu
diskriminasi terselubung yang dilakukan oleh perusahaan untuk menghindari pemberian cuti
tersebut antara lain dengan mengutamakan karyawan laki-laki atau perempuan yang lajang
dalam syarat recruitment karyawan baru.
Diskriminasi masih dialami oleh pekerja wanita khususnya dalam bidang kesehatan.
dengan kondisi tubuh wanita yang cenderung lebih lemah memiliki berbagai resiko-resiko
kesehatan dibandingkan kaum pria. Oleh karena itu terdapat Peraturan-Peraturan khusus yang
dikeluarkan oleh pemerintah terhadap pekerja wanita. Misalnya peraturan mengenai
kesehatan dan keselamatan pekerja wanita yang terdapat di Undang-Undang Ketenagakerjaan
diantaranya seperti Undang-Undang nomor 13 yang salah satu poinnya berisi Pengusaha
dilarang mempekerjakan pekerja wanita hamil yang menurut keterangan dokter berbahaya
bagi kesehatan dan keselamatan kandungannya maupun dirinya apabila bekerja antara pukul
23.00 sampai dengan pukul 7.00, dalam poin lain juga disebutkan pengusaha wajib
menyediakan angkutan antar jemput bagi pekerja wanita yang berangkat dan pulang bekerja
antara pukul 23.00 sampai dengan pukul 7.00.3 Walaupun sudah terdapat peraturan mengenai
tatacara mempekerjakan pekerja wanita, namun faktanya masih banyak perusahaan yang
belum melaksanakan peraturan tersebut. Disamping itu sebagian besar pekerja wanita juga
tidak mengetahui hak-hak nya sebagai tenaga kerja dalam suatu perusahaan. Hal ini
dikarenakan kurangnya sosialisasi baik oleh perusahaan maupun oleh pemerintah itu sendiri.

3
http://www.kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003.pdf

8
BAB III
PENUTUP
Berbicara mengenai industrialisasi, masyarakat masa kini akan merujuk pada sebuah
pengertian bahwa industri relevan dengan suatu pekerjaan, memiliki relevansi dengan segala
bentuk aktivitas kerja dalam suatu lingkungan industri (pembagian kerja, promosi jabatan).
Dalam masyarakat industri, pola pembagian kerja sebetulnya tidak banyak berbeda dengan
masyarakat agraris. Perempuan pada masyarakat industri telah banyak terlibat dalam kegiatan
eknomi, namun pola publik-domestik masih tetap dipertahankan. Meski perempuan telah
menunjukkan eksistensinya dalam ranah publik yaitu dengan masuknya perempuan ke dalam
sektor industri, namun tidak dapat dipungkiri bahwa diskriminasi terhadap perkerja wanita di
sektor industri masih sering terjadi.
Perlu kita catat bahwa steoreotype yang melekat terhadap perempuan nyatanya malah
menimbulkan ketidakadilan gender pada pekerja wanita. Ketidakadilan gender tersebut
menimbulkan masalah-masalah khususnya bagi kesehatan reproduksi wanita. Pekerja wanita
tidak mendapatkan hak untuk cuti haid, hamil maupun melahirkan. Isu diskriminasi terhadap
pekerja wanita dalam sektor industri seperti yang sudah dipaparkan tersebut hanyalah
sebagian kasus yang muncul pada permukaan, mungkin jika ditinjau lebih jauh sudah banyak
kasus-kasus lainnya yang serupa. Pada dasarnya payung hukum yang mengatur mengenai
hak-hak pekerja wanita dalam suatu perusahaan sudah terdapat di undang-undang
ketenagakerjaan. Namun pada kenyataannya, penerapan yang dilakukan oleh perusahaan
sebagai pihak yang bertanggung jawab terhadap para pekerja khususnya pekerja wanita
belum diberlakukan secara maksimal oleh perusahaan itu sendiri. Sehingga diperlukan peran
serta berbagai pihak dalam upaya memaksimalkan Undang-undang ketenagakerjaan
khususnya mengenai hak-hak pekerja wanita oleh pemerintah, maupun dari pihak perempuan
itu sendiri.
Adanya diskriminasi terhadap pekerja wanita sebenarnya terjadi karena masih ada
anggapan bahwa kemampuan pekerja wanita berbeda dengan laki-laki yang mengakibatkan
terjadinya perbedaan dalam konsep nilai sosial yang egaliter yang termanifestasi dalam
kondisi marginalisasi, subordinasi dan stereotipe. Marginalisai yang terjadi kepada pekerja
wanita berakibat pada kecenderungan perempuan untuk melakukan pekerjaan informal yang
kurang memberikan perlindungan hukum dan upah yang rendah. Faktor subordinat dan
stereotipe perempuan dalam sosial maupun kultural juga turut mempengaruhi diskriminasi
perempuan dalam sektor industri (pekerjaan).

9
DAFTAR PUSTAKA
Budiman, A. 1981. Pembagian Kerja secara Seksual, Sebuah Pembahasan Sosiologis
tentang Peran Wanita di dalam Masyarakat. Jakarta: Gramedia
Dharmawan, A. 1986. Aspek-Aspek dalam Sosiologi Industri. Bandung: Binacipta
Fakih, Mansour. 2013. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Mosse, J.C. 1996. Gender dan Pembangunan (di terjemahkan Hartian Silawati). Yogyakarta:
Rifka Annisa dan Pustaka Pelajar
Salomon, Michael. 1992. Industrial Relation: Theory and Practice. New York: Prentice Hall
Septiawan, Sugihastuti I H. 2007. Gender dan Inferioritas Perempuan. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Watson, Tony J. 1997. Sociology of Work and Industri. London: Routledge
Sumber Lain
Hari Nugroho. 2008. SOS14314/MODUL Prinsip-Prinsip Dasar Sosiologi Industri. Diakses
di http://repository.ut.ac.id/4608/1/SOSI4314-M1.pdf pada 25 Juni 2018.
Pratiwi, Linda. 2009. Marginalisasi Perempuan dalam Industri dan Pengaruhnya terhadap
Kesejahteraan Keluarga Pekerja. Skripsi: Intitut Pertanian Bogor.
Safitri, Astri S. 2006. Gender, Industri dan Pengaruhnya terhadap Otonomi Perempuan
dalam Pendidikan Anak: Kasus Pekerja Perempuan pada Industri Garment, di
Kelurahan Cibuluh, Kecamatan Bogor Utara, Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat.
Skripsi: Institut Pertanian Bogor.
Scott, A. Mc Ewen. 1986. Women and Industrialisatin: Examining The Female
Marginalisation Thesis dalam The Journal Development Studies, No 22 (4).
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
Diakses di http://www.kemenperin.go.id/kompetensi/UU_13_2003.pdf pada 28 Juni
2018

10

Anda mungkin juga menyukai