NURLAILA
Dengan ini saya menyatakan bahwa Studi Pustaka yang berjudul “Dampak
Aktivitas Pertambangan Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Tepian
Hutan” benar-benar hasil karya saya sendiri yang belum pernah diajukan sebagai karya
ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun dan tidak mengandung bahan-
bahan yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh pihak lain kecuali sebagai bahan rujukan
yang dinyatakan dalam naskah. Demikian pernyataan ini saya buat dengan
sesungguhnya dan saya bersedia mempertanggungjawabkan pernyataan ini.
Nurlaila
NIM. I34110065
iii
ABSTRAK
NURLAILA. Dampak Aktivitas Pertambangan Terhadap Tingkat Kesejahteraan
Masyarakat Tepian Hutan. Di bawah bimbingan ENDRIATMO SOETARTO.
Pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan ini tidak diikuti
dengan penambahan jumlah wilyah yang tersedia di muka bumi. Sekitar 237.641.326
jiwa penduduk Indonesia kini harus menggantungkan hidupnya pada lingkungan yang
akan menghidupkan mereka. Pertumbuhan industri menjadi salah satu usaha bagi
negara untuk dapat meningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Pertumbuhan ini diikuti
dengan pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi kebutuhan bersama, terutama
sumberdaya yang berada pada kawasan hutan. Pertumbuhan ekonomi yang
menitikberatkan pada aktivitas pertambangan menjadi salah satu sumber penghasilan
utama bagi negara namun memberikan dampak buruk baik terhadap lingkungan maupun
tingkat kesejahteraan masyarakat, seperti yang terdapat pada tepian hutan.
ABSTRACT
Nurlaila. Impact of Mining Activity Levels Against Public Welfare Forest Margins.
Supervied by of Endriatmo Soetarto.
Indonesia's population growth has increased. This increase was not accompanied by an
increase in the number of available region of the earth. Approximately 237 641 326
Indonesian people now must depend on an environment that will turn on them. The
growth of the industry to be one of the business for the state to be able to increase
welfare. This growth is accompanied by the utilization of natural resources to meet the
needs of joint, especially the resources are in the forest areas. The economic growth
that focuses on mining activities became one of the main sources of income for the
country it gives negative impact for the environment and the welfare of the community,
as well as on forest edges.
Keywords: community forest edges ,mining, and welfare
DAMPAK AKTIVITAS PERTAMBANGAN TERHADAP TINGKAT
KESEJAHTERAAN MASYARAKAT TEPIAN HUTAN
Oleh
NURLAILA
I34110065
Pada
LEMBAR PENGESAHAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa Studi Pustaka yang disusun oleh:
Nama Mahasiswa : Nurlaila
Nomor Pokok : I34110065
Judul : Dampak Aktivitas Pertambangan Terhadap Tingkat
Kesejahteraan Masyarakat Tepian Hutan
dapat diterima sebagai syarat kelulusan mata kuliah Studi Pustaka (KPM 403) pada
Mayor Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Departemen Sains
Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut
Pertanian Bogor.
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Nurlaila
I34110065
vii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR .................................................................................................................. viii
PENDAHULUAN .........................................................................................................................1
Latar Belakang .....................................................................................................................1
Tujuan Tulisan .....................................................................................................................2
Metode Penelitian ................................................................................................................2
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA ................................................................................5
1. Sinkronisasi Kegiatan Pertambangan Pada Kawasan Hutan (PG Ardhana, 2009) ..5
2. Dampak Kebijakan Pertambangan Batubara Bagi Masyarakat bengkuring
Kelurahan Sempaja Selatan Kecamatan Samarinda Utara (Ilmi Hakim, 2014) ......6
3. Mengatasi Tumpang Tindih antara Lahan Pertambangan dan Kehutanan (DSDM
Pertambangan) ...................................................................................................................7
4. Sengketa Usaha Pertambangan di Wilayah Hutan Elang Dodo Kabupaten
Sumbawa (Iwan Harianto, 2012) ....................................................................................9
5. Pengelolaan Tambang Berkelanjutan (Dr. Arif Sulkifli, S.T., M.M., 2014) .........10
6. Impact of Mining Sector Invesment in Ghana : A Study of The TarkwaMining
Region (Thomas Akabzaa dan Abdulai Darimani,2001) ...................................................11
7. Philippine Environmental Impact Assessment, Minning and Geneuine
Development (Allan Ingelson, William Holden, & Meriam Bravante, 2007) ...................13
8. Perlindungan Hukum Masyarakat Adat di Wilayah Pertambangan (Helza Nova Lita,
Fatmie Utarie Nasution, 2013) ..........................................................................................14
9. Implementasi Kebijakan Lingkungan di Indonesia : Hambatan dan Tuntutan
(Hartuti Purnaweni,2004) ..................................................................................................16
10. Izin Pemanfaatan Kawasan Hutan Negara Untuk Pertambangan dalam Era
Otonomi Daerah. (Josep M. Monteiro, 2006) .............................................................17
RANGKUMAN DAN PEMBAHASAN .....................................................................................21
Konsep Pertambangan .......................................................................................................21
Kebijakan Perizinan Usaha Pertambangan ........................................................................22
Masalah Pengelolaan Tambang .........................................................................................22
Pertambangan Berkelanjutan .............................................................................................23
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Pertambangan ................23
Hukum Kehutanan di Indonesia.........................................................................................24
Definisi Kesejahteraan .......................................................................................................25
Pengelolaan Tambang Terhadap Masyarakat Kawasan Tepian Hutan ..............................26
SIMPULAN .................................................................................... Error! Bookmark not defined.
Hasil Rangkuman dan Pembahasan ...................................................................................29
Perumusan Masalah dan Pertanyaan Analisis Baru ...........................................................30
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................33
LAMPIRAN .................................................................................................................................35
Riwayat Hidup .............................................................................................................................35
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Aktivitas Pertambangan ............................................................................. 22
Gambar 2. Kerangka Hukum ...................................................................................... 25
Gambar 3. Kerangka Pemikiran ................................................................................... 30
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pertumbuhan penduduk Indonesia mengalami peningkatan. Peningkatan ini
tidak diikuti dengan penambahan jumlah wilyah yang tersedia di muka bumi. Sekitar
237.641.326 jiwa1 penduduk Indonesia kini harus menggantungkan hidupnya pada
lingkungan yang akan menghidupkan mereka. Pertumbuhan industri menjadi salah
satu usaha bagi negara untuk dapat meningkatan kesejahteraan masyarakatnya.
Pertumbuhan ini diikuti dengan pemanfaatan sumberdaya alam untuk memenuhi
kebutuhan bersama.
Dituliskan dalam pasal 33 ayat 3 yang menyatakan bahwa Bumi dan air dan
kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan
untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat2. Kekayaan alam yang dimiliki oleh Indonesia
menjadi peluang besar bagi para pemangku kepentingan dengan pengetahuan yang
dimilikinya. Berdirinya kawasan industri diikuti dengan semakin banyaknya kawasan
pertambangan sebagai salah satu penunjang pertumbuhan ekonomi dan pembangunan
wilayah. Pada Undang-Undang tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup
nomor 32 tahun 2009 menyebutkan bahwa instrumen ekonomi lingkungan hidup
adalah seperangkat kebijakan ekonomi untuk mendorong pemerintah, pemerintah
daerah atau setiap orang ke arah pelestarian fungsi lingkungan hidup.
Pertambangan merupakan salah satu aktivitas yang memanfaatkan sumberdaya
alam. Pemanfaatan sumberdaya alam ini dapat dilakukan dengan pencairan, penggalian
atau bahkan peledakan guna memperoleh hasil tambang yang diharapkan. Kegiatan
pertambangan banyak dilakukan pada kawasan hutan yang memiliki potensi, bahkan
sejumlah kawasan pertambangan telah mengubah fungsi hutan menjadi kawasan
kematian meskipun terdapat upaya pelestarian fungsi lingkungan hidup namun tidak
seimbang. Pembabatan hutan primer, kawasan hutan yang dilindungi hingga kawasan
hutan yang berisi peninggalan sejarah purbakala menjadi kawasan tambang yang
dimanfaatkan, terbukti dengan besarnya laju deforestrasi hutan mencapai 610.375,92 Ha
per tahun pada tahun 20113. Desakan kebutuhan menjadi faktor utama untuk menjaga
keberlangsungan hidup manusia. Namun keberlangsungan itu tidak terjadi dalam waktu
yang lama, degradasi lahan menyebabkan permasalahan lingkungan timbul bahkan
mengancam keberlangsungan makhluk hidup yang lain.
Pemikiran mengenai pertumbuhan ekonomi akan selalu berseberangan dengan
pemikiran mengenai pelestarian. Dampak pertumbuhan ekonomi terutama pada
aktivitas pertambangan menyebabkan sejumlah wilayah di Indonesia memiliki
peninggalan galian yang tidak dapat dikembalikan lagi kebentuk semula. Para
pemegang kepentingan memiliki kuasa untuk memberikan izin pembukaan lahan hingga
terjadi tumpang tindih aturan antara UU No. 11 Tahun 1967 mengenai Ketentuan
Pokok Pertambangan dengan UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan4. Adanya
aktivitas lobi dengan departemen pemerintahan tersebut serta campur tangan dari
investor yang akan membuka kawasan tambang, menyebabkan terbentuknya
1
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&id_subyek=12 (diakses pada tanggal 16 September
2014)
2
UUD 1945
3
WWF Indonesia (http://www.wwf.or.id/cara_anda_membantu/bertindak_sekarang_juga/mybabytree/)
4
IPG Ardhana.2009. Sinkronisasi Kegiatan Pertambangan Pada Kawasan Hutan. Hal. 290.
sinkronisasi penerapan peraturan dari kedua undang-undang yang pada akhirnya
menyebabkan terjadinya perusakan dan pencemaran sumber daya alam.
Undang-undang yang bersifat sentralistik dan pembagian wilah akibat otonomi
daerah menyebabkan kegiatan pertambangan dipegang secara penuh oleh pemerintah
pusat untuk aktivitas pertambangan golongan A dan B, sedangkan pemerintah daerah
hanya memegang perizinan untuk aktivitas tambang bahan galian C. Akibat pembagian
ini, pemerintah daerah tidak memiliki kewenangan untuk melarang aktivitas
pertambangan terbuka yang secara nyata dapat merusak lingkungan bahkan
meninggalkan kubangan yang sulit untuk dikembalikan seperti keadaan semula.
Permasalahan yang terjadi tidak hanya pada pemegang kuasa dan pemberian
izin, namun permasalahan yang semakin mencuat adalah dampak yang ditimbulkan
akibat aktivitas pertambangan. Ketidakseimbangan yang terjadi tidak hanya pada segi
ekologinya, melainkan kehidupan sosial dan ekonomi masyarakat akan dipengaruhi.
Peluang kerja, pendapatan, migrasi hingga peluang usaha dalam penelitian yang
dilakukan Dharma (2011) menjadi dampak dari aktivitas pertambangan batu bara.
Namun dampak ini dapat dilihat dari dua sisi, dampak positif dan negatif. Dampak
negatif terlihat pada segi ekologi dan perubahan struktur agraria, namun pada dampak
positif dapat dilihat pada jumlah industri kerajinan kecil atau UKM terutama pada
pertambangan marmer di Tulungagung sudah mencapai 201 unit pada tahun 1990
(Mubarok dan Ciptomulyono; 2012 : 2301-9271). Dampak aktivitas pertambangan
dapat memicu banyak kemungkinan yang terjadi, namun dari aktivitas pertambangan ini
yang akan didalami adalah Bagaimana dampak aktivitas pertambangan terhadap
tingkat kesejahteraan masyarakat tepian hutan?
Tujuan Tulisan
Pertumbuhan penduduk tidak akan lepas dari kebutuhan terhadap sumberdaya.
Aktivitas untuk pemenuhan kebutuhan sudah tidak memperhatikan yang harus dijaga
dan diperbaharui. Kegiatan pertambangan salah satu langkah untuk meningkatkan
kualitas hidup untuk dapat bersaing. Namun, langkah ini menjadi salah satu langkah
menuju krisis sumberdaya. Pemanfaatan lahan pada kawasan hutan primer, lindung
hingga hutan yang menjadi kawasan peninggalan sejarah menjadi sasaran aktivitas
pertambangan. Oleh karena itu, tujuan dari penulisan studi pustaka ini adalah untuk
menganalisis dampak dari aktivitas pertambangan pada masyarakat tepian hutan
terhadap tingkat kesejahteraan. Kemudian, konsep pembangunan berkelanjutan yang
mampu mengurangi dampak dari aktivitas pertambangan.
Metode Penelitian
Metode yang dilakukan dalam penulisan studi pustaka ini ialah penelaahan dan
analisis data sekunder yang relevan dengan topik studi pustaka. Langkah pertama ialah
pengumpulan berbagai data sekunder berupa hasil penelitian seperti skripsi, tesis, jurnal,
disertasi, maupun buku-buku mengenai ekologi, kehutanan, dan pertambangan.
Kemudian data sekunder tersebut dipelajari, diringkas, serta disusun menjadi sebuah
ringkasan studi pustaka yang relevan terhadap ekologi, kehutanan, dan pertambangan.
Selanjutnya dilakukan sintesis dan analisis dari hasil ringkasan studi pustaka. Terakhir
ialah penarikan hubungan dari semua hal yang telah dilakukan sehingga memunculkan
3
sebuah kerangka teoritis yang menjadi dasar perumusan masalah bagi penelitian
yang akan dilakukan.
RINGKASAN DAN ANALISIS PUSTAKA
Ringkasan 1
Judul : Sinkronisasi Kegiatan Pertambangan Pada Kawasan
Hutan
Tahun : 2009
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : IPG Ardhana
Kota dan nama penerbit : Universitas Udayana, Bali
Nama jurnal : Jurnal Bumi Lestari
Volume (edisi) : hal : 9(2) : 288-299
Alamat URL : http://ojs.unud.ac.id/index.php/blje/article/view/1526
Tanggal diunduh : 19 September 2014
Kebijakan pemerintah mengizinkan kegiatan pertambangan di kawasan hutan
lindung dan konservasi mempercepat “kiamat” Indonesia. Industri ini akan mengubah
hamparan hutan Indonesia menjadi padang pasir dengan lubang-lubang beracun yang
akan mengancam umat manusia secara global, sedangkan satu-satunya peruntukan
hutan Indonesia yang masih bisa diharapkan dalam kondisi baik adalah hutan lindung
dan kawasan konservasi. Berdasarkan data yang telah dikumpulkan terdapat sekitar 150
perusahaan yang telah mengantongi izin Departemen Energi dan sumber Daya Mineral
(ESDM) untuk membuka tambang di kawasan hutan lindung dan konservasi yang
tersebar di beberapa wilayah di Indonesia.
Adanya konsepsi pertambangan “berkelanjutan” menjadi salah satu upaya untuk
memuluskan alasan penggalian serta adanya usulan tambang dibawah tanah untuk
mengurangi dampak yang diberikan. Adanya pertentangan antara UU No. 11 Tahun
1967 mengenai Ketentuan Pokok Pertambangan dengan UU No. 41 Tahun 1999
mengenai Kehutanan menyebabkan terjadinya tumpang tindih aturan serta
ketidakjelasan sehingga muncul hasil sinkronisasi penerapan peraturan perundang-
undangan dalam bentuk SK Menko ekoin nomor KEP-04/M.EKOIN/09/2000 tentang
Tim Kordinasi Pengkajian Pemanfaatan Kawasan Hutan Untuk Pertambangan yang
mengabaikan keselamatan hutan lindung dan konservasi.
Keterbatasan teknologi danbesarnya biaya yang mereka pakai sebagai alasan
menelantarkan tanah yang porak poranda setelah sumberdaya mereka nikmati dan tidak
lagi bisa diperah hasilnya. Sinkronisasi penerapan peraturan dari kedua perundang-
undangan yang pada akhirnya mengakibatkan terjadinya perusakan dan pencemaran
sumber daya alam. Pada kasus Freeport di Irian Jaya yang dinilai menimbulkan
pencemaran berat pada perairan dengan limbah tailingnya dan diniliai merusak
keberadaan puncak es tropika di Irian Jaya. Kerusakan lahan bekas tambang dibeberapa
wilayah seperti tambang timah di Bangka-Singkep, ataupun kerusakan lahan bekas
tambang galian di Pulau Jawa, Bali dan sumatera. Selain itu, permasalahan yang
dihadapi saat ini adalah kerusakan hutan lindung yang menyebabkan hilangnya habitat
satwa dan akan menurunkan biodiversitas flora dan fauna, hilangnya mata air,
menurunnya debit air danau dan menurunnya kesakralan kawasan suci yang merupakan
hal yang sangat peka bagi masyarakat, seperti di Bali.
Adanya dorongan krisis ekonomi yang menyebebkan pemerintah pusat bersikeras
melaksanakan rencana kegiatan pembangunan yang memprioritaskan pelaksanaan
pertumbuhan ekonomi dengan dalih untuk mengurangi tingkat kemiskinan, disamping
6
Analisis :
Penulis telah mencantunkan kelengkapan data mengenai kondisi hutan dengan
penjelasan yang sangat lengkap disertai dengan kawasan yang memiliki aktivitas
pertambangan yang sangat besar. Mencantumkan sejumlah kasus dari aktivitas
pertambangan yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia menggambarkan aktivitas
yang terjadi serta dampak yang ditimbulkan sebagai akibat dari aktivitas pertambangan,
serta pencantuman peraturan perundang-udangan semakin menguatkan bahwa aktivitas
pertambangan berada dalam dua kementrian yang menimbulkan tumpang tindih
peraturan untuk pemanfaatan kawasan sumberdaya milik negara. Penulis menjelaskan
hasil dari kegiatan lobi antara menteri kehutanan dan ESDM sehingga muncul
sinkronisasi penerapan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tim
kordinasi pengkajian pemanfaatan kawasan hutan untuk pertambangan yang
mengabaikan keselamatan hutan lindung dan konservasi. Selain itu, penulis juga
menuliskan saran yang dapat menjadi salah satu bahan pertimbangan untuk memberikan
masukan kepada pemerintah agar dapat mengurangi dampak negatif dari aktivitas
pertambangan yang sudah merusak hampir seluruh kawasan sumberaya negara demi
kepentingan kaum tertentu.
Ringkasan 2
Judul : Dampak Kebijakan Pertambangan Batubara Bagi
Masyarakat Bengkuring Kelurahan Sempaja Selatan
Kecamatan Samarinda Utara
Tahun : 2014
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : Ilmi Hakim
Kota dan nama penerbit : Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Mulawarman, Samarinda
Nama jurnal : Jurnal Ilmu Sosial dan Politik
Volume (edisi) : hal : Halaman 1731-1741
Alamat URL : ejournal.ip.fisip-
unmul.ac.id/.../jurnal%20ilmi%20fix%20(02-24-14-02-.
Tanggal diunduh : 19 September 2014
Industri pertambangan nasional dalam banyak kasus memiliki posisi dominan
dalam pembangunan sosial ekonomi, negara maju dan berkembang. Sektor industri
7
berdampak sangat signifikan dalam arti positif maupun negatif. Dampak timbul akibat
aktivitas yang terjadi pada pertambangan serta dimulai dengan adanya regulasi yang
berada di tangan pemerintah pusat sebagai pengendali pemberian izin pertambangan
perusahaan. Berlakunya Undang-Undang 32 Tahun 2004 menjadikan daerah memiliki
otonomi luas, nyata dan bertanggung jawab sejalan dengan semakin besarnya
wewenang dan tanggung jawab yang dimiliki pemerintah daerah,sehingga diperlukan
adanya pengaturan kewenangan yang jelas agar dapat menghasilkam kualitas yang baik.
Tidak hanya UU 32 Tahun 2004, juga Undang-Undang No. 4 Tahun 2009 tentang
Kewenangan Pemerintah dalam Pengelolaan Tambang Mineral dan Batubara, bab I ayat
7 yang menyatakan bahwa izin usaha pertambangan diberikan kepada bupati/walikota,
gubernur dan menteri. Akibat dari kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah
dirasakan oleh masyarakat terutama kerugian akibat bencana alam seperti banjir,
longsor, bahkan kerugian materil dirasakan oleh peternak ikan yang kehilangan lebih
dari 4000 ekor bibit ikan akibat banjir yang merendam kawasan pemukiman dan tambak
warga.
Meskipun dampak negatif lebih mendominasi, namun dengan adanya
pembukaan tambang juga memberikan dampak positif. Misalnya dengan adanya
tambang maka membuka wilayah yang terisolasi sebelumnya, memberikan sumbangan
pendapatan asli daerah (PAD) dan masyarakat lokal serta menampung tenaga kerja
lokal. Melihat dampak dari aktivitas pertambangan ini lebih didominasi oleh dampak
negatif daripada dampak positif, maka perusahaan berupaya mengurangi dampak
tersebut terutama mengurangi dampak yang diterima oleh masyarakat dengan
melaksanakan aktivitas pertambangan yang berkelanjutan melalui kegiatan penanaman
pohon pada kawasan galian dan membuat alur kendaraan yang tidak melewati kawasan
pemukiman penduduk agar terhindar dari debu.
Analisis :
Penulis mencoba menuliskan dampak yang ditimbulkan akibat kebijakan
pertambangan batubara terhadap masyarakat Bengkuring, Samarinda Utara. Regulasi
yang dikeluarkan pemerintah menimbulkan dampak yang dilihat penulis berdasarkan
hasil pengamatan langsung di lapangan. Tidak hanya itu, penulis juga memberikan
kerangka dasar teori sehingga memudahkan pembaca untuk mendefinisikan apa yang
dimaksudkan dalam tulisannya. Penulis menceritakan mengenai dampak yang diterima
oleh masyarakat serta bencana alam yang merugikan masyarakat juga. Kerusakan
lingkungan akibat kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah demi kepentingan
tertentu menyebabkan penulis menceritakan dampak yang ditimbulkan akibat aktivitas
pertambangan. Penulis juga memberikan masukan yang dapat menjadi salah satu bahan
yang dapat dipertimbangkan oleh pemerintah saat akan memberikan izin pemanfaatan
hutan untuk kegiatan pertambangan. Dampak yang dituliskan dalam jurnal telah
digambarkan secara spesifik secara satu persatu sebagai akibat dari kebijakan yang
dikeluarkan oleh pemerintah demi kepentingan pertumbuhan ekonomi dan
kesejahteraan masyarakat.
Ringkasan 3
Judul : Mengatasi Tumpang Tindih antara Lahan
Pertambangan dan Kehutanan
Tahun :-
Jenis Pustaka : Artikel
Bentuk Pustaka : Elektronik
8
Nama Penulis :-
Kota dan nama penerbit : Direktorat Sumber Daya Mineral dan
Pertambangan
Nama jurnal :-
Volume (edisi) : hal :-
Alamat URL :
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=
s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CB
wQFjAA&url=http%3A%2F%2Fwww.satudunia.net
%2Fsystem%2Ffiles%2F6tambang_final.pdf&ei=In
pIVNv0HoapmwWeoILgBA&usg=AFQjCNGx2ggY
46y-dLA-4XC3flhpH3AwUA&sig2=eYC_HjL-
_21UfbtfiFUHJw&bvm=bv.77880786,d.dGY
Tanggal diunduh : 3 Oktober 2014
Pertambangan dan energi merupakan sektor pembangunan penting bagi
Indonesia. Industri pertambangan sebagai bentuk kongkret sektor pertambangan
menyumbang sekitar 11,2% dari nilai ekspor Indonesia dan memberikan kontribusi
sekitar 2,8% terhadap pendapatan domestik bruto (PDB). Industri pertambangan
mempekerjakan sekitar 37.787 tenaga kerja Indonesia, suatu jumlah yang tidak sedikit.
Namun dari sisi lingkungan hidup, pertambangan dianggap paling merusak
dibanding kegiatan-kegiatan eksploitasi sumberdaya lainnya. Pertambangan dapat
mengubah bentuk bentang alam, merusak dan atau menghilangkan vegetasi,
menghasilkan limbah tailing, maupun batuan limbah, serta menguras air tanah dan air
permukaan, jika tidak direhabilitasi, lahan-lahan bekas pertambangan akan membentuk
kubangan raksasa dan hamparan tanah gersang yang bersifat asam.
Salah satu isu penting dalam pengembangan kegiatan pertambangan versus
kelestarian lingkungan hidup adalah tumpang tindih dan konflik penggunaan lahan,
terutama dengan kegiatan kehutanan. Di satu sisi, pertambangan merupakan andalan
pemasukan devisa negara, sekaligus ‘motor penggerak’ pertumbuhan Kawasan timur
Indonesia (KTI). Di sisi lain, sektor kehutanan juga berperan penting dalam
perekonomian nasional. Tumpang tindih diantara keduanya berpontensi
menimbulkan konflik kepentingan.
Masing-masing sektor memiliki permasalahannya, sektor kehutanan dengan
gejala deforestasinya yakni luas hutan yang semakin sempit karena desakan ekonomi,
sementara lingkungan tetap menunut adanya kelestarian hutan, pada pertambangan
dengan aktivitasnya yang mencemari lingkungan. Semakin sedikitnya kawasan hutan
dituding sebagai akibat tumpang tindih pemanfaatan ruang dengan lahan kehutanan.
Disebutkan dakam TEMPO Interaktif (4 Maret 2003) terdapat 22 perusahaan tambang
beroperasi di kawasan hutan lindung dan sempat di tutup. Total investasi 22 perusahaan
tersebut mencapai US$12,2 miliar (Rp160 triliun). Kegiatan pertambangan dinilai
merusak ekosistem hutan lindung, yang berfungsi sebagai kawasan konservasi alam.
Tidak hanya itu, akibat kegiatan pertambangan, maka banyakanya penambangan liar
yang terbuka akibat kesenjangan ekonomi yang semakin besar di sekitar kawasan
pertambangan dan menyebabkan konflik dengan masyarakat lokal yang telah
kehilangan sumber penghidupan di sekitar kawasan hutan yang menjadi areal
penambangan.
Analisis :
Pada artikel yang dikeluarkan oleh Direktorat Sumber Daya Mineral dan
pertambangan telah menggambarkan kondisi hutan dan aktivitas pertambangan yang
9
telah memberikan dampak bagi perubahan lingkungan yang terjadi akibat aktivitas
pertambangan pada kawasan hutan, terutama hutan lindung. Gambaran mengenai
kondisi hutan yang semakin menyempit dan aktivitas pertambangan yang semakin
banyak meninggalakan kubangan memberikan dampak kepada lingkungan sekitarnya,
tidak hanya pada kawasan hutan, namun mempengaruhi kehidupan masyarakat yang
berada disekitar kawasan. Banyaknya aktivias ilegal diakibatkan sebagai dampak
pertambangan yang tidak melibatkan masyarakat lokal, namun pada artikel ini tidak
dijelaskan secara mendalam mengenai penyebab adanya penambangan liar serta konflik
yang terjadi dengan masyarakat lokal. Kurangnya informasi mengenai dampak terhadap
masyarakat dan kehidupan sosial belum menggambarkan secara lengkap kawasan hutan
dan aktivitas pertambangan terhadap masyarakat lokal.
Ringkasan 4
Judul : Sengketa Usaha Pertambangan di Wilayah
Hutan Elang Dodo Kabupaten Sumbawa
Tahun : 2012
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : Iwan Harianto
Kota dan nama penerbit : Fakultas Ilmu Hukum, Universitas Udayana,
Denpasar
Nama jurnal : Jurnal
Volume (edisi) : hal :-
Alamat URL :download.portalgaruda.org/article.php?article=1399
4&val=944
Tanggal diunduh : 13 Oktober 2014
Nusa Tenggara Barat salah satu daerah yang kaya bahan galian, baik galian
logam maupun non logam. Salah satu perusahaan pertambangan di daerah tersebut
adalah Newmont Gold Company (PT. Newmont) melalui kontrak karya yang dibuat
pada tanggal 6 November 1986 oleh Pemerintah RI. Atas persetujuan tersebut, pada
tahun 1996 perusahaan tersebut melakukan usaha eksplorasi yang pertama kali di
wilayah Batu Hijau Kabupten Sumbawa Barat dengan luasan 550.856 ha, kemudian
dilanjutkan dengan usaha eksploitasi.
Keberadaan perusahaan PT. Newmont di wilayah Batu Hijau tidak dapat
bertahan lama untuk melakukan usaha pertambangan, karena cadangan mineral yang
bersifat terbarukan yang terkandung di wilayah tersebut kemungkinan akan habis.
Sebagai wilayah perluasannya adalah wilayah hutan Elang Dodo yang berada di
Kabupaten Sumbawa. Pada tahun 2003 kegiatan eksplorasi PT. Newmont di wilayah
tersebut banyak memberikan dampak positif bagi masyarakat setempat, misalnya dapat
mempekerjakan tenaga kerja sebanyak 100 orang dan memberikan manfaat bagi
pengusaha lokal, dimana pengusa tersebut dapat mendistribusikan berbagai kebutuhan
para tenaga kerja uang dipekerjakan oleh PT. Newmont. Namun kegiatan eksplorasi
tersebut tidak begitu lama, karena adanya gugatan dari masyarakat Desa Lebangkar
yang menginginkan PT. Newmont harus menghentikan aktivitas eksplorasi dan
sekaligus hengkang di tanah leluhur masyarakat Desa Lebangkar. Terdapat aksi untuk
meredakan konflik, namun masyarakat terpancing emosinya sehingga menimbulkan
tindakan anarkis dengan melibatkan elemen rakyat se-Kecamatan Ropang. Aksi
penolakan terhadap PT. Newmont dilaksanakan akibat PT. Newmont memberikan
batasan kepada masyarakat untuk melaksanakan aktivitas yang sering dilaksanakan
pada kawasan hutan yang menjadi kawasan perluasan pertambangan PT. Newmont.
10
Faktor penyebab sengketa yakni dilanggarnya kebiasaan (adat istiadat) warga Desa
Lebangkar terhadap Hutan Elang Dodo yakni dengan memanfaatkan hutan Elang Dodo
sebagai tempat ritualitas keagamaan (ziara kubur), faktor kekurangan sumber
pendapatan karena aktivitas pemanfaatan hutan terhadap produksi hutan jalid (hutan
untuk produksi gula merah dari pohon enau atau aren, produksi kemiri, kopi, serta kayu
yang dimanfaatkan oleh masyarakat untuk pemenuhuan kebutuhan), faktor tidak adanya
sosialisasi serta faktor penguasaan sumberdaya alam menggunakan kekuasaan yang
menyebabkan terjadinya sengketa dan mengganggu aktivitas masyarakat desa.
Analisis :
Pada jurnal ilmiah ini, penulis telah menuliskan sebuah perusahaan yang ikut
memanfaatkan kawasan hutan namun menjadikan aktivitas eksplorasi dan
eksploitasinya mengganggu aktivitas masyarakat yang berada disekitar kawasan
tersebut. Akitivitas pertambangan yang dilaksanakan tidak berkaitan langsung dengan
dampak yang diperoleh masyarakat, namun terlihat penulis menjelaskan bahwa
keberadaan perusahaan PT. Newmont memberikan batasan terhadap aktivitas
masyarakat desa Lebangkar untuk melaksanakan aktivitas seperti biasanya, namun
penulis tidak menuliskan secara jelas mengenai hubungan akibat aktivitas pertambangan
terhadap kehidupan masyarakat desa sekitar perusahaan tambang. Sehingga dari jurnal
ini belum ditemukan fakta mendalam dan teori yang menguatan mengenai faktor yang
mempengaruhi langsung masyarakat sekitar kawasan hutan akibat aktivitas
pertambangan.
Ringkasan 5
Judul : Pengelolaan Tambang Berkelanjutan
Tahun : 2014
Jenis Pustaka : Buku
Bentuk Pustaka : Cetak
Nama Penulis : Dr. Arif Zulkifli, S.T., M.M.
Kota dan nama penerbit : Yogyakarta, Graha Ilmu
Nama jurnal :-
Volume (edisi) : hal :-
Alamat URL :-
Tanggal diunduh : 18 Oktober 2014
Pada buku ini digambarkan mengenai berbagai kasus pertambangan yang terjadi
di Indonesia. Aktivitas pertambangan yang dijalankan oleh setiap perusahaan dengan
hasil tambang yang berbeda-beda. Timah di Bangka menyebabkan rusaknya lingkungan
sekitar bahkan hutan tidak berfungsi, mengubah struktur kehidupan masyarakat yang
awalnya petani menjadi penambang dengan upah yang jauh berbeda bila sebagai petani.
Bukan hanya timah, batu bara di Kalimantan menggambarkan kondisi di wilayah
tersebut dikuasai oleh berbagai pihak namun kubangan besar menjadi peninggalan yang
menyebabkan hutan yang tidak berfungsi, merusak ekosistem yang ada disekitarnya
bahkan dekonstruksi lahan yang dicanangkan belum mampu mengembalikan kualitas
lahan yang telah digali.
Rusaknya lingkungan sekitar tambang, terutama kawasan hutan menyebabkan
banyak dampak yang terjadi. Dampak yang paling terasa adalah perubahan lingkungan
serta masyarakat disekitar kawasan tambang dan hutan. Selain itu pengelolaan hutan
yang dianggap sama-sama memiliki kuasa untuk memanfaatkan hutan menjadi salah
satu bentuk konflik penguasaan akan lahan. Melihat kondisi pertambangan yang berada
11
pada kawasan hutan dengan peninggalan kubangan yang tidak terkendali kemudian
adanya peraturan yang mengatur mengenai kewajiban perusahaan tambang untuk
mencantumkan dalam anggran perusahaannya mengenai dampak lingkungan yang akan
ditanggulangi sebagai akibat penggunaan lahan yang menyebabkan rusaknya
lingkungan hidup serta merugikan masyarakat yang berada pada kawasan tersebut.
Pertambangan yang dinyatakan dalam Pasal 1 UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara adalah sebagian atau seluruh tahapan kegiatan
dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusaha mineral atau batubara yang
meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan,
pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan, serta kegiatan pasca tambang.
Data dari ESDM (2009) menunjukkan bahwa sumberdaya batubara mencapai 104.760
juta ton, emas 4.250 ton, tembaga 68.960 ribu ton, timah 650.135 ton dan nikel
sebesar1.878 juta ton. Melihat potensi yang dihasilkan, maka dicanangkan
pertambangan berkelanjutan, yakni mengikutsertakan konstruksi lahan pada setiap
tahapan pelaksanaan tambang yang dilaksanakan oleh perusahaan tambang yang ada di
Indonesia. Yang menjadi indikator dalam buku ini adalah green minning atau
pertambangan hijau untuk menghindari dampak negatif yang dominan dan menjadikan
usaha tambang sebagai bentuk usaha yang menghasilkan bagi negara,
menyejahterahkan masyarakat namun mampu menjaga keseimbangan ekosistem dan
keberlangsungan generasi mendatang.
Analisis :
Dalam buku ini dijelaskan secara lengkap mengenai pengelolaan tambang.
Penulis menjelaskan pelaksanaanya disertai dengan teori-teroi yang menguatkan
kegiatan pertambangan serta mendefinisikan kembali aktivitas pertambangan dengan
tahapan-tahapannya. Buku ini cukup jelas dalam memberikan gambaran mengenai
pertambangan yang terjadi di Indonesia, dengan memberikan contoh aktivitas
pertambangan yang meninggalkan kubangan hingga aktivitas yang memperoleh
penolakan dari masyarakatnya. Penjelasan mengenai dampak tidak hanya dilihatkan
pada dampak negatifnya saja, namun pada dampak positif juga dikembangkan bahwa
keuntungan dari usaha pertambangan sebenarnya telah mampu meingkatkan kehidupan
masyarakat, namun pengelolaan dan tumpang tindih peraturan dengan kekuasaan yang
dimiliki masing-masing pihak digambarkan dalam buku ini secara lengkap dan jelas.
Ringkasan 6
Judul : Impact of Mining Sector Invesment in
Ghana : A Study of The Tarkwa Mining
Region
Tahun : 2001
Jenis Pustaka : Report
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : Thomas Akabzaa dan Abdulai Darimani
Kota dan nama penerbit :-
Nama jurnal :-
Volume (edisi) : hal :-
12
Analisis :
Dari laporan yang dituliskan ini, menggambarkan bagaimana Ghana mampu
bangkit dari keterpurukan yang melanda negara yang sedang berkembang ini. Penulis
mencoba menjelaskan proses pertumbuhan perekonomian di Ghana tepatnya di daerah
Tarkwa dengan dongkrakan dari potensi pertambangan yang dimiliki. Sebagai penghasil
tambang emas kedua setelah Afrika, Ghana menunjukkan eksistensinya dalam
pertumbuhan ekonomi sebagai salah satu usulan yang ditebrikan oleh Bank Dunia.
Pertumbuhan ekonomi yang pesat menjadi salah satu sumber penghasilan bagi negara
berkembang seperti Ghana dan mengundang banyak invesor asing untuk dapat
bergabung dalam aktivitas pertambangan. Namun, aktivitas ini memberikan banyak
dampak hingga terjadi tumpang tindih pemegang kuasa pada perizinan. Sama halnya di
Inonesia, Ghana juga menjadi salah satu wilayah perebutan untuk aktivitas pertumbuhan
ekonomi terutama pada pertambangan, namun dampaknya juga menyebabkan
masyarakatnya miskin sama dengan kondisi di Indonesia. Dalam laporan ini dijelaskan
aktivitas yang dilakukan mengenai hal-hal yang harus dilaksanakan oleh pemerintah
terhadap perusahaan tambang yang tidak memenuhi kewajibannya namun hal itu tidak
menjadi teguran dan berlangsung tumpang tindih aturan yang merugikan masyarakat
lokal.
Ringkasan 7
Judul : Philippine Environmental Impact Assessment,
Mining and Geneuine Development
Tahun : 2007
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : Allan Ingelson, William Holden, & Meriam
Bravante
Kota dan nama penerbit : Canada, University of London and The
International Environmental Law Research
Centre (IELRC)
Nama jurnal : LEAD (Law, Environmental and Development
Journal)
Volume (edisi) : hal : 5(1); 3-15
Alamat URL :https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&
source=web&cd=9&cad=rja&uact=8&ved=0CGoQFjAI
&url=http%3A%2F%2Fwww.lead-
journal.org%2Fcontent%2F09001.pdf&ei=5UpJVKSkE
4aR8QWTtoCgAg&usg=AFQjCNFV-
C6QxcbOdO9ANLtlVdS8JEIK4A&sig2=WWm6jPJ16ct
I5j-JyYcCAA&bvm=bv.77880786,d.dGY
Tanggal diunduh : 23 Oktober 2014
Di Filipina pembangunan sejati dikembangkan dengan konteks analisis
mengenai dampak lingkungan (AMDAL) untuk tambang. Artikel ini meneliti mengenai
proses AMDAL, undang-undang terkait serta keputusan peradilan dan administratif.
14
Analisis :
Dari artikel ilmiah ini, digambarkan bagaimana pertambangan yang terjadi di
Filipina. Basis kolaborasi yang dicanangkan, perencanaan peraturan dengan pendekatan
AMDAL memberikan gambaran kegagalan kolaborasi yang tidak berhasil dijalankan
akibat proses pemberitahuan yang salah. Selain itu digambarkan bahwa rendahnya
partisipasi menjadi kendala sehingga dampak lingkungan yang diharapkan dapat
berkurang sebagai akibat dari aktivitas pertambangan tidak berajalan dengan baik,
sehingga dalam artikel ilmiah belum menunjukkan sebesar apa partispasi masyarakat
yang dilibatkan dalam pelaksanaan kebijakan untuk menjaga keberlangsungan
lingkungan untuk generasi mendatang.
Ringkasan 8
Judul : Perlindungan Hukum Masyarakat Adat di Wilayah
Pertambangan
Tahun : 2013
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Elektronik
15
Analisis :
Pada jurnal ini menceritakan mengenai bagaimana sebuah perusahaan tambang
yang berada di kawasan hutan adat memberikan dampak kepada hutan dan masyarakat
adat yang ada di dalamnya. Jurnal ini juga menjelaskan mengenai ketentuan yang harus
dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan tambang dengan aktivitas pertambangan pada
kawasan hutan serta berhubungan langsung dengan masyarakat adat. Tulisan yang
menjelaskan mengenai perlidungan hukum masyarakat adat di wilayah pertambangan
dikuatkan dengan peraturan-peraturan hingga aturan perundang-undangan mengenai
masyarakat adat yang berada dalam kawasan hutan dan pertambangan serta kewajiban
yang harus dipenuhi oleh perusahaan agar tidak memberikan banyak dampak negatif
16
Ringkasan 9
Judul : Implementasi Kebijakan Lingkungan di Indonesia :
Hambatan dan Tuntutan
Tahun : 2004
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : Hartuti Purnaweni
Kota dan nama : Bandung, Universitas Padjajaran
penerbit
Nama jurnal : “Dialogue” JIAKP
Volume (edisi) : : Vol. 1, No. 3, September 2004 : 500-512
hal
Alamat URL :
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/dialogue/article/view/537
Tanggal diunduh : 3 Oktober 2014
Pembangunan di Indonesia selama puluhan tahun sudah banyak membawa hasil
nyata dalam kemajuan kesejahteraan rakyat, mengangkat sebagian masyarakat dari
kemiskinan. Sebagian sumber daya alam yang merupakan kekayaan alam Indonesia
memang sudah banyak didayagunakan untuk pelaksanaan kegiatan pembangunan.
Akibat dari pembangunan ini memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup
di Indonesia, baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, yang semakin parah dan
kompleks dari hari ke hari. Sumberdaya alam dimanfaatkan dengan pengelolaan yang
tidak baik, namun diperlukan komitmen yang kuat dan bijaksana dalam hal penegakan
hukum demi kepentingan lingkungan. Kebijakan lingkungan yang diformulasikan dan
diterapkan di Indonesia seharusnya selalu bermuara pada pelestarian fungsi lingkungan,
dengan menerapkan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan.
Akibat dari kegiatan pertumbuhan ekonomi mempengaruhi fungsi lingkungan
yang mempunyai fungsi penting dalam kehidupan manusia. Manusia sangat
membutuhkan lingkungan untuk keberlangsungan hidupnya, sebagai sumber kehidupan
dan pemenuhan berbagai kebutuhan dan kepentingannya. Prinsip pembangunan yang
berkelanjutan, tidak hanya generasi sekarang saja yang sangat berkepentingan dengan
lingkungan. Kerusakan lingkungan disebabkan juga kemajuan yang diperoleh sebagai
hasil pembangunan di Indonesia. Dibalik keberhasilan itu terdapat hal yang tidak atau
nyaris tidak diperhatikan dalam pembuatan dan terutama adalah dalam hal implementasi
kebijakan, yaitu kerusakan lingkungan yang merupakan dampak negatif dari kegiatan
pembangunan. Lingkungan sosial dapat dilihat dari berbagai bentuk kerusakan
lingkungan menyebabkan rakyat tidak menjadi semakin kaya, namun sebaliknya
menjadi semakin miskin. Selain itu, luas lahan tidak bertambah sedangkan jumlah
penduduk semakin meningkat. Kontribusi Dunia Usaha, sering dituding sebagai salah
satu penyebab utama pencemaran dan berbagai kerusakan lingkungan. Aktivitas
pengusaha dan kegiatan kontribusi dunia usaha berdampak besar pada lingkungan, baik
yang datang dari area domestik, maupun dari area internasional. Implementasi
Kebijakan Otonomi Daerah, kondisi yang menambah parah dengan adanya otonomi
daerah, UU Nomor 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 25 tahun
1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah, berimplikasi
pada perubahan dan perkembangan hampir seluruh bidang pemerintah, kecuali bidang
17
politik luar negeri, pertahanan dan keamanan, peradilan, moneter dan fisikal, agama
serta kewenangan bidang lain. Implikasi Hukum Lingkungan dijelaskan dalam UU
No. 23 tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan hidup ditegaskan tentang filosofi,
paradigma dan tujuan pengelolaan lingkungan hidup yang berwawasan lingkungan dan
berkelanjutan.
Analisis :
Pada jurnal ilmiah ini, digambarkan mengenai kebijakan yang terdapat dalam
pelaksanaan pelestarian kawasan lingkungan. Dalam jurnal ini juga digambarkan
mengenai bagaimana otonomi daerah menyebabkan adanya pembagian kawasan yang
harus dipegang masing-masing pemerintahan, namun pada kawasan tertentu menjadi
suatu pegangan wajib bagi pemerintah pusat untuk memberikan izin. Berbagai
hambatan digambarkan dalam jurnal ini, namun tidak terlalu menggambarkan mengenai
tuntutan-tuntutan yang harusnya dilaksanakan oleh berbagai pihak yang terlibat dalam
implementasi kebijakan lingkungan di Indonesia demi menjaga keberlangsungan masa
depan generasi mendatang, terutama mengurangi dampak aktivitas pertambangan yang
meraup banyak keuntungan bagi negara namun tidak bagi lingkungan dan masyarakat
disekitar kawasan terkena dampak. Kurangnya implemantasi dan pemberitahuan
menyebabkan kurangnya partisipasi semua golongan untuk meningkatkan pelaksanaan
kebijakan demi kepentingan bersama, demi kesejahteraan bersama.
Ringkasan 10
Judul : Izin Pemanfaatan Kawasan Hutan Negara
Untuk Pertambangan dalam Era Otonomi
Daerah
Tahun : 2006
Jenis Pustaka : Jurnal
Bentuk Pustaka : Elektronik
Nama Penulis : Josep M. Monteiro
Kota dan nama penerbit :
Nama jurnal : Jurnal Hukum Pro Justitia
Volume (edisi) : hal : Oktober 2006, Volume 24, No. 4
Alamat URL :https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&
source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0CBoQFjA
A&url=http%3A%2F%2Fdownload.portalgaruda.org%
2Farticle.php%3Farticle%3D178777%26val%3D3922
%26title%3DIzin%2520Pemanfaatan%2520Hutan%2
520Negara%2520Untuk%2520Pertambangan%2520
Dalam%2520Era%2520Otonomi%2520Daerah&ei=sp
FIVM3NFOS4mAW6voLwAw&usg=AFQjCNEAWx-
KKDytbUUGItS3UNMGYxuivQ&sig2=gFhD_LucGThd
0_VOw5NYyw
Tanggal diunduh : 3 Oktober 2014
Undang-Undang Dasar Negara RI tahun 1945 sebagai dasar konstitusional
negara telah menetapkan bahwa negara kesatuan RI dibagi atas daerah propinsi,
kabupaten dan kota yang tiap-tiap daerah tersebut mempunyai pemerintahan yang diatur
dengan undang-undang. Penyelenggaraan pemerintahan daerah didasari atas prinsip
Desentralisasi, Dekonsentrasi, dan Tugas Pembantuan. Penyelenggaraan pemerintah
diketahui bahwa kewenangan pemberian izin tersebut dikeluarkan oleh pemerintah
pusat dan pemerintah daerah kabupaten atau kota sehingga menimbulkan ketidak-
18
Analisis :
Jurnal yang menjelaskan mengenai aturan yang berlaku pada aktivitas
pertambangan di kawasan hutan negara dijelaskan dengan lengkap mengenai tumpang
tindih aturan yang dipegang oleh pemerintah yang berbeda. Adanya prinsip
desentralisasi, dekonsentrasi, dan tugas pembantuan menjadikan pemecahan penentuan
19
Dampak
Positif Negatif
Sosial-Ekonomi
Lingkungan
Gambar 1. Aktivitas Pertambangan
23
Pertambangan Berkelanjutan
International Council on Mining and Metals (2003) telah menyusun sepuluh prinsip
pengelolaan pertambangan berkelanjutan (sustainable mining management) sebagai
berikut :
1. Mengimplementasikan dan memelihara praktik bisnis yang beretika dan tata
kelola perusahaan yang baik (implement and maintain ethical business practices
and sound system of corporation governannce);
2. Mengintegrasikan prinsip-pronsip pembangunan berkelanjutan di dalam proses
pengambilan keputusan perusahaan (integrate sustainable development
considerationsn within the corporate decision making process);
3. Menegakkan hak asasi manusia dan menghormati budaya adat istiadat dan nilai-
nilai yang berkaitan dengan pekerja dan pihak lainnya yang bersinggungan
dengan aktifitas tambang yang dilakukan (uphold fundamental human right and
respect cultures, customs and value in dealing with employees and other who
are affected by our activities);
4. Menerapkan strategi manajemen resiko berdasarkan data yang valid dan ilmiah
(implement risk management strategies based on valid data and sound science);
5. Terus meningkatkan kinerja kesehatan dan keselamatan (seek continual
improvement of our health and safety performance);
6. Terus meningkatkan kinerja lingkungan (seek continual improvement of our
enviromental performance);
7. Berkontribusi terhadap konservasi biodiversitas dan pendekatan kegiatan yang
terpadu dengan pendekatan perencanaan tata ruang (contribute to conservasion
of biodiversity and integrated approaches to land use palnning);
8. Memfasilitasi dan mendorong desain produksi, penggunaan, penggunaan
kembali, daur ulang, dan pembuangan produk yang dihasilkan secara
bertanggung jawab (facilitate and encourage responsible product design,use, re-
use recycling and disposal of our products);
9. Berkontribusi terhadap pembangunan sosial, ekonomi, dan kelembagaan
masyarakat di lokasi operasi (contribute to the social, economic and instituonal
development of the communities in which we operate);
10. Mengimplementasikan keterlibatan secara efektif dan transparan, pengaturan
dan pelaporan independen dengan para pemangku kepentingan (implement
effective and transparent engagement, communication and independently
verified reporting arragment with our stakeholder).
Tumpang Tindih
Sinkronisasi Peraturan
8.
perundang-undangan
3. Fasilitas tempat tinggal yang dapat diukur dari luas lantai rumah,
penerangan, jenis alas/lantai rumah, kondisi MCK, kondisi bangunan, atap,
sumber air. Kondisi dan kualitas rumah yang ditempati dapat menunjukkan
keadaan sosial ekonomi rumah tangga. Semakin baik kondisi dan kualitas rumah
yang ditempati dapat menggambarkan semakin baik keadaan sosial ekonomi
(kesejahteraan) suatu rumah tangga.
4. Kesehatan anggota keluarga merupakan indikator kebebasan dari penyakit.
Salah satu indikator yang digunakan untuk menentukan derajat kesehatan
penduduk adalah dengan melihat kondisi keluhan kesehatannya.
5. Akses terhadap layanan kesehatan merupakan kemudahan responden dalam
menjangkau dan memperoleh fasilitas untuk kesehatan seperti
JAMKESMAS dan lain-lain.
6. Akses terhadap pendidikan merupakan kemudahan responden dalam
memperoleh jenjang pendidikan yang baik dan tinggi. Ijazah/STTB tertinggi
yang dimiliki seseorang merupakan indikator pokok kualitas pendidikan
formalnya. Semakin tinggi ijazah/STTB yang dimiliki oleh rata-rata
masyarakat di suatu wilayah maka semakin tinggi taraf intelektualitas di
wilayah tersebut.
7. Kepemilikan alat transportasi merupakan jenis alat transportasi yang dimiliki
responden untuk mempermudah akses ke berbagai tempat.
Dampak
lokal atau masyarakat adat yang berada pada kawasan hutan. Selain itu, keberadaan
perusahaan tambang pada kawasan hutan juga menjadi bahan kajian setelah adanya
pertauran perundang-undangan yang melibatkan dua kementrian sebagai penghasil
devisa negara terbesar untuk kesejahteraan negara Indonesia.selain itu, hal yang
menarik diuji adalah masyarakat yang berada di tepian hutan juga sebagai penerima
dampak dari berbagai aktivitas pertambangan pada kawasan hutan yang kini marak
mengeruk kekayaan hutan demi peningkatan pertumbuhan ekonomi namun tidak
dengan kesejahteraan masyarakat penerima dampak.
33
DAFTAR PUSTAKA
M. monteiro, Josep. 2006. Izin Pemanfaatan Kawasan Hutan Negara Untuk Pertambangan
dalam Era Otonomi Daerah. [internet]. Jurnal (diunduh pada tanggal 3 Oktober
2014). 24 (4) : -. Dapat diunduh dari :
https://www.google.co.id/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&ua
ct=8&ved=0CBoQFjAA&url=http%3A%2F%2Fdownload.portalgaruda.org%2Farticle.
php%3Farticle%3D178777%26val%3D3922%26title%3DIzin%2520Pemanfaatan%2
520Hutan%2520Negara%2520Untuk%2520Pertambangan%2520Dalam%2520Era
%2520Otonomi%2520Daerah&ei=spFIVM3NFOS4mAW6voLwAw&usg=AFQjCNEA
Wx-KKDytbUUGItS3UNMGYxuivQ&sig2=gFhD_LucGThd0_VOw5NYyw
Muis Yusuf, Abdul.,Taufik Makarao, Mohammad. 2011. Hukum Kehutanan di
Indonesia. Jakarta : Rineka Cipta.
Nova Lita, Helza., Utarie Nasution, Fatmie. 2013. Perlindungan Hukum Masyarakat Adat di
Wilayah Pertambangan. [internet]. Jurnal (diunduh pada tanggal 3 Oktober
2014). 10 (-):-. Dapat diunduh dari :
http://ejurnal.esaunggul.ac.id/index.php/Lex/article/view/367
Purnaweni, Hartuti.2004. Implementasi Kebijakan Lingkungan di Indonesia : Hambatan
dan Tuntutan. [internet]. Jurnal (diunduh pada tanggal 3 Oktober 2014). 1 (3) :
500-512. Dapat diunduh dari :
http://ejournal.undip.ac.id/index.php/dialogue/article/view/537
Redi, Ahmad. 2014. Hukum Pertambangan. Jakarta : Gramata Publishing.
Suharjito, Didik. 2005. Pengembangan Kapasitas Masyarakat Lokal dam Stakeholder
lain dalam Pembangunan Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. [prosiding].
Bogor : Badan Eksekutif Kemahasiswaan Fakultas Kehutanan.
WWF Indonesia (org). Peluncuran Program “MyBabyTree” di Cisarua, Bogor.
(Diunduh pada tanggal 16 September 2014 melalui :
http://www.wwf.or.id/cara_anda_membantu/bertindak_sekarang_juga/mybabytree/ ).
Zulkifli,Arif. 2014. Pengelolaan Tambang Berkelanjutan. Yogyakarta : Graha Ilmu.
35
LAMPIRAN
Riwayat Hidup