Anda di halaman 1dari 8

Bab II

Tinjauan Pustaka
2.1 Definisi Ekspektoran
Ekspektoran adalah obat yang bekerja meningkatkan sekresi saluran
pernapasan serta dapat merangsang pengeluaran dahak dari saluran napas. Senyawa
yang memepermudah pengeluaran sekret bronkus disebut ekspektoransia.
Ekspektoransia dibagi menjadi sekretolitika, mukolitika dan sekretomotorika.
Sekretorika bekerja meningkatkan sekresi bronkus sehingga dapat mengencerkan
lendir secara reflektorik akan merangsangserabut afferen parasimpatikus atau akan
bekerja langsung pada sel penghasil lendir. Mukolitika bekerja dengan cara mengubah
viskositas dari sekret sehingga sekret menjadi encer. Sekretomotorika merangsang
refleks batuk sehingga dapat mengeluarkan sekret (Soedjak,2011). Obat ini
memperbanyak batuk yang produktif dengan meningkatkan volume sekret bronkial.
Ekspektoran dipakai tidak hanya untuk meningkatkan sekresi pernapasan tapi juga
membantu menghilangkan cairan mukosa melalui batuk atau kerja ekspektoran (Foye,
1992). Obat ini meningkatkan pembersihan mukus dari saluran bronkus. Salah satu
anjuran pada pasien yang menggunakan obat jenis ekspektoran adalah memperbanyak
minum air hal ini dapat mencegah kekeringan dari mukus sehingga ekspektoran dapat
bekerja secara maksimal (Judarwanto,2009).
Ekspektoran diperkirakan mengiritasi mukosa lambung, kemudian efek iritasi
mukosa lambung tersebut bekerja secara reflek merangsang kelenjarkelenjar sekretori
saluran nafas bagian bawah (Munaf, 1994). Mekanisme kerjanya diduga berdasarkan
stimulasi mukosa lambung dan selanjutnya secara refleks merangsang sekresi kelenjar
saluran napas lewat vagus, sehingga menurunkan viskositas dan mempermudah
pengeluaran dahak (Schunack, 1990). Penggunaan ekspektoran didasarkan
pengalaman empiris. Belum ada data yang membuktikan efektivitas ekspektoran
dengan dosis yang umum digunakan.

Ekspektoran dibagi atas beberapa jenis, yaitu sekretolitika, mukolitika, dan


sekretomotorika. Sekretolitika meninggikan sekresi bronkus, dan dengan demikian
mengencerkan lendir. Ini terjadi reflektorik dengan stimulasi serabut aferen
pasasimpatikus atau bekerja langsung pada sel pembentuk lendir. Mukolitika
mengubah sifat fisikokimia sekret, terutama viskositasnya diturunkan, sedangkan
sektertomotorika menyebabkan gerakan sekret dan batuk untuk mengeluarkan sekret
tersebut (Mutschler, 1991)

2.2 .1 Farmakologi Farmasi jenis ekspektoran


Ekspektoran adalah senyawa yang memudahkan transport keluar lendir bronkhus.
Senyawa nya adalah :
a. Kalium iodida
b. Ammonium klorida
c. Simplisia tanaman atau kandungannya.
d. Prinsip aktif yang dipertimbangkan ialah minyak atsiri dan saponin.
e. Turunan guaiakol seperti guaifenesin atau gluaiakolgriseroleter yang bekerja
sekaligus merelaksasi otot, juga digunakan sebagai ekspektoran.
f. Turunan sistein yaitu asetilsistein, N-asetil-L-sistein dan karbosistein, bromheksin
merupakan senyawa sintetik
g. Dari bromheksin diturunkan metabolit aktif ambroksol
Ekspektoransia yang bekerja sekretolitik merangsang mukosa lambung,
sehingga sekresi bronkhus ditingkatkan, melalui stimulasi vagus.
Hal ini mengakibatkan pembentukan sekret yang encer dan denga demikian mudah
dabatukan keluar :
a.. Kalium iodida tergolong sekretolitik yang paling kuat, penggunaan luas.
Dosis Oral : 200-400 mg tiap 4 jam
Anak (6-12 tahun) : 100-200 mg setiap 4 jam.
Anak (2-5 tahun) : 50-100 mg setiap 4 jam.
Digunakan untuk batuk kering dan tidak produktif. Efek samping yang ditimbulkan
Kalium Iodida adalah mual dan muntah. Anjuran pada pasien yang menggunakan
adalah dengan memperbanyak mengkonsumsi air putih untuk mengurangi efek
samping yang ditimbulkan.

b. Asetilsistein
karbosistein dan bromheksin mengurangi viskositas sekret bronkhus, asetilsistein
bekerja berdasarkan reaksi kimia langsung dengan glikoprotein yang terdapat di
dalam lendir.
Asetilsistein berdasarkan gugus merkaptonya yang bebas dapat memecahkan
jembatan disulfida glikoprotein. Reaksi yang terjadi dapat dirumuskan sebagai berikut
(R-SH = asetilsistein)
2.3 Definisi Guaefenesin
Guaefenesin adalah derivat guaiakol yang banyak digunakan sebagai ekspektoran
dalam berbagai jenis sediaan batuk populer. Pada dosis tinggi bekerja merelaksasi
otot (Tjay, 2007). Guaefenesin termasuk obat batuk basah yaitu batuk yang
memiliki ciri berlendir dan dahak mudah dikeluarkan dan terasa ringan.

2.4 Sifat fisikokimia dan rumus kimia


Struktur kimia :

Nama kimia : Guaifenesin


Rumus Molekul : C10 H14O4
Berat Molekul : 198,22
Kelarutan : Larut dalam air, dalam etanol, dalam kloroform

2.5 Farmakologi umum

Guaefenesin merupakan obat golongan untuk saluran napas

Mekanisme kerja : Merangsang reseptor-reseptor di mukosa lambung yang kemudian


meningkatkan kegiatan kelenjar-kelenjar sekresi dari saluran lambung-usus dan sebagai
refleks memperbanyak sekresi dari kelenjar yang berada disaluran napas sekaligus
menurunkan viskositas dari sekresi kelnjar tersebut.(Tjay,2007).
Dosis : Oral 4-6 dd 100-200 mg
Dewasa : Sehari 3 kali 1-2 tablet
Anak-anak : Sehari 3 kali 1/2 – 1 tablet
Bentuk sediaan : Tablet 100 mg

Farmakologi

2.6 Farmakodinamik
Khasiat
Kegunaan terapi dari guaefenesin adalah pada batuk yang membutuhkan
pengeluaran dahak dan batuk karena infeksi ringan saluran pernapasan atas dan
kondisi terkait s eperti sinusitis, faringitis dan bronkitis yang dikarenakan
banyaknya jumlah lendir kental yang menyumbat saluran napas
Kontra indikasi Reaksi hipersensitivitas terhadap produk Guaefenesin
2.7 Farmakokinetik
Cepat atau lambatnya kadar obat dalam darah mencapai puncaknya tergantung
pada :
1. Rute pemberian obat
2. Bentuk sediaan obat
3. Pembebasan zat aktif dari bentuk sediaaannya
4. Difusi zat aktif ke peredaran sistemik
5. Distribusi dalam cairan tubuh dan jaringan
6. Jenis, jumlah dan kecepatan metabolisme
7. Proses daur ulang
8. Proses ekskresi obat dari dalam tubuh
9. Faktor disposisi individual serta pengaruh penyakit yang diderita
Absorbsi obat merupakan langkah pertama untuk obat memberikan efek
teraupetik. Pada umumnya obat baru akan memberikan efek teraupetik jika
mencapai kadar minimal tertentu dalam darah. Obat ekspektoran yang
pemberiannya melalui oral biasanya mengalami lag time yaitu waktu tertentu
sebelum obat diabsorpsi. Lag time ini disebabkan oleh beberapa faktor fisiologis
individual seperti pengosongan lambung, pengosongan usus. Makin bertambah
pendek waktu penyerapan obat makabertambah pula waktu untuk obat mula-mula
bekerja. Dikarenakan pemberian obat ekspektoran 80% melalui oral maka proses
absorpsinya terjadi pada traktus gastrointestinal. Sehingga dipengaruhi oleh faktor
fisiologis dari individu (Joenoes,2012).
Molekul obat masuk dalam peredaran darah langsung karena diberikan
secara intravaskular dan tidak langsung karena diberika secara ekstravaskular.
Molekul obat bercampur dengan cairan tubuh dan kemudian didistribusikan ke
dalam jaringan dimana obat itu akan bekerja dan berinteraksi dengan reseptor-
reseptornya. Tubuh manusia terdiri dari berbagai struktur jaringan dengan
perbedaan karakteristik lipofilik, sdiaan saluran darah dan kemampuan untuk
berinteraksi dengan molekul asing. Perbedaan ini menyebabkan konsentrasi obat
tidak sama dalam bagian-bagian tubuh.
Metabolisme secara umum mempunyai beberapa tujuan :
1. Menyediakan energi untuk fungsi-fungsi tubuh yang diperlukan agar tubuh
berfungsi secara optimal
2. Anabolisme, biosintesis bahan / zat menjadi molekul yang lebih kompleks
yang umumnya membutuhkan energi.
3. Katabolisme bahan-bahan asing yang masuk ke dalam tubuh menjadi
struktur yang lebih sederhana
4. Mengkonversi senyawa-senyawa asing menjadi senyawa yang lebih polar,
lebih mudah larut dalam air sehingga dapat lebih mudah dikeluarkan dari
tubuh.
Metabolisme obat menunjuk pada biotransformasi kimiawi dari obat dalam
lingkungan biologis. Terbentuknya senyawa yang lebih polar dan lebih
mudah larut dalam air menyebabkan aktivitas farmakologisnya senyawa
tersebut berkurang serta cepat diekskresi dari tubuh. Salah satu contohnya,
Guaefenesin bertindak sebagai ekspektoran dengan meningkatkan volume
dan mengurangi viskositas sekresi dalam trakea dan bronkus. Akhirnya
akan meningkatkan efisiensi refleks batuk dan memfasilitasi pengeluaran
lendir dari trakea dan bronkus serta menghambat sekresi lendir. Tujuan
utama reaksi biotransformasi adalah utuk mendeaktivasi dan
meningkatkan eliminasi obat. Sebagian besar reaksi biotransformasi ialah
untuk mengkonversi bahan obat yang lebih larut dalam lemak menjadi
bentuk yang lebih larut dalam air sehingga mudah diekresi melalui ginjal.
Metabolisme obat yang utama adalah dihati disamping itu terjadi juga
diginjal, jaringan otot dan diding usus. Enzim untuk metabolisme terdapat
di mitokondria tetapi ada kemungkinan juga sedikit metabolisme terjadi
disaluran darah dikarenakan enzim melimpah dari sel ke cairan
ekstraselular. Metabolisme dapat terjadi pada epitel saluran cerna pada
waktu absorbsi dan di hati sebelum obat masuk kedalam sirkulasi sistemik.
Banyak fsktor yang mempengaruhi kecepatan metabolisme obat yaitu :
faktor genetik dan faktor umur juga faktor lingkungan.
Eksresi obat dan metabolitnya menunjukkan berakhirnya aktivitas serta
kehadiran obat dalam tubuh.proses ekskresi merupakan difusi balik dari jaringan
ke sistemik. Dengan begitu kecepatan ekskresi obat bergantung pada sifat
haemodinamika. Molekul obat yang masuk kedalam tubuh akan dikeluarkan
kembali melalui saluran tetapi tergantung apakah obat mengalami absobsi atau
tidak. Ekskresi obat ekspektoran adalah melalui ginjal yaitu yang merupakan
saluran ekskresi utama. Ginjal adalah organ dengan ukuran panjang 10-12 cm dan
lebar 5-6 cm dengan berat 120-200 gram. Ginjal memepunyai fungsi homeostasis
ialah untuk mempertahankan zat-zat esensial dalam tubuh dan mengeluarkan
komponen-komponen yang tidak diperlukan. Ginjal mengeliminasi sebagian besar
zat-zat yang tidak menguap dan larut dalam air serta mempertahankan volume
serta tekanan osmotik darah yang konstan. Unit fungsional dari ginjal adalah
nefron yang menentukan eliminasi dari zat. Tiap ginjal memiliki satu juta nefron.
Keluar dari nefron sisa zat atau obat yang terlarut akan dikumpulkan dalam duktus
kolektivus untuk selanjutnya diekskresikan bersama urin. Metabolit yang
dikeluarkan merupakan metabolit dari obat ekspektoran yang dalam keadaan tak
aktif.
Waktu paruh menunjukkan waktu yang dibutuhkan untuk penurunan
konsentrasi obat dalam darah menjadi separuhnya selama fase eliminasi obat.
Waktu paruh yang dibutuhkan oleh obat-obatan ekspektoran adalah kurang lebih
1 jam tergantung dari keadaan individu tersebut.
Umumnya ikatan obat terjadi pada albumin. Ikatan albumin pada molekul obat
bersifat reversibel. Struktur kimia obat mempengaruhi ikatannya pada protein.
Banyak obat dengan berat molekul rendah hampir seluruhnya terikat pada protein.
Tetapi juga diketahui yang dapat memberikan efek farmakologis hanya obat yang
berada dalam keadaan bebas.
Bioavaibilitas adalah jumlah relatif obat suatu produkobat yang diabsorpsi
serta kecepatan obat masuk dalam peredaran sistemik. Efek teraupetik suatu obat
bergantung pada kadar obat dalam darah. Bentuk sediaan juga akan
mempengaruhi respon penderita terhadap obat. Perbedaan respon penderita bisa
menjadi penyebab kegagalan terapi. Terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
bioavaibilitas obat :
1. Dosis obat
2. Kelarutan obat dan besar kecilnya partikel obat
3. Obat berupa basa/ asam/ garam/ ester dan sebagainya
4. Bentuk sediaan
5. Perbedaan formulasi
6. Zat-zat tambahan pada bentuk sediaan tertentu

Faktor yang terdapat pada penderita seperti keadaan fisik dan keadaan
patofisiologi :

1. Umur, berat badan dan luas permukaan tubuh


2. Waktu dan cara obat diberikan
3. Adanya makanan dalam lambung dan kecepatan pengosongan lambung
4. Aktivitas enzim dalam saluran cerna dan hepar
5. Kesehatan fisik terutama penyakit hepar dan ginjal
6. Obat lain yang diminum bersamaan dengan obat pokok yang dapat
menyebabkan interaksi obat

Disamping itu terdapat faktor-faktor penentu untuk keharusan menetapkan


biovaibilitas obat :

A. Faktor terapeutik

B. Faktor farmakokinetik

C. Faktor fisiko-kimia obat

2.8 Toksisitas
Efek samping ekspektoran berupa iritasi lambung, mual, muntah reaksi kulit
bengkak pada kelopak mata dan hidung berair. Amonium klorida diubah menjadi
urea dihati sehingga menyebabkan keasaman darah.
Gejala toksisitas : mual dan muntah dan rasa tidak nyaman
Penanggulangan : gejala iritasi lambung bisa dikurangi dengan cara minum
segelas air.
2.9 Penulisan resep obat

Daftar pustaka

Soedjak M.2011.Farmakologi Obat-Obat Ekspektoran dan Antitusif. Jakarta: FKUI

Anda mungkin juga menyukai