Anda di halaman 1dari 9

MATERI GENETIK DAN

ISOLASI DNA
Setiap sel yang hidup pasti mengandung asam nukleat yaitu
berupa Deoksiribonucleat Acid dan (DNA) dan Ribonucleat
Acid (RNA). Kedua molekul ini merupakan polimer dari
nukleotida yang berperan penting untuk mempertahankan sebagai
pembawa informasi genetik. Informasi genetik yang mengatur
segala metabolisme dan bersifat herediter (gen) terletak pada
molekul yang disebut DNA (deoxyribobucleotide acid) (Maloy, et
al., 1994). Molekul DNA membawa informasi hereditas dari sel
(Fatchiyah, et.al., 2011). Molekul DNA berfungsi sebagai materi
genetik dalam sel hidup. Berfungsi dalam proses reproduksi,
salinan karakteristik sel induk berupa DNA akan diteruskan ke
generasi berikutnya. DNA berisi informasi yang diperlukan dalam
membentuk organisme yang baru (Brenner and Miller, 2001).
Materi genetik sangat penting untuk mempertahankan
kelangsungan kehidupan dari makhluk hidup dengan
mempertahankan kesamaan sifatnya dari informasi yang sama.
Asam nukleat adalah suatu polimer nukleotida yang berperan
dalam penyimpanan serta pemindahan informasi genetik
(Yuwono, 2005). Komponen DNA terdiri dari dua jenis Basa
Nukleotida berupa purin dan primidin, gula deoksiribosa, dan
gugus fosfat yang dihubungkan dengan struktur kimia.
Komponen ini menentukan struktur tiga dimensi dari DNA
(Passarge, Eberhard, 2007).
Gambar. A) Basa Nitrogen Purin dan Pirimidin B) Rantai
Nukleotida (Sumber: Passarge, Eberhard, 2007)
DNA terdiri dari struktur kimia yang berulang dimana terdapat
gugus fosfat yang terkait dengan gula deoksiribosa untuk
membentuk struktur dasar dari molekul ini. Pada setiap gugus
gula, terdapat tambahan gugus kimia yang dikenal dengan basa
nitrogen yang memiliki 4 tipe yaitu adenin (A), timin (T), guanin
(G), dan sitosin (C). kombinasi dari fosfat, gula dan basa nitrogen
disebut dengan nukleotida. Sebuah kromosom dapat mengandung
lebih dari 100 juta nukleotida dan dapat dijelaskan oleh urutan
rantai tunggal DNA (Brenner and Miller, 2001). Rantai
nukleotida dibentuk oleh gabungan antara gugus gula pada satu
nukleotida dengan gugus fosfat yang terikat pada gula dari
nukleoida lainnya. Gugus fosfat pada posisi ujung 5’ pada atom
karbon nomor 5 dari satu gula membentuk ikatan dengan gugus
hidroksil pada ujung 3’ pada atom karbon nomor 3 dari gula
berikutnya dengan membentuk ikatan fosfodiester (Passarge, E.,
2007).

Gambar. Struktur Untai Ganda DNA (Sumber: Campbell, 2008)


Pada tahun 1953, James Watson dan Francis Crick, berdasarkan
pada data eksperimen dari Rosalind Franklin dan Maurice
Wilkins, menemukan bahwa dua buah rantai DNA berpasangan
dalam struktur untai ganda (Double Helix) (Brenner and Miller,
2001). Untai ganda DNA tersusun oleh dua rantai polinukleotida
yang berpilin. Kedua rantai mempunyai orientasi yang
berlawanan (anti paralel), dimana rantai yang satu memiliki
orientasi dari ujung 5’ ke ujung 3’, sedangkan rantai yang lain
berorientasi dari ujung 3’ ke ujung 5’. Kedua rantai tersebut
erikatan dengan adanya ikatan hidrogen antara basa adenine (A)
dengan timin (T), dan antara guanin (G) dan sitosin (C). Ikatan A-
T memiliki dua ikatan hidrogen sedangkan antara G-C memiliki
tiga ikatan hidrogen sehingga ikatan G-C lebih kuat (Yuwono, T.,
2005) Menurut hukum Chargaff, jumlah residu A pada suatu
DNA sama dengan jumlah residu T, dan jumlah residu G sama
dengan jumlah residu C, sehingga jumlah basa purin sama dengan
jumlah basa pirimidin.
Organisasi DNA didalam sel membentuk kromosom. Pada
prokariot seperti E. Coli, kromosom membentuk gulungan DNA
tunggal berbentuk sirkular tertutup. DNA tersebut dikemas pada
suatu tempat di dalam sel yang dinamakan nukleoid dimana
konsentrasi DNA bisa sangat tinggi. Pada nukleoid ini juga
terdapat semua protein yang berhubungan dengan DNA seperti
enzim polimerase, represor dan lain sebagainya. Protein yang
paling banyak dijumpai adalah HU, yang mengikat DNA secara
nonspesifik dalam arti tidak tergantung pada sekuen tertentu dan
sering dikatakan sebagai protein mirip histon. Selain bahan
genetik utama, pada prokariot sering juga dijumpai bahan genetik
tambahan (extra chromosomal) yang disebut sebagai plasmid.
Plasmid pada prokariot berupa olekul DNA untai ganda dengan
struktur melingkar. Plasmid umumnya membawa gen ketahanan
terhadap antibiotik (Yuwono, T., 2005).
Berbeda dengan DNA prokariot yang berbentuk sirkuler tertutup,
DNA eukariot merupakan mokelul linier yang sangat panjang.
Panjang DNA eukariot didalam nukleus jauh melebihi ukuran
nukleus itu sendiri. Oleh karenanya, agar dapat dikemas, DNA
harus dikemas sedemikian mungkin. Pengemasan DNA dilakukan
melalui sejumlah tingkatan organisasi kromosom. Tingkatan
pertama yaitu lilitan DNA disekeliling sumbu protein sehingga
membentuk struktur nukleosom. Pengemasan terjadi dengan cara
pelilitan DNA disekeliling sumbu nukleosom yang berupakan
oktamer protein basa berukuran kecil yang disebut sumbu histom.
Protein histon bersifat basa atau bermuatan positif karena banyak
mengandung asam amino arginin dan lisin. Ada empat macam
histon penyusun nukleosom yaitu H2A, H2B, H3, dan H4, serta
satu macam protein non histon yaitu H1 yang letaknya tidak
disumbu nukleosom, melainkan dibagian tepi nukleosom. Dengan
adanya molekul H1, ukuran nukleosom menjadi lebih besar yang
biasa disebut kromatosom. Pengepakan terakhir dari DNA adalah
dalam bentuk kromatin. Kromatin terbentuk dalam keadaan
terkondensasi (terlipat dengan erat) dan diperpanjang. Kromosom
akan terlihat dengan jelas pada fase metafase (Passarge, E., 2007).
Gambar. Model Pengepakan DNA pada Kromatin (Sumber:
Passarge, Eberhard, 2007)
ISOLASI DNA
Isolasi DNA merupakan langkah awal yang harus dikerjakan
dalam proses rekayasa genetika sebelum melangkah ke proses
selanjutnya. Prinsip dasar dari isolasi total DNA dari jaringan
adalah memecah dan mengeksraksi jaringan tersebut sehingga
akan terbentuk ekstrak sel yang terdiri dari DNA, RNA dan
substansi dasar lainnya. (Faatih, M., 2009). Pada dasarnya,
metode isolasi DNA terdiri dari tahapan penghancuran (lisis)
sel, ekstraksi DNA dan presipitasi DNA (Dolphin, 2008). Isolasi
asam nukleat bertujuan mendapatkan asam nukleat yang
diinginkan secara murni. Menurut sumner (2003) tahap isolasi
DNA antara lain yaitu dengan memecahkan dinding sel untuk
mengeluarkan isi sel, melisiskan membran sel agar DNA larut
dalam buffer, melindungi DNA dari nuklease endogenus,
meminimalisir pemotongan DNA, dan meminimalisir degradasi
DNA. Untuk mengeluarkan DNA dari sel, membran sel harus
dihancurkan.
DNA berkualitas tinggi yang akan didapat dalam suatu ekstraksi
merupakan satu kaidah dasar yang harus dipenuhi dalam studi
molekuler terutama dalam analisis DNA. Cetyl Trimethyl
Ammonium Bromide (CTAB) merupakan metode yang umum
yang digunakan dalam ekstraksi DNA tanaman yang banyak
mengandung polisakarida dan senyawa polifenol (Jose and Usha,
2000). Mengeluarkan DNA dari dalam sel memiliki teknik yang
berbeda-beda sesuai dengan jenis sel dan struktur dari sel. Untuk
isolasi DNA bakteri, enzim lysozyme digunakan untuk mencerna
peptidoglikan. Untuk isolasi DNA tumbuhan, dinding sel
dihancurkan dengan blender dan dilanjutkan dengan enzim yang
akan memotong polimer dinding sel menjadi monomer.
Sedangkan untuk isolasi DNA hewan, enzim digunakan untuk
mendegradasi jaringan penghubung dan pemisahan komponen
intraseluler dilakukan ketika komponen intraseluler keluar dari
dalam sel. Pemisahan ini dapat dilakukan dengan sentrifugasi atau
ekstraksi kimiawi. Sentrifugasi akan memisahkan komponen
berdasarkan ukuran sedangkan ekstraksi kimiawi dilakukan denga
menggunakan fenol untuk memisahkan protein dari DNA (Clark
& Pazdernik, 2009).
Pemecahan sel (lisis) merupakan tahapan dari awal isolasi DNA
yang bertujuan untuk mengeluarkan isi sel (Holme dan Hazel,
1998). Tahap penghancuran sel atau jaringan memiliki beberapa
cara yakni dengan cara fisik seperti menggerus sampel dengan
menggunakan mortar dan pestle dalam nitrogen cair atau dengan
menggunakan metode freezing-thawing dan iradiasi (Giacomazzi
et al., 2005). Cara lain yakni dengan menggunakan kimiawi
maupun enzimatik. Penghancuran dengan menggunakan kimiawi
seperti penggunaan detergen yang dapat melarutkan lipid pada
membran sel sehingga terjadi destabilisasi membran sel
(Surzycki, 2000). Sementara cara enzimatik seperti menggunakan
proteinase K seperti untuk melisiskan membran pada sel darah
(Khosravinia et al., 2007) serta mendegradasi protein globular
maupun rantai polipeptida dalam komponen sel (Surzycki, 2000).

DNA yang telah diekstraksi dari dalam sel selanjutnya perlu


dipisahkan dari kontaminan komponen penyusun sel lainnya
seperti polisakarida dan protein agar DNA yang didapatkan
memiliki kemurnian yang tinggi. Fenol seringkali digunakan
sebagai pendenaturasi protein, ekstraksi dengan menggunakan
fenol menyebabkan protein kehilangan kelarutannya dan
mengalami presipitasi yang selanjutnya dapat dipisahkan dari
DNA melalui sentrifugasi (Karp, 2008). Ekstrak DNA yang
didapat seringkali juga terkontaminasi oleh RNA sehingga RNA
dapat dipisahkan dari DNA ekstrak dengan cara pemberian
RNAse (Clark, 2009). Setelah proses ekstraksi, DNA yang
didapat dapat dipekatkan melalui presipitasi. Pada umumnya
digunakan etanol atau isopropanol dalam tahapan presipitasi.
Kedua senyawa tersebut akan mempresipitasi DNA pada fase
aquoeus sehingga DNA menggumpal membentuk struktur fiber
dan terbentuk pellet setelah dilakukan sentrifugasi (Switzer,
1999).

REFERENSI
DAFTAR PUSTAKA
Brenner, S., Miller, J. H. 2001. Encyclopedia of Genetics. MRC
Laboratory of Molecular Biology, Hills Road, Cambridge.
Academic Press

Campbell, A. Neil., et. al. 2008. Biologi Edisi 8, Jilid I. Penerbit


Erlangga. Jakarta

Clark, D.P. & N.J. Pazdernik. 2009. Biotechnology Applying the


Genetic Revolution.Academic Press. New York
Degen, H., A. Deufel, D. Eisel, S. Grunewald-Janho, & J. Keesey.
2006. PCR Application Manual. Third Edition. Roche Diagnotics
GmbH, Mannheim. Germany
Dolphin, W. D. 2008. Biological investigations. New York : The
McGraw-Hill Companies, Inc.
Fatchiyah, Arumingtyas, E. L., Widyarti, S., Rahayu, S. 2011.
Biologi Molekular, Prinsip Dasar Analisis. Penerbit Erlangga.
Jakarta

Faatih, M. 2009. Isolasi dan Digesti DNA Kromosom. Jurusan


Pendidikan Biologi FKIP, Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Jurnal Penelitian Sains dan Teknologi, Vol. 10, No. 1, 2009:61-
67.

Giacomazzi, S., Lerol, F., Joffraud, J.J., 2005. Comparison of


three methods of DNA extraction from cold-smoked salmon and
impact of physical treatments. Journal of Applied Microbiology
98, 1230–1238.

Handoyo, D., Rudiretna, A. 2000. Prinsip Umum dan


Pelaksanaan Polymerase Chain Reaction (PCR). Pusat Studi
Bioteknologi. Universitas Surabaya. Unitas, Vol. 9, No. 1, 17-29

Hartwell, L. H., Hood, L., Goldberg, M. L., Reynolds, A. E.,


Silver, L. M. 2011. Genetics, From Genes to Genomes. Fourth
Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc. New York.

Holme, D. J. & Hazel P. 1998. Analytical biochemistry .England :


Pearson Education Limited
Jose, J. and R. Usha. 2000. Extraction of Germiniviral DNA from
a highly mucilaginous Plant (Abelmoschus esculentus). Plant Mol.
Biol. Rep. 18: 349-355.
Karp, Gerald. 2008. Cell and molecular biology. New York :
John Willey & Sons, Inc.
Khosravinia, H. & Ramesha, K. P.2007. Influence of EDTA and
magnesium on DNA extraction from blood samples and
specificity of polymerase chain reaction. African Journal of
Biotechnology Vol. 6 (3), pp. 184-187
Maloy, S. R., John E. C. Jr., David F. 1994. Microbial genetics.
London : Jones & Bartlett Pub.
Marks, D. B., Allan D. M., Colleen M. S. 2004. Basic Medical
Biochemistry.
Newton, C.R. and A. Graham. 1994. PCR. UK: Bios Scientific
Publisher.
Passarge, E., 2007. Color Atlas of Genetics, 3rd edition Revised
and Updated. Germany. Institute of Human Genetics, University
Hospital Essen. Thieme.
Reece, Richard J. 2004. Analysis of Genes and Genomes. John
Wiley & Sons Ltd: England.
Sumner, T. 2003. Chromosome Organization and
Function. Blackwell Publishing.
Surzycki, S. 2000. Basic techniques in molecular biology.
Germany : Springer-Verlag Berlin Heidelberg
Switzer. 1999. Experimental biochemistry. Oxford : Blackwell
Scientific Pub.
Wilson, K. & John M. W. 1994.Principles and Techniques of
Practical Biochemistry.UK : Cambridge University Press
Yuwono, T. 2005. Biologi Molekuler. Jakarta. Erlangga.

Anda mungkin juga menyukai