Anda di halaman 1dari 38

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme

yang mampu menyebabkan sakit. Kewaspadaan umum (Universal Precaution)

merupakan salah satu upaya pengendalian infeksi yang telah dikembangkan

oleh Departemen Kesehatan sejak tahun 1980. Kewaspadaan umum

merupakan salah satu upaya pencegahan infeksi sebab infeksi terus menjadi

ancaman bagi petugas kesehatan dan pasien. Infeksi membuat manusia sakit

bahkan dapat menghilangkan nyawanya. Ini adalah penyebab paling umum

bagi kematian seseorang setelah persalinan (Klein & Thompson, 2008 Hal. 72)

Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan mempunyai risiko

terkena infeksi dari rumah sakit ataupun klinik kesehatan. Selain itu, petugas

kesehatan yang bekerja di klinik pun memiliki risiko tertular akibat terpapar

dari spesimen laboratorium pasien maupun kontak langsung. Oleh sebab itu,

hal tersebut harus diwaspadai dengan berjalannya penularan penyakit

berbahaya yang semakin meningkat, seperti HIV dan hepatitis B yang dapat

ditularkan melalui jarum suntik, darah dan cairan lainnya (Ririn dkk, 2013 Hal.

304)

Selama 10-20 tahun belakangan ini telah banyak penelitian yang

dilakukan untuk mencari masalah utama meningkatnya angka kejadian infeksi

dan di beberapa Negara, kondisinya justru sangat memprihatinkan. Keadaan

1
2

ini justru memperlama waktu perawatan dan perubahan pengobatan dengan

obat-obatan mahal akibat resistensi kuman Karena itu di negara-negara miskin

dan berkembang, pencegahan infeksi lebih diutamakan untuk dapat

meningkatkan kualitas pelayanan pasien (Suhartatik dkk, Jurnal Ilmiah

Kesehatan Diagnosis Volume 5 Nomor 1 Tahun 2014 Hal. 53).

Berdasarkan penelitian World Health Organization (WHO), Infeksi

menyebabkan 1,4 juta kematian setiap hari di seluruh dunia. Setiap tahun di

negara maju terdapat lebih dari 800.000 kasus luka karena tertusuk jarum

suntik meski telah dilakukan pendidikan berkelanjutan dan upaya pencegahan

kecelakaan tersebut sedangkan di negara berkembang, risiko perlukaan karena

jarum suntik dan paparan terhadap darah dan duh tubuh jauh lebih tinggi. Kasus

tertinggi infeksi HIV dan hepatitis B akibat jarum suntik terjadi pada kelompok

umur 20–29 tahun (46,4%), kelompok umur 30–39 tahun (31,5%), kelompok

umur 40–49 tahun dan ≥ 50 tahun (9,8%)

Infeksi HIV dapat menular melalui hubungan seks yang tidak aman,

penggunaan jarum suntik yang tidak steril secara bergantian, transfusi darah

dengan orang yang terkena HIV dan penularan ibu ke bayi yang dikandungnya.

Menurut perkiraan WHO, untuk setiap 1 kasus infeksi HIV, maka kasus HIV

yang “tersembunyi” adalah 100-200 orang. Mereka berada bersama-sama

masyarakat yang sehat lainnya. Mereka tidak mencari pertolongan, bahkan

mungkin tidak sadar jika mereka mengidap HIV, dan masih berperilaku yang
3

berisiko untuk menularkannya kepada orang lain (Kusumawati dkk, Jurnal

Kedokteran Indonesia, Vol. 1/No. 2/Juli/2009 Hal. 179)

Di Indonesia, tercatat 8786 kasus HIV akibat tusukan jarum suntik dan

risiko tertularnya HIV dari jarum suntik yang terkontaminasi HIV sebesar

0,04%. Sedangkan risiko penularan pada hepatitis B sebesar 27-37% bahkan

sekitar 10.000 petugas kesehatan tertular hepatitis. Parahnya, sekitar 4.900 di

antara nakes yang terinfeksi tersebut disebabkan karena kecelakaan tertusuk

jarum suntik. Sedangkan sisanya tertular dari penderita lain (Depkes RI, 2010)

Menurut data profil kesehatan provinsi Sulawesi Selatan tahun 2010,

tercatat penderita yang terinfeksi HIV akibat penggunaan jarum suntik

sebanyak 544 kasus sedangkan penderita yang terinfeksi hepatitis tercatat

sebanyak 128 kasus.

Berdasarkan data yang ada di di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Fatimah

Makassar, jumlah ibu bersalin pada tahun 2013 adalah 2855 orang. Jumlah ibu

bersalin periode Januari–Desember 2014 adalah 2619 orang dan yang

terinfeksi HIV sebanyak 11 orang (0,42%) dan hepatitis sebanyak 36 orang

(1,37%). Sementara jumlah ibu bersalin pada bulan Januari-April 2015 adalah

1022 orang dan yang terinfeksi HIV sebanyak 2 orang (0,19%) dan Hepatitis

sebanyak 8 orang (0,78%)

Dengan adanya hal tersebut peneliti tertarik untuk mengetahui

bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap penolong dengan tindakan


4

pencegahan infeksi pada proses persalinan di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti

Fatimah Makassar

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka yang menjadi masalah

dalam penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan dan sikap

penolong dengan tindakan pencegahan infeksi pada proses persalinan di

Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Fatimah Makassar

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan dan sikap

penolong dengan tindakan pencegahan infeksi pada proses persalinan di

Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Fatimah Makassar

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengetahuan penolong dengan tindakan

pencegahan infeksi pada proses persalinan di Rumah Sakit Ibu Dan

Anak Sitti Fatimah Makassar

b. Untuk mengetahui sikap penolong dengan tindakan pencegahan

infeksi pada proses persalinan di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti

Fatimah Makassar

c. Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan penolong dengan

tindakan pencegahan infeksi pada proses persalinan di Rumah Sakit

Ibu Dan Anak Sitti Fatimah Makassar


5

d. Untuk mengetahui hubungan antara sikap penolong dengan tindakan

pencegahan infeksi pada proses persalinan di Rumah Sakit Ibu Dan

Anak Sitti Fatimah Makassar

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Ilmiah

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber referensi bagi pembaca

untuk menambah pengetahuan dan berguna untuk peneliti lain sebagai

dasar atau pembanding untuk penelitian tahap berikutnya

2. Manfaat Bagi Institusi

Dapat dijadikan perbandingan teori dan kenyataannya dalam kaitanny

hubungan pengetahuan dan sikap penolong dengan tindakan pencegahan

infeksi pada proses persalinan di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Fatimah

Makassar

3. Manfaat Bagi Instansi

Sebagai salah satu sumber informasi bagi pihak Rumah Sakit Ibu Dan Anak

Sitti Fatimah Makassar dalam kaitan antara hubungan pengetahuan dan

sikap penolong dengan tindakan pencegahan infeksi pada proses persalinan

4. Manfaat Bagi Peneliti

Menjadi suatu masukan dalam menambah pengetahuan serta memahami

tentang hubungan pengetahuan dan sikap penolong dengan tindakan

pencegahan infeksi pada proses persalinan di Rumah Sakit Ibu Dan Anak

Sitti Fatimah Makassar


6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Pencegahan Infeksi

a. Pengertian Infeksi

Infeksi adalah suatu kondisi penyakit akibat masuknya kuman patogen

atau mikroorganisme lain kedalam tubuh atau ketubuh sehingga

menimbulkan gejala tertentu. Apabila pada suatu jaringan terdapat

jejas akibat trauma, bakteri, panas ataupun bahan kimia pada jaringan

tersebut akan terjadi perubahan sekunder yang disebut dengan

peradangan (Ambarwati F.R, 2014 Hal. 275)

b. Tanda dan jenis Infeksi

Tanda-tanda infeksi secara klinis dapat dilihat pada respons klien baik

lokal maupun sistemik. Tanda infeksi lokal meliputi :

1) Rubor atau kemerahan bisaanya merupakan tanda yang pertama

terlihat pada daerah yang mengalami infeksi

2) Kalor atau panas merupakan sifat dari reaksi infeksi yang hanya

terjadi pada permukaan tubuh

3) Dolor atau rasa sakit/nyeri ini terjadi akibat perubahan pH lokal

atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu yang dapat merangsang

ujung-ujung saraf
7

4) Tumor atau bengkak disebabkan oleh pengiriman cairan dan sel-

sel dari sirkulasi darah kejaringan-jaringan interstisial

5) Fungsio laesa atau perubahan fungsi/keterbatasan anggota gerak.

Sedangkan tanda infeksi sistemik meliputi :

1) Demam

2) Malaise

3) Anoreksia

4) Mual muntah

5) Sakit kepala

6) Diare dll (Ambarwati F.R, 2014 Hal. 276)

Berdasarkan penyebabnya, Infeksi memiliki berbagai jenis

diantaranya :

1) Infeksi virus

2) Infeksi bakteri

3) Infeksi jamur

4) Infeksi parasit (Rahmawati E.N, 2011 Hal. 29)

c. Pengertian Pencegahan Infeksi

Pencegahan infeksi adalah suatu usaha yang dilakukan untuk

mencegah terjadinya resiko penularan infeksi mikroorganisme dari

klien, tenaga kesehatan dan masyarakat (Maryunani A, 2011 Hal.

202).
8

Pencegahan infeksi adalah bagian esensial dari semua asuhan

lengkap yang diberikan kepada ibu dan bayi baru lahir dan harus

dilaksanakan secara rutin pada saat menolong persalinan dan

kelahiran bayi, saat memberikan asuhan dasar selama kunjungan

antenatal atau pasca persalinan/bayi baru lahir atau saat

menatalaksana penyulit (Gulardi dkk, 2008 Hal. 16)

d. Tujuan Pencegahan Infeksi

Tujuan pencegahan infeksi adalah mengurangi infeksi dan

melindungi petugas atau pasien. Tindakan pencegahan infeksi dalam

pelayanan kesehatan akan meminimalkan infeksi yang disebabkan

oleh mikroorganisme dan menurunkan resiko penularan penyakit yang

mengancam jiwa seperti hepattis HIV/AIDS (Erawati A.D, 2011 Hal.

57)

Adapun tujuan utama pencegahan infeksi antara lain :

1) Mencegah infeksi umum

2) Meminimalkan resiko penyebaran penyakit yang berbahaya

seperti hepatitis B dan HIV/AIDS kepada pasien, kepada petugas

kesehatan, termasuk petugas kebersihan dan rumah tangga

3) Mengurangi terjadinya infeksi pada bayi dan ibu

4) Memberikan perlindungan terhadap klien, tenaga kesehatan dan

masyarakat (Maryunani A, 2011 Hal. 202)


9

e. Prinsip-Prinsip Pencegahan Infeksi

Prinsip pencegahan infeksi merupakan upaya yang dilakukan

untuk mencegah resiko penularan atau penyebaran infeksi

mikroorganisme dari lingkungan klien dan tenaga kesehatan yang

bertujuan untuk mengurangi terjadinya infeksi,dan melindungi klien

dan tenaga kesehatan dari resiko penularan (Musrifatul dkk, 2012 Hal.

41)

Prinsip-prinsip pencegahan infeksi yang efektif berdasarkan

berikut :

1) Setiap orang (ibu, bayi baru lahir, penolong persalinan) harus

dianggap dapat menularkan penyakit karena infeksi yang terjadi

bersifat asimptomatik (tanpa gejala)

2) Setiap orang harus dianggap beresiko terkena infeksi

3) Permukaan tempat pemeriksaan, peralatan dan benda-benda lain

yang akan dan telah bersentuhan dengan kulit tak utuh, selaput

mukosa atau darah harus dianggap terkontaminasi sehingga

setelah selesai digunakan harus dilakukan proses pencegahan

infeksi secara benar

4) Jika tidak diketahui apakah permukaan, peralatan atau benda

lainnya telah diproses dengan benar harus dianggap telah

terkontaminasi
10

5) Resiko infeksi tidak bisa dihilangkan secara total tetapi dapat

dikurangi hingga sekecil mungkin dengan menerapkan tindakan-

tindakan pencegahan infeksi yang benar dan konsisten (Sunarsih

& Eny, 2011 Hal. 104)

f. Definisi Tindakan-Tindakan Pencegahan Infeksi

Beberapa definisi tindakan dalam pencegahan infeksi, adalah sebagai

berikut :

1) Asepsis atau tekhnik aseptik adalah istilah umum yang bisaa

digunakan dalam pelayanan kesehatan. Istilah ini dipakai untuk

menggambarkan semua usaha yang dilakukan dalam mencegah

masuknya mikroorganisme kedalam tubuh dan berpotensi untuk

menimbulkan infeksi. Tekhnik aseptik membuat prosedur lebih

aman bagi ibu, bayi baru lahir dan penolong persalinan dengan cara

menurunkan jumlah atau menghilangkan seluruh (eradikasi)

mikroorganisme pada kulit, jaringan dan instrument/peralatan

hingga tingkat yang aman.

2) Antisepsis mengacu pada pencegahan infeksi dengan cara

membunuh/menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada kulit

atau jaringan tubuh lainnya

3) Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan

bahwa petugas kesehatan dapat menangani secara aman berbagai

benda yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Peralatan


11

medis, sarung tangan dan permukaan (misalnya, meja periksa)

harus segera didekontaminasi segera setelah terpapar darah atau

cairan tubuh

4) Mencuci dan membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan

untuk menghilangkan semua cemaran darah, cairan tubuh atau

benda asing (misalnya debu, kotoran) dari kulit atau

instrument/peralatan.

5) Desinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan

hampir semua mikroorganisme penyebab penyakit yang

mencemari benda-benda mati atau instrument.

6) Desinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan

untuk menghilangkan semua mikroorganisme kecuali endospora

bakteri dengan cara merebus atau kimiawi.

7) Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan

semua mikroorganisme (bakteri, jamur, parasit dan virus) termasuk

endospora bakteri pada benda-benda mati atau instrument (Nurul

& Ardiani, 2010 Hal. 66-67)

g. Penatalaksanaan Tindakan Pencegahan Infeksi

Dalam memberikan asuhan yang bermutu tinggi, penolong

harus melindungi pasien, diri sendiri dan rekan kerjanya dari infeksi.

Cara praktis, efektif dan ekonomis dalam melakukan pencegahan

infeksi meliputi : mencuci tangan, menggunakan sarung tangan dan


12

menggunakan pelindung serta pengolahan dan pembuangan sampah

yang aman harus betul-betul diikuti oleh penolong selama

penatalaksanaan asuhan kepenolongan (Lailiyana dkk, 2011 Hal. 6)

Ada berbagai praktek pencegahan infeksi yang dapat mencegah

mikroorganisme berpindah dari satu individu ke individu lainnya (ibu,

bayi baru lahir, dan para penolong persalinan) sehingga dapat

memutuskan rantai penyebar infeksi, Tindakan-tindakan PI termasuk

hal-hal berikut (Gulardi dkk, 2008 Hal. 18-32)

1) Cuci tangan

Cuci tangan adalah prosedur yang paling penting dari pencegahan

penyebaran infeksi yang menyebabkan kesakitan dan kematian

ibu dan bayi baru lahir.

2) Pemakaian Sarung Tangan

Pakai sarung tangan sebelum menyentuh sesuatu yang

basah (kulit tak utuh, selaput mukosa, darah atau cairan tubuh

lainnya) atau peralatan, sarung tangan atau sampah yang

terkontaminasi. Jika sarung tangan diperlukan, ganti sarung

tangan untuk menangani setiap ibu atau bayi baru lahir setelah

terjadi kontak langsung untuk menghindari kontaminasi silang

atau gunakan sarung tangan yang berbeda untuk situasi yang

berbeda pula.
13

Tabel 1. Prosedur/Tindakan Yang Memerlukan Sarung Tangan.

Sarung Tangan
Perlu Sarung Sarung
Prosedur / Tindakan Desinfeksi
Tangan Tangan Steril
Tingkat Tinggi

Memeriksa tekanan
darah, temperatur Tidak Tidak Tidak
tubuh atau
menyuntik

Menolong
persalinan dan
kelahiran bayi, Ya Bisa diterima Dianjurkan
menjahit laserasi
atau episiotomy

Mengambil contoh
darah / pemasangan Ya Tidak Tidak
IV

Menghisap lendir
dari jalan nap Ya Ya Tidak
fas bayi baru lahir

Memegang dan
membersihkan Ya Tidak Tidak
peralatan yang
terkontaminasi

Memegang sampah Ya Tidak Tidak


yang terkontaminasi
Membersihkan
percikan darah atau Ya Tidak Tidak
cairan tubuh
Sumber : Gulardi dkk. 2008. JNPK-KR Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Hal.
20. ISBN. Jakarta
14

3) Menggunakan tehnik asepsis atau antiseptik

a) Tehnik Asepsis

Tehnik asepsis membuat prosedur menjadi lebih aman

bagi ibu, bayi baru lahir, dan penolong persalinan, meliputi :

Menggunakan perlengkapan perlindungan pribadi.

Perlengkapan pribadi mencegah petugas terpapar

mikroorganisme penyebab infeksi dengan cara menghalangi

atau membatasi (kaca mata pelindung, masker wajah, sepatu

boot atau sepatu tertutup, celemek) petugas dari percikan

cairan tubuh, darah, atau cedera selama melaksanakan

prosedur klinik.

b) Antiseptik

Antiseptik adalah tindakan yang dilakukan untuk

mencegah infeksi dengan cara membunuh atau mengurangi

mikroorganisme pada jaringan kulit atau tubuh. Karena kulit

atau tubuh tidak dapat disterilkan maka penggunaan

Antiseptik akan sangat mengurangi jumlah mikroorganisme

yang dapat mengkontaminasi luka terbuka dan menyebabkan

infeksi.

Meskipun istilah “Antiseptik” dan “desinfektan”

kadang-kadang digunakan secara bergantian tetapi antiseptik

dan desinfektan digunakan untuk tujuan yang berbeda.


15

Larutan antiseptik digunakan pada kulit atau jaringan yang

tidak mampu menahan konsentrasi jaringan bahan aktif yang

terlarut dalam larutan desinfektan. Larutan desinfektan

dipakai juga untuk mendekontaminasi peralatan atau

instrument yang digunakan dalam prosedur bedah.

Membersihkan permukaan tempat periksa atau meja operasi

dengan desinfektan yang sesuai setidaknya sekali sehari,

adalah cara mudah dan murah untuk mendesinfeksi suatu

peralatan yang memiliki permukaan luas.

Cara pencegahan kontaminasi larutan antiseptik dan

desinfektan :

(1) Hanya menggunakan air matang untuk mengencerkan

(jika pengenceran diperlukan).

(2) Jika yang tersedia kemasan antiseptik besar, untuk

pemakaian sehari–hari tuangkan ke dalam wadah lebih

kecil (untuk mencegah penguapan dan kontaminasi).

(3) Buat jadwal rutin yang tetap (misalnya tiap minggu) untuk

menyiapkan larutan dan membersihkan wadah pemakaian

sehari–hari (resiko kontaminasi pada cairan yang

disimpan lebih dari satu minggu)

(4) Berhati–hati untuk tidak mengkontaminasi pinggiran

wadah pada saat menuangkan larutan ke wadah yang lebih


16

kecil (pinggiran wadah larutan utama tidak boleh

bersentuhan dengan wadah yang lebih kecil).

(5) Mengosongkan dan mencuci wadah dengan sabun dan air

serta membiarkannya kering dengan cara diangin–

anginkan setidaknya sekali seminggu (tempelkan label

bertuliskan tanggal pengisian ulang).

(6) Menuangkan larutan antiseptik ke gulungan kapas atau

kasa (jangan merendam gulungan kapas atau kasa di

dalam wadah ataupun mencelupkannya ke dalam larutan

antiseptik).

(7) Menyimpan larutan di tempat yang dingin dan gelap.

4) Pemrosesan Alat Bekas Pakai

Pemrosesan peralatan (terbuat dari logam, plastik, dan karet) serta

benda–benda lainnya dengan upaya pencegahan infeksi,

direkomendasikan untuk melalui tiga langkah pokok. Langkah –

langkah pemrosesan alat bekas pakai tersebut dapat dilihat pada

bagan sebagai berikut :


17

Bagan 1. Proses Peralatan Bekas Pakai

DEKONTAMINASI

Rendam dalam klorin 0,5% selama 10 menit

CUCI DAN BILAS

Gunakan deterjen dan sikat

Pakai sarung tangan tebal untuk menjaga agar tidak terluka oleh benda-benda
tajam

Metode yang dipilih metode Alternatif

STERISASI DESINFEKSI TINGKAT TINGGI

Otoklaf Panas kering Rebus/kukus Kimiawi

106 KPa 121 C


170 C 60 Panci tetutup Rendam 20
30 menit jika menit 20 menit menit
terbunkus, 20
menit jika tidak
terbungkus

DINGINKAN DAN KEMUDIAN SIAP DIGUNAKAN

( Peralatan yang sudah diproses dapat disimpan dalam wadah tertutup yang
didesinfeksi tingkat tinggi sampai satu minggu jika wadahnya tidak dibuka )

Sumber : Gulardi dkk. 2008. JNPK-KR Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Hal. 24.
ISBN. Jakarta
18

Tiga proses pokok yang direkomendasikan untuk proses peralatan

dan benda-banda lain dalam upaya pencegahan infeksi adalah :

a) Dekontaminasi

Dekontaminasi adalah langkah pertama yang penting dalam

menangani peralatan, perlengkapan, sarung tangan, dan

benda–benda lainnya yang terkontaminasi. Segera setelah

digunakan, masukkan benda–benda yang terkontaminasi ke

dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit. Daya kerja

larutan klorin akan cepat mengalami penurunan sehingga

harus diganti paling sedikit setiap 24 jam, atau lebih cepat jika

terlihat telah kotor atau keruh.

Bagan 2. Rumus Untuk Membuat Larutan Klorin 0,5% dari Larutan Konsentrat

Berbentuk Cair

Jumlah bagian air = % larutan konsentrat _ 1


% Larutan yang diinginkan
Contoh : Untuk membuat larutan klorin 0,5 % dari larutan klorin 5,25% (
misalkan BAYCLIN) :
1. Jumlah bagian air = 5,25% _ 1 = 10 – 1 = 9,5
0,5 %
2. Tambahkan 9 bagian (pembulatan kebawah dari 9,5 ) air ke dalam 1
bagian larutan klorin konsentrat (5,25%)
Catatan : Air tidak perlu dimasak

Sumber : Gulardi dkk. 2008. JNPK-KR Pelatihan Klinik Asuhan Persalinan Normal. Hal. 25.
ISBN. Jakarta
19

b) Pencucian dan pembilasan

Pencucian adalah cara paling efektif mikroorganisme pada

peralatan/perlengkapan yang kotor atau sudah digunakan.

Baik sterilisasi maupun desinfeksi tingkat tinggi menjadi

kurang efektif tanpa proses pencucian sebelumnya jika benda-

benda yang terkontaminasi tidak dapat dicuci segera setelah

dikontaminasi, bilas peralatan dengan air untuk mencegah

korosi dan menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci

tangan dengan seksama secepat mungkin.

c) Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) dan Sterilisasi

Meskipun sterilisasi adalah cara yang paling efektif untuk

membunuh mikroorganisme tetapi proses sterilisasi tidak

selalu memungkinkan dan praktis. DTT adalah satu-satunya

alternatif dalam situasi tersebut. DTT dapat dilakukan dengan

cara merebus, mengukus atau kimiawi. Untuk peralatan,

perebusan seringkali merupakan metode DTT yang paling

sederhana dan efisien.

1) DTT dengan cara merebus

2) DTT dengan uap panas

3) DTT Kimiawi
20

4) Selain DTT, petugas dapat menggunakan metode

sterilisasi pada instrumen logam dan sarung tangan,

yaitu :

(a) Sterilisasi dengan otoklaf 106 kPa pada temperatur

1210C selama 30 menit jika instrumen terbungkus

dan 20 menit jika tidak terbungkus.

(b) Panas kering pada temperatur 1700C selama 60

menit.

(c) Instrumen disimpan dalam wadah steril yang

tertutup rapat.

d) Pembuangan Sampah

Sampah bisa terkontaminasi dan tidak terkontaminasi.

Sampah yang tidak terkontaminasi tidak mengandung resiko

bagi petugas yang menanganinya. Tetapi sebagian besar

limbah persalinan dan kelahiran bayi adalah sampah

terkontaminasi. Jika tidak dikelola dengan benar, sampah

terkontaminasi berpotensi untuk menginfeksi siapapun yang

melakukan kontak atau menangani sampah tersebut termasuk

anggota masyarakat. Sampah terkontaminasi termasuk darah,

nanah, urin, kotoran manusia dan benda-benda kotor oleh

cairan tubuh. Tangani pembuangan sampah dengan hati-hati.


21

Setelah selesai melakukan suatu tindakan (misalnya

asuhan persalinan) dan sebelum melepas sarung tangan,

letakkan sampah terkontaminasi (kasa, gulungan kapas,

perban dll) kedalam tempat sampah tahan air/kantung plastik

sebelum dibuang. Hindarkan kontaminasi bagian luar kantung

dengan sampah terkontaminasi.

Cara pembuangan yang benar untuk benda-benda

tajam terkontaminasi adalah dengan menempatkan benda-

benda tersebut dalam wadah tahan bocor (misalnya, botol

plastik air mineral atau botol infus) maupun kotak karton yang

tebal, kaleng atau wadah yang terbuat dari logam. Singkirkan

sampah yang terkontaminasi dengan cara dibakar. Jika hal ini

tidak memungkinkan, kuburkan bersama wadahnya. Sampah

yang tidak terkontaminasi bisa dibuang kedalam wadah

sampah bisaa.

h. Hal-Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pengelolaan Kamar Bersalin

Dalam Upaya Pencegahan Infeksi

Pengelolaan kamar bersalin dalam upaya pencegahan infeksi

antara lain memperhatikan :

1) Lokasi dan bentuk kamar bersalin seharusnya memperhatikan

aspek pencegahan penularan penyakit infeksi dari luar


22

2) Kebersihan ruangan, yang dilakukan :

a) Secara rutin/tiap hari dan berkala

b) Segera setelah tindakan pertolongan persalinan selesai

3) Penanganan peralatan medis dan linen

4) Pelaksanaan prosedur cuci tangan yang baik dan benar serta

penggunaan alat pelindung diri (APD)

5) Selalu melaksanakan prosedur tetap pertolongan persalinan

sesuai yang telah ditentukan (Maryunani A, 2011 Hal. 206)

2. Tinjauan Umum Tentang Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil “tahu” dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui panca indra manusia, yakni: indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan

manusia diperoleh melalui mata dan telinga. Pengetahuan atau kognitif

merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan

seseorang (over behavior)

Pengetahuan adalah sesuatu yang ada secara niscaya pada diri

manusia yang keberadaannya diawali dari kecenderungan psikis manusia

sebagai bawaan kodrat manusia yaitu dorongan ingin tahu yang bersumber

dari kehendak atau kemauan. Pengetahuan diperoleh dari suatu proses

belajar terhadap suaru informasi yang diperoleh seseorang. Pengetahuan

dapat juga diperoleh dari pengalaman yang secara langsung maupun dari
23

pengalaman orang lain. Pengetahuan juga dapat diperoleh dari proses

pendidikan atau edukasi. Pengetahuan seseorang terhadap objek

mempunyai intensitas atau tingkat yang berbeda-beda.

Pengetahuan adalah hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek. Penginderaan terjadi

melalui pancaindera manusia, yaitu penglihatan, pendengaran, penciuman,

rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga. Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang, dari pengalaman dan penelitian

terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan langgeng

daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan

Pengetahuan yang dicakup didalam domain kognitif mempunyai

enam tingkat, yakni :

a. Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai kemampuan menghafal, mengingat,

mengulang informasi, yang pernah diberikan sebelumnya, termasuk

dalam pengetahuan ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap

suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan

yang telah diterima. “Tahu” merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.
24

b. Memahami (Comprehension)

Pemahaman diartikan sebagai kemampuan untuk

menginterpretasikan atau mengulang informasi dengan bahasa sendiri

secara benar tentang objek yang diketahui.

c. Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan menggunakan informasi, teori,

situasi, dan mengenai bagian-bagian serta hubungan dengan kondisi

sebenarnya.

d. Analisis (Analysis)

Analisa diartikan sebagai kemampuan menjabarkan materi yang

didalam komponen-komponen tetapi masih di dalam struktur

organisasi tersebut dan ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan

analisis dapat dilihat berdasarkan penggunaan kata kerja seperti dapat

menggambarkan, membedakan, memisahkan, dan mengelompokkan.

e. Sintesis (Synthesis)

Sintesis diartikan sebagai kemampuan mengumpulkan komponen guna

membentuk suatu pola pemikiran baru.

f. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi diartikan sebagai kemampuan membuat pemikiran

berdasarkan kriteria yang telah ditentukan sendiri atau norma yang

berlaku di masyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai dan

menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak


25

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subyek

penelitian. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui disesuaikan

dengan tingkatan-tingkatan diatas

Adapun faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan yaitu sebagai

berikut :

a. Usia

Semakin cukup usia, tingkat kematangan seseorang akan lebih tinggi

pada saat berfikir dan bekerja. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman

dan kematangan jiwa.

b. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu proses belajar yang berarti terjadi proses

pertumbuhan, perkembangan atau perubahan kearah lebih dewasa,

lebih baik dan lebih matang pada diri individu, keluarga dan

masyarakat. Makin tinggi tingkat pendidikan seseorang, maka mudah

menemukan informasi, makin banyak pengetahuan sehingga makin

banyak pula pengetahuan yang dimiliki oleh orang tersebut.

c. Persepsi

Persepsi yaitu mengenal dan memilih objek sehubungan dengan

tindakan yang akan diambil.


26

d. Motivasi

Motivasi merupakan suatu dorongan keinginan dan tenaga penggerak

yang berasal dalam diri seseorang untuk melakukan sesuatu dengan

mengesampingkan hal-hal yang kurang bermanfaat. Agar motivasi

muncul diperlukan rangsangan dari dalam dan dari luar individu.

e. Sumber informasi

Paparan informasi mempengaruhi tingkat pengetahuan wisatawan.

Paparan informasi yang diperoleh oleh wisatawan dari berbagai

sumber, antara lain : buku cerita, media massa seperti koran, majalah,

ataupun televisi, serta saling bertukar informasi (Notoatmodjo S, 2010

Hal. 27-30)

3. Tinjauan Umum Tentang Sikap

a. Pengertian Sikap

Sikap telah didefinisikan dalam berbagai versi oleh para ahli.

Secara umum sikap merupakan suatu bentuk kesiapan untuk beraksi

terhadap suatu objek dengan cara-cara tertentu. Sikap juga dapat

dikatakan sebagai bentuk evaluasi atau reaksi perasaan (Kusaeri &

Suprananto, 2012 Hal. 206)

Sikap pada dasarnya adalah merupakan bagian dari tingkah laku

manusia, sebagai gejala atau gambaran kepribadian yang memancar

keluar. Namun karena sikap ini merupakan sesuatu yang paling

menonjol dan sangat dibutuhkan dalam pergaulan maka diperolehnya


27

informasi mengenai sikap seseorang adalah penting sekali (Sudijono S,

2012 Hal. 27)

b. Fungsi Sikap

Sikap mempunyai berbagai fungsi. Jika sudah terbentuk dalam

diri seseorang maka akan memengaruhi bagaimana ia berperilaku.

Beberapa fungsi sikap diantaranya sebagai berikut :

1) Fungsi mengorganisasi pikiran, artinya keyakinan-keyakinan

dalam diri memungkinkan kita mengorganisasi pengalaman sosial

untuk memberi arti pada suatu kejadian.

2) Sikap memberi fungsi manfaat atau kegunaan. Sikap digunakan

untuk menginformasi sikap orang lain dan memperoleh

persetujuan sosial.

3) Sikap memberikan fungsi perlindungan dimana sikap merupakan

mekanisme pertahanan diri sebagai proyeksi terhadap suatu

kegagalan (Zulfan & Sri, 2013 Hal. 62-63)

c. Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan beberapa cara. Cara-cara

tersebut antara lain :

1) Observasi perilaku

2) Pertanyaan langsung

3) Laporan pribadi

4) Penggunaan skala sikap (Kusaeri & Suprananto, 2012 Hal. 192)


28

Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, maka instrument penelitian

akan lebih menekankan pada pengukuran sikap dengan menggunakan

skala sikap. Macam skala sikap yang sering digunakan adalah :

1) Skala Likert

2) Skala Guttman

3) Skala Simantict Defferensial

4) Rating Scale

5) Skala Thurstone (Nasir dkk, 2011 Hal. 293)

d. Ciri-ciri Sikap

Ada beberapa ciri-ciri sikap antara lain :

1) Sikap bukan sesuatu yang dibawa sejak lahir tetapi dipelajari dan

dibentuk melalui pengalaman

2) Sikap mempunyai objek. Tidak ada sikap tanpa objek

3) Sikap terhadap sesuatu bisa terjadi dalam waktu yang relatif

singkat atau berlangsung lama (Zulfan & Sri, 2013 Hal. 64-65)

e. Pernyataan Sikap

Skala sikap berupa kumpulan pernyataan-pernyataan sikap yang

ditulis, disusun dan dianalisis sedemikian rupa sehingga respons

seseorang terhadap pernyataan tersebut dapat diberi angka (skor) dan

kemudian dapat diinterpretasikan. Skala sikap tidak selalu berisi

banyak butir (multiple item measure). Keberfungsian skala sikap

banyak tergantung pada kelayakan pernyataan-pernyataan sikap


29

dalam skala itu sendiri. Pernyataan sikap (attitude statements) adalah

rangkaian kalimat yang mengatakan sesuatu mengenai objek sikap

yang hendak diungkap (Kusaeri & Suprananto, 2012 Hal. 193)

B. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian pada dasarnya adalah kerangka hubungan antara

konsep–konsep yang ingin diamati atau diukur melalui penelitian–penelitian

yang akan dilakukan

Adapun kerangka konsep penelitian ini adalah sebagai berikut :

Pengetahuan

Sikap Tindakan
Pencegahan
infeksi pada
Pendidikan proses
persalinan

Pengalaman kerja

persalinan
Keterangan :

: Variabel independent

: Variabel dependen

: Variabel yang diteliti

: Variabel yang tidak diteliti


30

C. Definisi Operasional Variabel dan Kriteria Objektif

Definisi operasional dibuat untuk memudahkan pengumpulan data dan

menghindarkan perbedaan interpretasi serta membatasi ruang lingkup variabel.

Variabel yang dimasukkan dalam definisi operasional dan dapat

dipertanggungjawabkan. Dengan defenisi operasional, maka dapat ditentukan

cara yang dipakai untuk mengukur variabel, tidak dapat diartikan dan istilah-

istilah ganda yang apabila tidak dibatasi akan menimbulkan tafsiran yang

berbeda (Saryono & Anggraeni M.D, 2013 Hal. 150)

Adapun definisi operasional dalam penelitian dalam hal pencegahan Infeksi

pada proses persalinan adalah sebagai berikut :

a. Tindakan Pencegahan Infeksi

Tindakan yang dilakukan oleh penolong dalam menerapkan pencegahan

infeksi meliputi mencuci tangan, menggunakan alat pelindung diri (sarung

tangan, kacamata, penutup kepala, celemek, sepatu boot dan masker),

menggunakan teknik aseptik dan antiseptik serta memproses alat bekas

pakai dan mengelola sampah. Dalam pengukuran tindakan penolong,

dilakukan dengan mengobservasi penolong yang menolong persalinan

dengan kriteria objektif :

Dilakukan : Jika tindakan penolong mencapai nilai 5-9 dari

seluruh tindakan pada lembar observasi

Tidak dilakukan : Jika tindakan penolong mencapai nilai 0-4 dari

seluruh tindakan pada lembar observasi


31

Tindakan, skala pengukuran yang digunakan adalah skala Guttman.

Tindakan diukur melalui 9 pernyataan. Apabila responden melakukan

tindakan (ya) diberi nilai 1 dan apabila tidak melakukan tindakan (tidak)

diberi nilai 0. Jumlah nilai tertinggi yang dicapai responden adalah 9

dengan kriteria objektif penelitian dikatakan Tindakan Baik : Apabila

jumlah skor 5-9 dan Tindakan Kurang : Apabila jumlah skor 0 – 4

(Ridwan, 2010).

b. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh responden baik

melalui jenjang pendidikan, pengalaman dan melihat. Untuk mengukur

pengetahuan digunakan kuesioner dengan kriteria objektif :

Baik : Jika jawaban responden mencapai nilai ≥60% dari seluruh

pertanyaan kuesioner

Kurang : Jika jawaban responden mencapai nilai <60% dari seluruh

pertanyaan kuesioner

Dengan rumus :

𝑓
P= x 100%
𝑁

Keterangan :

P : Persentase

f : Frekuensi item soal benar

N : Jumlah soal (Arikunto, 2010)


32

c. Sikap

Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di lingkungan

tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek dengan menggunakan

kuesioner sebagai instrumen penelitian dan diukur dengan model skala

Likert. Cara pemberian skor adalah :

a. SS : Skor 4

b. S : Skor 3

c. TS : Skor 2

d. STS : Skor 1

Kriteria Objektif :

Baik : Jika jawaban responden nilainya ≥ 62,5% dari seluruh

pertanyaan kuesioner

Kurang : Jika jawaban responden nilainya < 62,5% dari seluruh

pertanyaan kuesioner

Dengan rumus :

Interval (I) = Range (R) / Kategori (K)

Range (R) = skor tertinggi - skor terendah

Kategori (K) = 2, adalah banyaknya kriteria yang disusun pada kriteria

objektif suatu variable yaitu Kategori yaitu Baik dan

Kurang

Nilai skor tertinggi dikalikan dengan 4 jadi skor tertinggi = 16 (100%)

Skor terendah = 4 (4/16 x 100% = 25%)


33

Range (R) = 100 - 25 = 75%

Interval (I) = 75/2 = 37,5%

Kriteria penilaian = 100 - 37,5% = 62,5%

Sehingga kriteria objektif dapat dikatakan Baik = jika skor ≥ 62,5% dan

Kurang = jika skor < 62,5% (Buku kerja Panduan penentuan skoring

kriteria, 2012)

D. Hipotesis Penelitian

1. Hipotesis Alternatif (Ha) :

a. Ada hubungan pengetahuan penolong dengan tindakan pencegahan

infeksi pada proses persalinan di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti

Fatimah Makassar

b. Ada hubungan sikap penolong dengan tindakan pencegahan infeksi

pada proses persalinan di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Fatimah

Makassar

2. Hipotesis Nol (Ho) :

a. Tidak ada hubungan pengetahuan penolong dengan tindakan

pencegahan infeksi pada proses persalinan di Rumah Sakit Ibu Dan

Anak Sitti Fatimah Makassar

b. Tidak ada hubungan sikap penolong dengan tindakan pencegahan

infeksi pada proses persalinan di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti

Fatimah Makassar
34

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan yaitu analitik, metode penelitian

kuantitatif dengan pendekatan cross sectional, dimana data yang menyangkut

variabel bebas dan variabel terikat akan dikumpulkan dan pengukurannya

dilakukan dalam waktu yang sama. Pengukuran variabel tidak terbatas harus

tepat pada satu waktu bersamaan namun mempunyai makna bahwa setiap

subyek hanya dikenai satu kali pengukuran, tanpa dilakukan tindak lanjut atau

pengulangan pengukuran (Setiawan A. & Saryono, 2010 Hal. 85)

B. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti

Fatimah Makassar

2. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2015.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah keseluruhan obyek penelitian. Populasi dalam penelitian

ini adalah semua orang/penolong yang menolong persalinan di Ruang

Bersalin Rumah Sakit Ibu Dan Anak Sitti Fatimah Makassar yang

berjumlah 32 orang.
35

2. Sampel

Sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan obyek penelitian

dan dianggap mewakili populasi, sampel dalam penelitian ini adalah

Penolong yang menolong persalinan di Ruang Bersalin Rumah Sakit Ibu

Dan Anak Sitti Fatimah Makassar

3. Tehnik sampling

Adalah merupakan tehnik pengambilan sampel. Untuk sampel yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah total sampling

4. Besar Sampel

Sampel yang akan peneliti gunakan dalam penelitian ini adalah semua

penolong yang menolong persalinan di Ruang Bersalin Rumah Sakit Ibu

Dan Anak Sitti Fatimah Makassar yang berjumlah 32 orang.

D. Pengumpulan Data

1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggunakan kuesioner yang

telah disediakan.

2. Instrumen (Alat Pengumpulan Data)

Instrumen penelitian yang digunakan yaitu kuesioner untuk

mengumpulkan data tentang hubungan pengetahuan dan sikap penolong

dengan tindakan pencegahan infeksi pada proses persalinan di Rumah

Sakit Ibu Dan Anak Sitti Fatimah Makassar.


36

E. Pengolahan dan penyajian data

1. Editing

Setelah lembar kuesioner diisi kemudian dikumpulkan dalam bentuk data,

dilakukan pengecekan dengan memeriksa kelengkapan data,

kesinambungan dan keseragaman data

2. Koding

Untuk mempermudah pengolahan data semua jawaban perlu

disederhanakan dengan cara memberikan simbol-simbol tertentu untuk

setiap jawaban.

3. Tabulasi

Pengelompokan data kedalam suatu tabel menurut sifat-sifat yang dimiliki,

kemudian data dianalisa secara statistik.

4. Analisa data

Pengolahan data dalam penelitian ini menggunakan metode statistik

program komputer SPSS versi 16,0

a. Analisis Univariat

Analisis univariat dilakukan untuk memperoleh gambaran umum

dengan cara mendeskripsikan tiap-tiap variabel yang digunakan dalam

penelitian yaitu dengan melihat gambaran distribusi frekuensinya.

b. Analisis Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel

bebas dan variabel terikat, dengan menggunakan uji statistik dan


37

dilakukan dengan bantuan komputer SPSS versi 16,0. Bila data yang

diambil dari kedua varibel adalah : kategorik maka data dianalisis

menggunakan uji statistik parametrik dengan rumus chi-square (x2)

dengan menggunakan tabel 2 x 2 dengan rumus sebagai berikut :

Uji Chi-Square (Tabel Kontingensi 2x2)

𝑁(𝑎𝑑 − 𝑏𝑐)2
𝑥2 =
(𝑎 + 𝑐)(𝑏 + 𝑑)(𝑎 + 𝑑)(𝑐 + 𝑑)

Keterangan:

𝑥2 : Nilai chi kuadrat

𝑁 : Jumlah Sampel penelitian

AD : Jumlah sampel yang mengalami perubahan

BD : Jumlah subjek yang tidak mengalami perubahan tetap

Dengan kemaknaan sebagai berikut :

1) Apabila p value < 0,05 maka H0 ditolak sehingga ada hubungan

pengetahuan dan sikap penolong dengan tindakan pencegahan

infeksi pada proses persalinan.

2) Apabila p value > 0,05 maka Ha di tolak, sehingga tidak ada

hubungan pengetahuan dan sikap penolong dengan tindakan

pencegahan infeksi pada proses persalinan.


38

F. Etika penelitian

1. Informed Concent

Merupakan cara persetujuan antara peneliti dengan responden

penelitian memberikan lembar persetujuan (informed Concent). Informed

Concent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan dengan

memberikan lembar persetujuan menjadi responden, jika subjek bersedia

maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan dan jika

responden tidak bersedia maka peneliti harus menghormati hak responden.

2. Anomity (Tanpa nama)

Merupakan masalah etika dalam penelitian dengan cara tidak

memberikan nama responden pada lembar alat ukur hanya menuliskan kode

pada lembar pengumpulan data.

3. Confidentiality (Kerahasiaan)

Merupakan masalah etika dengan menjamin kerahasiaan dari hasil

penelitian baik informasi maupun masalah lainnya, semua informasi yang

telah dikumpulkan dijamin kerahasiaannya oleh peneliti.

Anda mungkin juga menyukai