Anda di halaman 1dari 21

Pengukuran Kerangka Dasar Vertikal

Metode Sipat Datar, Trigonometris, Barometris

Cara mengerjakan tugas : di Laboratorium Survey dan


Pemetaan untuk peralatan sipat datar optis, theodolite,
barometer, di Lapangan untuk pengukuran sipat datar,
trigonometris, barometris serta di komputer " on line" untuk
pencarian informasi, pengolahan data dan penggambaran.
1. Pengenalan alat sipat datar optis secara langsung di lapangan
dan browsing gambar sipat datar optis minimal masing
masing 5 gambar dari tampak muka, belakang, samping, atas
dan menyudut 45o.
Cara mengerjakan : Pinjam alat sipat datar optis ke
Laboratorium Survey dan Pemetaan berikut statif, benang dan
unting-unting. Statif didirikan setinggi dada surveyor, alat
sipat datar optis dipasang di atas statif, benang dan unting-
unting digantungkan di pusat tribach sipat datar.
Ketengahkan gelembung nivo kotak dengan prinsip
perputaran 2 sekerup kaki kiap ke dalam atau ke luar saja
serta 1 sekerup kaki kiap ke kanan dan ke kiri. Foto alat sipat
datar tampak muka, belakang, samping, atas dan
bawah. Browsing gambar alat sipat datar di internet kemudian
dipilih dan dibandingkan dengan hasil foto-foto di lapangan.
2. Pengaturan nivo tabung dan kotak alat waterpass optis secara
langsung di lapangan dan justifikasi dengan prinsip tangan
kanan sebagai dasar pergerakan sekerup.
Cara mengerjakan : Pinjam alat sipat datar optis ke
Laboratorium Survey dan Pemetaan berikut statif, benang dan
unting-unting. Statif didirikan setinggi dada surveyor, alat
sipat datar dipasang di atas statif, benang dan unting-unting
digantungkan di pusat tribach sipat datar. Ketengahkan
gelembung nivo kotak dengan prinsip perputaran 2 sekerup
kaki kiap ke dalam atau ke luar saja serta 1 sekerup kaki kiap
ke kanan dan ke kiri.

3. Pengaturan fokus target rambu ukur dengan memutar sekerup


lensa objektif dan fokus benang diafragma teropong dengan
memutar sekerup lensa okuler secar langsung di lapangan
dan justifikasi dengan gambar waterpass optis yang sudah
diberi keterangan komponen-komponennya.
Cara mengerjakan : Pinjam alat sipat datar optis atau digital
ke Laboratorium Survey dan Pemetaan berikut statif, benang
dan 2 buah unting-unting, rambu ukur serta kaki tiga. Statif
didirikan setinggi dada surveyor, alat sipat datar optis
dipasang di atas statif, benang dan unting-unting
digantungkan di pusat tribach sipat datar optis. Ketengahkan
gelembung nivo kotak dengan prinsip perputaran 2 sekerup
kaki kiap ke dalam atau ke luar saja serta 1 sekerup kaki kiap
ke kanan dan ke kiri. Rambu ukur dipasang di arah belakang
dan muka pada titik target sejauh 30 meter. Teropong sipat
datar optis diarahkan ke target rambu ukur belakang dengan
bantuan kasar vizier. Surveyor melihat target melalui lensa
okuler teropong dan putar sekerup pengatur lensa objektif
yang berada di kanan alat, untuk memperjelas objek target.
Setelah objek target jelas, surveyor melihat benang diafragma
melalui lensa okuler dan putar sekerup pengatur lensa okuler
di keliling lensa okuler, untuk memperjelas benang diafragma.
Lakukan pengaturan berulang sehingga objek target dan
benang diafragma terlihat jelas dan tajam.
4. Pembacaan BA, BT, BB rambu ukur melalui benang diafragma
teropong waterpass optis dan pengukuran jarak dengan pita
ukur. Pemeriksaan kontrol BA, BT, BB dan jarak optis.
Cara mengerjakan : Pinjam alat sipat datar optis ke
Laboratorium Survey dan Pemetaan berikut statif, benang dan
unting-unting, rambu ukur. Statif didirikan setinggi dada
surveyor, alat sipat datar optis dipasang di atas statif, benang
dan unting-unting digantungkan di pusat tribach theodolite.
Ketengahkan gelembung nivo kotak dengan prinsip
perputaran 2 sekerup kaki kiap ke dalam atau ke luar saja
serta 1 sekerup kaki kiap ke kanan dan ke kiri. Rambu ukur
didirikan di belakang dan muka pada titik target sejauh 30
meter. Teropong sipat datar optis diarahkan ke target rambu
belakang dengan bantuan kasar vizier. Surveyor melihat target
melalui lensa okuler teropong dan putar sekerup pengatur
lensa objektif yang berada di kanan alat, untuk memperjelas
objek target. Setelah objek target jelas, surveyor melihat
benang diafragma melalui lensa okuler dan putar sekerup
pengatur lensa okuler di keliling lensa okuler, untuk
memperjelas benang diafragma. Lakukan pengaturan
berulang sehingga objek target dan benang diafragma terlihat
jelas dan tajam. Surveyor melihat target rambu ukur belakang
dan mengunci gerakan kasar vertikal di kanan alat sipat datar
optis dan mengetengahkan benang diafragma ke tengah
rambu ukur dengan gerakan halus horisontal di kanan alat
sipat datar optis. Baca BA, BT, BB dan catat bacaan benang
atas, benang tengah dan benang bawah. Kontrol BA, BT, BB
dengan rumus :

| ½. (BA-BB) – BT | < 0,001 meter dan doptis = (BA-BB). 100


Jarak horisontal belakang dari rambu ukur belakang ke alat
sipat datar optis yang diwakili benang unting-unting, diukur
dengan pita ukur dan bacaan 0 meter ditempatkan di target
rambu ukur.

Teropong alat sipat datar optis diarahkan ke rambu muka dan


baca BA, BT, BB serta ukur jarak horisontal dari target rambu
ukur muka ke alat sipat datar optis yang diwakili benang
unting-unting. Kontrol pengukuran jarak horisontal pita ukur
dengan jarak optis hasil pembacaan BA, BT, BB.

5. Pengukuran kesalahan garis bidik di lapangan dengan


pembacaan BT, BT, BB ke rambu belakang dan muka pada
posisi 2 kali alat berdiri. Pengolahan data KGB dengan rumus
yang telah diberikan.
Cara mengerjakan : Pinjam alat sipat datar optis ke
Laboratorium Survey dan Pemetaan berikut statif, benang dan
unting-unting, rambu ukur. Statif didirikan setinggi dada
surveyor, alat sipat datar optis dipasang di atas statif, benang
dan unting-unting digantungkan di pusat tribach theodolite.
Ketengahkan gelembung nivo kotak dengan prinsip
perputaran 2 sekerup kaki kiap ke dalam atau ke luar saja
serta 1 sekerup kaki kiap ke kanan dan ke kiri. Pembacaan
pada posisi pertama (Stand I) dimulai. Rambu ukur didirikan di
belakang dan muka pada titik target sejauh 30 meter.
Teropong sipat datar optis diarahkan ke target rambu
belakang dengan bantuan kasar vizier. Surveyor melihat target
melalui lensa okuler teropong dan putar sekerup pengatur
lensa objektif yang berada di kanan alat, untuk memperjelas
objek target. Setelah objek target jelas, surveyor melihat
benang diafragma melalui lensa okuler dan putar sekerup
pengatur lensa okuler di keliling lensa okuler, untuk
memperjelas benang diafragma. Lakukan pengaturan
berulang sehingga objek target dan benang diafragma terlihat
jelas dan tajam. Surveyor melihat target rambu ukur belakang
dan mengunci gerakan kasar vertikal di kanan alat sipat datar
optis dan mengetengahkan benang diafragma ke tengah
rambu ukur dengan gerakan halus horisontal di kanan alat
sipat datar optis. Baca BA, BT, BB dan catat bacaan benang
atas, benang tengah dan benang bawah. Kontrol BA, BT, BB
dengan rumus :
| ½. (BA-BB) – BT | < 0,001 meter dan doptis = (BA-BB). 100

Jarak horisontal belakang dari rambu ukur belakang ke alat


sipat datar optis yang diwakili benang unting-unting, diukur
dengan pita ukur dan bacaan 0 meter ditempatkan di target
rambu ukur.

Teropong alat sipat datar optis diarahkan ke rambu muka dan


baca BA, BT, BB serta ukur jarak horisontal dari target rambu
ukur muka ke alat sipat datar optis yang diwakili benang
unting-unting. Kontrol pengukuran jarak horisontal pita ukur
dengan jarak optis hasil pembacaan BA, BT, BB. Pembacaan
pada posisi Stand II dimulai. Geser alat sipat datar sedikit ke
kiri dan kanan, atur kembali nivo kotaknya dan baca BA, BT,
BB, jarak horisontal ke target rambu belakang dan rambu
muka.
Hitung nilai KGB dengan rumus :

(BTbI - BTmI) (BTbII - BTmII)

KGB = ------------------ - ----------------------


(meter/meter)

( dbI + dmI) ( dbII + dmII )


KGB = kesalahan garis bidik (+ ke atas, - ke bawah).

BTbI = benang tengah rambu belakang stand I. (BT teropong


ke rambu belakang).

BTmI = benang tengah rambu muka stand I. (BT teropong ke


rambu muka).

dbI = jarak belakang dari rambu belakang ke alat sipat datar


stand I (hasil pita ukur).

dmI = jarak muka dari rambu muka ke alat sipat datar stand I
(diukur dengan pita ukur).

BTbII = benang tengah rambu belakang stand II. (BT teropong


ke rambu belakang).

BTmII = benang tengah rambu muka stand II. (BT teropong ke


rambu muka).

dbII = jarak belakang dari rambu belakang ke alat sipat datar


stand II (hasil pita ukur).

dmII = jarak muka dari rambu muka ke alat sipat datar stand
II (diukur dengan pita ukur).

Kontrol bacaan benang, yaitu : | (BA-BB)/2 – BT | < 0,001


meter.

Kontrol jarak pita ukur : doptis = (BA-BB).100

BA = benang atas rambu ukur yang dibaca dalam benang


diafragma teropong.

BT = benang tengah rambu ukur yang dibaca dalam benang


diafragma teropong.
BB = benang bawah rambu ukur yang dibaca dalam benang
diafragma teropong.

6. Pengolahan data dengan jumlah slag genap 4 membentuk rute


tertutup yang hasil akhirnya telah dieliminasi dengan koreksi
sistematis KGB dan koreksi acak dengan kontrol tinggi serta
sistem distribusi koreksi pembobotan.
Cara mengerjakan :

 Benang tengah belakang koreksi (BTbk) dan benang tengah


muka koreksi (BTmk) dihitung dengan rumus : BTbk = BTb –
KGB. db dan BTmk = BTm – KGB. dm.
 Beda tinggi (yang belum dikoreksi) dihitung dengan rumus :
D H = BTbk - BTmk

 Kontrol jumlah beda tinggi untuk memperoleh koreksi beda


tinggi dengan rumus :
Takhir – Tawal = S D H + f D H atau f D H = (Takhir – Tawal )
-SDH

Jika titik awal = titik akhir maka f D H = - S D H

 Koreksi beda tinggi dibagikan ke setiap slag dengan


pembobotan, jarak suatu slag dibagi dengan total jarak slag.
Beda tinggi yang telah dikoreksi dengan kesalahan acak
diperoleh dengan rumus :
D Hkoreksi = D H + f D H . (dij/Sd).

 Beda tinggi yang telah dikoreksi dengan kesalahan acak


dikontrol dengan rumus :
Takhir – Tawal = S D Hkoreksi. Jika pengukuran diawali dan
diakhiri pada titik yang sama maka S D Hkoreksi = 0.
 Tinggi titik awal ditetapkan dari informasi titik patok yang
sudah ada, pengukuran GPS ( global positioning system), citra
satelit dan peta digital dari internet atau interpolasi garis
kontur yang sudah tersedia. Interpolasi 2 garis kontur
menggunakan prinsip 2 segitiga sebangun atau rasio alas
terhadap rasio tinggi 2 segitiga sebangun.
Gambar 10. Prinsip interpolasi 2 garis kontur

( Sumber
: https://fairuzelsaid.files.wordpress.com/2013/12/interpolas
i-linier.png )
 Tinggi titik berikutnya diperoleh dengan rumus :
T2 = T1 + D Hkoreksi atau Tn = Tn-1 + D Hkoreksi (n-1)-n

 Kemiringan antara slag diperoleh dengan rumus :


Slope % = D Hkoreksi / (db + dm).

Hasil pengolahan data sipat datar kerangka dasar vertikal siap


untuk digambar.

8 Penggambaran sipat datar kerangka dasar vertikal yang


terdiri dari penetapan ukuran dan orientasi kertas, tata letak,
margin luar dan dalam, legenda, tabel informasi geometrik,
sumbu absis (X) dan ordinat (Y), jarak dan interval absis,
tinggi dan interval ordinat, penggambaran rambu ukur, alat
waterpass, permukaan tanah, skala grafis vertikal dan
horisontal.

Cara mengerjakan :

 Informasi awal yang dibutuhkan untuk penggambaran adalah


total jarak pengukuran (S d) dan Range Beda Tinggi (D
Hmaksimum = Tmaksimum – Tminimum).
 Ukuran kertas ditetapkan, misalnya A3 (297 mm x 420 mm).
Orientasi kertas adalah landscape karena S d > D
Hmaksimum.
 Margin luar ditetapkan ukurannya (misal 10 mm).
 Legenda diletakkan di sebelah kanan dengan lebar tertentu
(misal 50 mm) pada posisi kertas landscape.
 Margin dalam ditetapkan ukurannya (misal 10 mm).
 Tabel informasi geometrik dibuat dengan ukuran tertentu
(misal 420-90= 330 mm) arah panjang dan 50 mm arah
tinggi.
 Margin dalam antara tabel dan sumbu X gambar ditetapkan
(misal 40 mm).
 Sumbu X (informasi jarak horisontal) dan sumbu Y (informasi
tinggi) dibuat di atas tabel informasi geometrik kiri atas
dengan spasi tertentu.
 Skala horisontal ditetapkan dengan rumus :
Panjang muka gambar bersih (net) dalam cm = S d (dalam
meter)

Misal : 33 cm = 500 meter atau 1 = 500.100 cm / 33 cm atau


1 = 1.515,1515

Skala horisontal ditetapkan menjadi 1 : 1.550 atau 1 cm =


1.550 cm = 15,5 meter.

Skala vertikal ditetapkan dengan rumus :

Tinggi muka gambar bersih (net) dalam cm = D Hmaksimum


(dalam meter)

Misal : 19,7 cm = 10 meter atau 1 = 10.100 cm / 19,7 cm


atau 1 = 50,7614
Skala vertikal ditetapkan menjadi 1 : 55 atau 1 cm = 55 cm =
0,55 meter.

Skala vertikal dibuat lebih besar dari pada skala horisontal


agar naik turunnya permukaan tanah dapat terlihat.

 Plot interval jarak tertentu pada sumbu X dan jarak setiap


slag, jarak belakang dan muka slag.
 Plot interval tinggi tertentu pada sumbu Y dan tinggi titik
terendah dalam bilangan bulat, tinggi titik awal sampai
dengan titik akhir.
 Plot tinggi rambu ukur dan garis bidik di titik awal sampai
dengan titik terakhir. Tinggi garis bidik rambu belakang dan
rambu muka dihubungkan. Teropong alat waterpass
digambarkan pada titik pertemuan garis bidik rambu
belakang, rambu muka, garis vertikal jarak belakang dan
muka.
 Titik-titik tinggi patok dihubungkan dengan garis dan diarsir
bagian bawah garis dengan garis-garis miring bersudut 45o
dengan kerapatan tertentu.
 Tabel informasi geometrik diisi dengan jarak belakang, jarak
muka, beda tinggi, tinggi titik dan kemiringan.
 Legenda peta diisi dengan keterangan-keterangan
pengukuran, instansi, para pelaksana, pemeriksa pekerjaan,
waktu, lokasi, logo lembaga.
Gambar dilengkapi dengan skala grafis/numeris vertikal dan
horisontal.

Cara mengerjakan tugas : di Laboratorium Survey dan


Pemetaan untuk peralatan sipat datar optis, theodolite,
barometer, di Lapangan untuk pengukuran sipat datar,
trigonometris, barometris serta di komputer " on line" untuk
pencarian informasi, pengolahan data dan penggambaran.
1. Pengenalan alat sipat datar optis secara langsung di lapangan
dan browsing gambar sipat datar optis minimal masing
masing 5 gambar dari tampak muka, belakang, samping, atas
dan menyudut 45o.
Cara mengerjakan : Pinjam alat sipat datar optis ke
Laboratorium Survey dan Pemetaan berikut statif, benang dan
unting-unting. Statif didirikan setinggi dada surveyor, alat
sipat datar optis dipasang di atas statif, benang dan unting-
unting digantungkan di pusat tribach sipat datar.
Ketengahkan gelembung nivo kotak dengan prinsip
perputaran 2 sekerup kaki kiap ke dalam atau ke luar saja
serta 1 sekerup kaki kiap ke kanan dan ke kiri. Foto alat sipat
datar tampak muka, belakang, samping, atas dan
bawah. Browsing gambar alat sipat datar di internet kemudian
dipilih dan dibandingkan dengan hasil foto-foto di lapangan.
2. Pengaturan nivo tabung dan kotak alat waterpass optis secara
langsung di lapangan dan justifikasi dengan prinsip tangan
kanan sebagai dasar pergerakan sekerup.
Cara mengerjakan : Pinjam alat sipat datar optis ke
Laboratorium Survey dan Pemetaan berikut statif, benang dan
unting-unting. Statif didirikan setinggi dada surveyor, alat
sipat datar dipasang di atas statif, benang dan unting-unting
digantungkan di pusat tribach sipat datar. Ketengahkan
gelembung nivo kotak dengan prinsip perputaran 2 sekerup
kaki kiap ke dalam atau ke luar saja serta 1 sekerup kaki kiap
ke kanan dan ke kiri.

3. Pengaturan fokus target rambu ukur dengan memutar sekerup


lensa objektif dan fokus benang diafragma teropong dengan
memutar sekerup lensa okuler secar langsung di lapangan
dan justifikasi dengan gambar waterpass optis yang sudah
diberi keterangan komponen-komponennya.
Cara mengerjakan : Pinjam alat sipat datar optis atau digital
ke Laboratorium Survey dan Pemetaan berikut statif, benang
dan 2 buah unting-unting, rambu ukur serta kaki tiga. Statif
didirikan setinggi dada surveyor, alat sipat datar optis
dipasang di atas statif, benang dan unting-unting
digantungkan di pusat tribach sipat datar optis. Ketengahkan
gelembung nivo kotak dengan prinsip perputaran 2 sekerup
kaki kiap ke dalam atau ke luar saja serta 1 sekerup kaki kiap
ke kanan dan ke kiri. Rambu ukur dipasang di arah belakang
dan muka pada titik target sejauh 30 meter. Teropong sipat
datar optis diarahkan ke target rambu ukur belakang dengan
bantuan kasar vizier. Surveyor melihat target melalui lensa
okuler teropong dan putar sekerup pengatur lensa objektif
yang berada di kanan alat, untuk memperjelas objek target.
Setelah objek target jelas, surveyor melihat benang diafragma
melalui lensa okuler dan putar sekerup pengatur lensa okuler
di keliling lensa okuler, untuk memperjelas benang diafragma.
Lakukan pengaturan berulang sehingga objek target dan
benang diafragma terlihat jelas dan tajam.

4. Pembacaan BA, BT, BB rambu ukur melalui benang diafragma


teropong waterpass optis dan pengukuran jarak dengan pita
ukur. Pemeriksaan kontrol BA, BT, BB dan jarak optis.
Cara mengerjakan : Pinjam alat sipat datar optis ke
Laboratorium Survey dan Pemetaan berikut statif, benang dan
unting-unting, rambu ukur. Statif didirikan setinggi dada
surveyor, alat sipat datar optis dipasang di atas statif, benang
dan unting-unting digantungkan di pusat tribach theodolite.
Ketengahkan gelembung nivo kotak dengan prinsip
perputaran 2 sekerup kaki kiap ke dalam atau ke luar saja
serta 1 sekerup kaki kiap ke kanan dan ke kiri. Rambu ukur
didirikan di belakang dan muka pada titik target sejauh 30
meter. Teropong sipat datar optis diarahkan ke target rambu
belakang dengan bantuan kasar vizier. Surveyor melihat target
melalui lensa okuler teropong dan putar sekerup pengatur
lensa objektif yang berada di kanan alat, untuk memperjelas
objek target. Setelah objek target jelas, surveyor melihat
benang diafragma melalui lensa okuler dan putar sekerup
pengatur lensa okuler di keliling lensa okuler, untuk
memperjelas benang diafragma. Lakukan pengaturan
berulang sehingga objek target dan benang diafragma terlihat
jelas dan tajam. Surveyor melihat target rambu ukur belakang
dan mengunci gerakan kasar vertikal di kanan alat sipat datar
optis dan mengetengahkan benang diafragma ke tengah
rambu ukur dengan gerakan halus horisontal di kanan alat
sipat datar optis. Baca BA, BT, BB dan catat bacaan benang
atas, benang tengah dan benang bawah. Kontrol BA, BT, BB
dengan rumus :

| ½. (BA-BB) – BT | < 0,001 meter dan doptis = (BA-BB). 100

Jarak horisontal belakang dari rambu ukur belakang ke alat


sipat datar optis yang diwakili benang unting-unting, diukur
dengan pita ukur dan bacaan 0 meter ditempatkan di target
rambu ukur.

Teropong alat sipat datar optis diarahkan ke rambu muka dan


baca BA, BT, BB serta ukur jarak horisontal dari target rambu
ukur muka ke alat sipat datar optis yang diwakili benang
unting-unting. Kontrol pengukuran jarak horisontal pita ukur
dengan jarak optis hasil pembacaan BA, BT, BB.

5. Pengukuran kesalahan garis bidik di lapangan dengan


pembacaan BT, BT, BB ke rambu belakang dan muka pada
posisi 2 kali alat berdiri. Pengolahan data KGB dengan rumus
yang telah diberikan.
Cara mengerjakan : Pinjam alat sipat datar optis ke
Laboratorium Survey dan Pemetaan berikut statif, benang dan
unting-unting, rambu ukur. Statif didirikan setinggi dada
surveyor, alat sipat datar optis dipasang di atas statif, benang
dan unting-unting digantungkan di pusat tribach theodolite.
Ketengahkan gelembung nivo kotak dengan prinsip
perputaran 2 sekerup kaki kiap ke dalam atau ke luar saja
serta 1 sekerup kaki kiap ke kanan dan ke kiri. Pembacaan
pada posisi pertama (Stand I) dimulai. Rambu ukur didirikan di
belakang dan muka pada titik target sejauh 30 meter.
Teropong sipat datar optis diarahkan ke target rambu
belakang dengan bantuan kasar vizier. Surveyor melihat target
melalui lensa okuler teropong dan putar sekerup pengatur
lensa objektif yang berada di kanan alat, untuk memperjelas
objek target. Setelah objek target jelas, surveyor melihat
benang diafragma melalui lensa okuler dan putar sekerup
pengatur lensa okuler di keliling lensa okuler, untuk
memperjelas benang diafragma. Lakukan pengaturan
berulang sehingga objek target dan benang diafragma terlihat
jelas dan tajam. Surveyor melihat target rambu ukur belakang
dan mengunci gerakan kasar vertikal di kanan alat sipat datar
optis dan mengetengahkan benang diafragma ke tengah
rambu ukur dengan gerakan halus horisontal di kanan alat
sipat datar optis. Baca BA, BT, BB dan catat bacaan benang
atas, benang tengah dan benang bawah. Kontrol BA, BT, BB
dengan rumus :
| ½. (BA-BB) – BT | < 0,001 meter dan doptis = (BA-BB). 100

Jarak horisontal belakang dari rambu ukur belakang ke alat


sipat datar optis yang diwakili benang unting-unting, diukur
dengan pita ukur dan bacaan 0 meter ditempatkan di target
rambu ukur.

Teropong alat sipat datar optis diarahkan ke rambu muka dan


baca BA, BT, BB serta ukur jarak horisontal dari target rambu
ukur muka ke alat sipat datar optis yang diwakili benang
unting-unting. Kontrol pengukuran jarak horisontal pita ukur
dengan jarak optis hasil pembacaan BA, BT, BB. Pembacaan
pada posisi Stand II dimulai. Geser alat sipat datar sedikit ke
kiri dan kanan, atur kembali nivo kotaknya dan baca BA, BT,
BB, jarak horisontal ke target rambu belakang dan rambu
muka.
Hitung nilai KGB dengan rumus :

(BTbI - BTmI) (BTbII - BTmII)

KGB = ------------------ - ----------------------


(meter/meter)

( dbI + dmI) ( dbII + dmII )

KGB = kesalahan garis bidik (+ ke atas, - ke bawah).

BTbI = benang tengah rambu belakang stand I. (BT teropong


ke rambu belakang).

BTmI = benang tengah rambu muka stand I. (BT teropong ke


rambu muka).
dbI = jarak belakang dari rambu belakang ke alat sipat datar
stand I (hasil pita ukur).

dmI = jarak muka dari rambu muka ke alat sipat datar stand I
(diukur dengan pita ukur).

BTbII = benang tengah rambu belakang stand II. (BT teropong


ke rambu belakang).

BTmII = benang tengah rambu muka stand II. (BT teropong ke


rambu muka).

dbII = jarak belakang dari rambu belakang ke alat sipat datar


stand II (hasil pita ukur).

dmII = jarak muka dari rambu muka ke alat sipat datar stand
II (diukur dengan pita ukur).

Kontrol bacaan benang, yaitu : | (BA-BB)/2 – BT | < 0,001


meter.

Kontrol jarak pita ukur : doptis = (BA-BB).100

BA = benang atas rambu ukur yang dibaca dalam benang


diafragma teropong.

BT = benang tengah rambu ukur yang dibaca dalam benang


diafragma teropong.

BB = benang bawah rambu ukur yang dibaca dalam benang


diafragma teropong.

6. Pengolahan data dengan jumlah slag genap 4 membentuk rute


tertutup yang hasil akhirnya telah dieliminasi dengan koreksi
sistematis KGB dan koreksi acak dengan kontrol tinggi serta
sistem distribusi koreksi pembobotan.
Cara mengerjakan :

 Benang tengah belakang koreksi (BTbk) dan benang tengah


muka koreksi (BTmk) dihitung dengan rumus : BTbk = BTb –
KGB. db dan BTmk = BTm – KGB. dm.
 Beda tinggi (yang belum dikoreksi) dihitung dengan rumus :
D H = BTbk - BTmk

 Kontrol jumlah beda tinggi untuk memperoleh koreksi beda


tinggi dengan rumus :
Takhir – Tawal = S D H + f D H atau f D H = (Takhir – Tawal )
-SDH

Jika titik awal = titik akhir maka f D H = - S D H

 Koreksi beda tinggi dibagikan ke setiap slag dengan


pembobotan, jarak suatu slag dibagi dengan total jarak slag.
Beda tinggi yang telah dikoreksi dengan kesalahan acak
diperoleh dengan rumus :
D Hkoreksi = D H + f D H . (dij/Sd).

 Beda tinggi yang telah dikoreksi dengan kesalahan acak


dikontrol dengan rumus :
Takhir – Tawal = S D Hkoreksi. Jika pengukuran diawali dan
diakhiri pada titik yang sama maka S D Hkoreksi = 0.

 Tinggi titik awal ditetapkan dari informasi titik patok yang


sudah ada, pengukuran GPS ( global positioning system), citra
satelit dan peta digital dari internet atau interpolasi garis
kontur yang sudah tersedia. Interpolasi 2 garis kontur
menggunakan prinsip 2 segitiga sebangun atau rasio alas
terhadap rasio tinggi 2 segitiga sebangun.
Gambar 10. Prinsip interpolasi 2 garis kontur

( Sumber
: https://fairuzelsaid.files.wordpress.com/2013/12/interpolas
i-linier.png )
 Tinggi titik berikutnya diperoleh dengan rumus :
T2 = T1 + D Hkoreksi atau Tn = Tn-1 + D Hkoreksi (n-1)-n

 Kemiringan antara slag diperoleh dengan rumus :


Slope % = D Hkoreksi / (db + dm).

Hasil pengolahan data sipat datar kerangka dasar vertikal siap


untuk digambar.

8 Penggambaran sipat datar kerangka dasar vertikal yang


terdiri dari penetapan ukuran dan orientasi kertas, tata letak,
margin luar dan dalam, legenda, tabel informasi geometrik,
sumbu absis (X) dan ordinat (Y), jarak dan interval absis,
tinggi dan interval ordinat, penggambaran rambu ukur, alat
waterpass, permukaan tanah, skala grafis vertikal dan
horisontal.

Cara mengerjakan :

 Informasi awal yang dibutuhkan untuk penggambaran adalah


total jarak pengukuran (S d) dan Range Beda Tinggi (D
Hmaksimum = Tmaksimum – Tminimum).
 Ukuran kertas ditetapkan, misalnya A3 (297 mm x 420 mm).
Orientasi kertas adalah landscape karena S d > D
Hmaksimum.
 Margin luar ditetapkan ukurannya (misal 10 mm).
 Legenda diletakkan di sebelah kanan dengan lebar tertentu
(misal 50 mm) pada posisi kertas landscape.
 Margin dalam ditetapkan ukurannya (misal 10 mm).
 Tabel informasi geometrik dibuat dengan ukuran tertentu
(misal 420-90= 330 mm) arah panjang dan 50 mm arah
tinggi.
 Margin dalam antara tabel dan sumbu X gambar ditetapkan
(misal 40 mm).
 Sumbu X (informasi jarak horisontal) dan sumbu Y (informasi
tinggi) dibuat di atas tabel informasi geometrik kiri atas
dengan spasi tertentu.
 Skala horisontal ditetapkan dengan rumus :
Panjang muka gambar bersih (net) dalam cm = S d (dalam
meter)

Misal : 33 cm = 500 meter atau 1 = 500.100 cm / 33 cm atau


1 = 1.515,1515
Skala horisontal ditetapkan menjadi 1 : 1.550 atau 1 cm =
1.550 cm = 15,5 meter.

Skala vertikal ditetapkan dengan rumus :

Tinggi muka gambar bersih (net) dalam cm = D Hmaksimum


(dalam meter)

Misal : 19,7 cm = 10 meter atau 1 = 10.100 cm / 19,7 cm


atau 1 = 50,7614

Skala vertikal ditetapkan menjadi 1 : 55 atau 1 cm = 55 cm =


0,55 meter.

Skala vertikal dibuat lebih besar dari pada skala horisontal


agar naik turunnya permukaan tanah dapat terlihat

Anda mungkin juga menyukai