Anda di halaman 1dari 44

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

B DENGAN
GANGGUAN SISTEM MUSKULOSKELETAL : REUMATOID
ARTHRITIS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS SIBANDE

Proposal Laporan Tugas Akhir (LTA)


Disusun dan Rangka Menyelesaikan
Program Studi RPL DIII Keperawatan

Oleh:

SUSI KALBARIATI MANIK


NIM : 170207032

PROGRAM STUDI RPL DIII KEPERAWATAN


FAKULTAS FARMASI DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MUTIARA INDONESIA
2018
LEMBAR PERSETUJUAN
LAPORAN TUGAS AKHIR

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn. B DENGAN GANGGUAN SISTEM


MUSKULOSKELETAL : REUMATOID ARTHRITIS DI WILAYAH
KERJA PUSKESMAS SIBANDE

Medan, Mei 2018

Pembimbing

(Frida L. Saragih, S.Pd, M.Kes)


NIDN :

Prodi RPL DIII Keperawatan


Ketua,

(Ns. Flora Sijabat,S.Kep, MNS)


NIDN:
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan pada Allah Yang Maha Esa yang telah
memberi segala rahmat sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Tugas
Akhir yang berjudul :” Asuhan Keperawatan Pada Tn. B Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal : Reumatoid Artritis di Puskesmas Sibande. Dalam
penulisan Laporan Tugas Akhir asuhan keperawatan ini penulis telah banyak
mendapat bantuan, motivasi, dukungan dan bimbingan yang berharga dari
berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
yang sebesar-besarnya kepada Bapak/Ibu :
1. Parlindungan Purba, SH, MM, selaku Ketua Yayasan Sari Mutiara Medan.
2. Dr. Ivan Elisabeth Purba, M.Kes, selaku Rektor Universitas Sari Mutiara
Indonesia.
3. Taruli Rohana Sinaga, SP, MKM, selaku Dekan Fakultas Farmasi dan
Ilmu Kesehatan Universitas Sari Mutiara Indonesia.
4. Ns. Flora Sijabat, S.Kep, MNS, selaku Ketua Program Studi RPL D-III
Keperawatan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas Sari
Mutiara Indonesia.
5. Yunida Turisna Simanjuntak, selaku Penanggung Jawab Program Studi
RPL D-III Keperawatan Fakultas Farmasi dan Ilmu Kesehatan Universitas
Sari Mutiara Indonesia.
6. Frida L. Saragih, S.Pd, M.Kes, selaku dosen pembimbing yang telah
bersedia meluangkan waktu untuk membimbing dan memberikan saran
kepada penulis dalam penyelesaian Laporan Tugas Akhir ini.
Dengan rendah hati, penulis sangat mengharapkan masukan, kritik dan
saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan Laporan Tugas Akhir
ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih.

Medan, Mei 2018

(Susi Kalbariati Manik)


DAFTAR ISI

Halaman
LEMBAR SAMPUL
KATA PENGANTAR .................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.......................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................... 4
1.2.1 Tujuan Umum .................................................................. 4
1.2.2 Tujuan Khusus ................................................................. 4
1.3 Manfaat ..................................................................................... 5
1.3.1 Akademis ......................................................................... 5
1.3.2 Secara Praktis .................................................................. 5

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Pengertian ................................................................................. 6
2.2 Etiologi ..................................................................................... 7
2.3 Anatomi Fisiologi ...................................................................... 8
2.3 Epidemiologi ............................................................................ 8
2.4 Manifestasi Klinis ..................................................................... 9
2.5 Patofisiologi .............................................................................. 9
2.6 Pemeriksaan Penunjang ............................................................ 11
2.7 Penatalaksanaan ........................................................................ 12
2.8 Pengkajian ................................................................................ 13
2.9 Diagnosa Keperawatan ............................................................. 15
2.10 Evaluasi ................................................................................... 15

BAB III : METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Jenis Studi Kasus ...................................................................... 16
3.2 Lokasi Studi Kasus ................................................................... 16
3.3 Subjek Studi Kasus ................................................................... 16
3.4 Waktu Studi Kasus ................................................................... 16
3.5 Instrumen Studi Kasus .............................................................. 16
3.6 Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 16

DAFTAR PUSTAKA
Lampiran
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perubahan-perubahan akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan
makin meningkatnya usia terutama pada sistem muskuloskeletal dan
jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa
golongan reumatik. Salah satu dari golongan reumatik yang sering
menyertai usia lanjut adalah Rheumatoid Artritis (Fitriani, 2009. dalam
Nugroho, 2014).
Pada tahun 2012 sampai tahun 2015 world Health Organization (WHO)
melaporkan bahwa penyakit pada lansia dengan Rheumatoid Artritis
mengalami peningkatan mencapai 335 juta jiwa di dunia. Rheumatoid
Arhtritis telah berkembang dan menyerang 2,5 juta warga Eropa, sekitar 75
% diantaranya adalah wanita dan kemungkinan dapat mengurangi harsapan
hidup mereka hampir 10 tahun. Di Amerika Serikat pada pertengahan 2013,
Penyakit ini menempati urutan pertama dimana penduduk AS dengan
Rheumatoid Arhtritis 12.1 % yang berusia 27-75 tahun memiliki kecacatan
pada lutut, panggul, dan tangan, sedangkan di Inggris sekitar 25 % populasi
yang berusia 55 tahun ke atas menderita Rheumatoid Arhtritis pada lutut
(Kementerian Kesehatan RI, 2013).
Di Indonesia dari hasil penelitian yang dilakukan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Badan
Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes) Depkes 2013, dan
Dinas Kesehatan DKI Jakarta selama tahun 2013, dari 1.645 responden laki-
laki dan perempuan yang diteliti, peneliti menjelaskan sebanyak 66,9 % di
antaranya mengalami Rheumatoid Artritis. Berdasarkan laporan Survei
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) Tahun 2013, penduduk dengan keluhan
nyeri Rheumatoid Artritis sebanyak 72,4 %. (Kementerian Kesehatan RI,
2013) angka ini menunjukkan bahwa rasa nyeri akibat Rheumatoid Artritis
sudah cukup mengganggu aktivitas masyarakat Indonesia (Sarman, 2015).
Menurut Riskesdas (2013). Prevalensi penyakit Rheumatoid Arthritis
berdasar diagnosis tenaga kesehatan di Indonesia 11,9 persen Prevalensi
tertinggi di Bali (19,3%), diikuti Aceh (18,3%), Jawa Barat (17,5%) dan
Papua (15,4%). Prevalensi penyakit Rheumatoid Arthritis berdasarkan
wawancara yang didiagnosis tenaga kesehatan meningkat seiring dengan
bertambahnya umur, Prevalensi yang didiagnosis tenaga kesehatan lebih
tinggi pada perempuan (13,4%) dibanding laki-laki (10,3%).
Rematik atau Rheumatoid Artritis mengakibatkan peradangan pada lapisan
dalam pembungkus sendi. Penyakit ini berlangsung tahunan, menyerang
berbagai sendi biasanya simetris, jika radang ini menahun terjadi kerusakan
pada tulang rawan sendi dan tulang otot ligamen dalam sendi (Sjahmien,
Moehyi, 2012) . Rheumatoid Artritis menyerang persendian seperti jari-jari
tangan/kaki, pergelangan tangan, pergelangan kaki. 90 % keluhan utama
Rheumatoid Artritis adalah nyeri sendi dan kaku sendi (Sarman, 2015).
Sebagian besar kekakuan dan kelemahan otot yang terjadi pada penderita
Rheumatoid Artritis disebabkan karena infeksi sehingga mengakibatkan
peradangan yang dapat menyebabkan nyeri serta pembengkakan pada sendi
terutama pada tangan dan kaki Akibat dari pembengkakan yang timbul,
seseorang akan merasakan nyeri dan kaku sendi yang membuat seseorang
malas untuk bergerak dan beraktivitas(Wijayakusuma, 2006 dalam Palupi,
2015).
Hasil penelitian lain yang dilakukan oleh Chintyawati (2014), menunjukkan
bahwa 29 responden (74,36%) mengalami nyeri ringan disertai tingkat
kemandirian yang tinggi, dan 10 responden (25,64%) mengalami nyeri
tinggi disertai tingkat kemandirian rendah. Hasil uji statistik menggunakan
uji Chi Square dengan α=0,05 diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan
yang bermakna antara nyeri Reumatoid Artritis dengan tingkat kemandirian
dalam melakukan aktivitas sehari-hari pada lansia (p value=0,000).
Penelitian Wagiarti, dkk (2016) yang menyatakan terdapat hubungan,
bahwa 33 lansia (55,0%) mengalami nyeri sedang disertai dengan tingkat
kemandirian dalam kategori ketergantungan 41 lansia (68,3%). Uji korelasi
Chi Square dengan α = 0,05 diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara
nyeri RA terhadap pemenuhan kebutuhan Activity of Daily Living (ADL)
pada lansia di Desa Lerep Kecamatan Ungaran Barat nilai p = 0,005
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan di Puskesmas Sibande, penulis
memperoleh data yaitu jumlah yang mengalami Reumatoid Artritis dari
bulan Januari sampai Desember tahun 2017 adalah sebanyak ………..
orang. Dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada lima orang
pasien di Puskesmas, tiga orang mengatakan belum mengerti bagaimana
menangani Reumatoid Artritis.
Selain penanganan medis yang dilakukan dokter, perawat juga berperan
penting dalam pemberian asuhan keperawatan pada pasien dengan
gangguan Reumatoid Artritis yaitu pengkajian, analisa data, diagnosis
keperawatan, intervensi keperawatan, kriteria hasil, implementasi
keperawatan dan evaluasi keperawatan (subjektif, objektif, assesment dan
planning). Pengkajian data yang dilakukan pada pasien Reumatoid Artritis
meliputi riwayat kesehatan, pemeriksaan fisik dan melalui pemeriksaan
diagnostik pada area. Dalam hal ini prosedur diagnostik membantu dalam
menegakkan diagnosa penyakit pada klien dengan masalah Reumatoid
Artritis (SDKI, 2017).
Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya
yang berlangsung aktual maupun potensial. Berdasarkan pengkajian data
pada sistem pernafasan Reumatoid Artritis, maka diagnosa keperawatan
yang mungkin timbul yaitu disesuaikan dengan hasil analisis data (SDKI,
2017).
Setelah diagnosis keperawatan ditegakkan, dilanjutkan dengan menyusun
perencanaan keperawatan berpatokan pada diagnosa keperawatan yang
ditemukan pada pasien Reumatoid Artritis. Intervensi keperawatan yang
diberikan pada pasien Reumatoid Artritis disesuaikan dengan kebutuhan
pasien Reumatoid Artritis yang terintegrasi dengan kriteria pencapaian hasil
asuhan keperawatan. Pelaksanaan keperawatan atau Implementasi
keperawatan dilakukan sesuai dengan intervensi keperawatan yang telah
disusun dan hasil dari implementasi harus dilakukan evaluasi hasil. Evaluasi
pelaksanaan keperawatan dilaksanakan berdasarkan pelaksanaan
keperawatan, yang mengacu pada tujuan dan kriteria hasil (SDKI, 2017).
Pelaksanaan asuhan keperawatan ini merupakan tugas perawat yang
merawat pasien dengan gangguan Reumatoid Artritis. Berdasarkan latar
belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan Asuhan Keperawatan
Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Reumatoid Artritis
di Puskesmas Sibande.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah peneliti uraikan diatas,
maka perumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana penerapan
Asuhan Keperawatan Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem
Muskuloskeletal : Reumatoid Artritis di Puskesmas Sibande Tahun 2018?

C. Tujuan Asuhan Keperawatan


1. Tujuan Umum
Untuk melakukan Asuhan Keperawatan Pada Tn. B Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Reumatoid Artritis di Puskesmas
Sibande Tahun 2018.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan Pada Tn. B
Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Reumatoid Artritis
di Puskesmas Sibande Tahun 2018.
b. Untuk melakukan diagnosa keperawatan Asuhan Keperawatan
Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal :
Reumatoid Artritis di Puskesmas Sibande Tahun 2018.
c. Untuk melakukan rencana keperawatan Asuhan Keperawatan
Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal :
Reumatoid Artritis di Puskesmas Sibande Tahun 2018.
d. Untuk melakukan tindakan keperawatan Asuhan Keperawatan
Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal :
Reumatoid Artritis di Puskesmas Sibande Tahun 2018.
e. Untuk melakukan evaluasi keperawatan Asuhan Keperawatan
Pada Tn. B Dengan Gangguan Sistem Muskuloskeletal :

Reumatoid Artritis di Puskesmas Sibande Tahun 2018.

D. Manfaat Asuhan Keperawatan


1. Bagi Penulis
Dapat dijadikan sebagai pengembangan pengetahuan peneliti
sehingga dapat mengaplikasikan ilmu yang telah di dapat di
bangku perkuliahan dan dapat menambah wawasan ilmu
pengetahuan bagi peneliti dalam penelitian ilmiah.
2. Bagi Puskesmas
Penulisan ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pikiran
dalam meningkatkan “Asuhan Keperawatan Pada Tn. B Dengan
Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Reumatoid Artritis di Puskesmas
Sibande”.
3. Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan dengan adanya penelitian ini dapat di jadikan
tambahan informasi dan ilmu pengetahuan untuk institusi
pendidikan dan dapat di gunakan sebagai referensi di perpustakan
Universitas Sari Mutiara Indonesia yang bisa digunakan oleh
mahasiswa sebagai bahan bacaan dan dasar untuk penelitian
selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Definisi Reumatoid Artritis


Rheumatoid Artritis merupakan penyakit autoimun sistem kronik yang
menyebabkan jaringan ikat, terutama disendi. Rangkaian dan keparahan
beragam, dan rentan manifestasi luas. Manisfestasi Rheumatoid Artritis
mungkin minimal, dengan inflamasi ringan hanya beberapa sendi dan
sedikit kerusakan struktural, atau sedikit progresif, dengan sendi multipel
yang mengalami inflamasi dan deformitas nyata. Sebagian besar pasien
menunjukkan pola keterlibatan simetrik sendi perifer multipel dan periode
remisi dan eksaserbasi (LeMone,dkk, 2015).
Rheumatoid Artritis (RA) adalah gangguan kronis, inflamasi sistemik yang
dapat mempengaruhi banyak jaringan dan organ, tetapi terutama
menyerang fleksibel (sinovial) sendi. Proses ini melibatkan suatu respon
inflamasi dari kapsul sekitar sendi (sinovium) sekunder pembengkakan
(hiperplasia) sel sinovial, cairan sinovial berlebih, dan pengembangan
jaringan fibrosa (pannus) di sinovium. Patologi dari proses penyakit sering
menyebabkan penghancuran tulang rawan artikular dan ankilosis (fusi) dari
sendi (Suiraoka, 2012).
Dikutip dari penelitian sebelumnya (Mardiono, 2013), menurut Corwin E.J
(2009) Rheumatoid Artritis (RA adalah suatu penyakit inflamasi kronis yang
menyebabkan degenerasi jaringan penyambung. Jaringan penyambung yang
biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang
melapisi sendi.
Rheumatoid Artritis pada lansia, Lansia tidak kebal terjadinya Rheumatoid
Artritis, insidens terus meningkat setelah usia 60 tahun. Meskipun beberapa
lansia dapat berkembang relatif ringan, pasien dengan peningkatan titer
rheumatoid artritis dapat mengalami rangkaian penyakit yang lebih agresif,
dengan aktivitas penyakit yang persisten penyakit, manifestasi lebih
sistemik, dan kerusakan sendi yang lebih cepat (LeMone, 2015).
B. Anatomi & Fisiologi
Pada Reumatoid arthritis, reaksi autoimun (yang dijelaskan sebelumnya)
terutama terjadi dalam jaringan sinovial. Proses fagositosis menghasilkan
enzim-enzim dalam sendi. Enzim-enzim tersebut akan memecah kolagen
sehingga terjadi edema, proliferasi membran sinovial dan akhirnya
pembentukan pannus. Pannus akan menghancurkan tulang rawan dan
menimbulkan erosi tulang. Akibatnya adalah menghilangnya permukaan
sendi yang akan mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena
serabut otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan menghilangnya
elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot (Smeltzer & Bare, 2011).

Inflamasi mula-mula mengenai sendi-sendi sinovial seperti edema, kongesti


vaskular, eksudat febrin dan infiltrasi selular. Peradangan yang
berkelanjutan, sinovial menjadi menebal, terutama pada sendi artikular
kartilago dari sendi. Pada persendian ini granulasi membentuk pannus, atau
penutup yang menutupi kartilago. Pannus masuk ke tulang sub chondria.
Jaringan granulasi menguat karena radang menimbulkan gangguan pada
nutrisi kartilago artikuer. Kartilago menjadi nekrosis.

Tingkat erosi dari kartilago menentukan tingkat ketidakmampuan sendi.


Bila kerusakan kartilago sangat luas maka terjadi adhesi diantara permukaan
sendi, karena jaringan fibrosa atau tulang bersatu (ankilosis). Kerusakan
kartilago dan tulang menyebabkan tendon dan ligamen jadi lemah dan bisa
menimbulkan subluksasi atau dislokasi dari persendian. Invasi dari tulang
sub chondrial bisa menyebkan osteoporosis setempat.

Lamanya Reumatoid arthritis berbeda pada setiap orang ditandai dengan


adanya masa serangan dan tidak adanya serangan. Sementara ada orang
yang sembuh dari serangan pertama dan selanjutnya tidak terserang lagi.
Namun pada sebagian kecil individu terjadi progresif yang cepat ditandai
dengan kerusakan sendi yang terus menerus dan terjadi vaskulitis yang difus
(Long, 2011).
C. Etiologi Reumatoid Artritis
Penyebab Rheumatoid Artritis tidak diketahui. Faktor genetik diyakini
memainkan peran dalam perkembangannya, kemungkinan kombinasi
dengan faktor lingkungan. Diperkirakan bahwa agen infeksius, seperti
mikroplasma, virus Epstein-Barr, atau virus lain dapat memainkan peran
dalam memulai respon imun abnormal yang tampak di Rheumatoid Artritis
(LeMone,dkk 2015).
Antibodi dari aliran darah bergerak ke selaput sendi sinovial, menyebabkan
sendi-sendi bengkak. Bengkak memengaruhi kemampuan tendon tulang,
dan ikatan sendi (ligamen) yang menggerakkan sendi, menimbulkan sakit
ketika bergerak. Umumnya terjadi radang dan nodule (bongkol kecil) di
sekitar sendi, biasanya yang sering terkena adalah pergelangan tangan,
tangan, lutut dan kaki (DiGiulio, 2014). Akibat dari pembengkakan yang
timbul, seseorang akan merasakan nyeri dan kaku sendi yang membuat
seseorang malas untuk bergerak dan beraktivitas.

D. Epidemiologi
Prevalensi reumatoid artritis secara global pada tahun 2010 adalah 0,24%,
menunjukkan tidak adanya perubahan bermakna sejak tahun 1990.
Disability-adjusted life year (DALY) meningkat dari 3,3 juta pada tahun
1990 menjadi 4,8 juta pada tahun 2010, baik karena pertumbuhan populasi
dan meningkatnya usia harapan hidup.[10] Meta-estimasi prevalensi
reumatoid artritis pada negara berpenghasilan rendah dan menengah adalah :
Asia Tenggara = 0,4%
Timur Tengah = 0,37%
Eropa = 0,62%
America = 1,25%
Pasifik Barat = 0,42%
Angka kejadian reumatoid artritis epidemiologi di Indonesia pada penduduk
dewasa (di atas 18 tahun) berkisar 0,1% hingga 0,3%, sedangkan prevalensi
pada anak dan remaja ditemukan satu per 100.000 orang. [13] Prevalensi
reumatoid artritis lebih banyak ditemukan pada perempuan dibandingkan
dengan laki-laki dengan rasio 3:1 dan dapat terjadi pada semua kelompok
umur, dengan angka kejadian tertinggi didapatkan pada dekade keempat dan
kelima.
E. Patofisiologi
Pada Rheumatoid Artritis, reaksi autoimun terutama terjadi dalam jaringan
sinovial. Proses fagositosis meghasilkan enzim-enzim dalam sendi. Enzim-
enzim tersebut akan memecah kolagen sehingga terjadi edema, proliferasi
membran sinovial dan akhirnya pembentukan pannus. Pannus akan
menghancurkan tulang rawan dan menimbulkan erosi tulang. Akibatnya
adalah menghilangnya permukaan sendi yang akan mengganggu gerak
sendi. Otot akan turut terkena karena serabut otot akan mengalami
perubahan degeneratif dengan menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan
kontraksi otot (Nasrullah, 2016).
Masuknya sel radang ke dalam membran sinovial akibat pengendapan
komplek imun yang menyebabkan terbentuknya pannus yang merupakan
elemen paling destruktif dalam patogenesis Rheumatoid Artritis. Pannus
merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas, mikrovaskuler
dan berbagai jenis sel radang, pannus akan menghancurkan tulang rawan
dan menimbulkan erosi tulang, akibatnya adalah menghilangnya permukaan
sendi yang mengganggu gerak sendi. Otot akan turut terkena karena serabut
elastisitas otot akan mengalami perubahan degeneratif dengan
menghilangnya elastisitas otot dan kekuatan kontraksi otot. Selain itu juga
akan timbul rasa nyeri, pembengkakan, panas, erittema, dan gangguan
fungsi pada sendi akibat proses inflamasi Brunner &Suddarth (2011,
Aspiani, 2014).

F. Manifestasi Klinis
Gejala awal Rheumatoid Artritis meliputi kelelahan, nyeri sendi dan
kekauan. Gejala lainnya yang mungkin dirasakan seperti flu, dengan
perasaan sakit, nyeri otot, dan kehilangan nafsu makan (Suiraoka, 2012).
Gejala-gejala Rheumatoid Artritis datang dan pergi, tergantung pada tingkat
peradangan jaringan. Peradangan bersifat simetris, muncul di kedua sisi
tubuh secara berkelanjutan, seperti pergelangan tangan, lutut atau tangan,
ketika peradangan jaringan surut atau mereda, penyakitnya tidak aktif
(Akmal, dkk, 2011)
Gejala Rheumatoid Artritis bervariasi pada setiap orang. Rheumatoid
Artritis umumnya ditandai dengan adanya beberapa gejala yang berlangsung
selama minimal 6 minggu, yaitu (Suiraoka, 2012) :
a. Kekakuan pada dan sekitar sendi yang berlangsung sekitar 30-60 menit
di pagi hari
b. Bengkak pada 3 atau lebih sendi pada saat yang bersamaan
c. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi pada sendi-sendi tangan. Sendi
yang mengalami pembengkakan sendi tangan. Sendi yang mengalami
pembengkakan dan nyeri biasanya terasa hangat dan lembek bila
disentuh. Rasa sakit biasanya terjadi pada kedua sendi sisi kanan dan
kiri (simetris) tetapi mungkin tingkat keparahannya berbeda, tergantung
sisi mana yang lebih sering digunakan
d. Bengkak dan nyeri umumnya terjadi dengan pola yang simetris (nyeri
pada sendi yang sama di kedua sisi tubuh) dan umumnya menyerang
sendi pergelangan tangan.
e. Penumpukan cairan. Cairan dapat terakumulasi terutama di pergelangan
kaki. Pada beberapa kasus, kantung sendi belakang lutut kaki
mengakumulasi cairan dan membentuk apa yang dikenal sebagai kista
baker
Yang di kemukaan oleh Purwoastuti (2011) gejala utama Rheumatoid
Artritis biasa terjadi pada otot dan tulang termasuk di dalamnya sendi dan
otot. Gangguan nyeri yang terus berlangsung menyebabkan aktivitas sehari-
hari terhambat. Faktor resiko penyebab Rheumatoid Artritis dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor usia dan jenis kelamin serta
genetik. Semakin bertambah usia, semakin tinggi resiko untuk terkena
Rheumatoid Artritis. Wanita lebih rawan terkena Rheumatoid Artritis
dibandingkan pria (Mardiono,2013).
Pentingnya untuk membedakan nyeri yang disebabkan perubahan mekanis
dengan nyeri yang di sebabkan inflamasi. Nyeri yang timbul setelah
aktivitas dan hilang setelah istirahat serta timbul pada pagi hari merupakan
tanda nyeri mekanis. Sebaliknya nyeri inflamasi akan bertambah berat pada
pagi hari saat bangun tidur dan disertai kaku sendi atau nyeri yang hebat
pada awal gerak dan berkurang setelah melakukan aktivitas (Aspiani, 2014).

G. Pemeriksaan Penunjang
1. Tes serologi : Sedimentasi eritrosit meningkat, Darah bisa terjadi anemia
dan leukositosis, Reumatoid faktor, terjadi 50-90% penderita.
2. Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan
pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista tulang,
memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang
terjadi secara bersamaan.
3. Scan radionuklida :mengidentifikasi peradangan sinovium
4. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
5. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar
dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon
inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan
lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
6. Biopsi membran sinovial: menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
7. Pemeriksaan cairan sendi melalui biopsi, FNA (Fine Needle Aspiration)
atau atroskopi; cairan sendi terlihat keruh karena mengandung banyak
leukosit dan kurang kental dibanding cairan sendi yang normal.
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang
simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta
menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul
subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.
Beberapa faktor yang turut dalam memeberikan kontribusi pada
penegakan diagnosis Reumatoid arthritis, yaitu nodul Reumatoid,
inflamasi sendi yang ditemukan pada saat palpasi dan hasil-hasil
pemeriksaan laboratorium. Pemeriksaaan laboratorium menunjukkan
peninggian laju endap darah dan factor Reumatoid yang positif sekitar
70%; pada awal penyakit faktor ini negatif. Jumlah sel darah merah dan
komplemen C4 menurun. Pemeriksaan C- reaktifprotein (CRP) dan
antibody antinukleus (ANA) dapat menunjukan hasil yang positif.
Artrosentesis akan memperlihatkan cairan sinovial yang keruh, berwarna
mirip susu atau kuning gelap dan mengandung banyak sel inflamasi,
seperti leukosit dan komplemen (Smeltzer & Bare, 2011). Pemeriksaan
sinar-X dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis dan memantau
perjalanan penyakitnya. Foto rongen akan memperlihatkan erosi tulang
yang khas dan penyempitan rongga sendi yang terjadi dalam perjalanan
penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2011).

H. Penatalaksanaan

Tujuan utama terapi adalah:


1. Meringankan rasa nyeri dan peradangan
2. memperatahankan fungsi sendi dan kapasitas fungsional maksimal
penderita.
3. Mencegah atau memperbaiki deformitas
Program terapi dasar terdiri dari lima komponen dibawah ini yang
merupakan sarana pembantu untuk mecapai tujuan-tujuan tersebut yaitu:
1. Istirahat
2. Latihan fisik
3. Panas
4. Pengobatan
a. Aspirin (anti nyeri)dosis antara 8 s.d 25 tablet perhari, kadar salisilat
serum yang diharapakan adalah 20-25 mg per 100 ml
b. Natrium kolin dan asetamenofen  meningkatkan toleransi saluran
cerna terhadap terapi obat
c. Obat anti malaria (hidroksiklorokuin, klorokuin) dosis 200 – 600
mg/hari  mengatasi keluhan sendi, memiliki efek steroid sparing
sehingga menurunkan kebutuhan steroid yang diperlukan.
d. Garam emas
e. Kortikosteroid
5. Nutrisi  diet untuk penurunan berat badan yang berlebih
Bila Reumatoid artritis progresif dan, menyebabkan kerusakan sendi,
pembedahan dilakukan untuk mengurangi rasa nyeri dan memperbaiki
fungsi. Pembedahan dan indikasinya sebagai berikut:
a. Sinovektomi, untuk mencegah artritis pada sendi tertentu, untuk
mempertahankan fungsi sendi dan untuk mencegah timbulnya kembali
inflamasi.
b. Arthrotomi, yaitu dengan membuka persendian.
c. Arthrodesis, sering dilaksanakan pada lutut, tumit dan pergelangan
tangan.
d. Arthroplasty, pembedahan dengan cara membuat kembali dataran pada
persendian.
Penanganan medik pemberian salsilat atau NSAID dalam dosis
terapeutik. Kalau diberikan dalam dosis terapeutik yang penuh, obat-obat
ini akan memberikan efek anti inflamasi maupun analgesik. Namun
pasien perlu diberitahukan untuk menggunakan obat menurut resep
dokter agar kadar obat yang konsisten dalam darah bisa dipertahankan
sehingga keefektifan obat anti-inflamasi tersebut dapat mencapai tingkat
yang optimal (Smeltzer & Bare, 2011).
Kecenderungan yang terdapat dalam penatalaksanaan Reumatoid arthritis
menuju pendekatan farmakologi yang lebih agresif pada stadium
penyakit yang lebih dini. Kesempatan bagi pengendalian gejala dan
perbaikan penatalaksanaan penyakit terdapat dalam dua tahun pertama
awitan penyakit tersebut (Smeltzer & Bare, 2011).
Menjaga supaya rematik tidak terlalu mengganggu aktivitas sehari-hari,
sebaiknya digunakan air hangat bila mandi pada pagi hari. Dengan air
hangat pergerakan sendi menjadi lebih mudah bergerak. Selain
mengobati, kita juga bisa mencegah datangnya penyakit ini, seperti: tidak
melakukan olahraga secara berlebihan, menjaga berat badan tetap stabil,
menjaga asupan makanan selalu seimbang sesuai dengan kebutuhan
tubuh, terutama banyak memakan ikan laut. Mengkonsumsi suplemen
bisa menjadi pilihan, terutama yang mengandung Omega 3. Didalam
omega 3 terdapat zat yang sangat efektif untuk memelihara persendian
agar tetap lentur.

G. Pengkajian
Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi dan palpasi persendian untuk masing-masing sisi (bilateral),
amati warna kulit, ukuran, lembut tidaknya kulit, dan pembengkakan.
2. Lakukan pengukuran passive range of mation pada sendi-sendi sinovial
Catat bila ada deviasi (keterbatasan gerak sendi)
Catat bila ada krepitasi
Catat bila terjadi nyeri saat sendi digerakkan
3. Lakukan inspeksi dan palpasi otot-otot skelet secara bilateral
Catat bia ada atrofi, tonus yang berkurang
Ukur kekuatan otot
4. Kaji tingkat nyeri, derajat dan mulainya
5. Kaji aktivitas/kegiatan sehari-hari
Riwayat Psiko Sosial
Pasien dengan RA mungkin merasakan adanya kecemasan yang cukup
tinggi apalagi pad pasien yang mengalami deformitas pada sendi-sendi
karean ia merasakan adanya kelemahan-kelemahan pada dirinya dan
merasakan kegiatan sehari-hari menjadi berubah. Perawat dapat melakukan
pengkajian terhadap konsep diri klien khususnya aspek body image dan
harga diri klien.

Data dasar pengkajian pasien tergantung pada keparahan dan keterlibatan


organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan
misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-
bentuk arthritis lainnya.
Pengkajian 11 Pola Gordon
1. Pola Persepsi Kesehatan- Pemeliharaan Kesehatan
Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi?
Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya?
Riwayat keluarga dengan RA
Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
2. Pola Nutrisi Metabolik
Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan yang
banyak mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan protein)
Riwayat gangguan metabolic
3. Pola Eliminasi
Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
4. Pola Aktivitas dan Latihan
Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
Jenis aktivitas yang dilakukan
Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
Tidak mampu melakukan aktifitas berat
5. Pola Istirahat dan Tidur
Apakah ada gangguan tidur?
Kebiasaan tidur sehari
Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
6. Pola Persepsi Kognitif
Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya?
8. Pola Peran dan Hubungan dengan Sesama
Bagaimana hubungan dengan keluarga?
Apakah ada perubahan peran pada klien?
9. Pola Reproduksi Seksualitas
Adakah gangguan seksualitas?
10. Pola Mekanisme Koping dan Toleransi terhadap Stress
Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
11. Pola Sistem Kepercayaan
Agama yang dianut?
Adakah gangguan beribadah?
Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada Tuhan

H. Diagnosa Keperawatan & Intervensi Keperawatan

1. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh


akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal,
nyeri, penurunan, kekuatan otot.
3. Gangguan Citra Tubuh / Perubahan Penampilan Peran berhubungan
dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum,
peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
4. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan musculoskeletal,
penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
5. Kebutuhan pembelajaran mengenai penyakit, prognosis, dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya pemajanan/ mengingat,
kesalahan interpretasi informasi.

I. Evaluasi
Pasien dengan rematoid atritis mengembangkan penyempitan ruang dan
erosi tulang, yang paling baik diamati pada radiografi pada tangan dan kaki.
Ini mungkin sudah ada saat pertama kali dilihat oleh seorang Dokter namun
lebih sering terlihat dari waktu ke waktu dengan sinivitis yang berlanjut
selama beberapa bulan penyakit pertama.
Rematoid Atritis menunjukkan variasi eksprisi klinis yang ditandai dengan
pasien individual. Perbedaan ini mungkin terlihat pada jumlah dan pola
keterlibatan sendi apakah penyakit ekstraartikul menonjol. Variasi juga
terlihat dalam perjalanan aktivitas penyakit dan kecepatan kerusakan
structural pada persendian.
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Studi Kasus


Jenis studi kasus dalam laporan tugas akhir ini adalah studi kasus dengan
pendekatan manajemen asuhan keperawatan.

1. Lokasi Studi Kasus


Lokasi studi kasus Asuhan Keperawatan Pada Tn. B Dengan Gangguan
Sistem Muskuloskeletal : Reumatoid Artritis dilaksanakan Puskesmas
Sibande.

C. Subjek Studi kasus


Subjek dari studi kasus yang dalam asuhan keperawatan ini adalah pasien
yang bersedia diteliti yaitu Tn. B mulai dari pengkajian, analisa data,
diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi, dan evaluasi.

D. Waktu Studi Kasus


Studi kasus akan dilaksanakan pada bulan Mei 2018.

E. Instrument Studi Kasus


Instrumen yang dipakai dalam penulisan laporan studi kasus ini
menggunakan lembar format pengkajian yang sesuai dan alat-alat yang
digunakan pada pemeriksaan fisik pada pasien seperti termometer, pen light,
stetoskop, manset, dll.

F. Tehnik Pengumpulan Data


Data dikumpulkan dari data primer dan sekunder tehnik pengumpulan data
dari wawancara, observasi, pemeriksaan fisik. Pengumpulan data melalui:
1. Data Primer
a. Wawancara : Tanya jawab antara perawat dengan klien.
b. Observasi : Menilai keadaan umum, suhu, respirasi,
nadi, dan kenaikan berat badan.
c. Pemeriksaan fisik : Pemeriksaan Head to toe (Inspeksi,
Auskultasi, Palpasi, dan Perkusi).
2. Data Sekunder
Diperoleh dari Puskesmas Sibande tahun 2018.
BAB IV

TINJAUAN KASUS

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. B
Jenis kelamin : laki- laki
Umur : sudah menikah
Status perkawinan : 42 tahun
Agama : kristen
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Karyawan Swasta
Alamat : jl. Sibande
Golongan Darah :O
Tanggal pengkajian : Mei 2018
Diagnosa medis : Mei 2018

1. KELUHAN UTAMA:
Gangguan Sistem Muskuloskeletal : Reumatoid Artritis

2. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG:

1. Provocative/palliative1
1. Apa penyebabnya : dengan inflamasi ringan hanya
beberapa sendi dan sedikit kerusakan struktural, atau sedikit progresif, dengan
sendi multipel yang mengalami inflamasi dan deformitas nyata
2. Hal-hal yang memperbaiki keadaan : Istirahat yang cukup, Latihan
fisik, pengobatan.
2. Quantity/Qualita
1. Bagaimana dirasakan : nyeri dan kaku pada sendi
2. Bagaimana dilihat : kebas, dan kesemutan pada kaki
dan tangan , kulit mengkilat, tegang.
3. Region
1. Dimana lokasinya : pada nodul subcutan pada daerah
tonjolan tulang didaerah ekstensor.
2. Apakah menyebar : inflamasi dari kapsul sekitar
sendi (sinovium) sekunder pembengkakan (hiperplasia) sel sinovial, cairan
sinovial berlebih, dan pengembangan jaringan fibrosa (pannus) di sinovium.
4. Severty
biasanya mengalami kerusakan pertama kali adalah membran sinovial, yang
melapisi sendi.
5. Time: terus meningkat setelah 60 tahun

6. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU


A. Penyakit yang pernah dialami : kebas kebas serat kulit
merasa kering

B. Pengobatan / tindakan yang dilakukan : melakukan pergerakan


atau latihan otot

C. Lama rawat : 6 minggu

D. Alergi : tidak ada alergi.tapi


melakukan diet khusus

E. Imunisasi : tidak ada

7. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA


A. Orang tua : baik

B. Saudara kandung : baik

C. Penyakit keturunan yang ada : tidak ada


D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa: -
Jika ada, hubungan keluarga;
Gejala: -
Riwayat pengobatan / perawatan: -

E. Anggota keluarga yang meninggal: -


F. Penyebab meninggal: -

8. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL


A. Persepsi klien tentang penyakitnya:

Tn. B mengatakan dapat bersosialisasi dengan orang sekitar yang lainnya. Status
emosi Tn. B stabil dan kooperatif saat diajak bicara.

B. Konsep diri:
- Gambaran diri : mampu menerima setiap perubahan tubuhnya
- Ideal diri :Mampu menempatkan diri sesuai dengan normal
dan aturan yang berlaku
- Harga diri : pasien merasa dirinya disayangi dan memiliki
harga diri tinggi
- Peran diri : Sebagai seorang istri dan ibu bagi anak-anaknya
harus menyayangi keluarganya
- Identitas : Merasa positif mengenai hidup dan makna
kehidupannya

C. Kedaan emosi : Pasien tampak stabil


D. Hubungan sosial :
- Orang yang berarti : Suami dan anak-anak
- Hubungan dengan keluarga :Baik
- Hubungan dengan orang lain :
- Hambatan dalam berhubungan
dengan orang lain : Tidak ada, pasien tampak
ramah
E. Spiritual
- Nilai dan keyakinan : Pasien beragama kristen protestan
- Kegiatan ibadah : Pasien beribadah kegereja tiap minggu
dan rajin mengikuti persekutuan doa di
lingkungan.
-

9. STATUS MENTAL
- Tingkat kesadaran : sadar penuh
o Bingung / Orientasi -
o Sedasi -
o Supor -

- Penampilan
o Rapi
o Tidak rapi -
o Pengguanaan pakaian tidak sesuai -
- Pembicaraan : normal
o Cepat -
o Keras -
o Gagap-
o Inkoheren-
o Apatis -
o Lambat -
o Membisu-
o Tidak mampu memulai pembicaran -

- Alam perasaan : normal


o Lesu -
o Ketakutan -
o Putus asa -
o Gembira berlebihan -

- Afek
o Daar -
o Tumpul-
o Labil -
o Tidak sesuai -

- Interaksi selama wawancara


o Bermusuhan -
o Tidak koorporatif -
o Mudah tersinggung -
o Kontak mata kurang -
o Defensif -
o Curiga -

- Persepsi : normal
o Pendengaran -
o Penglihatan -
o Perabaan -
o Pengecapan -
o Penghirupan -

- Proses pikir : normal


o Sirkumstansial -
o Tangensial -
o Kehilangan asosiasi-
o Flight of ideas-
o Blocking-
o Pengulangan pembicaraan / persepsi -

- Isi pikir : normal


o Obsesi-
o Fobia -
o Hipokondria -
o Deporsonalia -
o Ide yang terkait -
o Pikiran magis-

- Waham :
o Agama -
o Somatik -
o Kebesaran -
o Curiga -
o Nihilstik -
o Sisip pikir-
o Siap pikir -
o Kontrol piker-
- Memori
o Gangguan daya ingat jangka panjang -
o Gangguan daya ingat jangka pendek -
o Gangguan daya saat ini-
o Konfabulasi.-

10. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum:
B. Tanda- Tanda Vital
- Suhu tubuh : 36.0 oC
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 86 kali/menit
- Pernapasan : 20 kali/menit
- Skala nyeri : 2
- TB : 170
- BB : 80 kg
C. Pemeriksaan Head To-Toe
- Kepala
Bentuk :
tampak bulat, tidak ada lesi dan benjolan, rambut tampak beruban, rambut lurus
Ubun-ubun : tipis
Kulit kepala : kering

- Rambut
Penyebaran dan keadaan rambut : baik
Bau :-
Warna : hitam

- Wajah
Warna kulit : sawo matang
Struktur wajah : kering

- Mata
Kelengkapan dan kesimetrisan : Sklera tidak ikterik,
konjungtiva tidak anemis, pupil isokhor, mata kanan tampak sering berair, pergerakan
bola mata simetris

- Hidung
Hidung tampak simetris, tidak tampak ada cairan berlebih
- Telinga
Bentuk telinga : normal
Ukuran telinga : normal
Lubang telinga : normal
Ketajaman pendengaran : baik

- Mulut Dan Faring


Keadaan bibir : Tidak kelainan bawaan
Keadaan gusi dan gigi : ada caries
Keadaan lidah : normal, siimetris
Orofaring : tonsil normal

- Leher
Posisi trachea :Normal
Thyroid :Normal
Suara :Normal
Kelenjar limfa :Normal
Vena jugularis : JVP 5-2 CmH2O
Denyut nadi karotis :Normal

- Pemeriksaan Integumen
Kebersihan : Bersih

Kehangatan : sesuai keadaan lingkungan


warna : sawo matang

Turgor : turgor kulit baik


kelembaban : baik

Kelainan pada kulit : tidak ada lesi

- Pemeriksaan Payudara Dan Ketiak


Ukuran dan bentuk :-
Warna payudara dan areola :-
Kondisi payudara dan putting :-
Produksi ASI :-
Aksilla dan clavicula : Simetris

- Pemeriksaan Thorak / Dada

Inspeksi thoraks : Simetris


Pernapasan : suara nafas ronkhi
Tanda kesulitan bernapas : nafas tidak teratur dan cepat

- Pemeriksaan Paru
Inspeksi getaran suara : paru mengembang dengan baik
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
Auskultasi : suara nafas ronkhi

- Pemeriksaan Jantung
Inspeksi : Ictus tidak terlihat
Palpasi : Ictus tidak teraba
Perkusi : batas jantung noemal
Auskultasi : BJ I - II reguler
- Pemeriksaan Abdomen
Inspeksi (bentuk, benjolan) : Bentuk simetris
Auskultasi : bising usus 15-30 x/i
Palpasi (tanda nyeri tekan, benjolan, hepar) : Tidak ada nyeri tekan
Perkusi (suara abdomen) : timpani

- Pemeriksaan Kelamin dan Daerah Sekitarnya


Genetalia (rambut pubis, lubang uretra) :
Anus dan perineum (lubang anus, kelainan pada anus, perineum) :

- Pemeriksaan Muskuloskeletal / Ekstremitas


Kesimetrisan : simetris
Kekuatan otot : Normal (5)
Edema : tidak ada

- Pemeriksaan Neurologis (Nervus Cranialis):

- Fungsi Motorik : normal dapat bergerak dengan normal


- Fungsi Sensori
Identifikasi sentuhan :Normal
Tes tajam tumpul :Normal
Panas dingin :Normal
Getaran :Normal

- Refleks:
Bisep :Normal
Trisep :Normal
Brachioradialis :Normal
Patelar :Normal
Tenson Achiles :Normal
Plantar :Normal
11. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI
1. Pola makan dan minum

Frekuensi makan / minum : baik

Nafsu / selera makan :selera makan

Nyeri ulu hati : Tidak ada

Alergi : Tidak ada

Mual dan muntah :Tidak ada

Waktu pemeberian makan : 3 kali dalam 24 jam

Jumlah dan jenis makanan : Satu piring dan lauk

Waktu pemeberian cairan / minum : saat makan dan saat merasa haus

2. Perawatan diri/ personal hygiene


Kebersihan tubuh : pasien tampak bersih Kebersihan
Kebersihan gigi dan mulut : gigi pasien
Kebesihan kuku kaki dan tangan : tampak bersih dan rapi
3. Pola kegiatan
Uraikan aktifitas klien untuk mandi, makan, eliminasi, ganti pakaian, dilakukan
secara mandiri, sebgaian, atau total : pasien dapat melakukan secara mandiri

Uraikan aktifitas ibadah klien selama dirawat / sakit:

4. Pola eliminasi
- BAB
Pola BAB :1 kali sehari
Karakter feses : cair kuning kecoklatan
Riwayat perdarahan : tidak ada
BAB terakhir : tidak ada
Diare : cair
Penggunaan laktasif : tidak ada

- BAK
Pola BAK : normal
Karakter urine :kuning kepekatan
Nyeri/ rasa terbakar/ kesulitan BAK : nyeri
Penggunaan diuretic : tidak ada

5. Mekanisme koping
- Adaptif
bicara dengan orang lain :baik
mampu menyelesikan masalah :ya
teknik relaksasi : mampu melakukan tarik nafas
aktivitas kontruksi
olahraga : tidak teratur

- Maladatif
Minum alkohol :-
Reaksi lambat / berlebihan :-
Bekerja berlebihan :-
Menghindar :-
Mencederai diri :-
BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Pembahasan

seelah dilakukan penerapan asuhan keperawatan pada tn. B dengan gangguan


sistem muskuloskeletal reumatoid arthritis di wilayah kerja puskesmas
sibande dilakukan sejak tanggal selama kunjungan sehari, maka pada bab
pembahasan penulisan akan membahas sesuai dengan tahapan sehari maka
pada bab pembahasan penulisan akan membahas sesuai dengan tahapan
asuhan keperawatan yang di mulai dari pengkajian, merumuskan diagnose,
merumuskan rencana tindakan, pelaksanaan tindakan dan evaluasi
keperawatan.

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses perawatan dan merupakan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber data
untuk mengevaluasi dan mengindentifikasi suatu kesehatan kilen. Tahap
pengkajian merupakan dasar utama dalam memberikan asuhan keperawatan
sesuai dengan kenyataan. Kebenaran data sangat penting dalam merumuskan
suatu diagnosa keperawatan dan memberikan pelayanan keperawatan sesuai
dengan respon individu (Nursalam, 2011). Sesuai dengan teori yang
dijabarkan diatas, penulis melakukan pengkajian pada Tn.B serta keluarga
dengan menggunakan metode pengkajian keluarga, wawancara dan
pemeriksaan fisik untuk menambah data yang diperlukan.

Keluarga Tn.B memiliki 2 orang anak dengan pendapatan 1.500.000 perbulan.


Menurut asumsi perbedaan itu bias menyebabkan keluarga terkendala dalam
memenuhi kebutuhan sehari-hari, termasuk memperoleh makanan bergiji dan
pengobatan yang baik saat sakit, dan pengurangan polusi udara didalam dan
pengobatan yang baik saat sakit, dan pengurangan polusi udara dalam ruangan
dapat pula mengurangi factor resiko (kemenkes RI, 2010).
Lingkungan rumah tampak tidak rapi, ventilasi di ruang tamu masih kurang,
jendela berdebu, barang-barang berserakan di ruang tamu seperti baju-baju
dan perabotan lainnya, banyak pakaian yang bergantungan di kamar (di
tembok), jendela kamar jarang dibuka, sehingga siang hari tampak gelap dan
meja kursi tampak banyak debu.

Menurut asumsi penelitian lingkungan yang tidak bersih dapat meningkatkan


factor resiko terjadi nya rematoid atritis. Penyakit rematoid atritis dapat di
sebabkanoleh peradangan kronis pada sendi, rematoid atritis ini juga di
sebabkan karna factor infeksi dan heat shock protein (HSP). sehingga
menimbulkan jangka panjang dan jangka pendek pada penderita (surjana
2011)

System pendukung keluarga jika anggota keluarga sakit dan perlu biaya yang
dirasakan berat maka keluarga biasanya meminta bantuan kepada keluarga
lainnya, tetanggadekat sering membantu. Ayah dan ibu memberikan perhatian
kepada anak-anak dan saling memperhatikan satu dengan yang lainnya.

Riwayat keluarga initi pada Tn.B sebagai kepala keluarga. Tidak mempunyai
masalah dengan istirahat, makan, maupun kebutuhan dasar yang lain. Tidak
mempunyai penyakit menurun dan penyakit menular (TBC, kusta). Namun
Tn.B memiliki kebiasaan merokok. Pada saat pengkajian TD 120/80 mmhg.
Tn. B menderita rematoid atritis mengeruh nyeri di bagian persendian dan
terjadi saat pagi atau di saat cuaca dingin. RR : 22x/menit Selama ini berobat
di RS secara teratur (surjana 2011) resiko penularan tinggi dilingkungan
polusi dan lingkungan perokok, tinggal di hunian padat atau lingkungan yang
tidak sehat.

Pada pemeriksaan fisik yang dilakukan pada Tn.B di dapatkan sesak napas,
konjungtiva anemis, kulit terlihat merah, terlihat lemah dan lesu dan pasien
mengeluh panas. Dari hasil sistem musculoskeletal biasanya terlihat lemah
dan cepat lelah, kemudian sitem integumen biasanya kulit tampak pucat,
turgor kulit menurun, banyak keringat, suhu tubuh meningkat dan kemerahan
(Wahid & Suprapto, 2013).

2. Diagnose keperawatan

Diagnosa keperawatan keluarga mengacu pada P-E-S dimana untuk problem


(P) dapat digunakan tipologi dari (NANDA, 2015-2017) dan etiologi (E)
berkenaan dengan 5 tugas keluarga dalam hal kesehatan/keperawatan menurut
(Friedman, 2011). Pada perumusan diagnosa yang didapatkan dari analisa data
berdasarkan data subjektif dan objektif. Diagnosa yang muncul dan ditemukan
3 diagnosa keperawatan. Diagnosa keperawatan yang muncul yaitu :
a. Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi jaringan oleh
akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.
b. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas
skeletal, nyeri, penurunan, kekuatan otot

c. Gangguan Citra Tubuh /Perubahan Penampilan Peran


berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan
tugas-tugas umum, peningkatan penggunaan energi,
ketidakseimbangan mobilitas.
d. Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada
waktu bergerak, depresi.
e. Kurang pengetahuan

Diagnosa pertama yaitu Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi


jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi.

Diagnosa ke dua Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas


skeletal, nyeri, penurunan, kekuatan otot.

Dignosa ke tiga yaitu Gangguan Citra Tubuh /Perubahan Penampilan Peran


berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas
umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Diagnosa ke empat yaitu Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan
musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak,
depresi.

Diagnosa ke lima yaitu kurang pengetahuan keterbatasan kognitif, interpretasi


terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi,
tidak mengetahui sumber-sumber informasi.

3. Intervensi
Intervensi keperawatan keluarga dibuat berdasarkan pengkajian, diagnosis
keperawatan, pernyataan keluarga, dan perencanaan keluarga, dengan
merumuskan tujuan, mengidentifikasi strategi intervensi alternative dan sumber,
serta menentukan prioritas, intervensi tidak bersifat rutin, acak, atau standar,
tetapi dirancang bagi keluarga tertentu dengan siapa perawat keluarga sedang
bekerja (Friedman, 2010).

Pembahasan intervensi dalam keperawatan keluarga meliputi tujuan umum,


tujuan khusus, kriteria hasil dan kriteria standar. Dalam mengatasi masalah ini
peran perawat adalah memberikan asuhan keperawatan keluarga untuk
mencegah komplikasi lebih lanjut (Friedman, 2010).

Intervensi dari diagnosa pertama Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan


deformitas skeletal, nyeri, penurunan, kekuatan otot. Dan keluarga harus
mengenal masalah dulu. Degan cara Tn.B, Kaji nyeri secara komprehensif
termasuk lokasi, karakteristik , durasi, frekuensi, kualitas dan factor presipitasi,
Observasi reaksi nonverbal dari ketidak nyamanan bantu pasien dan keluarga
untuk mencari dan menemukan dukungan, Control lingkungan yang dapat yang
dapat mempengaruhi nyeri, bantu mengurangi factor presipitasi nyeri, kaji tipe
dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi, anjurkan teknik non
farmakologi, napas dalam, relaksasi, distraksi, kompres hangat/dingin, Berikan
analgetik, Berikan informasi tentang nyeri, Monitor vital sing
Intervensi
ke dua Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan deformitas skeletal, nyeri,
penurunan, kekuatan otot. Monitor vital sing sebelum dan sesudah latihan,
Konsultasikan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuaikan dengan
kebutuhan, Bantu klien untuk untuk untuk menggunakan tongkat saat berjalan,
Ajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang ambulasi, Kaji kemampuan
pasien, Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ALDS, Dampingi dan bantu
pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLS, Ajarkan pasien
bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika di perlukan.

Intervensi ke tiga yaitu Gangguan Citra Tubuh /Perubahan Penampilan Peran


berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas
umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas. kaji
secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya. monitor frekuensi
mengkritik dirinya, jelaskan tentang pengobatan, perawatan, kemajuan dan
prognosis penyakit, dorong orong klien mengungkapkan perasaannya,
identifikasi arti pengurangan melalui pemakaian alat bantu, fasilitasi kontak
dengan individu lain dalam kelompok kecil.

Intervensi ke empat yaitu Defisit perawatan diri berhubungan dengan kerusakan


musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak,
depresi. Monitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang mandiri. Monitor
kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri, berpakaian, berhias,
toileting dan makan, Sediakan bantuan sampai klien mampu secara utuh untuk
melakukan self-care, Dorong klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari yang
normal sesuai kemampuan yang dimiliki, Dorong untuk melakukan secara
mandiri, tapi beri bantuan ketika klien tidak mampu melakukannya, Ajarkan
klien/ keluarga untuk mendorong kemandirian, untuk memberikan bantuan
hanya jika pasien tidak mampu untuk melakukannya, Berikan aktivitas rutin
sehari- hari sesuai kemampuan, Pertimbangkan usia klien jika mendorong
pelaksanaan aktivitas sehari-hari.

Intervensi ke lima yaitu kurang pengetahuan keterbatasan kognitif, interpretasi


terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari informasi,
tidak mengetahui sumber-sumber informasi. Intervensi di hentikan

4. Implementasi

Implementasi pertama yaitu Nyeri berhubungan dengan agen pencedera, distensi


jaringan oleh akumulasi cairan/ proses inflamasi, destruksi sendi. Melakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi, Mengobservasi reaksi nonverbal dari
ketidak nyamanan, Membantuantu pasien dan keluarga untuk mencari dan
menemukan dukungan, Mengontrol lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan, pencahayaan dan kebisingan, Mengurangi faktor
presipitasi nyeri, Mengkaji tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi,
Menganjurkan tentang teknik non farmakologi: napas dala, relaksasi, distraksi,
kompres hangat/ dingin, Memberikan analgetik untuk mengurangi nyeri:
Meningkatkan istirahat, Memberikan informasi tentang nyeri seperti penyebab
nyeri, berapa lama nyeri akan berkurang dan antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
Memonitor vital sign sebelum dan sesudah pemberian analgesik pertama kali

Implementasi kedua yaitu Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan


deformitas skeletal, nyeri, penurunan, kekuatan otot Memonitoring vital sign
sebelm/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan, Mengonsultasikan
dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan kebutuhan,
Membantuantu klien untuk menggunakan tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera, Mengajarkan pasien atau tenaga kesehatan lain tentang teknik
ambulasi, Mengkaji kemampuan pasien dalam mobilisasi, Melatih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan, Mendampingi
dan Bantu pasien saat mobilisasi dan bantu penuhi kebutuhan ADLs ps,
Memberikan alat Bantu jika klien memerlukan, Mengajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan

Implementasi ke tiga yaitu Gangguan Citra Tubuh /Perubahan Penampilan


Peran berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-
tugas umum, peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas.
Mengkaji secara verbal dan nonverbal respon klien terhadap tubuhnya,
Memonitor frekuensi mengkritik dirinya, Menjelaskan tentang pengobatan,
perawatan, kemajuan dan prognosis penyakit, Mendorong orong klien
mengungkapkan perasaannya, Mengdentifikasi arti pengurangan melalui
pemakaian alat bantu, Memfasilitasi kontak dengan individu lain dalam
kelompok kecil

Implementasi ke empat yaitu Defisit perawatan diri berhubungan dengan


kerusakan musculoskeletal, penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu
bergerak, depresi Memonitor kemempuan klien untuk perawatan diri yang
mandiri, Memonitor kebutuhan klien untuk alat-alat bantu untuk kebersihan diri,
berpakaian, berhias, toileting dan makan, Menyediakan bantuan sampai klien
mampu secara utuh untuk melakukan self-care, Mendorong klien untuk
melakukan aktivitas sehari-hari yang normal sesuai kemampuan yang dimiliki,
Mendorong untuk melakukan secara mandiri, tapi beri bantuan ketika klien
tidak mampu melakukannya, Mengajarkan klien/ keluarga untuk mendorong
kemandirian, untuk memberikan bantuan hanya jika pasien tidak mampu untuk
melakukannya, Memerikan aktivitas rutin sehari- hari sesuai kemampuan,
Memertimbangkan usia klien jika mendorong pelaksanaan aktivitas sehari-hari.
Implementasi ke lima yaitu kurang pengetahuan keterbatasan kognitif,
interpretasi terhadap informasi yang salah, kurangnya keinginan untuk mencari
informasi, tidak mengetahui sumber-sumber informasi. Mengkaji tingkat
pengetahuan pasien dan keluarga, Menjelaskan patofisiologi dari penyakit dan
bagaimana hal ini berhubungan dengan anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
tepat, Mengambarkan tanda dan gejala yang biasa muncul pada penyakit,
dengan cara yang tepat, Gambarkan proses penyakit, dengan cara yang tepat,
Mengidentifikasi kemungkinan penyebab, dengan cara yang tepat, menyediakan
informasi pada pasien tentang kondisi, dengan cara yang tepat, Menyediakan
bagi keluarga informasi tentang kemajuan pasien dengan cara yang tepat,
Mendiskusikan pilihan terapi atau penanganan, Mendukung pasien untuk
mengeksplorasi atau mendapatkan second opinion dengan cara yang tepat atau
diindikasikan, Mengeksplorasi kemungkinan sumber atau dukungan, dengan
cara yang tepat

5. Evaluasi

Pasien dengan rematoid atritis mengembangkan penyempitan ruang dan erosi


tulang, yang paling baik diamati pada radiografi pada tangan dan kaki. Ini
mungkin sudah ada saat pertama kali dilihat oleh seorang Dokter namun lebih
sering terlihat dari waktu ke waktu dengan sinivitis yang berlanjut selama
beberapa bulan penyakit pertama.
Rematoid Atritis menunjukkan variasi eksprisi klinis yang ditandai dengan
pasien individual. Perbedaan ini mungkin terlihat pada jumlah dan pola
keterlibatan sendi apakah penyakit ekstraartikul menonjol. Variasi juga terlihat
dalam perjalanan aktivitas penyakit dan kecepatan kerusakan structural pada
persendian.
BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian penerapan asuhan keperawatan keluarga pada
Tn.B dengan rematoid atritis di wilayah puskesmas sibande, penulisan ini
kesimpulan sebagai berikut.
1. Pada hasil pengkajian di dapat kecemasan data dari kasus yang
diangkat dengan teori yang sudah ada. Di mana keluarga mengeluh
anggota keluarganya yang sedang mengalami batuk, pilek, demam di
sertai dengan adanya nyeri di bagian persendian namun ada perbedaan
pada riwayat ketika lahir dan tata lingkungan keluarga seperti
lingkungan rumah dan kebiasaaan keluarga dalam kesehariannya.
Hasil pemeriksaan fisik diperoleh pasien terlihat sesak, konjungtiva
anemis, kulit terlihat pucat terlihat lemah litih lesu.
2. Diangnosa keperawatan yang mungkin muncul hanya 5 pada diagnose
utama yang muncul berdasarkan prioritas utama adalah nyeri.

2. Saran
1. Bagi pemimpin puskesmas sibande
Memulai pimpinan puskesmas bande diharapkan dapat
memberikan motivasi dan bimbingan kepada keluarga agar dapat
memberikan asuhan keperawatan keluarga secara obtimal kepada
keluarga dan lebih meningkatkan mutu pelayanan di komunitas
atau dilapangan.
2. Bagi keluarga Tn.B
Keluarga beresiko untuk terjadi kambuhnya penyakit pada Tn.B
sehingga perlu diharapkan upaya pencegahan serta pengendalian
secara rutin dari keluarga. Upaya pencegahan dapat dilakukan
seperti menjaga kebersihan lingkungan sekitar tempat tinggal.
3. Bagi peneliti selanjutnya
Diharapkan pada peneliti selanjutnya lebih merencanakan
implementasi yang di rencanakan seperti tugas khusus keluarga
keetempat dan kelima yaitu modifikasi lingkungan dan
pemanfaaatan pelayanan kesehatan dengan baik dan tepat agar
dapat sebagai acuan serta pembanding terhadap asuhan
keperawatan yang akan dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA

Akmal, Mutaroh dkk. (2011). Ensiklopedi Kesehatan untuk Umuum.Yogyakarta:


Ar-Ruzz Media
Aspiani, R.Y. (2014). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Gerontik, Aplikasi NANDA
NIC dan NOC. Jilid 1. Jakarta: TIM
Bandiyah, Siti . (2015). Lanjut Usia dan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
Nuha Medika
Black, M. Joyce. & Jane Hokanson hawks. (2014). Keperawatan Medikal Bedah:
Manajemen klinis untuk hasil yang diharapkan. Edisi 2. Buku 1. Singapura:
ELSEVIER
Chintywati, Cicy. (2014). Reumatoid Artritis Pain Scale (RAPS).http://CICY
CHINTYAWATI-fkik.pdf. Diakses tanggal 25 Oktober 2016
DiGiulio, Marry. Donna Jackson. & Jim Keogh. (2014). Keperawatan Medikal
Bedah.Edisi 1.Yokyakarta: Rapha Publishing
Fatimah. (2015). Merawat manusia lanjut usia suatu pendekatan proses
keperawatan gerontik. Jakarta: TIM
Hidayat, A. Aziz Alimul. (2011). Metode Penelitian Keperawatan dan Tehnik
Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika
LeMone, Priscilla. Karren M. Burke. & Gerene Bauldoff. (2015). Buku ajar
Keperawatan Medikal Bedah.Vol 4.Edisi 2. Jakarta: EGC
Mardiono, Sasono. (2013). Pengaruh terapi Range of Motion (ROM) dalam
menurunkan skala nyeri penyakit artritis Rheumatoid pada lansia di Panti
Sosial Tresna Werdha warga Tama. Jurnal Harapan Bangsa .Vol. 1 No. 1,
Juli 2013.Diperoleh tanggal 25 Februari 2018
Martono, H. Hadi. & Kris Pranarka. (2011). Buku Ajar Boedhi-Darmojo Geriatri
(Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit FKUI
Nasrullah, Dede. (2016). Buku Ajar Keperawatan Gerontik dengan Pendekatan
Asuhan Kererawatan NANDA, NIC dan NOC. Jilid 1. Jakarta: TIM
Notoadmodjo, S. (2011).Metodologi penelitian kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta
Nugroho, Christianto. (2014). "Hubungan Pengetahuan Lansia Tentang Artritis
Rheumatoid Dengan Upaya Penatalaksanaannya." Jurnal AKP Vol.5 No 2.
Diperoleh tanggal 21 Maret 2018
Nursalam. (2003). Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu
Keperawatan: Pedoman Skripsi, Tesis, dam Instrumen Penelitian
Keperawatan. Edisi 2. Salemba Medika: Jakarta
Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Bengkulu: Nuha Medika
Prasetyo, S.N. (2011). Konsep dan proses perawatan nyeri. Yogyakarta: Graha
Ilmu
Ratnawati,E. (2017). Asuhan keperawatan Gerontik. Yogyakarta: Pustaka Baru
Press
Riskesdas. (2013). Badan penelitian dan pengembangan kesehatan. Jakarta:
Kementerian Kesehatan RI
Rohaedi, Slamet. Suci Tuty Putri. & Aniq Dini Karimah. (2016). Tingkat
kemandirian lansia dalam Activity Daily Living di Panti Sosial Tresna
Werdha Senja Rawi. Jurnal Pendidikan Keperawatan Indonesia. Vol.2 No.
1 juli 2016. Diperoleh tanggal 01 Maret 2018
Rosyidi, Kholid. (2013). Muskuloskeletal. Jakarta : Trans Info Medika.
Perpustakaan Nasional
Sarman, Anwar, dkk. (2015). Gambaran Nyeri Rheumatoid Artritis Dan Tingkat
Kemandirian Dalam Aktivitas Sehari-hari Pada lansia. Jurnal Keperawatan.
Setiadi. (2013). Konsep dan praktik penulisan riset keperawatan. Edisi
2.Yokyakarta: Graha Ilmu
Sinambela, R.O. (2015). “Hubungan Nyeri Rheumatoid Artritis dengan Aktivitas
Sehari-hari lansia Di Pukesmas Kesatria Pematang Siantar. (Skripsi,
Universitas Sumatera Utara Medan). Diperoleh tanggal 18 Maret 2018 dari
https://text-id.123dok.com/document/oy80l2qr-hubungan-nyeri-reumatoid-
artritis-dengan-aktivitas-sehari-hari-lansia-di-puskesmas-kesatria-
pematangsiantar.html
Suiraoka. IP.( 2012). Penyakit Degeneratif Mengenal dan Mengurangi Faktor
Risiko 9 penyakit. Yogyakarta: Nuha Medika
Wagiarti, Lini, Desy. (2016). Nyeri Activity of Daily Living (ADL) dan Lansia.
Pdf. Dipereoleh (2018)
Wijayakusuma, Hembing. (2011). Atasi Rematik dan Asam Urat Ala Hembing.
Jakarta: Puspa Swara
Zamroni, A.V dkk. (2015). Hubungan Keterbatasan Aktivitas Fisik pada Pasien
Reumatoid Artritis dengan Tingkat Kecemasan di Rumah Sakit Daerah dr.
Soebandi Kabupaten Jember. Jurnal. Diperoleh tanggal 23 Maret 2018

Anda mungkin juga menyukai