Anda di halaman 1dari 13

Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 1

DIVISI
HEPATOLOGI
Dr. Renny Bagus, SpA, Dr. Abdul Rohim,SpA,
Dr. Retno HMA, SpA, Dr. Marito Logor, SpA

1. Hepatitis Akut
2. Kolestasis
3. Asites
4. Gagal hati fulminan

Divisi Hepatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 2

1. HEPATITIS AKUT

I. BATASAN

Hepatitis adalah suatu keadaan inflamasi dan atau nekrosis hati. Hepatitis A merupakan
penyebab terbanyak hepatitis virus tetapi tidak menimbulkan kronisitas. Penyebab non virus
kurang sering dijumpai tetapi perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding.

II. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

Hepatitis akut dapat disebabkan oleh infeksi, obat, toksin, autoimun, kelainan metabolik.
Hepatitis infeksi :
 Dapat disebabkan oleh virus (terbanyak), bakteri atau parasit.
 Kemajuan di bidang biologi molekuler telah membantu pengenalan dan pengertian
patogenesa dari tujuh virus penyebab hepatitis sebagai manifestasi penyakit utama. Virus-
virus tersebut dinamakan virus hepatotropik, yang ditandai denagn urutan abjad yaitu A, B,
C, D, E, G, dan terakhir virus TT.
 Virus-virus lain yang juga memberi gejala hepatitis sebagai bagian dari gejala klinisnya,
bukan disebut virus hepatotropik, seperti virus herpes simplex (HSV), cytomegalo (CMV),
epsteinbarr, varicella, rubella, adeno, entero, parvo B 19, arbo dan HIV, gejala-gejala
hepatologi pada infeksi virus-virus ini hanya merupakan bagian dari penyakit sistemik.
 Virus A dan E tidak menyebabkan penyakit kronis, virus B, C, D merupakan penyebab utama
morbiditas dan mortalitas karena penyakit kronis. Virus G dapat memberi infeksi kronis,
tetapi tidak menimbulkan gejala klinis yang jelas, sedang virus TT walaupun prevalensinya
tinggi, tidak memberi gejala baik akut maupun kronis.

III. GEJALA KLINIS

Anamnesis
 Gejala non spesifik (prodromal) yaitu anoreksia, mual, muntah dan demam.
 Dalam beberapa hari-minggu timbul ikterus, tinja pucat dan urin yang berwarna gelap.
Saat ini, gejala prodromal berkurang.
 Perlu ditanyakan riwayat kontak dengan penderita hepatitis sebelumnya dan riwayat
pemakaian obat-obat hepatotoksik.
Pemeriksaan fisis
 Keadaan umum: sebagian besar sakit ringan.
 Kulit, sklera ikterik, nyeri tekan di daerah hati, hepatomegali; perhatikan tepi, permukaan,
dan konsistensinya.
 Pada hepatitis akut hepar teraba membesar dengan tepi tumpul, permukaan rata, lunak,
nyeri tekan

IV. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN PENUNJANG

1. Darah tepi : dapat ditemukan pansitopenia: infeksi virus, eosinofilia : infestasi cacing,
leukositosis : infeksi bakteri.
2. Urin : bilirubin urin
3. Biokimia :

Divisi Hepatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 3

 Serum bilirubin direk dan indirek


 ALT (SGPT) dan AST (SGOT)
 Albumin, globulin
 Glukosa darah
 Koagulasi : faal hemostasis terutama waktu protrombin
4. Petanda serologis :
 IgM antiHAV
 HbsAg
 IgM anti HBc
 Anti HDV
 Anti HCV
 IgM Leptospir
 Kultur urin untuk leptospira
 Kultur darah-empedu (Gal)
5. USG hati dan saluran empedu : Apakah terdapat kista duktus koledokus, batu saluran
empedu, kolesistitis ; parenkim hati, besar limpa.

V. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis dan pemeriksaan laboratorium dan penunjang

VII. DIAGNOSIS BANDING

 Jaundice fisiologis, penyakit hemolitik, sepsis


 Carotenemi
 Hemolytic-uremic syndrome
 Reye syndrome
 Malaria, leptospira, brucellosis, infeksi berat
 Batu empedu
 Wilson’s disease, Cystic fibrosis, Systemic Lupus Erythremotasus (SLE).
 Keracunan obat seperti acetaminofean, asam valproat, kombinasi obat anti tuberkulosa

VI. KOMPLIKASI

 Terjadi kolestasis yang memanjang : lebih dari 30 hari


 Gagal hati : kesadaran menurun, terdapat gejala perdarahan, SGOT/SGPT > 1000 IU/L,
serum bilirubin > 10 mg/dl, pemanjangan waktu protrombin > 3 dtk

V. PENATALAKSANAAN

a. Terapi suportif : pembatasan aktivitas, pemberian makanan terutama harus cukup kalori.
Hindari obat hepatotoksik seperti parasetamol, INH, Rifampisin.
b. Medikamentosa :
 Ursedeoksikolikasid (UDCA)
 Obat anti virus : interferon, lamivudin, ribavirin.
 Prednison khusus untuk VHA bentuk kolestatik.
 Kolestasis berkepanjangan diberi vitamin larut dalam lemak dan terapi simptomatis
untuk menghilangkan rasa gatal yaitu kolestiramin.
 Hepatitis fulminan dirawat intensif.

VI. PEMANTAUAN

Divisi Hepatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 4

 Penilaian kesadaran, suhu badan, derajat ikterus, besar hati.


 Gejala perdarahan terutama saluran cerna
 Laboratorium : Bilirubin direk/indirek, SGOT/SGPT, Glukosa, Albumin, PT diulang tiap 3 – 7
hari tergantung perkembangan penyakit

Algoritme diagnosis hepatitis akut

Gejala prodromal, resiko (+), ikterus, hepatomegali/nyeri kuadran atas

Uji fungsi hati, IgM Rujuk bila:


anti HAV, HBsAg Bilirubin > 10 mg/dl
USG hati+saluran SGOT/SGPT > 1000 IU
empedu PT memanjang lebih
dari 3 detik di atas
normal

IgM anti HAV (+) IgM anti HAV (-) IgM anti HAV (-)
HbsAg (+) HbsAg (-)

IgM anti HBc (+) IgM anti HBc Periksa anti HCV
(-)

Tatalaksana Tatalaksana Hepatitis B (+) (-)


Hepatitis A Hepatitis B Akut Kronis

Hepatitis C

Rujuk bila: Cari etiologi lain


-Bilirubin > 10 mg/dl Misalnya :
-SGOT/SGPT>1000 IU - Obat
- PT memanjang lebih - Wilson disease
dari 3 detik di atas - Autoimun hepatitis
normal

Divisi Hepatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 5

2. KOLESTATIS

I. PENDAHULUAN

 Kolestasis adalah gangguan pembentukan, sekresi dan pengaliran empedu mulai dari
hepatosit, saluran empedu intrasel, ekstrasel dan ekstra-hepatal. Hal ini dapat
menyebabkan perubahan pada indikator biokimia, fisiologis, morfologis, dan klinis oleh
karena terjadi retensi bahan-bahan yang larut dalam empedu.
 Walaupun terdapat beberapa pemeriksaan laboratorium yang menunjang diagnosis
kolestasis tetapi pengukuran kadar bilirubin merupakan uji saring yang langsung dan mudah
untuk kolestasis.
 Dikatakan kolestasis apabila kadar biliburin direk melebihi 2.0 mg/dl atau 20% dari bilirubin
total.

II. ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI

 Penyebab dari kolestasis secara garis besar dibagi dalam dua golongan besar yaitu
penyebab hepatoseluler dan bilier, dapat primer maupun sekunder.
 Kolestasis pada bayi dibagi dalam dua golongan besar yaitu hepato-seluler dan bilier, intra
dan ekstra hepatal.
 Penyebab terbanyak kolestasis pada neonatus adalah kerusakan jaringan hati akibat infeksi
virus intra uterin, terutama TORCH. Penyebab lain diantaranya gangguan metabolik,
genetik, autoimun, dan gangguan embrional.
 Secara klinis maupun laboratoris sangat sukar untuk membedakan kolestasis intra dan
ekstra hepatal, sehingga diperlukan langkah diagnostik yang kompleks.

III. GEJALA KLINIS

 Kuning
 Gatal-gatal di kulit
 Urin berwarna gelap
 Tinja pucat seperti dempul
 Pembesaran perut

IV. LANGKAH DIAGNOSTIK

Anamnesis
 Riwayat kehamilan dan kelahiran : infeksi ibu pada saat hamil atau melahirkan, berat
lahir, lingkar kepala, pertumbuhan janin (kolestasis intrahepatik umumnya berat lahirnya <
3000 g dan pertumbuhan janin yang terganggu)
 Riwayat keluarga : riwayat kuning, tumor hati, hepatitis B, hepatitis C, hemokro-matosis,
perkawinan antar keluarga. Resiko hepatitis virus B/C (transfusi darah, operasi, dll) paparan
terhadap toksin/obat-obatan. Urin : Warna kuning tua/gelap, tinja pucat/dempul
Pemeriksaan Fisis
 Pertumbuhan : berat badan, lingkar kepala
 Kulit : ikterus, spider angiomata, eritema palmaris, edema
 Abdomen : Pembesaran liver, konsistensi, permukaan.
Splenomegali, Vena kolateral, asites
 Mata : ikterik
 Lain-lain : jari tabuh, asteriksis, foetor hepaticus

Divisi Hepatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 6

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan dasar :
1. Gambaran darah tepi
2. Biokimia darah :
 Serum bilirubin direk dan indirek
 ALT (SGPT), AST (SGOT)
 Albumin, globulin
3. Kolesterol, trigliserida
4. Gula darah puasa
5. Ureum, kreatinin
6. Urin : rutin (leukosit urin, bilirubin, urobilinogen, reduksi) dan kultur urin
Pemeriksaan lanjutan :
1. Biokimia Darah :
 Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT)
 Masa Protrombin
2. DAT (aspirasi cairan duodenum)
3. Pemeriksaan etiologi : TORCH (toksoplasma, rubella, CMV, herpes simpleks), hepatitis virus
B, C, skrining sederhana penyakit metabolik (gula darah, trigliserida).
4. Pencitraan : USG dua fase (puasa 4-6 jam dan sesudah minum), CT scan, MRI, Skintigrafi
atau kolangiografi intraoperatif untuk kasus kolestasis ekstrahepatik.
5. Biopsi hati

Gambaran laboratorium kolestasis intrahepatis dan ekstrahepatis secara kasar adalah :

Intrahepatis Ekstrahepatis
ALT/AST +++ +
GGT + ++++
Bilirubin serum +++ ++

VI. DIAGNOSIS BANDING

 Anatomi : atresia bilier, kista koledokal, hipoplasia bilier


 Infeksi : toksoplasma, rubella, sitomegalovirus, simplek herpes, sipilis
 Metabolik : galaktosemi, tirosinemi
 Endokrin : hipotiroit, hipokortisol
 Genetik : sindrom Alagille, PFIC
 Lain-lain : infeksi bakteri

VII. TERAPI

A. Terapi operasi untuk kolestasis ekstrahepatik


B. Terapi medikamentosa untuk kolestatis intrahepatik yang dapat diketahui penyebabnya
C. Terapi suportif
1. Asam ursideoksikolat 10-20 mg/kg dalam 2-3 dosis
2. kebutuhan kalori mencapai 130-150% kebutuhan bayi normal dan mengandung lemak
rantai sedang (Medium chain trigliseride-MCT).
3. Vitamin yang larut dalam lemak
 A 5000-25.000 IU
 D : calcitriol 0,50-0,2 ug/kg/hari
 E 25-200 IU/kg BB/hari
 KI 2,5-5 mg : 2-7 x/minggu
Divisi Hepatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 7

Algoritme Tata Laksana Kolestasis pada Bayi


Ikterus, urin gelap, tinja pucat/akholik

Hiperbilirubinemia terkonjugasi

ALT, AST, GGT, PT, albumin, kolesterol, trigliserida, asam empedu, gula darah puasa
Urin : leukosit, reduksi, kultur
TORCH, Skrining penyakit metabolic : TSH dan FT4

USG 2 fase

Duktus bilier paten


Duktus Bilier tidak paten

Biopsi hati
Infeksi (+) ISK
Infeksi (-)

Bile duct Biopsi hati Medika-mentosa


paucity
Atresia
bilier
Hepatitis
neonatal
Suportif/ Kolangiografi
simptomatis intraoperatif
Suportif/simptomatis

Operasi
Kasai

Divisi Hepatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 8

3. ASITES

I. BATASAN

Asites adalah peningkatan jumlah cairan intra peritoneal.

II. ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

 Penyebab asites terbanyak adalah gangguan hati kronis tetapi dapat pula disebabkan
penyakit lain.
 Asites dapat terjadi melalui beberapa mekanisme, diantaranya :
1. Peningkatan tekanan hidrostatik : Sirosis, oklusi vena hepatika (sindrom Budd-Chiari),
obstruksi vena cava inferior, perikarditis konstriktif, penyakit jantung kongestif.
2. Penurunan tekanan osmotik koloid : Penyakit hati stadium lanjut dengan gangguan
sintesis protein, sindrom nefrotik, malnutrisi, protein-lossing enteropathy
3. Peningkatan permeabilitas kapiler peritoneal : Peritonitis TB, peritonitis bakteri,
penyakit keganasan pada peritonium .
4. Kebocoran cairan di cavum peritoneal : Bile ascites, pancreatic ascites, chylous ascites,
urine ascites
5. Micellanous : Myxedema, ovarian disease (Meigs' syndrome), chronic hemodialysis

III. GEJALA KLINIS

Derajat Asites dapat ditentukan secara semikuantitatif sebagai berikut :


 Tingkatan 1 : bila terdeteksi dengan pemeriksaan fisik yang sangat teliti
 Tingkatan 2 : mudah diketahui dengan pemeriksaan fisik biasa tetapi dalam jumlah cairan
yang minimal
 Tingkatan 3 : dapat dilihat tanpa pemeriksaan fisik khusus akan tetapi permukaan
abdomen tidak tegang
 Tingkatan 4 : asites permagna

IV. DIAGNOSIS

Pemeriksaan fisik :
 Distensi abdomen
 Bulging flanks
 Timpani pada puncak asites
 Fluid wave
 Shifting dulness
 Puddle sign
Foto thorax dan foto polos abdomen (BOF)
 Elevasi diaphragma, pada 80% pasien dengan asites, tepi lateral hepar terdorong ke sisi
medial dinding abdomen (Hellmer sign). Terdapat akumulasi cairan dalam rongga
rectovesical dan menyebar pada fossa paravesikal, menghasilkan densitas yang sama pada
kedua sisi kandung kemih. Gambaran ini disebut ”dog’s ear” atau "Mickey Mouse"
appearance. Caecum dan colon ascenden tampak terletak lebih ke medial dan
properitoneal fat line terdorong lebih ke lateral merupakan gambaran yang tampak pada
lebih dari 90% pasien dengan asites.
Ultrasonografi
 Volume cairan asites kurang dari 5-10 mL dapat terdeteksi.

Divisi Hepatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 9

 Dapat membedakan penyebab asites oleh karena infeksi, inflamasi atau keganasan.
CT scan
 Asites minimal dapat diketahui dengan jelas pada pemeriksaan CT scan. Cairan asites dalam
jumlah sedikit akan terkumpul di ruang perihepatik sebelah kanan. Ruang subhepatic bagian
posterior (kantung Morison), dan kantung Douglas.
Parasentesis abdomen
Analisis cairan asites dilakukan pada onset awal asites, tindakan tersebut memerlukan rawat
inap untuk observasi.
Analisis cairan asites :
1. Perbedaan kadar albumin serum-asites (SAAG)
2. Kadar amilase, meningkat pada asites gangguan pankreas.
3. Kadar trigliserida meningkat pada chylous asites.
4. Lekosit lebih dari 350/mikroliter merupakan tanda infeksi. Dominasi polimorfonuklear,
kemungkinan infeksi bakteri. Dominasi mononuklear, kemungkinan infeksi tuberkulosis atau
jamur.
5. Eritrosit lebih dari 50.000/mikroliter menimbulkan dugaan malignancy, tuberkulosis atau
trauma.
6. Pengecatan gram dan pembiakan untuk konfirmasi infeksi bakterial.
7. Apabila pH < 7: tanda suatu infeksi bakterial.
8. Pemeriksaan sitologis pada keganasan

V. DIAGNOSA BANDING

Tipe asites sesuai dengan SAAG


Tinggi ( > or = 1.1 g/dl) Rendah ( < 1.1 g/dl)
Tumor peritonium
Sirosis
Asites pankreas
Hepatitis alkohol
Asites bilier
Gagal jantung
TBC peritonium
Gagal hati fulminan
Sindrom nefrotik
Trombosis vena porta
Obstruksi usus

VI. TERAPI

 Penanganan asites tergantung dari penyebabnya, diuretik dan diet rendah garam sangat
efektif pada asites karena hipertensi portal. Pada asites karena inflamasi atau keganasan
tidak memberi hasil.
 Restriksi cairan diperlukan bila kadar natrium turun hingga < 120 mmol perliter.
 Kombinasi spironolakton dan furosemid sangat efektif untuk mengatasi asites dalam waktu
singkat. Dosis awal untuk spironolakton adalah 1-3 mg/kg/24 jam dibagi 2-4 dosis dan
furosemid sebesar 1-2 mg/kgBB/dosis 4 kali/hari, dapat ditingkatkan sampai 6
mg/kgBB/dosis.
 Pada asites yang tidak memberi respon dengan pengobatan diatas dapat dilakukan cara
berikut :
1. Parasentesis :
Pengambilan cairan untuk mengurangi asites masif yang aman untuk anak adalah
sebesar 50 cc/kg berat badan. Disarankan pemberian 10 g albumin intravena untuk tiap
1 liter cairan yang diaspirasi untuk mencegah penurunan volume plasma dan gangguan
keseimbangan elektrolit
2. Peritoneovenous shunt LeVeen atau Denver
3. Ultrafiltrasi ekstrakorporal dari cairan asites dengan reinfus

Divisi Hepatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 10

 Monitoring :
 Diet
 Rawat inap diperlukan untuk memantau peningkatan berat badan serta pemasukan dan
pengeluaran cairan.
 Pemantauan keseimbangan natrium dapat diperkirakan dengan monitoring pemasukan
(diet, kadar natrium dalam obat dan cairan infus) dan produksi urin. Keseimbangan Na
negatif adalah prediktor dari penurunan berat badan.
 Keberhasilan manajemen pasien dengan asites tanpa edema perifer adalah
keseimbangan Na negatif dengan penurunan berat badan sebesar 0,5 kg per hari.

 Diet :
Restriksi asupan natrium (garam) 500 mg/hari (22 mmol/hari) mudah diterapkan pada
pasien-pasien yang dirawat akan tetapi sulit dilakukan pada pasien rawat jalan. Untuk itu
pembatasan dapat ditolerir sampai batas 2000 mg/hari (88 mmol/hari).
Retriksi cairan tidak diperlukan kecuali pada kasus asites dengan serum sodium level turun
di bawah 120 mmol/L.

Divisi Hepatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 11

4. GAGAL HATI FULMINAN

I. BATASAN

Gagal hati fulminan adalah suatu sindrom klinik yang disebabkan oleh nekrosis sel hati yang
luas, diikuti kegagalan fungsi hati secara mendadak, yang ditandai dengan ensefalopati yang
timbul dalam waktu kurang dari 8 minggu setelah gejala pertama penyakit hati.

II. PATOFISIOLOGI

Berdasar interval waktu antara timbulnya ikterus dan ensefalopati, gagal hati dibagi menjadi 3
kategori : hiper akut, akut, dan sub akut.

Klasifikasi Gagal Hati Akut

Interval jaundice-
Edema Otak Prognosis Penyebab
Ensefalopati
Virus A,B
Hiper-akut <7 hari Sering Sedang
Acetaminophen

Akut 8-28 hari Sering Jelek Non-A/B/C;obat

Sub-akut 29 hari - 12 mg Sering Jelek Non-A/B/C;obat

III. GEJALA KLINIS

 Gejala klinis sangat bervariasi, merupakan gabungan antara gejala kelainan hati dan
ensefalopati, mulai yang ringan sampai koma.

Gradasi koma hepatikum yang terjadi adalah sebagai berikut :


Gradas Tingkat kesadaran Kejiwaan Tanda Neurologi Gangguan EEG
i
0 Normal Normal Tidak ada Tidak ada
Sub- Normal Normal Gangguan tes Tidak ada
klinis psikometrik
1 Gangguan pola tidur Lupa Tremor Gelombang tiga fase
Gelisah Bingung Apraksia (5 Hz)
Agitasi Inkordinasi
Iritabel Tidak bisa menulis
2 Lethargy Disorientasi waktu Asteriksis Gelombang tiga fase
Respons lambat Hilang hambatan Disarthria (5 Hz)
Kelakuan tak terkontrol Ataksia
Refleks hipoaktif
3 Somnolence Disorientasi tempat Asteriksis Gelombang tiga fase
Confusion Agresif Kekakuan otot (5 Hz)
Tanda Babinsky
Refleks hiperaktif
4 Koma Tidak ada Deserebrasi Aktifitas gelombang
Delta/ lambat

Divisi Hepatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 12

 Pada bayi perjalanan penyakit progresif dan bayi meninggal sebelum ikterus tampak.
 Gejala hepatitis : lemah, panas, anoreksia, muntah, nyeri perut, ikterus, kencing keruh, tinja
akolis.
 Gejala neurologi : gangguan tingkah laku, pusing, sakit kepala, perubahan irama tidur,
gangguan koordinasi dengan flapping tremor, refleks tendon yang meningkat, dan refleks
Babinsky positif, hingga fase akhir terjadi hipotoni dan refleks-refleks menghilang.

IV. DIAGNOSIS

Selain anamnesis, pemeriksaan fisik dan neurologis, beberapa pemeriksaan penunjang juga
diperlukan dalam menegakkan diagnosis :

Pemeriksaan laboratorium
a. Serum transaminase : meningkat 70-100 kali
b. Bilirubin direk dan total : bilirubin > 4 mg/dl menunjukkan prognosis buruk
c. Alkali fosfatase : normal atau meningkat
d. Faal hemostasis : memanjang
e. Albumin serum : fase awal normal dan menurun pada fase lanjut. Kadar albumin rendah
menunjukkan prognosis buruk
f. Hipoglikemia, khususnya pada bayi
g. Peningkatan kadar serum kreatinin signifikan mengarah pada hepatorenal syndrome
h. Hiponatremia dan hipokalemia
i. Kadar fosfat rendah
j. Kadar serum ammonia meningkat secara dramatis
k. Peningkatan serum laktat sebagai akibat gangguan perfusi jaringan dan penurunan klirens
oleh hati
l. Analisis gas darah : asidosis metabolik atau alkalosis respiratorik sebagai akibat dari
hepatopulmonary syndrome
m. Pemeriksaan serologi terhadap etiologi gagal hati fulminan
Pemeriksaaan penunjang lain
a. EEG
b. USG hati (Doppler)
c. CT scan atau MRI abdomen.
d. CT scan kepala
e. Biopsi hati

V. TATALAKSANA

Tujuan pengobatan adalah mempertahankan fungsi otak, ginjal, pernafasan sampai terjadi
regenerasi hati serta mencegah terjadi komplikasi, dengan pengawasan yang intensif dan
berkesinambungan, meliputi :
a. Mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit.
- Pemberian cairan intravena.
- Mempertahankan kadar Natrium dan Kalium darah.
b. Diet : Tinggi kalori, tinggi karbohidrat dan cukup lemak. Protein 0,5-1 g/kgBB/hari.
c. Pengobatan terhadap perdarahan
Timbulnya perdarahan merupakan akibat defisiensi faktor-faktor pembekuan, DIC, dan
trombositopenia.
- Vitamin K
- Plasma segar beku
- Faktor pembekuan diberikan bila waktu protrombin memanjang lebih dari 10 detik
- Antasid dan antagonis reseptor H2 20 mg/kgBB/hari
- Bila terjadi perdarahan diberikan darah segar
Divisi Hepatologi
Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak RSUD Jayapura 13

d. Pengobatan terhadap ensefalopati


- Neomisin 25 mg/kgBB tiap 8 jam
- Laktulose enema 150cc dalam 500cc air 4 kali sehari
- Laktulose oral 1 ml/kgBB 4 kali sehari
e. Pemberian sedatif harus dicegah
- Bila kejang diberi flumazenil (benzodiazepine-receptor antagonist)
- Tidak boleh diberikan diazepam karena dapat menekan pusat pernapasan
f. Antibiotik : Jika diduga infeksi, sesuai hasil kultur.
g. Edema serebri
- Kortikosteroit masih kontroversi
- Manitol 0.5-1 g/kgBB iv bila tekanan intrakranial lebih dari 30 mmHg, dosis
pemeliharaan 0.25-0.5 g/kgBB iv 4 kali sehari.
h. Gangguan ginjal : Peritoneal dialisis atau hemodialisis bila terjadi gagal ginjal
i. Gangguan pernafasan
- Intubasi endotrakheal dan ventilasi mekanik bila terjadi gagal nafas
- Asidosis diberi Natrium Bicarbonat karena dapat memperbaiki kesadaran dan
meningkatkan aliran darah dan oksigen ke otak
j. Usaha untuk menunjang fungsi hati
- Tranfusi tukar (exchange transfusion)
- Dialisis peritoneal pada penyakit Wilson untuk membuang tembaga dengan menambah
D-penicillamine kedalam dialysate
- Plasmapheresis pada gagal hati fulminan yang menunggu transplantasi
- Charcoal haemoperfusion dengan infus prostacyclin
- Transplantasi hati

VI. PEMANTAUAN

Tekanan darah, nadi, suhu tubuh, produksi urine dan jika memungkinkan dengan tekanan vena
sentral. Pemeriksaan laboratorium : darah lengkap, fungsi ginjal dan fungsi hati, serum
elektrolit, albumin, analisa gas darah dan urine lengkap.

VII. PROGNOSIS

Mortalitas pada anak-anak sebesar 80-90% disebabkan edema serebri, sepsis, dan kerusakan
multi organ. Angka keberhasilan hidup adalah sebesar  10-20%. Dipengaruhi oleh derajat
koma, macam pengobatan, umur penderita, dan tergantung pada kemampuan regenerasi hati
serta komplikasi yang terjadi.

Divisi Hepatologi

Anda mungkin juga menyukai