Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Henoch Schonlein Purpura (HSP) pertama kali dideskripsikan pada tahun


1801 oleh Heberden yang menemukan nyeri perut, mual, melena, arthralgia,
purpura, dan hematuria pada anak 5 tahun. Selanjutnya, Schonlein
mendeskripsikan asosiasi arthralgia dan lesi purpura di kulit pada seorang anak,
dan menyebutnya “peliosis rheumatic”. Pada tahun 1837, Henoch melaporkan 4
orang anak yang mengeluhkan nyeri perut dan mengalami lesi pada ginjal, disertai
manifestasi pada kulit dan sendi. Sejak saat itu, penyakit tersebut disebut HSP.1
Penyebab penyakit ini masih belum diketahui secara pasti, namun diyakini
paparan terhadap berbagai antigen seperti agen infeksi, vaksinasi, dan obat-obatan
dapat memicu reaksi imunologi. Manifestasi klinis yang dominan pada penyakit
ini adalah palpable purpura dan petechiae, arthritis, nyeri perut, dan nefritis. Pada
kebanyakan pasien pediatric penyakit ini merupakan penyakit self-limited, namun
perdarahan intestinal yang parah atau intususepsi dapat menjadi komplikasi akut
yang berbahaya. Prognosis HSP tergantung pada seberapa parah keterlibatan
ginjal yang terjadi. Gejala pada ginjal yang ditimbulkan, dapat berupa hematuria
intermiten dan proteinuria hingga sindrom nefrotik-nefritik yang parah.2
Sepsis merupakan salah satu masalah pada anak yang penting untuk diatasi
dilihat dari tingkat mortalitasnya yang masih tinggi, terutama di negera-negera
berkembang seperti Indonesia. Belum ada data mengenai prevalensi sepsis secara
khusus di Indonesia. Sepsis yang tidak ditangani dengan baik dapat jatuh kedalam
keadaan syok septik yang akhirnya dapat menyebabkan kematian. Penanganan
secara dini terhadap syok septik dapat mengurangi angka morbiditas dan
mortalitas.2
Kriteria konsensus untuk mendiagnosis HSP adalah adanya purpura atau
petechiae predominan pada anggota gerak bagian bawah dan setidaknya salah satu
dari gejala sebagai berikut, nyeri perut yang menyebar.1

1
BAB II
KASUS

I. Identitas Pasien

Nama : An. M
Jenis kelamin : Laki-Laki
Usia : 9 tahun
Tanggal lahir : 30 Juli 2009
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. RTA Milono km 9
Tanggal masuk rumah sakit : 6 Mei 2018

II. Anamnesa

 Kiriman dari : IGD


 Dengan Diagnosis : Obs. Febris Hari ke-5 + susp. Orchitis sistitis
 Keluhan utama
Demam sejak 5 hari SMRS
 Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang diantar kedua orang tuanya ke poli anak dengan keluhan
utama demam 5 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun, demam turun bila
diberikan obat penurun panas lalu kembali naik bila efek obat habis, saat
demam tidak ada dikeluhkan mimisan, gusi berdarah, tidak terdapat bintik
merah di kaki, tangan, atau keluar cairan dari telinga, hidung, menggigil,
berkeringat, ataupun mencret, tidak ada riwayat berpergian kesuatu daerah,
badan dan mata tidak tampak kuning. Pasien juga mengeluhkan adanya mual
dan muntah, muntah 5x/hari , muntah kadang-kadang timbul mendadak,
muntah berupa cair dan makanan, Setiap kali pasien muntah sebanyak 1/2
gelas aqua, muntah tidak ada darah, muntah tidak berwarna kehitaman, tidak
berwarna hijau dan muntah tidak menyemprot. Pasien juga mengeluhkan nyeri

2
perut, nyeri dirasakan di seluruh perut, nyeri perut hilang timbul dan
timbulnya tidak menentu, jika di tekan perut terasa nyeri, nyeri perut tidak
timbul sehabis makan ataupun melakukan aktifitas, rasa nyeri menyebar ke
seluruh perut, rasa nyeri tidak terasa seperti terbakar dan nyeri tidak menjalar.
Tidak ada riwayat trauma pada perut.
Kemudian, Pasien mengeluhkan adanya bengkak di kedua tangan dan kaki
5 hari sebelum masuk rumah sakit. Bengkak pertama kali muncul di kedua
kaki kemudian timbul di kedua tangan. Bengkak muncul tiba-tiba dan selalu
terlihat bengkak, tidak ada bengkak di pagi hari, tidak ada bengkak di mata
dan wajah, tidak ada sesak nafas, dan tidak cepat lelah jika beraktivitas biasa.
Pasien juga mengeluhkan nyeri di seluruh badan terutama nyeri di sendi.
Nyeri di rasakan terus menerus, Nyeri timbul secara mendadak, Tidak ada
riwayat jatuh, terbentur sesuatu, ataupun melakukan aktivitas yang berlebihan.
.
 Riwayat penyakit dahulu
Riwayat orchitis dan sistitis (+)
 Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada keluarga yang menderita diare, tidak ada keluarga yang
menderita penyakit kulit, tidak ada keluarga yang menderita batuk dan pilek,
tidak ada riwayat batuk berkepanjangan (-), tidak ada riwayat asma dan alergi
, tidak ada keluarga yang menderita penyakit keganasan ataupun penyakit
lainnya..

 Riwayat sosial, ekonomi, dan lingkungan


Pasien tinggal di rumah dengan beranggotakan 3 orang. Pasien merupakan
anak tunggal. Ayah dan ibu pasien bekerja swasta. Rumah terbuat dari beton,
terdiri dari kamar tidur 1 buah dan 1 dapur. Ventilasi dan jendela sering
dibuka, sumber air berasal dari air PDAM, lingkungan di sekitar rumah tidak
padat dan rumah berjarak > 1 m dari rumah tetangga. Kondisi ekonomi
keluarga menengah.

3
 Riwayat Antenatal
Rutin periksa ke posyandu setiap bulan 1x dan di beri tablet penambah
darah. Ibu juga tidak mengkonsumsi obat-obatan, alkohol, rokok dan jamu.
Riwayat penyakit selama kehamilan: Diabetes Mellitus (-), hipertensi (-),
anemia (-), sesak (-).

 Riwayat lahir
Pasien dilahirkan cukup bulan secara spontan dirumah dibantu oleh bidan
lahir langsung menangis kuat (+), gerak aktif (+), sianosis (-) tali pusat segar
(+), lilitan tali pusat (-), tidak ada penyulit saat kehamilan (+), tidak ada
kelainan yang ditemukan saat pasien lahir. Berat badan bayi saat lahir 2.900
gram, untuk panjang badan dan lingkar kepala ibu dan ayah pasien sudah lupa.

 Riwayat perkembangan :
- Motorik kasar:
Tiarap : 4 bulan
Merangkak : 7 bulan
Duduk : 9 bulan
Berdiri : 11 bulan
Berjalan : 12 bulan
Kesan : Perkembangan sesuai usia
- Motorik Halus :
Bisa menulis, membaca, berhitung dan menggambar.
- Bahasa dan verbal :
Dapat berkomunikasi dengan baik dengan orang lain.
- Sosial :
Bergaul dengan teman sebaya (+), mampu melepas dan memasang
pakaian sendiri (+), mampu makan dan minum sendiri (+).
- Saat ini : pasien kelas 4 SD dan prestasi disekolah baik.
Kesan: Perkembangan sesuai usia

4
 Riwayat Pertumbuhan
Usia = 9 tahun
BB sekarang = 23 kg
PB sekarang = 127 cm

Status Gizi =
Menurut CDC :

WFA : 23/29 X 100% = 79% (80% - 100%)


Kurang
HFA : 127/134 X 100% = 94% (90%-110%)
Normal
WFH : 23/23 X 100% = 100% (90%-110%)
Status Gizi Normal

5
 Riwayat imunisasi :

Jenis Vaksin Jumlah pemberian

BCG 1 Kali

DPT 3 Kali

POLIO 4 Kali

HEPATITIS B 3 Kali

CAMPAK 1 Kali

Kesan : Imunisasi dasar lengkap

 Riwayat Makanan :
Pada usia 0 – 4 bulan pasien diberikan ASI eksklusif, usia 4 – 12 bulan pasien
diberikan ASI dan susu formula disertai dengan MPASI (bubur susu, bubur nasi,
biskuit, buah), 12 bulan – sekarang diberikan menu keluarga (nasi,sayur,lauk
pauk, buah,roti) 2-3x/hari.

III. Pemeriksaan Fisik


 Keadaan umum : Tampak lemas, menggigil (-), Tampak Nyeri
 Kesadaran : compos mentis (E4M6V5)
 Tanda Vital
o Nadi : 96x/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup.
o Laju Nafas : 22x/menit, pernafasan torakoabdominal
o Suhu : 38,5 oC
 Status Generalis
Kepala
Bentuk dan ukuran : Normocephali , deformitas (-) , ubun-ubun datar.
Lingkar Kepala : 50 cm
Rambut dan Kulit Kepala : Warna hitam, distribusi rambut merata , kelebatan
rambut sedang, tidak mudah di cabut dan tidak mudah patah.

6
- Mata
Palpebra : Edema -/-
Konjungtiva : Anemis -/-
Sklera : Ikterik -/-
Kornea : Jernih
Pupil : Bulat, isokor, reflex cahaya +/+
Air mata : +/+
Mata cekung : -/-

- Wajah
Simetris
Edema (-)

- Hidung
Bentuk : normal, simetris , septum deviasi (-)
Sekret : -/-
Pernapasan cuping hidung : -/-

- Telinga
Meatus Akustikus Eksternus : +/+
Sekret : -/-
Serumen : -/-

- Mulut
Bentuk dan ukuran : normal
Mukosa oral dan bibir : basah
Warna gusi normal : merah muda
Oral kandidiasis (-)
Lesi (-)

7
- Bibir
Simetris
Sianosis (-)
Mukosa tampak basah
Tidak tampak pucat/sianosis
Lesi (-)

- Leher
Bentuk : Simetris
Pembesaran KGB : Tidak teraba membesar
Kelenjar tiroid : Tidak teraba membesar.

- Faring
Dinding Faring : Tidak hiperemis
Ukuran Tonsil : T0-T0

Toraks
- Jantung
Inspeksi : Iktus kordis tidak tampak.
Auskultasi : Bunyi jantung I dan II regular, murmur (-), gallop (-).
Palpasi : Iktus kordis teraba di sela iga ke 5 garis mid klavikula.
Perkusi : Redup.
- Paru-paru
Inspeksi : bentuk dada simetris, retraksi (-)
Auskultasi : vesikuler +/+ , ronkhi -/-, wheezing -/-, stridor (-)
Palpasi : massa (-),gerakan nafas teraba simetris
Perkusi : sonor di kedua lapang paru.

8
Abdomen
Inspeksi : datar, defence musculaire (+), tampak efloresensi
palpable purpura di bagian kuadran 3, ukuran ± 0,3-0,5 cm
.
Palpasi : supel, turgor baik, nyeri tekan dan lepas (+) di
seluruh kuadran abdomen, hepatosplenomegali (-),
splenomegali(-)
Perkusi : timpani di semua kuadaran abdomen
Auskultasi : bising usus 4-5x / menit pada seluruh region.

Punggung : Deformitas (-), massa (-), tampak efloresensi


palpable purpura di region lumbalis sampai ke region
gluteal, ukuran ± 0,3 – 0,5 cm.
Ekstremitas
Ekstremitas bawah : Akral hangat +/+, oedem -/- , CRT < 2 detik,
tampak efloresensi palpable purpura (+) di popliteal
dextra, crural dextra & sinistra , ukuran ± 0,3 – 1 cm
.
Ekstremitas atas : Akral hangat +/+, oedem -/- , CRT < 2 detik,
tampak efloresensi palpable purpura (+) di ulnaris
dextra dan humerus sinistra , ukuran ± 0,3 – 0,5
cm.

9
IV. Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah lengkap (06/05/2018)

Pemeriksaan Nilai

Hb 10,3 g/dL
MCV 84,9 fl
MCH 26.9 pg
MCHC 31.6 g/dL
Ht 29,7%
Eritrosit 4,92 x 10^6/uL
Leukosit 25.55 x 10^3/uL
Trombosit 295 x 10^/uL
GDS 79 mg/dL
Tabel 1. Pemeriksaan Darah Lengkap 06/05/2018

 Pemeriksaan darah lengkap (09/05/2018)


Pemeriksaan Nilai

Hb 11,9 g/dL
MCV 85,2 fl
MCH 24.7 pg
MCHC 29.2 g/dL
Ht 30,4%
Eritrosit 5,21 x 10^6/uL
Leukosit 18.07 x 10^3/uL
Trombosit 171 x 10^/uL
Tabel 2. Pemeriksaan Darah Lengkap 9/05/2018

V. Resume
Pasien datang diantar kedua orang tuanya ke poli anak dengan keluhan
utama demam 5 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun, demam turun bila
diberikan obat penurun panas lalu kembali naik bila efek obat habis, saat
demam tidak ada dikeluhkan mimisan, gusi berdarah, tidak terdapat bintik
merah di kaki, tangan, atau keluar cairan dari telinga, hidung, menggigil,
berkeringat, ataupun mencret, tidak ada riwayat berpergian kesuatu daerah,
badan dan mata tidak tampak kuning. Pasien juga mengeluhkan adanya mual
dan muntah, muntah 5x/hari , muntah kadang-kadang timbul mendadak,
muntah berupa cair dan makanan, Setiap kali pasien muntah sebanyak 1/2

10
gelas aqua, muntah tidak ada darah, muntah tidak berwarna kehitaman, tidak
berwarna hijau dan muntah tidak menyemprot. Pasien juga mengeluhkan nyeri
perut, nyeri dirasakan di seluruh perut, nyeri perut hilang timbul dan
timbulnya tidak menentu, jika di tekan perut terasa nyeri, nyeri perut tidak
timbul sehabis makan ataupun melakukan aktifitas, rasa nyeri menyebar ke
seluruh perut, rasa nyeri tidak terasa seperti terbakar dan nyeri tidak menjalar.
Tidak ada riwayat trauma pada perut.
Pasien mengeluhkan adanya bengkak di kedua tangan dan kaki 5 hari
sebelum masuk rumah sakit. Bengkak pertama kali muncul di kedua kaki
kemudian timbul di kedua tangan. Bengkak muncul tiba-tiba dan selalu
terlihat bengkak, tidak ada bengkak di pagi hari, tidak ada bengkak di mata
dan wajah, tidak ada sesak nafas, dan tidak cepat lelah jika beraktivitas biasa.
Pasien juga mengeluhkan nyeri di seluruh badan terutama nyeri di sendi.
Nyeri di rasakan terus menerus, Nyeri timbul secara mendadak, Tidak ada
riwayat jatuh, terbentur sesuatu, ataupun melakukan aktivitas yang berlebihan.

VII. Diagnosa Kerja


- Susp. Orchitis dan sistitis
- Sepsis tanpa kultur

VIII. Penatalaksanaan
Medikamentosa
 IVFD D5 ½ NS 15 tpm
 Inj. Cefotaxime 3 x 800mg/IV
 Inj. Methyl Prednisolon 3 x 25 mg
 P. O. : Ibuprofen syr 3x1 cth

11
IX. Saran Pemeriksaan Penunjang
 Darah Lengkap (sudah dilakukan)
 USG abdomen
 Foto Abdomen

X. Prognosis
 Ad vitam : ad bonam
 Ad functionam : ad bonam
 Ad sanationam : ad bonam

XI. Follow up
Tanggal S O A P
7/5/18 Batuk (-), sesak (- KU : tampak lemah - Sepsis IVFD D5 1/2  15 tpm
Perawatan ), demam (-), Kes : CM tanpa Inj. Cefotaxime
hari ke 2 Mual (-), Muntah Nadi :78x/menit, reguler kuat kultur 3x800mg
(-), nyeri perut(+) angkat, isi cukup - HSP Inj. MP 3x25 mg
Makan/minum (- Suhu: 37,50C PO:
), BAB/BAK (+) Respirasi: 20x/menit Ibuprofen syr 3x1 cth
Kep : CA -/-, SI -/-
Leh : > KGB -/-, > Tiroid (-)
Tho: simetris +/+, retraksi -/-
Paru : ves +/+, Rh-/-, Wh-/-
Cardio: S1-S2 tunggal,reguler,
murmur (-), gallop (-).
Abd: Datar, supel, BU (+)
8x/menit
Eks : AH, CRT < “, pembengkakan
sendi (+), Purpura (+/+)

12
8/5/18 Batuk (-), sesak (- KU : tampak lemah - Sepsis Pasang stopper
Perawatan ), demam (-), Kes : CM tanpa Inj. Cefotaxime
hari ke 3 Mual (-), Muntah Nadi :78x/menit, reguler kuat kultur 3x800mg
(-), nyeri perut(+) angkat, isi cukup - HSP Inj. MP 3x25 mg
Makan/minum Suhu: 37,30C PO:
(+), BAB/BAK (+) Respirasi: 20x/menit Ibuprofen syr 3x1 cth
Kep : CA -/-, SI -/-
Leh : > KGB -/-, > Tiroid (-)
Tho: simetris +/+, retraksi -/-
Paru : ves +/+, Rh-/-, Wh-/-
Cardio: S1-S2 tunggal,reguler,
murmur (-), gallop (-).
Abd: Datar, supel, BU (+)
8x/menit
Eks : AH, CRT < “, pembengkakan
sendi (+), Purpura (+/+)

9/5/18 Batuk (-), sesak (- KU : tampak lemah - Sepsis Stopper (+)


Perawatan ), demam (-), Kes : CM tanpa Inj. Cefotaxime
hari ke 4 Mual (-), Muntah Nadi :78x/menit, reguler kuat kultur 3x800mg
(-), nyeri perut(+) angkat, isi cukup - HSP Inj. MP 3x25 mg
Makan/minum Suhu: 36,80C PO:
(+), BAB/BAK (+) Respirasi: 20x/menit Ibuprofen syr 3x1 cth
Kep : CA -/-, SI -/-
Leh : > KGB -/-, > Tiroid (-)
Tho: simetris +/+, retraksi -/-
Paru : ves +/+, Rh-/-, Wh-/-
Cardio: S1-S2 tunggal,reguler,
murmur (-), gallop (-).
Abd: Datar, supel, BU (+)
8x/menit
Eks : AH, CRT < “, pembengkakan
sendi (+), Purpura (+/+) sudah
menurun.

13
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Henoch Schonlein Purpura (HSP)


3.1.1 Definisi dan Epidemiologi
Henoch-Schönlein purpura (HSP) adalah vaskulitis pada pembuuh darah
kecil yang dimediasi oleh deposisi kompleks imun immunoglobulin A (IgA).
Beberapa literatur menyebutkan HSP merupakan vaskulitis yang paling sering
terjadi pada anak-anak, disebutkan insidennya bervariasi dari 6,1 sampai 6,5 per
100.000.4
Karakteristik dari penyakit ini meliputi vaskulitis pada kulit, sendi saluran cerna,
dan ginjal.1 HSP lebih sering ditemukan pada anak-anak berusia 5-15 tahun,
jarang ditemukan pada orang dewasa dan bayi. Onset usia menjadi faktor penting
untuk menentukan derajat penyakit dan prognosisnya.5
Gejala klinis sering kali atipikal pada usia yang ekstrem. Derajat penyakit
menjadi lebih berat pada dewasa, sedangkan pada anak usia di bawah 2 tahun
jarang ditemukan nefritis atau komplikasi pada abdomen. Sebuah studi di Bistrol
menyebutkan bahwa insiden HSP lebih rendah secara signifikan pada anak-anak
kulit hitam dibandingkan anak-anak kulit putih dan anak-anak Asia. 6 Sedangkan
berdasarkan jenis kelamin, rasionya antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1.6
HSP lebih sering didiagnosis pada musim dingin, gugur, dan semi
dibandingkan dengan musim panas. Hal ini mendukung pandangan yang
menyatakan bahwa infeksi memiliki peran dalam pathogenesis penyakit ini.7
Sebuah penelitian kohort di Itali disebutkan bahwa sebanyak dua per tiga
dari pasien HSP mengalami infeksi pemicu terjadinya penyakit ini. 63 dari 150
mengalami infeksi saluran nafas akut dan 37 dari 150 anak mengalami infeksi
lainnya atau demam. 7
3.1.2 Etiopatogenesis
HSP disebutkan sebagai sebuah penyakit yang dimediasi kompleks IgA
meskipun hingga saat ini pathogenesis penyakit masih belum jelas.9 IgA adalah
immunoglobulin utama yang secara langsung melawan antigen virus dan bakteri

14
pada sistem imun area mukosa. Kompleks IgA dibentuk dan terdeposisi pada
kulit, usus, dan glomeruli ginjal, memicu respons inflamasi daerah lokal.
Peningkatan konsentrasi serum IgA dapat ditemukan pada lebih dari setengah
pasien dengan HSP.8
Tingginya serum IgA ini sendiri tidak menjadi faktor predisposisi pasien
menderita HSP. Terdapat dua subklas IgA, yaitu IgA1 dan IgA2, di mana hanya
IgA1 yang terlibat dalam pathogenesis HSP. Hal ini berhubungan dengan multiple
O-linked glycosylation, penyimpangan glikosisasi yang ditunjukkan pada HSP. 9
Glikosilasi IgA yang menyimpang tidak dibersihkan oleh hati
dengan baik sehingga rentan terjadi agregat kompleks makromolekul. Hal ini
mengakibatkan akumulasi pada sirkulasi dan terdeposisi pada dinding pembuluh
darah kecil dan mencetuskan lesi inflamasi melalui jalur alternatif dan lectin
komplemen dan aktivasi sel langusng.9
Vaskulitis leukositoklastik kemudian terbentuk dan mengakibatkan nekrosis
pembuluh darah kecil. Hal ini mengakibatkan ekstravasasi darah dan cairan ke
jaringan sekitar, yang bermanifestasi sebagai gejala spesifik terhadap organ yang
terlibat. Semua pasien HSP memiliki kompleks imun IgA1 yang bersirkulasi,
namun hanya pasien dengan manifestasi nefritis yang memiliki imun kompleks
bermassa molekul besar yang mengandung IgA1 dan IgG. Kompleks tersebut
diekskresikan pada urin pada sebagian pasien sehingga berpotensi menjadi marker
spesifik terhadap penyakit ini. 9
3.1.3 Manifestasi Klinis
Ruam di kulit menjadi penanda awal pasien dengan HSP. Keterlibatan
organ lain dapat muncul bersamaan dengan ruam, atau bermanifestasi setelah
beberapa hari atau beberapa minggu. Banyak kasus HSP didahului infeksi saluran
pernafasan akut, oleh karena itu HSP dapat didahului beberapa gejala sistemik
seperti demam dan malaise. Sebuah studi menyebutkan nyeri perut atau arthritis
muncul setelah 1-14 hari ruam muncul. Namun, penelitian Calvino et al
menyatakan bahwa 30-43% mengalami gejala pada sendi dan perut 1-14 hari
sebelum ruam muncul. Hal ini dapat mengaburkan diagnosis sehingga terjadi
tindakan-tindakan yang tidak perlu seperti laparotomy atau orchidectomy pada

15
pasien yang mengalami nyeri perut atau nyeri skrotal. Gejala-gejala ekstrarenal
dilaporkan merupakan self-limited disease yang akan membaik dalam 2 minggu
pada 83% pasien, dan hampir seluruh pasien membaik dalam 6-8 minggu.9
3.1.4 Diagnosis
Diagnosis HSP dapat ditegakkan melalui gejala klinis berdasarkan kriteria
dari konsensus European League against Rheumatism (EULAR) dan the Pediatric
Rheumatology European Society (PRES) tahun 2008 dengan sensitivitas sebesar
100% dan spesifisitas sebesar 87% untuk diagnosis HSP. Kriteria diagnosis HSP
yaitu adanya purpura atau petekie yang predominan pada tungkai bawah diikuti
dengan salah satu dari tanda berikut: adanya nyeri perut yang menyebar, arthritis /
arthralgia akut, deposisi predominan IgA pada hasil biopsi, dan keterlibatan ginjal
seperti hematuria dan/atau proteinuria.1
3.1.5 Diagnosis Banding
Anak – anak dibawah 17 tahun dengan palpable purpura dan keterlibatan
multisistem (gastrointestinal, ginjal dan sendi) tanpa adanya trombositopenia
mengarahkan diagnosis ke HSP. Diagnosis banding untuk HSP antara lain: 1,12

- Immunologic trombocytopenia purpura (ITP).

- Erupsi Obat, Urtikaria dan Eritema Multiformis.

- Systemic Lupus Erythematosus (SLE).

- Chron’s Disease.

3.1.6 Tatalaksana
HSP dapat membaik dengan sendirinya (self-limiting) pada 94%
pasien. Terapi yang diberikan merupakan terapi simtomatis. Tirah baring dan
terapi analgesik diberikan pada pasien dengan nyeri sendi akut dan nyeri perut.
Acetaminophen dapat menjadi pilihan pengobatan. Pemberian aspirin sebaiknya
dihindari. Non steroidal anti inflammatory (NSAID) sebaiknya dihindari terutama
pada pasien dengan keterlibatan ginjal dan saluran cerna. Cairan intravena dapat
diberikan pada pasien dengan nyeri abdomen hebat dan muntah. 1,12

16
Kortikosteroid oral diindikasikan pada pasien dengan rash yang berat,
edema, nyeri abdomen hebat tanpa mual muntah, dan keterlibatan ginjal, skrotum
serta testis. Prednison atau methylprednisolone dapat diberikan dengan dosis awal
1-2 mg/kgBB per hari selama satu hingga dua minggu. Selanjutnya, dosis
diturunkan secara bertahap menjadi 0,5 mg/kgBB/hari untuk satu minggu
selanjutnya. Steroid intravena dapat diberikan apabila pasien tidak toleran
terhadap steroid oral.11
3.1.7 Prognosis
Sebagian besar kasus HSP dapat membaik dengan sendirinya, prognosis
umumnya baik dengan five-year survival rates sebesar 95%. Satu dari tiga pasien
mengalami relaps dengan durasi yang lebih singkat dan gejala yang lebih ringan,
umumnya dalam waktu 4 bulan dan megenai organ yang sama. Prognosis pasien
berdasarkan pada usia saat onset penyakit, keterlibatan organ ginjal, keterlibatan
organ kulit, ketidakseimbangan imunoglobulin, dan keterlibatan neurologis. 12

3.2 Sepsis
3.2.1 Definisi
Sepsis merupakan suatu keadaan dimana infeksi dalam tubuh mencetuskan
kaskade inflamasi yang dikenal dengan istilah systemic inflammatory response
syndrome (SIRS). SIRS merupakan kaskade inflamasi yang terjadi karena sistem
imun tubuh host tidak dapat mengatasi infeksi.2 Infeksi merupakan suatu keadaan
dimana ditemukan adanya mikroorganisme dan respons imun tetapi belum disertai
dengan adanya gejala klinis. Bila ditemukan gejala klinis maka digunakkan istilah
penyakit infeksi.4 Infeksi dapat berupa infeksi bakteri, riketsia, fungi, virus,
maupun protozoa. Infeksi dapat bersifat sistemik (bakteriemia, fungiemia, atau
viremia) maupun lokal (meningitis, pneumonia, atau pielonefritis). . Gejala pada
sepsis muncul apabila sepsis sudah berkembang menjadi sepsis berat. Definisi
dari sepsis berat sendiri ialah suatu keadaan sepsis yang disertai oleh disfungsi
organ. Bila dibiarkan tanpa tatalaksana maka pasien dengan sepsis berat dapat
jatuh kedalam keadaan syok septik.2

17
3.2.2 Patogenesis
Proses terjadinya sepsis dimulai dari kolonisasi mikroorganisme yang
dapat membentuk suatu fokus infeksi. Mikroorganisme atau produk
mikroorganisme (toksin atau endotoksin) baik yang beredar dalam darah maupun
yang berasal dari suatu fokus infeksi akan menginduksi sistem imunitas sehingga
terjadi perubahan fisiologi tubuh pada sepsis. Toksin atau superantigen
berhubungan dengan bakteri gram positif, mikobakteria, dan virus dimana toksin
yang diekspresikan oleh patogen akan mengaktivasi limfosit dalam sirkulasi.
Endotoksin adalah suatu lipopolisakarida yang merupakan komponen dari dinding
sel bakteri gram negatif, fungi, atau yeast. Endotoksin akan berikatan dengan
makrofag serta menyebabkan aktivasi dan ekspresi dari gen-gen inflamasi.
Adanya endotoksin serta toksin dalam tubuh akan mencetuskan respons dari host
berupa respons imun selular dan respons imun humoral. Respons imun tubuh baik
selular dan humoral merupakan upaya tubuh tuntuk mempertahankan suasana
fisiologis. Respons imun ini diperantarai oleh substansi atau mediator-mediator
inflamasi. Pada sepsis, multiplikasi mikroorganisme patogen yang tidak terkendali
mencapai puncaknya dan menyebabkan induksi yang hebat dari sistem imunitas
tubuh sehingga terjadi kaskade inflamasi. Produksi mediator inflamasi berlebihan
(terjadi imbalans antara produksi mediator pro-inflamasi dan mediator anti-
inflamasi) sehingga menyebabkan disfungsi mikrosirkulasi tubuh. Disfungsi
mikrosirkulasi yang dimaksud ialah kerusakan endotel pembuluh darah,
pengeluaran substansi yang bersifat vasoaktif, perubahan tonus pembuluh darah,
serta obstruksi kapiler akibat agregasi komponen seluler. 4
3.2.3 Diagnosis
Diagnosis sepsis dapat ditegakkan bila memenuhi kriteria SIRS dan dapat
dibuktikan adanya suatu infeksi atau didapatkan gambaran klinis pada anak yang
konsisten dengan adanya suatu infeksi. Bila diagnosis ditegakkan berdasarkan
klinis disebut sebagai sepsis/ septicemia.5 Kriteria dari SIRS dapat terpenuhi bila
didapatkan 2 dari 4 kriteria dimana 1 haruslah merupakan abnormalitas pada
pengaturan suhu atau hitung leukosit yang abnormal.5 4 kriteria tersebut ialah:
1. Suhu inti tubuh (rektal) > 38.5°C atau < 36.0°C

18
2. Takikardia: denyut jantung rata-rata > 2 SD diatas denyut jantung normal
untuk umur tanpa stimulus eksternal, obat-obatan, atau stimulus nyeri
ATAU elevasi persisten denyut jantung tanpa sebab yang jelas selama 0.5
hingga 4 jam ATAU pada anak kurang dari 1 tahun terjadi bradikardia
persisten selama 0.5 jam dimana denyut jantung rata-rata < persentil ke-10
untuk usia tanpa adanya reflex vagal, penggunaan obat-obatan beta-
blocker, atau kelainan jantung kongenital
3. Takipnue: laju pernapasan > 2 SD diatas laju pernapasan normal untuk
umur ATAU dibutuhkan bantuan ventilasi mekanis yang tidak
berhubungan dengan penyakit neuromuskular ataupun penggunaan
anastesi umum
4. Hitung leukosit meningkat atau menurun: Hitung leukosit meningkat atau
menurun dari nilai normal untuk umur, bukan akibat dari penggunaan
kemoterapi ATAU netrofil batang > 10%
Adanya lesi kulit seperti petekie dan purpura merupakan gambaran klinis yang
sugestif sepsis. Untuk membuktikan adanya suatu infeksi, dilihat dari gejala klinis
(anamnesis dan pemeriksaan fisik) anak selain itu juga perlu ditunjang oleh
pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, pemeriksaan darah, analisa cairan,
serta pemeriksaan kultur.2
3.2.4 Tatalaksana
IDAI merekomendasikan pemberian antibiotika inisial setelah diagnosis sepsis
ditegakkan. Antibiotika yang dipilih harus mempunyai spektrum luas yang bisa
mengatasi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif yang sering menyebabkan
sepsis. Bila nanti sudah didapatkan hasil biakan atau uji kepekaan, jenis
antibiotika dapat dirubah atau dipertahankan sesuai dengan hasil dan respons
klinis pasien.4 Pada fase inisial, antibiotika yang dapat diberikan berupa:
 Ampisilin 200 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 4 dosis +
aminoglikosida (garamisin 5-7 mg/kgBB/hari diberikan IV atau netilmisin
5-6 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 2 dosis)
 Ampisilin 200 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 4 dosis +
sefotaksim 100 mg/kgBB/hari diberikan IV dibagi dalam 3 dosis

19
 Metronidazol dan klindamisin diberikan untuk kuman enterik Gram
negatif anaerob (bila dicurigai kuman penyebab anaerob karena ditemukan
fokus infeksi di rongga abdomen, rongga panggul, rongga mulut, atau
daerah rektum)4
3.2.5 Prognosis
Tingkat mortalitas pada pasien dengan sepsis sekitar 10% tergantung dari
letak fokus infeksi, patogen penyebab infeksi, adanya MODS atau tidak, serta
respons imun host terhadap infeksi. Pasien dengan berat badan lahir rendah dan
penyakit kronis memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadi sepsis berat yang
merupakan salah satu penyebab kematian utama pada anak.2 Angka kematian
pada keadaan syok septik berkisar antara 40-70% dan pada keadaan MODS
meningkat 90-100%.4 Durasi perawatan rata-rata untuk pasien dengan diagnosis
sepsis ialah 31 hari untuk anak dan 53 hari untuk neonatus dan balita.2

20
BAB IV
DISKUSI KASUS

Dilaporkan seorang anak laki-laki An. M berusia 9 tahun dengan berat


badan 23 kg yang dirawat di ruang Flamboyant RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya. Pada kesempatan ini akan dibahas mengenai diagnosis,
tatalaksana, prognosis, dan tindak lanjut dari kasus ini.

4.1 Diagnosis
Anamnesis
Pasien datang diantar kedua orang tuanya ke poli anak dengan keluhan utama
demam 5 hari SMRS. Demam dirasakan naik turun, demam turun bila diberikan
obat penurun panas lalu kembali naik bila efek obat habis, saat demam tidak ada
dikeluhkan mimisan, gusi berdarah, tidak terdapat bintik merah di kaki, tangan,
atau keluar cairan dari telinga, hidung, menggigil, berkeringat, ataupun mencret,
tidak ada riwayat berpergian kesuatu daerah, badan dan mata tidak tampak
kuning. Pasien juga mengeluhkan adanya mual dan muntah, muntah 5x/hari ,
muntah kadang-kadang timbul mendadak, muntah berupa cair dan makanan,
Setiap kali pasien muntah sebanyak 1/2 gelas aqua, muntah tidak ada darah,
muntah tidak berwarna kehitaman, tidak berwarna hijau dan muntah tidak
menyemprot. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut, nyeri dirasakan di seluruh
perut, nyeri perut hilang timbul dan timbulnya tidak menentu, jika di tekan perut
terasa nyeri, nyeri perut tidak timbul sehabis makan ataupun melakukan aktifitas,
rasa nyeri menyebar ke seluruh perut, rasa nyeri tidak terasa seperti terbakar dan
nyeri tidak menjalar. Tidak ada riwayat trauma pada perut.
Kemudian, Pasien mengeluhkan adanya bengkak di kedua tangan dan kaki 5
hari sebelum masuk rumah sakit. Bengkak pertama kali muncul di kedua kaki
kemudian timbul di kedua tangan. Bengkak muncul tiba-tiba dan selalu terlihat
bengkak, tidak ada bengkak di pagi hari, tidak ada bengkak di mata dan wajah,
tidak ada sesak nafas, dan tidak cepat lelah jika beraktivitas biasa.

21
Karakteristik dari penyakit HSP meliputi vaskulitis pada kulit, sendi saluran
cerna, dan ginjal.1 HSP lebih sering ditemukan pada anak-anak berusia 5-15
tahun, jarang ditemukan pada orang dewasa dan bayi. Ruam di kulit menjadi
penanda awal pasien dengan HSP. Keterlibatan organ lain dapat muncul
bersamaan dengan ruam, atau bermanifestasi setelah beberapa hari atau beberapa
minggu. Banyak kasus HSP didahului infeksi saluran pernafasan akut, oleh karena
itu HSP dapat didahului beberapa gejala sistemik seperti demam dan malaise.
Sebuah studi menyebutkan nyeri perut atau arthritis muncul setelah 1-14 hari
ruam muncul. Namun, penelitian Calvino et al menyatakan bahwa 30-43%
mengalami gejala pada sendi dan perut 1-14 hari sebelum ruam muncul. Hal ini
dapat mengaburkan diagnosis sehingga terjadi tindakan-tindakan yang tidak perlu
seperti laparotomy atau orchidectomy pada pasien yang mengalami nyeri perut
atau nyeri skrotal.2,3
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya peningkatan suhu tubuh pasien
yaitu 38,5 oC, lalu ditemukan adanya purpura pada pada kedua ekstremitas bawah
dan atas, punggung, dan bokong pasien, ditemukan juga adanya nyeri perut pada
pasien, dan ditemukan adanya pembengkakan sendi pada kedua ekstremitas atas
dan bawah.
Ruam khas HSP adalah palpable purpura yang distribusinya simetris pada
ekstensor, tungkai bawah dan bokong. Beberapa kasus melibatkan lengan, wajah
dan telinga tetapi biasanya hanya sekitar batang tubuh. Purpura HSP dapat berupa
petechiae, ekimosis besar, dan dapat didahului dengan urtikaria atau eritematosa,
makulopapular lesi. Lesi bulosa yang parah jarang terjadi pada anak-anak, hanya
sekitar 2% dari pasien.7,8
Kejadian keterlibatan gastrointestinal dilaporkan umumnya antara 50-75%
dari kasus dengan presentasi yang paling umum adalah nyeri perut kolik. Gejala
lain termasuk muntah dan perdarahan gastrointestinal bermanifestasi sebagai
darah samar pada tinja atau tampak secara makroskopik. Perdarahan
gastrointestinal masif jarang ditemukan, hanya dilaporkan pada sekitar 2% dari
pasien. Gejala tersebut merupakan hasil dari edema dan perdarahan dinding usus

22
akibat vaskulitis. Intususepsi juga merupakan komplikasi yang jarang terjadi
namun penting untuk ditegakkan segera karena keterlambatan manajemen dapat
mengakibatkan usus iskemik. Enteropati, pankreatitis, dan hidrops kandung
empedu dapat juga terjadi. Harus diingat bahwa edema sekunder akibat
hipoalbuminemia mungkin terjadi karena sindrom nefrotik atau kehilangan
protein pada enteropati atau kombinasi keduanya.7,8
Arthritis atau athralgia terjadi pada 15-25% kasus namun hingga 82%
pasien mengalami gejala pada persendian selama penyakit berlangsung. Arthritis
biasanya mengenai persendian besar pada anggota gerak bagian bawah termasuk
lutut, pergelangan kaki, tumit, dan panggul. Namun tidak menutup kemungkinan
anggota gerak atas juga terlibat. Pada sebuah review retrospektif 100 pasien, 72%
pasien mengalami gejala pada sendi tumit dan pergelangan kaki, 50% pasien
mengalami gejala pada lutut, 26% pasien mengalami gejala pada tangan dan
pergelangan tangan, dan 10% pada sendi siku. Gejala yang terjadi meliputi nyeri
sendi, bengkak dan penurunan range of movement. Meskipun keterlibatan sendi
tampak memperberat penyakit, namun hal ini tidak menyebabkan kerusakan
permanen.7,8 4
Kriteria Definisi

Purpura non trombositopenia (Palpable Lesi kulit hemoragik yang dapat diraba,
purpura) terdapat elevasi kulit, tidak
berhubungan dengan trombositopenia

Usia onset < 20 tahun Onset gejala pertama < 20 tahun

Gejala abdominal / gangguan saluran Nyeri abdominal difus, memberat


cerna (Bowel angina) setelah makan, atau diagnosis iskemia
usus, biasanya termasuk BAB berdarah

Granulosit dinding pada biopsy Perubahan histologi menunjukkan


granulosit pada dinding arteriol atau
venula

Tabel 3. Kriteria purpura Henoch-Schonlein menurut American


College of Rheumatology 1990.9

23
Kriteria diagnosa sepsis ialah:
- Suhu inti tubuh (rektal) > 38.5°C atau < 36.0°C
- Takikardia: denyut jantung rata-rata > 2 SD diatas denyut jantung normal
untuk umur tanpa stimulus eksternal, obat-obatan, atau stimulus nyeri
ATAU elevasi persisten denyut jantung tanpa sebab yang jelas selama 0.5
hingga 4 jam ATAU pada anak kurang dari 1 tahun terjadi bradikardia
persisten selama 0.5 jam dimana denyut jantung rata-rata < persentil ke-10
untuk usia tanpa adanya reflex vagal, penggunaan obat-obatan beta-
blocker, atau kelainan jantung kongenital
- Takipnue: laju pernapasan > 2 SD diatas laju pernapasan normal untuk
umur ATAU dibutuhkan bantuan ventilasi mekanis yang tidak
berhubungan dengan penyakit neuromuskular ataupun penggunaan
anastesi umum
- Hitung leukosit meningkat atau menurun: Hitung leukosit meningkat atau
menurun dari nilai normal untuk umur, bukan akibat dari penggunaan
kemoterapi ATAU netrofil batang > 10%
Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan darah lengkap (06/05/2018)

Pemeriksaan Nilai

Hb 10,3 g/dL
MCV 84,9 fl
MCH 26.9 pg
MCHC 31.6 g/dL
Ht 29,7%
Eritrosit 4,92 x 10^6/uL
Leukosit 25.55 x 10^3/uL
Trombosit 295 x 10^/uL
GDS 79 mg/dL

24
 Pemeriksaan darah lengkap (09/05/2018)
Pemeriksaan Nilai

Hb 11,9 g/dL
MCV 85,2 fl
MCH 24.7 pg
MCHC 29.2 g/dL
Ht 30,4%
Eritrosit 5,21 x 10^6/uL
Leukosit 18.07 x 10^3/uL
Trombosit 471 x 10^/uL
Pemeriksaan penunjang pada kasus HSP ditujukan untuk menyingkirkan
diagnosis banding dan mendeteksi komplikasi penyakit HSP. Pemeriksaan
penunjang yang umum dilakukan antara lain:1,11
- Pemeriksaan kadar IgA dalam serum Pemeriksaan kadar IgA dalam
serum bukan merupakan pemeriksaan spesifik untuk HSP, namun adanya
peningkatan kadar IgA dapat mengarahkan diagnosis penyakit HSP dibanding tipe
vaskulitis lain. Kadar IgA serum yang meningkat dapat ditemui pada 25 – 50%
kasus HSP, namun besarnya peningkatan tidak sebanding dengan beratnya gejala
HSP.
- Pemeriksaan darah lengkap Pada HSP umumnya didapatkan kadar
trombosit yang meningkat. Kadar hemoglobin yang rendah mungkin ditemui jika
terjadi perdarahan saluran cerna atau hematuria berat akibat komplikasi HSP.
Leukositosis dijumpai pada kasus kasus HSP yang didasari oleh adanya infeksi
bakteri.
- Urinalisis Urinalisis dilakukan untuk mendeteksi adanya hematuria
ataupun proteinuria yang menjadi salah satu kriteria diagnosis untuk HSP.
- Pemeriksaan gangguan fungsi pembekuan darah Pemeriksaan seperti
PPT (Plasma Prothrombin Time), APTT (Activated Partial Thromboplastin
Time),dan CT (clotting time) dapat dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan
purpura akibat gangguan pembekuan darah. Pada HSP umumnya ditemui fungsi
pembekuan darah yang normal.

25
- Pemeriksaan laju endap darah Laju endap darah merupakan pertanda non
spesifik dari adanya proses inflamasi. Pada 60% kasus HSP dapat ditemui laju
endap darah yang meningkat.
- Pemeriksaan kadar serum kreatinin (SC) dan kadar urea dalam darah
(Blood Urea Nitrogen / BUN) Kadar BUN-SC akan meningkat pada beberapa
kasus HSP dengan penurunan fungsi filtrasi glomerulus akibat adanya kerusakan
pembuluh darah ginjal.
- Pemeriksaan faktor XIII dalam plasma Pemeriksaan ini dapat dilakukan
pada kasus yang atipiikal. Aktivitas faktor XIII dalam plasma dilaporkan menurun
pada 70% pasien HSP, terutama pada pasien yang memiliki gejala gastrointestinal
yang berat. Kaneko et al (2004) mengatakan bahwa faktor XIII dapat menjadi
salah satu marker yang dapat membantu menegakkan diagnosis HSP, bahkan
sebelum onset purpura muncul. Namun studi lebih lanjut mengenai faktor XIII
masih diperlukan.
- Pemeriksaan antineutrofil cytoplasmic antibodies (ANCA) Pada HSP,
tidak ada peningkatan ANCA. Hal ini dapat membedakan HSP dengan
vasculitides tipe ANCA positif.
- Pemeriksaan darah samar Hasil positif dari Occult faecal blood test
mungkin menunjukkan adanya perdarahan saluran cerna terkait HSP.
Pemeriksaan imaging tidak diperlukan untuk diagnosis HSP, namun mungkin
perlu dilakukan pada kasus kasus HSP dengan kecurigaan komplikasi pada organ
lain seperti ginjal, saluran cerna dan otak. Pemeriksaan ultrasound (USG) berguna
sebagai skrining bila ditemui gejala nyeri perut yang hebat. USG dapat
mendeteksi adanya intususepsi atau perforasi usus. USG ginjal juga dapat melihat
adanya kelainan ginjal yang biasa ditemui pada kasus HNP yang berat. Endoskopi
digunakan untuk mengevaluasi perdarahan saluran cerna dan neuroimaging
digunakan bila ada kecurigaan keterlibatan serebral.1,11
Biopsi kulit, mukosa lambung atau ginjal dapat dilakukan untuk menegakkan
diagnosis HSP. Temuan tipikal dari hasil biopsi jaringan tersebut berupa deposit
IgA yang menyebar, dan sering disertai dengan adanya IgG atau C3 dalam
mesangium dengan infiltrat selular. 1,11

26
Diagnosis Banding
Anak – anak dibawah 17 tahun dengan palpable purpura dan keterlibatan
multisistem (gastrointestinal, ginjal dan sendi) tanpa adanya trombositopenia
mengarahkan diagnosis ke HSP. Diagnosis banding untuk HSP antara lain: 1,12
- Immunologic trombocytopenia purpura (ITP). Trombositopenia yang ditemui
pada ITP merupakan pembeda utama ITP dengan HSP dimana kadar trombosit
pada HSP normal atau meningkat.
- Erupsi Obat, Urtikaria dan Eritema Multiformis. Manifestasi kulit pada penyakit
tersebut dapat menyerupai lesi pada HSP. Namun pada HSP, predileksi lesi khas
predominan pada tungkai bawah dan harus disertai salah satu dari kriteria
diagnosis lainnya. Bila diagnosis masih diragukan, diagnosis HSP harus
dikonfirmasi dengan biopsi kulit atau ginjal. - Systemic Lupus Erythematosus
(SLE). Inflamasi vaskuler sekunder akibat SLE dapat menyerupai HSP.
Pemeriksaan antibodi DNA double stranded dan antinuklear dapat menyingkirkan
diagnosis SLE.
- Chron’s Disease. Pada Chron’s disease terjadi inflamasi pada usus dengan gejala
nyeri perut yang dapat menyerupai nyeri perut pada HSP. Namun pada Chron’s
disease ini tidak terdapat palpable purpura.

4.2 Tatalaksana
Pada kasus ini obat medika mentosa yang diberikan adalah Inj. Cefotaxime
3 x 800mg/IV, Inj. Methyl Prednisolon 3 x 25 mg, per-oral diberikan Ibuprofen
syr 3x1 cth.
IDAI merekomendasikan pemberian antibiotika inisial setelah diagnosis
sepsis ditegakkan. Antibiotika yang dipilih harus mempunyai spektrum luas yang
bisa mengatasi bakteri gram positif dan bakteri gram negatif yang sering
menyebabkan sepsis. Antibiotika yang digunakan untuk tatalaksana sepsis pada
anak beserta dengan dosisnya dapat dilihat pada tabel berikut ini 10:

27
Tabel 4: Pengunaan Antibiotika pada Sepsis 10
Kortikosteroid oral diindikasikan pada pasien dengan rash yang berat,
edema, nyeri abdomen hebat tanpa mual muntah, dan keterlibatan ginjal, skrotum
serta testis. Prednison atau methylprednisolone dapat diberikan dengan dosis awal
1-2 mg/kgBB per hari selama satu hingga dua minggu. Selanjutnya, dosis
diturunkan secara bertahap menjadi 0,5 mg/kgBB/hari untuk satu minggu
selanjutnya. Steroid intravena dapat diberikan apabila pasien tidak toleran
terhadap steroid oral.11
Menurut beberapa studi, terapi steroid dapat meringankan gejala
gastrointestinal, mengurangi rekurensi HSP, dan mengurangi progresivitas
kerusakan ginjal. Steroid juga dapat mencegah komplikasi seperti perdarahan
gastrointestinal atau intususepsi.11
HSP dapat membaik dengan sendirinya (self-limiting) pada 94% pasien.
Terapi yang diberikan merupakan terapi simtomatis. Tirah baring dan terapi
analgesik diberikan pada pasien dengan nyeri sendi akut dan nyeri perut.
Acetaminophen dapat menjadi pilihan pengobatan. Pemberian aspirin sebaiknya
dihindari. Non steroidal anti inflammatory (NSAID) sebaiknya dihindari terutama

28
pada pasien dengan keterlibatan ginjal dan saluran cerna. Cairan intravena dapat
diberikan pada pasien dengan nyeri abdomen hebat dan muntah. 1,12
4.3 Prognosis
 Ad vitam : ad bonam
Ad vitam pada pasien ini mengarah kepada baik, tetapi masih perlu
dilakukan pemeriksaan fungsi ginjal, karena prognosis dari HSP bergantung
pada ada atau tidaknya keterlibatan organ ginjal.
 Ad functionam : ad bonam
Ad functionam pada pasien ini mengarah kepada baik, karena tidak
ditemukan adanya kerusakan fungsi tubuh pada pasien.
 Ad sanationam : ad bonam
Ad sanationam pada pasien ini mengarah kebaik, tetapi perlu lagi dilakukan
pemeriksaan fungsi ginjal untuk memastikan penyakit pasien dapat sembuh
dengan baik.
Sebagian besar kasus HSP dapat membaik dengan sendirinya, prognosis
umumnya baik dengan five-year survival rates sebesar 95%. Satu dari tiga pasien
mengalami relaps dengan durasi yang lebih singkat dan gejala yang lebih ringan,
umumnya dalam waktu 4 bulan dan mengenai organ yang sama. Prognosis pasien
berdasarkan pada keterlibatan organ ginjal, ketidakseimbangan imunoglobulin12
Beberapa faktor prognosis buruk pada pasien HSP antara lain: 12
 Sering relaps
 Kadar serum kreatinin yang lebih tinggi pada onset penyakit
 Proteinuria lebih dari 1 gram per hari
 Adanya hematuria saat diagnosis
 Hipertensi
 Membranoproliferaive glomerulonephritis
 Peningkatan konsentrasi IgA dengan penurunan konsentrasi IgM saat
diagnosis
 Kadar faktor XIII yang rendah

29
Tingkat mortalitas pada pasien dengan sepsis sekitar 10% tergantung dari
letak fokus infeksi, patogen penyebab infeksi, adanya MODS atau tidak, serta
respons imun host terhadap infeksi. Pasien dengan berat badan lahir rendah dan
penyakit kronis memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terjadi sepsis berat yang
merupakan salah satu penyebab kematian utama pada anak.2 Angka kematian
pada keadaan syok septik berkisar antara 40-70% dan pada keadaan MODS
meningkat 90-100%.4 Durasi perawatan rata-rata untuk pasien dengan diagnosis
sepsis ialah 31 hari untuk anak dan 53 hari untuk neonatus dan balita.2
4.4 Monitoring
Monitoring dan evaluasi yang dapat dilakukan pada pasien ini adalah:
- Monitoring dan evaluasi darah dan urine selama masa pengobatan untuk
mengetahui adanya kerusakan ginjal atau tidak.

30
BAB V
KESIMPULAN

Telah dilaporkan pasien laki-laki usia 9 tahun dengan keluhan utama demam
disertai nyeri perut dan mual muntah didiagnosis dengan suspek Henoch
Schonlein Purpura (HSP). Diagnosis HSP dicurigai karena adanya lesi yang khas
berupa palpable purpura dengan predileksi pada tungkai bawah, bokong dan
punggung pasien, yang disertai juga dengan adanya salah satu dari tanda seperti
arthralgia/arthritis, nyeri abdomen menyebar, keterlibatan ginjal berupa
proteinuria dan/atau hematuria. Infeksi bakteri diduga merupakan faktor pemicu
terjadinya vaskulitis sistemik dengan manifestasi HSP. Terapi yang diberikan
pada pasien bersifat simtomatis berupa steroid sebagai antiinflamasi untuk
mengurangi gejala rash yang dialami. Terapi antibiotik diberikan atas indikasi
infeksi kuman salmonella. Prognosis pasien baik tanpa adanya keterlibatan ginjal
saat ini.

31
DAFTAR PUSTAKA

1. Jauloha O, Henoch-Schönlein purpura in children.. Acta Univ. Oul. D


2012; 1151
2. Soedarmo SSP, Garna H, Hadinegoro SRS, Satari HI. Sepsis dan Syok
Septik. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. 2nd ed. Jakarta: Badan
Penerbit IDAI; 2008. p.358-63.
3. Marcdante, Karen J et al. (2011). Nelson Ilmu Kesehatan Anak Esensial.
Edisi 6. Elsevier : Singapura, pp: 523-525
4. Aalberse J, Dolman K, Ramnath G, Pereira R & Davin J. Henoch-
Schönlein purpura in children: an epidemiological study among Dutch
paediatricians on incidence and diagnostic criteria. Ann Rheum Dis
2007;66:1648–1650.
5. Penny K, Fleming M, Kazmierczak D & Thomas A. An epidemiological
study of Henoch-Schönlein purpura. Paediatr Nurs 2010;22: 30–35.
6. Lahita RG. Influence of age on Henoch Schonlein purpura. Lancet
1997;350:1116-7.
7. Tizard EJ, Hamilton-Ayres MJJ. Henoch–Scho¨nlein purpura. Arch Dis
Child Educ Pract Ed 2008;93:1–8.
8. Trapani S, Micheli A, Grisolia F, et al. Henoch-Scho¨nlein Purpura in
childhood: epidemiological and clinical analysis of 150 cases over a 5 year
period and review of literature. Semin Arthritis Rheum 2005;35:143–53.
9. Calvino MC, Llorca J, Garcia Porrua C, et al. Henoch-Schonlein purpura
in children from Northwestern Spain. Medicine (Baltimore) 2001;80:279–
90.
10. Lau K, Suzuki H, Novak J & Wyatt R (2010) Pathogenesis of
HenochSchönlein purpura nephritis. Pediatr Nephrol 25: 19–26.
11. Sinclair P. Henoch-Schönlein purpura-a review. Current Allergy &
Clinical Immunology, August 2010 Vol 23, No. 3
12. Sohagia AB, Gunturu SG, Tong TR, Hertan HI. Henoch-Schönlein
purpura- a case report and review of literature. Gastroenterology Research
and Practice Volume 2010.

32

Anda mungkin juga menyukai