Anda di halaman 1dari 22

CASE REPORT

NEURALGIA PASCA HERPETICA

PEMBIMBING

Dr. dr. Ago Harlim, MARS, SpKK

DISUSUN OLEH

Altira Thresia

1261050212

KEPANITERAAN KLINIK
ILMU PENYAKIT KULIT
DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM
UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
PERIODE 1 APRIL 2018
– 5 MEI 2018
KEPANITERAAN KLINIK PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

RUMAH SAKIT UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA’

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA

PERIODE 23 JULI-24 AGUSTUS

2018
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA

1. 1. DEFINISI
Post Herpetic Neuralgia didefinisikan sebagai rasa sakit setelah penyembuhan 1
bulan, 3 bulan, 4 bulan, atau 6 bulan dari penyakit Herpes Zoster.1
Neuralgia ini dikarakteristikan sebagai nyeri seperti terbakar, teriris atau nyeri
disetetik yang bertahan selama berbulan-bulan bahkan dapat sampai tahunan.
mendefinisikan neuralgia paska herpetika sebagai nyeri neuropatik yang menetap setelah
onset ruam (atau 3 bulan setelah penyembuhan herpes zoster).
Neuralgia post herpetik (PHN) merupakan komplikasi dari herpes zooster yang
sering terjadi pada orang tua

1. 2. EPIDEMIOLOGI
Sebagian besar insidens herpes zoster dan neuralgia paska herpetika didapatkan
data dari Eropa dan Amerika Serikat. Dalam studi klinik pada masyarakat, secara
keseluruhan insidensi PHN sekitar 8% -15% 2
Nyeri lebih dari 1 tahun pada penderita berusia lebih dari 70 tahun dilaporkan
mencapai 48%. Anak antara usia 5 dan 9 tahun mengambil 50% dari semua kasus,
kebanyakan kasus lain timbul antara usia 1 dan 4 tahun serta 10 dan 14 tahun. Sekitar
10% diatas usia 15 tahun. Pada penderita HIV atau dengan leukemia dilaprkan 50-100
kali lebih banyak dibandingkan dengan kelompok sehat usia sama.1,2

1. 3. ETIOLOGI
Neuralgia post herpetik disebabkan oleh infeksi virus herpes zooster. Virus
varisella zoster merupakan salah satu dari delapan virus herpes yang menginfeksi
manusia. Virus ini termasuk dalam famili herpesviridae. Struktur virus terdiri dari sebuah
icosahedral nucleocapsid yang dikelilingi oleh selubung lipid. Ditengahnya terdapat DNA
untai ganda. Virus varisella zoster memiliki diameter sekitar 180-200 nm. Herpes Zooster
adalah infeksi virus yang terjadi senantiasa pada anak-anak yang biasa disebut dengan
varicella (chicken pox). Tipe Virus yang bersifat patogen pada manusia adalah herpes
virus-3 (HHV-3), biasa juga disebut dengan varisella zoster virus (VZV). Virus ini
berdiam di ganglion posterior susunan saraf tepi dan ganglion kranialis terutama nervus
kranialis V(trigeminus) pada ganglion gasseri cabang oftalmik dan vervus kranialis VII
(fasialis) pada ganglion genikulatum.

Herpes zoster merupakan infeksi virus (yang sifatnya terlokalisir) dari reaktivasi
infeksi virus varicella-zoster endogen (telah ada sebelumnya dalam tubuh seseorang).
Virus ini bersifat laten pada saraf sensorik atau pada saraf-saraf wajah dan kepala (saraf
kranialis) setelah serangan varicella (cacar air) sebelumnya. Reaktivasi virus sering
terjadi setelah infeksi primer, namun bila sistem kekebalan tubuh mampu meredamnya
maka tidak nampak gejala klinis. Sekitar 90% orang dewasa di Amerika Serikat pada
pemeriksaan laboratorium serologik (diambil dari darah) ditemukan bukti adanya infeksi
varicella-zoster sehingga menempatkan mereka pada kelompok resiko tinggi herpes
zoster.

1. 4. FAKTOR RESIKO

Beberapa faktor resiko terjadinya neuralgia paska herpetika adalah meningkatnya


usia, nyeri yang hebat pada fase akut herpes zoster dan beratnya ruam. Dikatakan bahwa
ruam berat yang terjadi dalam 3 hari setelah onset herpes zoster, 72% penderitanya
mengalami neuralgia paska herpetika. Faktor resiko lain yang mempunyai peranan pula
dalam menimbulkan neuralgia paska herpetika adalah gangguan sistem kekebalan tubuh,
pasien dengan penyakit keganasan (leukimia, limfoma).

Angka insidens zoster dalam komunitas diperkirakan mencapai 1.2 hingga 3.4
per-1000 orang tiap tahunnya. Dari angka tersebut, diperkirakan insidennya bisa
mencapai lebih dari 500,000 kasus tiap tahun dan sekitar 9-24% pasien-pasien ini akan
mengalami NPH. Peningkatan usia nampaknya menjadi kunci faktor resiko
perkembangan herpes zoster, insidensnya pada lanjut usia (diatas 60-70 tahun) mencapai
10 kasus per-1000 orang pertahun, sementara NPH juga mencapai 50% pada pasien-
pasien ini dan mengalami nyeri yang berkepanjangan (dalam hitungan bulan bahkan
tahun). NPH sendiri menimbulkan masalah baru akibat disability, depresi dan terisolasi
secara sosial serta menurunkan kualitas hidup.

1. 5. PATOGENESIS
A. Herpes Zoster
Patogenesis terjadinya herpes zoster disebabkan oleh reaktivasi
dari virus varisella zoster yang hidup secara dorman di ganglion setelah
paparan pertama melalui system pernafasan. Imunitas seluler berperan
dalam pencegahan pemunculan klinis berulang virus varicella zoster
dengan mekanisme tidak diketahui. Hilangnya imunitas seluler terhadap
virus dengan bertambahnya usia atau status imunokompromis
dihubungkan dengan reaktivasi klinis. Saat terjadi reaktivasi, virus
berjalan di sepanjang akson menuju ke kulit. Pada kulit terjadi proses
peradangan dan telah mengalami denervasi secara parsial. Di sel-sel
epidermal, virus ini bereplikasi menyebabkan pembengkakan, vakuolisasi
dan lisis sel sehingga hasil dari proses ini terbentuk vesikel yang dikenal
dengan nama ’Lipschutz inclusion body’.1,2
Pada ganglion kornu dorsalis terjadi proses peradangan, nekrosis
hemoragik, dan hilangnya sel-sel saraf. Inflamasi pada saraf perifer dapat
berlangsung beberapa minggu sampai beberapa bulan dan dapat
menimbulkan demielinisasi, degenerasi wallerian dan proses sklerosis.
Proses perjalanan virus ini menyebabkan kerusakan pada saraf.2
B. Nyeri
Proses terjadinya nyeri secara umum dapat dibagi menjadi 3 jenis :2
 Proses stimulasi singkat
Pada jenis I, pukulan, cubitan pada tubuh dan lain sebagainya
akan menyebabkan timbulnya persepsi nyeri. Bila stimulasi yang
terjadi tidak menyebabkan terjadinya lesi, maka rasa nyeri yang
terjadi hanya dalam waktu singkat.
 Proses stimulasi yang berkepanjangan sehingga menyebabkan lesi
atau inflamasi jaringan.
Pada jenis II, adalah jenis nyeri oleh karena terjadinya inflamasi
jaringan atau dikenal sebagai nyeri nosiseptif. Ciri khas dari
inflamasi ialah terjadinya kalor, rubor, dolor dan fungsiolaesa.

 Proses yang terjadi akibat lesi dari sistem saraf.


Pada Jenis III, dikenal sebagai nyeri neuropatik. Lesi saraf tepi
atau sentral akan mengakibatkan hilangnya fungsi seluruh atau
sebagian dari sistem saraf tersebut. Lesi saraf menyebabkan
perubahan fungsi neuron sensorik yang dalam keadaan normal
dipertahankan secara aktif oleh keseimbangan antara neuron
dengan lingkungannya. Gangguan yang terjadi dapat berupa
gangguan keseimbangan neuron sensorik, melalui perubahan
molekuler, sehingga aktivitas sistem saraf aferen menjadi
abnormal yang selanjutnya menyebabkan gangguan nosiseptif
sentral (sensitisasi sentral).

Allodinia adalah nyeri yang disebabkan oleh stimulus normal


(secara normal semestinya tidak menimbulkan nyeri). Impuls yang
dijalarkan Aβ yang biasanya berupa sentuhan halus atau raba normal
dirasakan dengan rasa normal, tetapi pada allodinia dirasakan nyeri.2
Nyeri pada neuralgia paska herpetika merupakan nyeri neuropatik
yang diakibatkan dari perlukaan saraf perifer sehingga terjadi perubahan
proses pengolahan sinyal pada sistem saraf pusat. Saraf perifer yang sudah
rusak memiliki ambang aktivasi yang lebih rendah sehingga
menunjukkan respon berlebihan terhadap stimulus. Regenerasi
akson setelah perlukaan menimbulkan percabangan saraf yang juga
mengalami perubahan kepekaan. Aktivitas saraf perifer yang berlebihan
tersebut menimbulkan perubahan berupa hipereksitabilitas kornu dorsalis
sehingga pada akhirnya menimbulkan respon sistem saraf pusat yang
berlebihan terhadap semua rangsang masukan/ sensorik. Perubahan ini
berjalan dalam berbagai macam proses sehingga dapat dimengerti bila
pendekatan terapeutik neuralgia paska herpetika memerlukan beberapa
macam pendekatan pula.2

1. 6. MANIFESTASI KLINIS
Herpes zoster secara tipikal mengenai 1 atau 2 dermatom yang berlebihan,
biasanya mengenai region T3 sampai dengan L3. Lesi berkembang dari bercak lesi eritem
yang terpisah menjadi vesikel berkelompok yang dapat mngalami pustulasi dan krusta
dalam 7 hingga 10 hari dan penyembuhannya makan waktu hingga 1 bulan yang dapat
meninggalkan bekas berupa jaringan perut, perubahan pigmentasi, kulit, dan nyeri.(nyeri
neuropatik). Nyeri merupakan symptom herpes zoster yang paling sering dan dirasakan
beberapa hari atau beberapa minggu sebelum timbulnya erupsi kulit, atau dapat pula nyeri
dialami sebagai gejala tunggal (zoster sine herpete). Sensasi ini dapat menyembuh atau
tetap dirasakan secara tidak terduga, sehingga menimbulkan kesulitan dalam
membedakan nyeri herpes zoster dengan neuralgia pasca-herpes.1,3
Sindroma neuralgia pasca-herpes dikenali secara tunggal dengan adanya nyeri
setelah seorang menderita herpes zoster, baik dengan maupun tanpa interval bebas nyeri.
Definisi yang paling sering digunakan adalah nyeri yang dirasakan lebih dari 1 bulan
setelah onset ruam zoster. Keluhan yang sering dilaporkan adalah nyeri seperti terbakar,
parestesi yang bisa disertai rasa sakit (disestesi), respon nyeri berlebihan terhadap
stimulus (hiperestesi), atau nyeri seperti tersengat listrik. Nyeri dapat diprovokasi antara
lain oleh stimulus trivial (alodinia), gatal-gatal yang tak tertahankan dan nyeri yang terus
bertambah dalam menanggapi rangsang yang berulang (wind-up pain).1,3

Nyeri yang dirasakan dapat mengacaukan pekerjaan si penderita, tidur bahkan


sampai mood sehingga nyeri ini dapat mempengaruhi kualitas hidup jangka pendek atau
jangka panjang pasien.

1. 7. DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan dari gejala bekas lesi disertai dari gejala infeksi (yang
mendahului atau menyertai berupa demam, kelainan kulit berupa kelainan kulit
bergelembung dan terdapat cairan didalamnya, bergerombol diatas dasar ukuran kecil dan
terdapat keropeng yang khas terdapat diatasnya ) ditambah dengan penurunan
pendengaran yang berarti menunjukkan gangguan N. Vestibulocochlearis.
1. 8. TERAPI
A. Analgesik
Analgesik non opioid seperti NSAID dan parasetamol mempunyai efek
analgesik perifer maupun sentral walaupun efektifitasnya kecil terhadap nyeri
neuropatik. Sedangkan penggunaan analgesik opioid memberikan efektifitas lebih
baik. Tramadol telah terbukti efektif dalam pengobatan nyeri neuropatik. Bekerja
sebagai agonis mu-opioid yang juga menghambat reuptake norepinefrin dan
serotonin. Pada sebuah penelitian, jika dosis dititrasi hingga maksimum 400
mg/hari dibagi dalam 4 dosis, tramadol terbukti lebih efektif dibanding plasebo
dalam pengobatan NPH. Namun, efek pada sistem saraf pusat dapat menimbulkan
terjadinya amnesia pada orang tua. Hal yang harus diperhatikan bahwa pemberian
opiat kuat lebih baik dikhususkan pada kasus nyeri yang berat atau refrakter oleh
karena efek toleransi dan takifilaksisnya. Oxycodone berdasarkan penelitian
menunjukkan efek yang lebih baik dibandingkan plasebo dalam meredakan nyeri,
allodinia, gangguan tidur, dan kecacatan. Dosis yang digunakan maksimal 60
mg/hari pada NPH.2,4

B. Anti epilepsy
Mekanisme kerja obat epilepsi ada 3, yakni dengan memodulasi voltage-gated
sodium channel dan kanal kalsium, meningkatkan efek inhibisi GABA, dan
menghambat transmisi glutaminergik yang bersifat eksitatorik.4

Gabapentin bekerja pada akson terminal dengan memodulasi masuknya kalsium


pada kanal kalsium, sehingga terjadi hambatan. Karena bekerja secara sentral,
gabapentin dapat menyebabkan kelelahan, konfusi, dan somnolen. Karbamazepin,
lamotrigine bekerja pada akson terminal dengan memblokade kanal sodium, sehingga
terjadi hambatan.2,4

Pregabalin bekerja menyerupai gabapentin. Onset kerjanya lebih cepat. Seperti


halnya gabapentin, pregabalin bukan merupakan agonis GABA namun berikatan
dengan subunit dari voltage-gated calcium channel , sehingga mengurangi influks
kalsium dan pelepasan neurotransmiter (glutamat, substance P, dan calcitonin gene-
related peptide) pada primary afferent nerve terminals. Dikatakan pemberian
pregabalin mempunyai efektivitas analgesik baik pada kasus neuralgia paska
herpetika, neuropati diabetikorum dan pasien dengan nyeri CNS oleh karena trauma
medulla spinalis. Didapatkan pula hasil perbaikan dalam hal tidur dan ansietas.4

C. Vitamin B Kompleks
Vitamin B kompleks dikenal sebagai vitamin neurotropik, yang artinya
berfungsi untuk melindungi sel-sel saraf. Kekurangan vitamin-vitamin tersebut
menyebabkan gejala seperti, pegal-pegal atau tegang pada otot, atau badan terasa
kaku. Pada kekakuan otot, pasien merasa badan sangat berat sehingga diperlukan
tenaga lebih untuk bergerak. Vitamin B kompleks dapat digunakan untuk
mengurangi gejala di atas.

1.9. PROGNOSIS

Prognosis ad vitam dikatakan bonam karena neuralgia paska herpetik tidak


menyebabkan kematian. Kerusakan yang terjadi bersifat lokal dan hanya mengganggu
fungsi sensorik.1,2
Prognosis ad functionam dikatakan bonam karena setelah terapi didapatkan
perbaikan nyata, dan pasien dapat beraktivitas baik seperti biasa.1,2
Prognosis ad sanactionam dubia ad bonam karena risiko berulangnya HZ masih
mungkin terjadi, namun selama pasien mempunyai daya tahan tubuh baik
kemungkinan timbul kembali kecil.1,2

1. 10. DIAGNOSIS BANDING

a. Herpes Zoster

Herpes zoster (HZ) merupakan penyakit reaktifasi virus varicella yang


bersifat laten pada akar dorsal ganglion. Penyebnya adalah virus varicella-
zoster (VVZ) dari keluarga herpes virus, sangat mirip dengan herpes simplex
virus. Virus ini mempunyai amplop, berbentuk ikosahedral, dan memiliki DNA
berantai ganda

Lesi herpes zoster dapat mengenai seluruh kulit tubuh maupun membran
mukosa. Herpes zoster biasanya diawali dengan gejala-gejala prodromal
selama 2- 4 hari, yaitu sistemik (demam, pusing, malaise), dan lokal (nyeri
otot-tulang, gatal, pegal). Setelah itu akan timbul eritema yang berubah
menjadi vesikel berkelompok dengan dasar kulit yang edema dan eritematosa.
Vesikel tersebut berisi cairan jernih, kemudian menjadi keruh, dapat menjadi
pustul dan krusta. Jika mengandung darah disebut sebagai herpes zoster
hemoragik. Jika disertai dengan ulkus dengan sikatriks, menandakan infeksi
sekunder.
b. Dermatitis Kontak Iritan

Dermatitis kontak iritan atau DKI merupakan peradangan pada kulit akibat efek
sitotosik langsung dari bahan kimia, fisik, atau agen biologis pada sel-sel epidermis
tanpa adanya produksi dati antibody spesifik. Dermatitis kontak iritan disebabkan oleh
faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yang menyebabkan terjadinya DKI
antara lain yaitu genetic, jenis kelamin, umur, etnis, lokasi kulit, dan riwayat atopi.
Faktor eksogen meliputi sifat-sifat kimia iritan (pH, keadaan fisik, konsentrasi, ukuran
molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan pembawa dan kelarutan), karakteristik
paparan (jumlah, konsentrasi, durasi, jenis kontak, paparan simultan terhadap iritan
lainnya, dan interval setelah paparan sebelumnya), faktor lingkungan (suhu, dan
kelembapan), faktor mekanik (tekanan, gesekan, atau abrasi), dan radiasi ultraviolet
(UV).

Penegakkan diagnosis kasus DKI memerlukan beberapa tahapan seperti


anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Informasi yang perlu
diketahui saat anamnesis berupa gejala utama (nyeri, gatal, eritema, rasa terbakar,
menyengat, dan ketidak nyamananan), onset gejala, riwayat alergi, riwayat pekerjaan,
riwayat terpapar faktor iritan, dan riwayat pengobatan. Pemeriksaan fisik berdasarkan
efloresensi kulit yang terlihat seperti adanya makula eritema berbatas tegas,
hyperkeratosis, fisura, vesikel, penampilan epidermis yang mengkilap, kering atau
melepuh.
BAB II

STATUS PASIEN KEPANITERAAN

ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

I. IDENTITAS PASIEN
 Nama / No. RM : Tn. K.S / 00030100
 Jenis Kelamin : Laki-Laki
 Usia : 66 tahun
 Status : Menikah
 Alamat : Cipinang, Jakarta Timur
 Pekerjaan : Pensiunan
 Pendidikan terakhir : Sarjana
 Suku : Batak
 Agama : Kristen

II. ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan di RSU UKI di poli kulit dan kelamin pada hari kamis, 2
Agustus 2018.
a. Keluhan utama : perubahan warna kulit pada
perut bawah kiri (pingang kiri)
b. Keluhan tambahan : nyeri
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan perubahan warna kulit pada perut
bagian kanan bawah. Perubahan tersebut sudah terjadi + 1 bulan yang lalu.
Selain perubahan warna, pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut
kanan bawah (pinggang kanan) + 3 hari. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-
tusuk. Nyeri dirasakan hilang timbul. Lebih terasa nyeri jika pasien
menggunakan celana yang menyentuh pinggangnya tersebut. Namun, jika
disentuh dan jika di usap dengan tangan pun pasien merasakan nyeri
tersebut.
Kurang lebih 2 bulan yang lalu pasien pernah mengeluhkan nyeri
yang sama pada tempat yang sama. Awalnya pasien mengira hanya sakit
pada ototnya saja, pasien mengurutnya,namun tambah nyeri,lalu pasien
menempelkan koyo pada pinggangnya tersebut,namun keluhan tidak
menghilang. Keesokan harinya pasien datang ke RS Polri karena nyeri
yang tidak menghilang,dan mengganggu tidurnya. Ketika pasien sampai di
RS, pasien membuka koyo yang ditempelkan di pinggangnya tersebut dan
melihat ada 1 plenting di tempat tersebut yang sebelumnya tidak ada. Dan
dokter umum di RS tersebut mendiagnosa pasien dengan Herpes Zoster.
Pasien mengatakan diberikan obat antivirus, oleh dokter umum
yang berada di RS tersebut. Sebenanrnya ada beberapa obat lagi yang
diberikan oleh dokter tersebut, namun pasien lupa obat apa saja. Yang
pasien ingat hanya obat anti virus. Obat yang diberikan kira + 3 minggu.
Pasien mengatakan selama meminum obat-obat yang diberikan,
pleting yang awalnya hanya 1, lama kelamaan bertambah banyak. Pasien
juga mengatakan plenting-plenting tersebut hanya berada di pinggang
kanan, namun di tempat lain tidak ada. Pasien juga kadang mengeluhkan
rasa nyeri yang dirasakan pada daerah yang terdapat plenting-plenting
tersebut.
Kurang lebih 3 minggu pasien mengatakan plenting-plentingnya
tersebut sudah membaik, dan mengering, namun bekas dari plenting-
plenting yang sudah kering tersebut menjadi menghitam. 2 bulan
kemudian pasien baru mengeluhkan kembali keluhan ntyeri di pinggangya
tersebut, namun tidak ditemukan plenting-plenting seperti sebelumnya.
Pasien menyangkal pemakaian pakaian atau bahan-bahan yang
membuat gatal-gatal atau alergi. Pasien juga menyangkal memeiliki
riwayat alergi.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien pernah di diagnosis Herpes Zoster + 2 bulan yang lalu.

e. Riwayat Penyakit Keluarga


Tidak ada yang mengalami keluhan seperti pasien di keluarga.

f. Riwayat Kebiasaan Pribadi


Riwayat pernah memiliki penyakit kronis (-). Melakukan hubungan
seksual dengan banyak wanita (-)

g. Riwayat Penyakit Alergi


Pasien tidak memiliki riwayat alergi

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Tanda Vital
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
TD : 110/70 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Suhu : 36,6oC
RR : 18 x/menit
BB : 86 kg
TB : 169 cm

b. Status Generalis
Kepala :
- Bentuk : normocephali
- Wajah : simetris
- Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil
bulat & isokhor
- Hidung : septum deviasi -, sekret -
- Mulut : dinding faring hiperemis –
KGB : tidak teraba membesar
Thorax : tidak ada kelainan
- Inspeksi : bentuk dan pergerakan dinding dada simetris
- Palpasi : vokal fremitus simetris
- Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
- Auskultasi : bunyi nafas vesikuler
Abdomen : tidak ada kelainan
- Inspeksi : mendatar
- Palpasi : kenyal, nyeri tekan -
- Perkusi : timpani, nyeri ketok -
- Auskultasi : bising usus +, normal
Ekstremitas : akral hangat, edema –
Perabaan saraf tepi : tidak teraba
Tes sensibilitas : simetris kanan dan kiri

c. Status Dermatologis
Efloresensi :
Pada regio abdomen TVIII – TXI terdapat sebagian makula eritem dengan
pinggir hiperpigmentasi dan beberapa makula hiperpigmentasi, multiple,
batas tegas, sebagian diskret sebagian konfulens, sifat kering dan
unilateral.

IV. DIAGNOSA BANDING

- Neuralgia Pasca Herpetica

- Herpes zoster

- Dermatitis Kontak Iritan

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG / ANJURAN


-

VI. DIAGNOSA KERJA

Neuralgia Pasca Herpetica


VII. PENATALAKSANAAN
a. Non-medikamentosa
 Bersabar meminum obat
 Jika memakai calana, diusahakan yang longgar
b. Medikamentosa
 Asam mefenamat 500 mg
 Gabapentin 100 mg
 Vitamin B kompleks

VIII. RESEP
R/ Asam Mefenamat 500mg No.X
S 3 dd 1 tab
R/ Gabapentin 100 mg No. X
S 2 dd I tab
R/ Vitamin B kompleks No.V
S 1 dd I tab

Nama : Tn. K.S


Usia : 66 thn

IX. PROGNOSIS
- Ad vitam : Bonam
- Ad sanationam : Dubia ad malam
- Ad fungtionam : Bonam
- Ad Kosmetik : Dubia ad Bonam
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien datang dengan keluhan perubahan warna kulit pada perut bagian kanan
bawah. Perubahan tersebut sudah terjadi + 1 bulan yang lalu.
Selain perubahan warna, pasien juga mengeluhkan nyeri pada perut kanan bawah
(pinggang kanan) + 3 hari. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk. Nyeri dirasakan hilang
timbul. Lebih terasa nyeri jika pasien menggunakan celana yang menyentuh pinggangnya
tersebut. Namun, jika disentuh dan jika di usap dengan tangan pun pasien merasakan
nyeri tersebut.
Kurang lebih 2 bulan yang lalu pasien pernah mengeluhkan nyeri yang sama pada
tempat yang sama. Awalnya pasien mengira hanya sakit pada ototnya saja, pasien
mengurutnya,namun tambah nyeri,lalu pasien menempelkan koyo pada pinggangnya
tersebut,namun keluhan tidak menghilang. Keesokan harinya pasien datang ke RS Polri
karena nyeri yang tidak menghilang,dan mengganggu tidurnya. Ketika pasien sampai di
RS, pasien membuka koyo yang ditempelkan di pinggangnya tersebut dan melihat ada 1
plenting di tempat tersebut yang sebelumnya tidak ada. Dan dokter umum di RS tersebut
mendiagnosa pasien dengan Herpes Zoster.
Pasien mengatakan diberikan obat antivirus, oleh dokter umum yang berada di RS
tersebut. Sebenanrnya ada beberapa obat lagi yang diberikan oleh dokter tersebut, namun
pasien lupa obat apa saja. Yang pasien ingat hanya obat anti virus.
Pasien mengatakan selama meminum obat-obat yang diberikan, pleting yang
awalnya hanya 1, lama kelamaan bertambah banyak. Pasien juga mengatakan plenting-
plenting tersebut hanya berada di pinggang kanan, namun di tempat lain tidak ada. Pasien
juga kadang mengeluhkan rasa nyeri yang dirasakan pada daerah yang terdapat plenting-
plenting tersebut.
Kurang lebih 3 minggu pasien mengatakan plenting-plentingnya tersebut sudah
membaik, dan mengering,namun bekas dari plenting-plenting yang sudah kering tersebut
menjadi menghitam. 2 bulan kemudian pasien baru mengeluhkan kembali keluhan nyeri
di pinggangya tersebut, namun tidak ditemukan plenting-plenting seperti sebelumnya.
Pasien menyangkal pemakaian pakaian atau bahan-bahan yang membuat gatal-
gatal atau alergi. Pasien juga menyangkal memeiliki riwayat alergi.

Anamnesis

Pasien 66 tahun
Pasien warna kulit pada perut kanan bawah berbeda dengan warna kulit sekitarnya
Nyeri pada kulit yang berbeda warna tersebut
Sesuai dengan buku Ilmu Penyakit Kulit FKUI dan Fitz-Patrick :
Riwayat pernah terdiagnosa herpes zoster

Sesuai dengan buku Ilmu Penyakit Kulit FKUI dan Fitz-Patrick :


 Neuralgia adalah komplikasi dari herpes zoster
 Faktor resiko orang tua ( >60 tahun) dan pasien dengan penurunan sistem imun

Status Dermatologis

Regio abdomen TVIII-TXI

Efloresensi : Pada regio abdomen TVIII – TXI terdapat sebagian makula eritem dengan pinggir
hiperpigmentasi dan beberapa makula hiperpigmentasi, multiple, batas tegas, sebagian diskret
sebagian konfulens, sifat kering dan unilateral.
Sesuai dengan buku Fitz-Patrick :

 Tempat Predileksi NPH adalah dimana awalnya terjadi herpes zoster

Penatalaksanaan

Analgetik

Anti pilepsi

Vitamin B kompleks

Sesuai dengan buku Fitz-Patrick, tujuan terapi dari PNH ini adalah untuk mengurangi

gejala nyeri yang mengganggu aktivitas pasien

Prognosis untuk penyakit Neuralgia Pasca Herpetica adalah PNH tidak mengancam kehidupan,
umumnya sembuh dengan terapi. Namun pasien harus bersabar dalam menangani PNH ini. Karena
onset nyeri yang akan dirasakan mungkin tidak sebentar atau berlangsung lama
BAB IV
KESIMPULAN
Neuralgia pasca herpetika merupakan komplikasi dari penyakit herpes zoster yang
disebabkan oleh virus varicella zoster. Virus ini menyebabkan 3 klinis yang berbeda, yaitu
menyebabkan cacar air pada masa anak-anak, pada dewasa menimbulkan herpes zoster dan
pada keadaan berikutnya dapat timbul neuralgia pasca herpes, yang biasanya menyerang pada
usia tua.
Pada neuralgia pasca herpes, fungsi sensoris normal mengalami perubahan. Perubahan
yang terjadi yaitu berupa sensasi abnormal terhadap rabaan halus, tiupan atau suhu yang
dirasakan sangat nyeri. Hal ini diakibatkan karena perlukaan dari saraf perifer dan berubahnya
proses pengolahan sinyal ke system saraf pusat.

Neuralgia ini dikarakteristikan sebagai nyeri seperti terbakar, teriris atau nyeri disetetik
yang bertahan selama berbulan-bulan bahkan dapat sampai tahunan. mendefinisikan
neuralgia paska herpetika sebagai nyeri neuropatik yang menetap setelah onset ruam (atau 3
bulan setelah penyembuhan herpes zoster).

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Wolf K, Richard AJ, Dick S. Postherpatic Neuralgia. Dalam : Fitzpatrick. Color Atlas
and Synopsis of Clinical Dermatology. Ed 5th. New york. McGraw Hill Company.
2007
2. Meliala L. Neuralgia Pasca Herpes. Nyeri Neuropatik patofisiologi dan
penatalaksanaan. Kelompok studi nyeri Perdossi 2001.

3. Mazzoni, P. Pearson, T. Rowland, L. Merritt’s Neurology Handbook. 2nd Edition.


Lippincott Williams & Wilkins : 2006.

4. Gilhus. E, Barnes. M, brainin, M. European Handbook of Neurogical Management.


Vol.1, willey Blackwell : 2010.

5. Anderson. E, Varicella-Zoster virus.available from :


http://emedicine.medscape.com/article/231927-overview

6. Wolff, Klauss. Postherpatic Neuralgia. Dalam : Fitzpatrick. Dermatology in General


Medicine. Ed 7th. New york. McGraw Hill Company. 2007

7. Djuanda, Adhi. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, Adhi, Edisi Enam Cetakan
Kedua,Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2010, hal 1153.

Anda mungkin juga menyukai