Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Tinjauan Pustaka

Darah

a. Definisi

Darah merupakan sel yang berbentuk cair yang terdiri atas dua bagian yaitu
plasma darah dan sel darah. Sel darah terdiri dari tiga jenis yaitu eritrosit, leukosit
dan trombosit. Perbandingan volume darah dengan berat badan adalah 1:12, atau
sekitar 5 liter. Darah terdiri dari beberapa jenis korpuskula yang membentuk 45%
bagian dari darah. Bagian 55% yang lain berupa cairan kekuningan yang
membentuk medium cairan darah yang disebut plasma darah (Pearce, 2008).

b. Plasma

Plasma darah merupakan cairan didalam darah yang mengandung ion


(natrium, kalium, magnesium, klorida, dan bikarbonat), protein plasma (albumin
dan fibrinogen). Fungsi dari Ion dan protein plasma adalah keseimbangan osmotik
(Williams, 2007).

c. Eritrosit

Eritrosit atau sel darah merah merupakan salah satu komponen sel yang
terdapat dalam darah, fungsi utamanya adalah sebagai pengangkut hemoglobin
yang akan membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan (Guyton, 2008). Eritrosit
merupakan suatu sel yang kompleks, membrannya terdiri dari lipid dan protein,
sedangkan bagian dalam sel merupakan mekanisme yang mempertahankan sel
selama 120 hari masa hidupnya serta menjaga fungsi hemoglobin selama masa
hidup sel tersebut (Williams, 2007).

Eritrosit berbentuk bikonkaf dengan diameter sekitar 7,5 μm, dan tebal 2
μm namun dapat berubah bentuk sesuai diameter kapiler yang akan dilaluinya,
selain itu setiap eritrosit mengandung kurang lebih 29 pg hemoglobin, maka pada
2

pria dewasa dengan jumlah eritrosit normal sekitar 5,4jt/ μl didapati kadar
hemoglobin sekitar 15,6 mg/dl (Williams, 2007).

Gambar 1. Eritrosit

d. Trombosit

Trombosit adalah sel darah tak berinti yang berasal dari sitoplasma
megakariosit. Kadar normal trombosit dalam tubuh manusia sekitar 150 – 450 x
103/μl. Dalam keadaan inaktif trombosit memiliki bentuk seperti cakram bikonveks
dengan diameter 2 – 4 μm. Trombosit dapat bertahan didalam tubuh selama 7-10
hari. Peran trombosit didalam tubuh adalah sebagai pembentukan sumbatan selama
respon hemostatik normal terhadap luka (Hoffbrand et al., 2005).

Gambar 2. Trombosit

e. Leukosit
3

Leukosit atau sel darah putih adalah sel darah yang memiliki nukleus.
Dalam darah manusia normal, ditemukan jumlah leukosit berkisar antara 4500-
10.000 sel/mm3 (Vapjayee, 2011). Secara umum leukosit berperan dalam
pertahanan seluler dan humoral manusia, leukosit dapat meninggalkan pembuluh
darah dengan proses diapedesis, menerobos diantara sel-sel endotel dan menembus
ke jaringan ikat (Effendi, 2003).

Berdasarkan ada atau tidaknya granula, leukosit dibagi menjadi 2 jenis,


yaitu granulosit dan agranulosit. Saat leukosit yang memiliki granula spesifik
(granulosit) dalam keadaan hidup dilihat di bawah mikroskop cahaya maka akan
terlihat bentuk nukleus yang bervariasi dan granula yang terlihat berupa tetesan
setengah cair dalam sitoplasmanya. Leukosit yang tidak memiliki granula
(agranulosit) memiliki sitoplasma homogen dengan inti berbentuk bulat atau
berbentuk ginjal. Terdapat 3 jenis leukosit granulosit, yaitu neutrofil, basofil dan
eosinofil; serta 2 jenis leukosit agranuler, monosit dan limfosit (Effendi, 2003).

Jenis-jenis leukosit:

1) Neutrofil

Neutrofil berkembang dalam sumsum tulang dan dikeluarkan ke sirkulasi


darah, sel ini merupakan 60-70% dari seluruh leukosit yang beredar. Sel ini
memiliki diameter sekitar 12 μm, satu inti, dan 2-5 lobus. Sitoplasmanya
memiliki granula azurofilik yang mengandung enzim lisosom dan peroksidase,
serta granula spesifik yang lebih kecil yang mengandung fosfatase alkali dan
zat-zat bakterisidal (fagositin) (Segal, 2005).

Neutrofil memiliki metabolisme secara aerob maupun anaerob.


Kemampuan neutrofil untuk hidup di lingkungan anaerob sangat
menguntungkan karena sel ini dapat membunuh bakteri dan membantu
membersihkan debris pada jaringan nekrotik (Segal, 2005).

Neutrofil bekerja dengan cara memfagositosis bakteri dan fungi yang masuk
ke dalam tubuh. Netrofil memiliki enzim oksidase, yang akan memasukkan
4

elektron ke dalam vakuola yang bersifat fagositik, dan bakteri akan


terfagositosis dalam vakuola (Segal, 2005).

Gambar 3. Segmented neutrofil

2) Basofil

Basofil memiliki diameter 12 μm, satu inti besar yang umumnya berbentuk
huruf S, sitoplasma basofilik yang berisi granula yang besar sehingga seringkali
menutupi inti. Granula basofil berbentuk ireguler berwarna metakromatik.
Granula basofil mensekresi histamin dan heparin. Basofil adalah tipe leukosit
yang paling sedikit dapat ditemukan dalam pemeriksaan (Parwaresch, 2012).

Gambar 4. Basofil

3) Eosinofil

Eosinofil memiliki diameter 9 μm. Intinya biasanya berlobus dua, retikulum


endoplasma, mitokondria, dan apparatus golgi kurang berkembang. Eosinofil
memiliki granula ovoid yang mengandung fosfatase asam, katepsin, dan
ribonuklease. Kemampuan fagositosis eosinofil lebih lambat daripada neutrofil,
namun lebih selektif. Eosinofil dapat ditemukan pada darah ketika terjadi
inflamasi karena alergi dan asma (Davoine et al., 2013).
5

Gambar 5. Eosinofil

4) Monosit

Merupakan sel leukosit dengan diameter 9-10 μm, tapi pada sediaan darah
kering dapat mencapai 20 μm. Inti biasanya eksentris dan berbentuk seperti
tapal kuda. Sitoplasma relatif banyak dan memiliki warna biru abu-abu pada
pulasan Wright. Monosit memiliki fungsi fagositik yaitu membuang sel-sel
mati, fragmen-fragmen sel, dan mikroorganisme (Bell, 2005).

Gambar 5. Monosit

5) Limfosit

Limfosit adalah sel berbentuk sferis, dengan diameter 6-8 μm. Inti relatif
besar dan bulat. Sitoplasma sedikit sekali dan sedikit basofilik. Limfosit yang
berada dalam kelenjar limfe akan tampak dalam darah pada keadaan patologis
(Bell, 2005).

Terdapat dua jenis limfosit yaitu limfosit T dan limfosit B. Limfosit


bergantung pada timus, berumur panjang dan terbentuk dalam timus. Limfosit
B tidak bergantung pada timus, tersebar dalam folikel-folikel kelenjar getah
bening (Bell, 2005).
6

Gambar 6. Limfosit

1.2 Tujuan praktikum

 Mahasiswa dapat mengetahui morfologi darah normal.


 Mahasiswa dapat melakukan pembuatan sedian hapusan darah
 Mahasiswa dapat melakukan pewarnaan wright dan giemsa pada
sedian

1.3 Alat dan bahan:

1. Object glass
2. Cover glass
3. Rak kaca objek
4. Pipet Pasteur
5. Tisu
6. Air
7. Minyak imersi

Bahan reagen:

1. Darah 3 cc
2. Buffer pH 6,4
3. Cat wright
4. Cat Giemsa
5. Methanol

1.4 Langkah-langkah praktikum:

Phlebotomy
7

1. Torniquete dipasang pada lengan atas, tangan di kepalkan


2. Lokasi sampling didesinfeksi dengan alkohol 70%
3. Keringkan dengan kapas atau kasa steril
4. Vena difiksasi dengan menegangkan kulit pada bagian distal dari vena
tersebut dengan pertolongan ibu jari dan telunjuk tangan kiri kita
5. Dengan lubang jarum menghadap keatas vena di tusuk pelan-pelan. Bila
ujung jarum telah masuk kedalam vena maka akan dirasakan tekanan yang
sekonyong-konyong mengurang. Pada vena yang besar dapat ditusuk
langsung sedangkan pada vena yang agak kecil lebih baik jarum
dimasukkan dulu diantara kulit dan vena lalu vena ditembus
6. Bila berhasil segera akan terlihat darah memasuki semprit dan pengambilan
dilanjutkan dengan menarik plugernya pelan-pelan sampai didapatkan
jumlah yang diinginkan
7. Torniquete dikendorkan saat darah memasuki semprit, kepalan tangan
dibuka
8. Kapas steril ditempatkan pada tempat penusukan lalu jarumnya dikeluarkan
pelan-pelan
9. Tekan selama 1-2 menit sambil mengangkat lengannya ke atas
10. Jarum dilepas dari semprit, masukkan botol darah dari penampung dengan
pelan-pelan supaya tidak timbul buih, sebaiknya darah dialirkan melalui
dinding botol waktu memasukkannya
11. Bila digunakan antikoagulan segera darah ini dikocok pelan-pelan dimeja
dengan gerakan melingkar

Cara Membuat Sediaan Apus

1. Dipilih kaca objek yang bertepi rata untuk digunakan sebagai “kaca
penghapus‟ sudut kaca objek yang dipatahkan, menurut garis diagonal
untuk dapat menghasilkan sedian apus darah yang tidak mencapai tepi kaca
objek
2. Satu tetes kecil darah diletakkan pada ± 2 –3 mm dari ujung kaca objek.
3. Kaca penghapus diletakkan dengan sudut 30 – 45 derajat terhadap kaca
objek didepan tetes darah.
4. Kaca pengapus ditarik ke belakang hingga tetes darah, ditunggu sampai
8

darah menyebar pada sudut tersebut.


5. Dengan gerak yang mantap, kaca penghapus didorong sehingga terbentuk
apusan darah sepanjang 3 – 4 cm pada kaca objek. Darah harus habis
sebelum kaca penghapus mencapai ujung lain dari kaca objek. Apusan darah
tidak boleh terlalu tipis atau terlalu tebal, ketebalan ini dapat diatur dengan
mengubah sudut antara kedua kaca objek dan kecepatan menggeser. Makin
besar sudut atau makin cepat menggeser, maka makin tipis apusan darah
yang dihasilkan.
6. Apusan darah dibiarkan mengering di udara. Identitas pasien ditulis pada
bagian tebal apusan dengan pensil kaca (Evi, 2006).

Gambar 1. Cara membuat sediaan apus


(Evi, 2006).

Sediaan Yang Baik Mempunyai Ciri – ciri :

1. Tidak melebar sampai tepi kaca objek, panjangnya setengah sampai dua
pertiga panjang kaca

2. Mempunyai bagian yang cukup tipis untuk diperiksa, pada bagian itu
eritrosit terletak berdekatan tanpa bertumpukan.
3. Rata, tidak berlubang-lubang dan tidak bergaris-garis 

4. Mempunyai penyebaran lekosit yang baik, tidak berhimpun pada pinggir-
pinggir atau ujung-ujung sediaan (Evi, 2006).
9

Gambar 2. Ciri-ciri sediaan apus yang baik


(Evi, 2006).

Cara Mewarnai Sediaan Apus

I. Pewarnaan Wright
 Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas
 Fiksasi sediaan apus dengan metanol absolut 2 – 3menit.
 Genangi sediaan apus dengan zat warna Wright biarkan 3 – 5
menit.
 Tambahkan larutan dapar tercampur rata dengan zat warna.
Biarkan selama 5 – 10 menit.
 Bilas dengan air ledeng, mula-mula dengan aliran lambat
kemudian lebih kuat dengan tujuan menghilangkan semua
kelebihan zat warna. Letakkan sediaan hapus dalam rak dalam
posisi tegak dan biarkan mongering (Evi, 2006).
II. Pewarnaan Giemsa
 Letakkan sediaan apus pada dua batang gelas di atas bak tempat
pewarnaan.
 Fiksasi sediaan apus dengan metanol absolut 2 – 3menit.
 Genangi sediaan apus dengan zat warna Giemsa yang baru
diencerkan. Larutan Giemsa yang dipakai adalah 5%,
10

diencerkan dulu dengan larutan dapar. Biarkan selama 20 – 30


menit.
 Bilas dengan air ledeng, mula-mula dengan aliran lambat
kemudian lebih kuat dengan tujuan menghilangkan semua
kelebihan zat warna. Letakkan sediaan hapus dalam rak dalam
posisi tegak dan biarkan mongering (Evi, 2006).

BAB II

HASIL PENELITIAN
11

Alat dan Bahan

Pipet tetes Darah Cat Wright

Objek glass

Metanol Giemsa

Hasil di Lapangan Pandang

Eritrosit
12

Limfosit

Segmen neutrofil

Stab neutrofil
13

Neutrophil
STAB
14

BAB III

PEMBAHASAN

Pada saat dilakukan penelitian dengan menggunakan darah salah satu


mahasiswa yang dijadikan preparat apusan darah dan diamati dibawah mikroskop
dengan pembesaran 40x didapatkan gambaran eritrosit, limfosit dan neutrophil
(stab, segmen) yang normal, dan tidak terlihat adanya gambaran sel darah selain
diatas, sehingga dapan disimpulkan bahwa dalam penelitian morfologi darah tidak
didapatkan kelainan sesuai indikasi gambaran sel darah yang ditemukan dalam
pengamatan

Kelainan Eritrosit

Klasifikasi Foto Keteranga


n
Anemia Ukuran
hipokromik central
mikrositik pallor >
50%

Anemia - Warna
Normokromi dan
k normositik ukuran
15

eritrosit
normal
Anemia Ukuran
Makrositik Eritrosit
terlihat
membesar

Kelainan Leukosit

Foto Keterangan
AML  Sel muda
abnormal
(blast)
 Tanpa granule
 Ada granule
azurofilik
(sangat sedikit
dan halus)
 Ada aur rods
ALL  Irregular clefts
of nucleus
 Vacuolation
pada burkitt
leukemia
 Tidak ada aur
rods
Tidak ada
granule
16

CML  Ada semua


stadium darah
(mieloblas-
segmen)
 Basofilia
 Basophil dan
eosinophil
meningkat
Anemia
normokromik
normositik

CLL  Smudge cell


17

BAB IV

PENUTUPAN DAN KESIMPULAN

Kesimpulan

Pemeriksaan laboratorium merupakan suatu tindakan atau prosedur yang


dikategorikan sebagai pemeriksaan penunjang untuk membantu menegakkan
diagnosis. Bahan yang bisa digunakan untuk pemeriksaan penunjang seperti
darah , sputum, cairan meningeal. Pemeriksaan penunjang pemeriksaan
laboratorium ini menyediakan informasi prognosis, perjalanan penyakit dan
memantau perkembangan penyakit dengan melihat ada tidaknya kelainan secara
mikroskopis.

Saran

Untuk melakukan praktikum morfologi darah, sangat disarankan untuk


mahasiswa latihan khususnya dalam melakukan phlebotomy dan membuat
preparat apusan darah, derajat jarum dan arah jarum perlu diamati saat
phlebotomy, selain itu prinsip-prinsip phlebotomy yang lain (pemasangan
18

torniquet, tempat pengambilan darah, gerakan desinfeksi pada kulit pasien).


Sedangkan dalam pembuatan preparat apusan darah perlu diamati derajat untuk
melakukan apusan darah pada object glass, karena menentukan bagus tidak nya
preparat yang akan diamati di bawah mikroskop.
19

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Awwalia, Evi Sylvia. 2016. Buku Petunjuk Praktikum Sistem Hematologi


dan Imunologi. Surabaya:FK UNUSA.

Anda mungkin juga menyukai