BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI
2.1 Tinjauan Pustaka
Untuk mendukung pembahasan yang berkaitan dengan proposal ini,
Perancangan Jembatan Box Girder di JLNT Antasari-Blok M, Jakarta Selatan,
maka
digunakan sumber hasil penelitian yang telah dilakukan, sebagai berikut:
1. Menurut Nia Dwi Puspitasari (2011), “Perencanaan Jembatan Palu IV
Dengan Konstruksi Box Girder Segmental Metode Pratekan Statis Tak
Tentu”.
Pada penulisan tersebut memiliki tujuan sebagai berikut, Menghitung
gaya-gaya yang bekerja akibatpelebaran jembatan serta gaya yang
diakibatkan dalam pelaksanaan, Melakukan preliminary design jembatan
beton pratekan, Melakukan analisa penampang untuk dapatmenahan
lenturan akibat gaya-gaya yang bekerja, Melakukan analisa struktur pada
balokpratekan akibat kehilangan gaya prategang(lost of prestress),
Menentukan tahapan dalam pelaksanaan struktur atas jembatan tersebut,
Menuangkan hasil analisa struktur ke dalamgambar teknik.
Serta memiliki batasan masalah sebagai berikut, Tinjauan hanya mencakup
struktur atasjembatan (struktur primer dan struktursekunder), Tidak
melakukan peninjauan terhadapanalisa biaya dan waktu pelaksanaan,
Tinjauan hanya meliputi struktur menerus jembatan di bagian tengah
penampangsungai, Tidak merencanakan perkerasan dan desainjalan
pendekat (oprit), Tidak meninjau kestabilan profil sungai danscouring,
Mutu beton pratekan fc‟ = 60 Mpa, Metode pelaksanaan hanya dibahas
secara umum.
memiliki dua macam metode yang telah digunakan dalam dua keadaan
berbeda yaitu pada kondisi pratarik (pre tension) dan pascatarik (post
tension).
1. Pascatarik (Post-tension)
Konstruksi dimana setelah betonnya cukup keras, barulah bajanya
yang tidak melekat pada beton, diberi tegangan. Seperti yang telah
diperlihatkan pada gambar 2.1.
Sumber: Edward G. Nawy (1996)
Gaya rem, TTB = 500 kN untuk Lt ≥ 180 m
d. Beban Angin (EW)
Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan
lantai jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas
lantai jembatan dihitung dengan rumus :
TEW = 0.0012*Cw*(Vw)2 kN/m
e. Beban Gempa (EQ)
Gaya gempa vertikal rencana : TEQ = 0.10 * Wt.
f. Kombinasi Pembebanan
Untuk kombinasi pembebanan, disesuaikan dengan referensi yang ada,
yaitu RSNI-T-02-2005 tentang Pembebanan untuk Jembatan.
2.2.3 Tegangan yang Terjadi
Beton prategang harus dilakukan pengecekan atas kondisi serat tertekan
dan serat tertarik dri setiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku tegangan
ijin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon. Adapun tahap
pembebanan pada beton prategang, yaitu kondisi transfer dan service.
Transfer: Tekan(σct) = 0,60 f’ci dan Tarik (σtt) = 0,25 √f’ci
Servis: Tekan (σcs) = 0,45 f’c dan Tarik (σtt) = 0,50 √f’c
Namun untuk analisis jembatan gelagar boks segmental pracetak, tidak
ada tegangan tarik yang diijinkan pada setiap sambungan antara segmen-
segmen selama pelaksanaan (erection) pada setiap tahapan, dan juga pada
kondisi batas layan (RSNI T-12-2004).
a. Pengaruh Prategang
Pemberian gaya prategang pada beton prategang akan memberikan
tegangan tekan pada penampang. Tegangan ini memberikan perlawanan
terhadap beban luar yang bekerja.
Apabila Gaya prategang bekerja tidak pada pusat penampang,
tetapi dengan eksentrisitas, maka ada tambahan tegangan akibat
eksentrisitas tersebut. (Desain Praktis Beton Prategang, 2008).
Top tendon
Bottom
tendon
Sumber : Dokumen Penulis
Gambar 2. 3 Prategang dengan Eksentrisitas
𝑃𝑡 𝑃𝑏 𝑃𝑡. 𝑒𝑡 𝑃𝑏. 𝑒𝑏 𝑀 𝑃𝑡 𝑃𝑏 𝑃𝑡. 𝑒𝑡 𝑃𝑏. 𝑒𝑏 𝑀
− + − + + − + − + +
𝐴 𝐴 𝑊𝑡 𝑊𝑡 𝑊𝑡 𝐴 𝐴 𝑊𝑡 𝑊𝑡 𝑊𝑡
(+)
(-) (-)
(-)
+ + =
(+) (-)
𝑃𝑡 𝑃𝑏 𝑃𝑡. 𝑒𝑡 𝑃𝑏. 𝑒𝑏 𝑀 0
− + + − −
𝐴 𝐴 𝑊𝑏 𝑊𝑏 𝑊𝑏
Sumber : Dokumen Penulis
Gambar 2. 4Diagram Tegangan dengan Eksentrisitas
Tegangan di serat bawah adalah tegangan tarik. Karena beton tidak
kuat menahan tegangan tarik maka tegangan tarik ft = 0 (Juga karena
segmental box girder yang digunakan pada struktur jembatan).
𝑓 t= −
𝑃𝑡 𝑃𝑏 𝑃𝑡 ∗𝑒𝑡 𝑃𝑏 ∗𝑒𝑏 𝑀
𝐴
− − − + 𝑊𝑡
𝐴 𝑊𝑡 𝑊𝑏
𝑓 b= −
𝑃𝑡 𝑃𝑏 𝑃𝑡 ∗𝑒𝑡 𝑃𝑏 ∗𝑒𝑏 𝑀
− + − − 𝑊𝑡
𝐴 𝐴 𝑊𝑡 𝑊𝑏
dimana:
ft : Tegangan di serat atas (MPa = N/mm2),
fb : Tegangan di serat bawah (MPa = N/mm2),
Pt : Gaya Prategang yang bekerja di Top Tendon (N),
Pb : Gaya Prategang yang bekerja di Bottom Tendon (N),
et : Eksentrisitastop tendon terhadap titik berat penampang
(mm),
eb : Eksentrisitas bottom tendon terhadap titik berat
penampang (mm),
M : Momen akibat beban luar (Nmm),
Wt : Momen tahan di serat atas (mm3).
Wb : Momen tahan di serat bawah (mm3).
Catatan:
Asumsi Tanda : Tegangan tekan diberi tanda negatif (-)
(RSNI T-12-2004).
Kehilangan gaya prategang jangka pendek dipengaruhi oleh beberapa
faktor diantaranya :
Kehilangan gaya prategang akibat gesekan.
Kehilangan gaya prategang akibat pengangkuran.
Kehilangan gaya prategang pemendekan elastik beton.
Kehilangan gaya prategang jangka panjang merupakan fungsi waktu
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
Susut beton (Shrinkage)
Rangkak Beton (Creep)
Relaksasi Baja (Strand Relaxation)
1. Kehilangan Tegangan akibat Friksi (Gesekan)
Kehilangan gaya prategang akibat gesekan pada alat penegang dan
angkur tergantung pada tipe alat penegang (jack) dan sistem
pengangkuran yang digunakan. Kehilangan akibat gesekan sepanjang
tendon dihitung berdasarkan analisis dari gaya desak tendon pada
selongsong.
Dari Buku Manual Perencanaan Struktur Beton Pratekan Untuk
Jembatan (No. 021/BM/2011), Kehilangan tegangan akibat friksi
antara tendon dan selongsong beton sekitarnya dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:
fo = fx * 𝑒 −(𝜇 ∝𝑖 + 𝑘𝐿)
Keterangan:
fo = Tegangan baja prategang pada saat jacking sebelum seating.
fx = Tegangan baja prategang di titik x sepanjang tendon.
2.2.3 Kemampuan Layan dan Lendutan
Lendutan akibat beban hidup layan termasuk kejut harus dalam
batas yang sesuai dengan struktur dan kegunaannya. Kecuali dilakukan
penyelidikan lebih lanjut, dan tidak melampaui L/800 untuk bentang dan
L/400 untuk kantilever.
Menurut Gilbert (1990), untuk suatu balok sederhana seperti
Gambar16 berikut, besarnya sudut θ dan lendutan δ dapat ditentukan
dengan persamaan:
Keterangan:
Vci: kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton pada
saat terjadi keretakan diagonal akibat kombinasi lentur dan
geser (N)
f’c: Kuat tekan beton berdasarkan benda uji silinder (MPa)
bw : lebar badan balok (mm)
d: Jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik
non-prategang (mm)
Vd: gaya geser pada penampang akibat beban mati tidak
terfaktor (N)
Vi: Gaya geser terfaktor pada penampang akibat beban luar
yang bersamaan dengan Mmax (N)
Mcr: Momen yang menyebabkan terjadinya retak lentur pada
penampang akibat beban luar (Nmm)
Mmax: momen terfaktor pada penampang yang ditinjau,
dihitung dari kombinasi beban luar yang menimbulkan momen
maksimum pada penampang yang ditinjau (Nmm)
b. Kondisi retak geser bagian badan
Vcw = Vt + Vp
Dengan pengertian:
Vt = gaya geser yang bila dikombinasikan dengan gaya
prategang dan pengaruh aksi lainnya pada penampang, akan
menghasilkan tegangan tarik utama sebesar 0,33 √f’c pada
sumbu terpusat atau perpotongan bagian badan dan sayap,
mana yang lebih kritis, atau dapat diambil sebesar:
Yopie Wishnugraha (091134032)
Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-12
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
Vt = 0,3*(√f’c + fpc)*bv*d
Keterangan:
Vcw: kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton
pada saat terjadi keretakan diagonal akibat tegangan tarik
utama di dalam badan (web) (N)
Sumbangan tulangan geser tegak dan miring terhadap kekuatan
geser batas, Vs,ditentukan dengan persamaan berikut:
a. Untuk tulangan geser tegak lurus
𝐴𝑣 ∗ 𝑓𝑦 ∗ 𝑑
𝑉𝑠 =
𝑠
Av = luas tulangan geser (mm2)
fy = tegangan leleh (MPa)
dp = jarak dari serat tekan terluar ke baja prategang (mm)
s = spasi tulangan geser (mm)
b. Untuk tulangan geser miring
𝐴𝑣 ∗ 𝑓𝑦 ∗ (sin 𝛼 + cos 𝛼) ∗ 𝑑
𝑉𝑠 =
𝑠
Di mana α menyatakan besarnya sudut antara sengkang
miring dan sumbu longitudinal komponen struktur, dan d
adalah jarak dari serat tekan terluar terhadap titik berat
tulangan tarik longitudinal, tapi tidak perlu diambil kurang dari
0,8h.
Dalam segala hal Vs tidak boleh melebihi (2√fc’/3) bv d.
Vu: Gaya geser terdaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang
terbesar pada penampang.
Vc: Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton.
Ket :
ρb = Rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan yang
seimbang
β1 = Faktor tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen beban.
Dengan nilai β1, sebagai berikut,
β1 = 0,85 ,untuk fc’ ≤ 30 MPa
β1 = 0,85 – 0,05 (fc’ -30) /7, untuk fc’ >30 MPa
fc’ = Kuat tekan beton (MPa)
ρmaks = 0,75 *ρb
Ket :
ρmaks = Rasio tulangan maksimum
𝐴𝑠
ρ = 𝑏∗𝑑
Ket :
As = Luas tulangan (mm2)
b = Lebar penampang (mm)
1
∗0,75∗𝜌 𝑏 ∗𝑓𝑦
Rmaks = 0,75 *ρb *fy *(1 - 2 )
0,85∗fc′
Ket :
Rmaks = Besaran ketahanan atau kekuatan maksimal dari penampang
komponen struktur
𝑀
Rn = 𝑏∗𝑑𝑛2
Ket :
Rn = Besaran ketahanan nominal dari penampang komponen struktur