Anda di halaman 1dari 15

 

Laporan Tugas Akhir


Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 

  BAB II

 
TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

 
2.1 Tinjauan Pustaka
 
Untuk mendukung pembahasan yang berkaitan dengan proposal ini,
  Perancangan Jembatan Box Girder di JLNT Antasari-Blok M, Jakarta Selatan,
maka
  digunakan sumber hasil penelitian yang telah dilakukan, sebagai berikut:
1. Menurut Nia Dwi Puspitasari (2011), “Perencanaan Jembatan Palu IV
 
Dengan Konstruksi Box Girder Segmental Metode Pratekan Statis Tak
 
Tentu”.
Pada penulisan tersebut memiliki tujuan sebagai berikut, Menghitung
gaya-gaya yang bekerja akibatpelebaran jembatan serta gaya yang
diakibatkan dalam pelaksanaan, Melakukan preliminary design jembatan
beton pratekan, Melakukan analisa penampang untuk dapatmenahan
lenturan akibat gaya-gaya yang bekerja, Melakukan analisa struktur pada
balokpratekan akibat kehilangan gaya prategang(lost of prestress),
Menentukan tahapan dalam pelaksanaan struktur atas jembatan tersebut,
Menuangkan hasil analisa struktur ke dalamgambar teknik.
Serta memiliki batasan masalah sebagai berikut, Tinjauan hanya mencakup
struktur atasjembatan (struktur primer dan struktursekunder), Tidak
melakukan peninjauan terhadapanalisa biaya dan waktu pelaksanaan,
Tinjauan hanya meliputi struktur menerus jembatan di bagian tengah
penampangsungai, Tidak merencanakan perkerasan dan desainjalan
pendekat (oprit), Tidak meninjau kestabilan profil sungai danscouring,
Mutu beton pratekan fc‟ = 60 Mpa, Metode pelaksanaan hanya dibahas
secara umum.

Yopie Wishnugraha (091134032)


Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-1
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 
2.2 Dasar Teori
 
2.2.1 Beton Prategang
 
Beton bertulang yang diberi tegangan dalam untuk mengurangi
  tegangan tarik potensial dalam beton akibat beban kerja, tegangan dalam
  tersebut berupa baja atau tendon. Pada metodenya, beton prategang

  memiliki dua macam metode yang telah digunakan dalam dua keadaan
berbeda yaitu pada kondisi pratarik (pre tension) dan pascatarik (post
 
tension).
 
1. Pascatarik (Post-tension)
  Konstruksi dimana setelah betonnya cukup keras, barulah bajanya
yang tidak melekat pada beton, diberi tegangan. Seperti yang telah
diperlihatkan pada gambar 2.1.

Sumber: Dokumen Penulis


Gambar 2. 1 Balok Prategang Kantilever Sederhana
Dengan cetakan yang sudah disediakan, beton dicor di sekeliling
selongsong (ducts). Posisi selongsong diatur sesuai dengan bidang momen
dari struktur. Biasanya baja tendon tetap berada di dalam selongsong
selama pengecoran. Jika beton sudah mencapai kekuatan yang sudah
ditentukan, tendon ditarik. Tendon bisa ditarik di satu sisi dan diangkur
secara bersamaan dan beton menjadi tertekan setelah pengangkuran.
2. Box Girder Pracetak Segmental
Box Girder Pracetak Segmental pada Jembatan adalah salah satu
dari pengenbangan di bidang jembatan beberapa tahun belakangan
ini.Berbeda dengan sistem konstruksi monolit, sebuahjembatan segmental
box girder terdiri dari elemenelemenpracetak yang dipratekan bersama-
samaoleh tendon eksternal (Prof. Dr.-Ing. G. Rombach,2002).

Yopie Wishnugraha (091134032)


Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-2
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 

 
Sumber: Edward G. Nawy (1996)

  Gambar 2. 2 Standard Segment Box Girder


2.2.2 Teori Pembebanan
 
Pada penulisan tugas akhir ini, penulis menggunakan RSNI-T-02-
 
2005 tentang Pembebanan untuk Jembatan. Pembebanan dimulai dari Aksi
  dan Beban Tetap sampai kepada Beban Lalu Lintas.
a. Aksi dan Beban Tetap
1. Berat Sendiri (MS)
Untuk perhitungan berat sendiri (MS), terdiri dari:
 Berat Box Girder Prestress
2. Beban Mati Tambahan (MA)
Untuk perhitungan beban mati tambahan (MA), terdiri dari:
 Lapisan Aspal dan Overlay
 Dinding Pagar Tepi (Parapet)
 Air Hujan
 Tiang Listrik
b. Beban Lalu Lintas
1. Beban Lajur “D” (TD), terdiri dari:
 q = 9,0 kPa untuk L ≤ 30 m
 q = 9,0 *( 0.5 + 15 / L ) kPa untuk L ≥ 30 m
 DLA = 0,4 untuk L ≤ 50 m
 DLA = 0,4 – 0,0025 * (L – 50) untuk 50 < L < 90 m
c. Gaya Rem (TB)
 Gaya rem, TTB = 250 kN untuk Lt ≤ 80 m
 Gaya rem, TTB = 250 + 2.5*(Lt - 80) kN untuk 80 < Lt < 180
m

Yopie Wishnugraha (091134032)


Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-3
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 

 
 Gaya rem, TTB = 500 kN untuk Lt ≥ 180 m
d. Beban Angin (EW)
 
 Beban garis merata tambahan arah horisontal pada permukaan
 
lantai jembatan akibat angin yang meniup kendaraan di atas
  lantai jembatan dihitung dengan rumus :
   TEW = 0.0012*Cw*(Vw)2 kN/m
e. Beban Gempa (EQ)
 
 Gaya gempa vertikal rencana : TEQ = 0.10 * Wt.
 
f. Kombinasi Pembebanan
  Untuk kombinasi pembebanan, disesuaikan dengan referensi yang ada,
yaitu RSNI-T-02-2005 tentang Pembebanan untuk Jembatan.
2.2.3 Tegangan yang Terjadi
Beton prategang harus dilakukan pengecekan atas kondisi serat tertekan
dan serat tertarik dri setiap penampang. Pada tahap tersebut berlaku tegangan
ijin yang berbeda-beda sesuai kondisi beton dan tendon. Adapun tahap
pembebanan pada beton prategang, yaitu kondisi transfer dan service.
 Transfer: Tekan(σct) = 0,60 f’ci dan Tarik (σtt) = 0,25 √f’ci
 Servis: Tekan (σcs) = 0,45 f’c dan Tarik (σtt) = 0,50 √f’c
Namun untuk analisis jembatan gelagar boks segmental pracetak, tidak
ada tegangan tarik yang diijinkan pada setiap sambungan antara segmen-
segmen selama pelaksanaan (erection) pada setiap tahapan, dan juga pada
kondisi batas layan (RSNI T-12-2004).
a. Pengaruh Prategang
Pemberian gaya prategang pada beton prategang akan memberikan
tegangan tekan pada penampang. Tegangan ini memberikan perlawanan
terhadap beban luar yang bekerja.
Apabila Gaya prategang bekerja tidak pada pusat penampang,
tetapi dengan eksentrisitas, maka ada tambahan tegangan akibat
eksentrisitas tersebut. (Desain Praktis Beton Prategang, 2008).

Yopie Wishnugraha (091134032)


Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-4
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 

  Top tendon
Bottom
  tendon
Sumber : Dokumen Penulis
 
Gambar 2. 3 Prategang dengan Eksentrisitas
 
𝑃𝑡 𝑃𝑏 𝑃𝑡. 𝑒𝑡 𝑃𝑏. 𝑒𝑏 𝑀 𝑃𝑡 𝑃𝑏 𝑃𝑡. 𝑒𝑡 𝑃𝑏. 𝑒𝑏 𝑀
  − + − + + − + − + +
𝐴 𝐴 𝑊𝑡 𝑊𝑡 𝑊𝑡 𝐴 𝐴 𝑊𝑡 𝑊𝑡 𝑊𝑡
  (+)
(-) (-)
 

 
(-)
+ + =

(+) (-)
𝑃𝑡 𝑃𝑏 𝑃𝑡. 𝑒𝑡 𝑃𝑏. 𝑒𝑏 𝑀 0
− + + − −
𝐴 𝐴 𝑊𝑏 𝑊𝑏 𝑊𝑏
Sumber : Dokumen Penulis
Gambar 2. 4Diagram Tegangan dengan Eksentrisitas
Tegangan di serat bawah adalah tegangan tarik. Karena beton tidak
kuat menahan tegangan tarik maka tegangan tarik ft = 0 (Juga karena
segmental box girder yang digunakan pada struktur jembatan).

Sumber : Desain Praktis Beton Prategang, 2008


Gambar 2. 5 Diagram Tegangan
𝑞𝐿²
𝑓 t = − 𝐴 + 𝑊 ; 𝑓t= 0 (Fully Prestressed) M =
𝑃 𝑀
8
𝑃 𝑀 𝑞𝐿²
= =
𝐴 𝑊 8𝑊
Yopie Wishnugraha (091134032)
Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-5
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 
8𝑊𝑃
  𝑞=
𝐴𝐿²
 

  Apabila yang digunakan pada struktur jembatan atau jalan layang


yang menggunakan metoda balance cantilever atau kantilever berimbang.
 
Yang dimana menjadikan adanya Top Tendon dan Bottom Tendon. Maka,
 
tegangan yang terjadi adalah sebagai berikut:
 

Sumber: Metoda Kerja Post-Tension Jembatan Box GirderPerawang Riau


Gambar 2. 6 Top dan Bottom Tendon pada Struktur Jembatan

𝑓 t= −
𝑃𝑡 𝑃𝑏 𝑃𝑡 ∗𝑒𝑡 𝑃𝑏 ∗𝑒𝑏 𝑀
𝐴
− − − + 𝑊𝑡
𝐴 𝑊𝑡 𝑊𝑏

𝑓 b= −
𝑃𝑡 𝑃𝑏 𝑃𝑡 ∗𝑒𝑡 𝑃𝑏 ∗𝑒𝑏 𝑀
− + − − 𝑊𝑡
𝐴 𝐴 𝑊𝑡 𝑊𝑏

dimana:
ft : Tegangan di serat atas (MPa = N/mm2),
fb : Tegangan di serat bawah (MPa = N/mm2),
Pt : Gaya Prategang yang bekerja di Top Tendon (N),
Pb : Gaya Prategang yang bekerja di Bottom Tendon (N),
et : Eksentrisitastop tendon terhadap titik berat penampang
(mm),
eb : Eksentrisitas bottom tendon terhadap titik berat
penampang (mm),
M : Momen akibat beban luar (Nmm),
Wt : Momen tahan di serat atas (mm3).
Wb : Momen tahan di serat bawah (mm3).

Catatan:
Asumsi Tanda : Tegangan tekan diberi tanda negatif (-)

Yopie Wishnugraha (091134032)


Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-6
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 
: Tegangan tarik diberi tanda positif (+)
 
b. Kehilangan Tegangan (Loss of Prestress)
 
Kehilangan gaya prategang dalam tendon untuk setiap waktu harus
  diambil sebagai jumlah dari kehilangan seketika dan kehilangan yang
  tergantung waktu, baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang.

  (RSNI T-12-2004).
Kehilangan gaya prategang jangka pendek dipengaruhi oleh beberapa
 
faktor diantaranya :
 
 Kehilangan gaya prategang akibat gesekan.
   Kehilangan gaya prategang akibat pengangkuran.
 Kehilangan gaya prategang pemendekan elastik beton.
Kehilangan gaya prategang jangka panjang merupakan fungsi waktu
yang dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya :
 Susut beton (Shrinkage)
 Rangkak Beton (Creep)
 Relaksasi Baja (Strand Relaxation)
1. Kehilangan Tegangan akibat Friksi (Gesekan)
Kehilangan gaya prategang akibat gesekan pada alat penegang dan
angkur tergantung pada tipe alat penegang (jack) dan sistem
pengangkuran yang digunakan. Kehilangan akibat gesekan sepanjang
tendon dihitung berdasarkan analisis dari gaya desak tendon pada
selongsong.
Dari Buku Manual Perencanaan Struktur Beton Pratekan Untuk
Jembatan (No. 021/BM/2011), Kehilangan tegangan akibat friksi
antara tendon dan selongsong beton sekitarnya dapat dihitung dengan
menggunakan rumus sebagai berikut:

fo = fx * 𝑒 −(𝜇 ∝𝑖 + 𝑘𝐿)
Keterangan:
fo = Tegangan baja prategang pada saat jacking sebelum seating.
fx = Tegangan baja prategang di titik x sepanjang tendon.

Yopie Wishnugraha (091134032)


Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-7
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 

  𝑒 = Dasar logaritma Napier


μ = koefisien gesekan akibat adanya lengkungan tendon, yang bila
 
tidak ada data yang lebih tepat, dan bila semua tendon dalam satu
 
selongsong ditegangkan pada waktu bersamaan, nilainya dapat
  ditetapkan berdasarkan rujukan di bawah ini:
   Untuk selongsong yang diber i pelumas dapat diambil

  sebesar 0,05 – 0,15.


 Untuk selongsong logam dengan permukaan berprofil dapat
 
diambil sebesar 0,15 – 0,25.
 
α = Perubahan sudut total dari profil layout kabel dalam radian dari
titik jacing.
k = koefisien gesekan akibat simpangan menyudut persatuan
panjang tendon yang tidak direncanakan (dalam rad/m), yang bila
tidak ada data yang tepat, nilainya dapat ditetapkan berdasarkan
rujukan di bawah ini:
 Untuk selongsong yang diberi pelumas bisa diambil sebesar
0,0003 – 0,0020 rad/m.
 Untuk kawat baja (wire) pada selongsong logam yang
berpermukaan berprofil bisa diambil sebesar 0,0010 – 0,0020 rad/m.
 Untuk kawat untai (strand) pada selongsong logam yang
berpermukaan berprofil bisa diambil sebesar 0,0005 – 0,0020 rad/m.
 Untuk batang baja (bar) pada selongsong logam yang
berpermukaan berprofil bisa diambil sebesar 0,0001 – 0,0006 rad/m
L = Panjang baja prategang diukur dari titik jacking.

2. Kehilangan tegangan akibat Slip Pengangkuran (Anchorage Set)


Kehilangan tegangan yang disebabkan oleh slipnya baji-baji pada
angkur saat gaya jacking ditransfer pada angkur. Besarnya slip angkur
tergangtung pada sistem prategang yang digunakan. Nilainya
bervariasi antara 3 – 10 mm. Nilai slip amgkur 6 mm dapat

Yopie Wishnugraha (091134032)


Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-8
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 
diasumsikan dalam perhitungan untuk penduekatan (CL. 5.9.5.2.1
 
AASHTO-2004) (Buku Manual Perencanaan Struktur Beton Pratekan
 
untuk Jembatan, No.012/BM/2011).
  Kehilangan prategang yang terjadi akibat slip angkur dapat ditentukan
  dengan pendekatan rumus sebagai berikut:
2∗𝑑∗𝑥
  ∆fA =
𝐿
 
𝐸𝑝 ∗∆𝐿∗𝐿
  x=
𝑑
  dimana:
∆fA : Kehilangan prategang akibat slip angkur
d : kehilangan akibat friksi pada jarak L dari titik penarikan
x : panjang yang terpengaruh oleh slip angkur
Ep : Modulus Elastisitas baja Prategang
L : jarak antara titik penarikan (jacking) dengan titik dimana
kehilangan diketahui
∆L : slip angkur, normalnya 6 s/d 9 mm (diasumsikan 6 mm dalam
perhitungan untuk pendekatan)

3. Kehilangan Tegangan akibat Perpendekan Elastik Beton (ES)


Pada perhitungan kehilangan tegangan akibat Perpendekan Elastis
Beton (ES) dilakukan per tahap pelaksanaan. Dari RSNI T-12-2004,
perhitungan kehilangan tegangan akibat Perpendekan Elasti Beton
(ES) adalah sebagai berikut:
Untuk komponen pasca tarik:
𝐸𝑝
σes = 0,5 fpci
𝐸𝑐𝑖
Keterangan:
σes = Kehilangan tegangan dalam tendon prategang akibat relaksasi
baja prategang, MPa.
Ep = Modulus elastisitas baja prategang
Yopie Wishnugraha (091134032)
Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-9
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 
Eci = Modulus elastisitas beton pada saat transfer gaya prategang,
 
MPa.
 
fpci = tegangan tekan beton pada lokasi titik berat baja prategang,
  segera setelah transfer, akibat gaya prategang dan beban mati, dihitung
  pada penampang di mana terjadi momen maksimum, MPa

 
2.2.3 Kemampuan Layan dan Lendutan
 
Lendutan akibat beban hidup layan termasuk kejut harus dalam
 
batas yang sesuai dengan struktur dan kegunaannya. Kecuali dilakukan
  penyelidikan lebih lanjut, dan tidak melampaui L/800 untuk bentang dan
L/400 untuk kantilever.
Menurut Gilbert (1990), untuk suatu balok sederhana seperti
Gambar16 berikut, besarnya sudut θ dan lendutan δ dapat ditentukan
dengan persamaan:

Sumber : Desain Praktis Beton Prategang, 2008


Gambar 2. 7Deformasi pada Balok
𝐿 𝐿
θA = (ҡA + 2 ҡC) ; θB = − (ҡA + 10 ҡC + ҡB)
6 6
𝐿²
δC = − 96(ҡA + 10 ҡC+ ҡB)

Sedangkan untuk balok kantilever, besarnya sudut θ dan lendutan δ


dapat ditentukan dengan persamaan:
𝐿 𝐿²
θC = − 3(ҡA + 2 ҡC) ; δC = − 4 (ҡA + ҡC)
Untuk penampang yang tidak retak, perhitungan lendutan
didasarkan pada inersia penuh I g. Kelengkungan pada suatu penampang
dapat diestimasi sebesar:
𝑀−𝑃𝑖 . 𝑒
ҡi =
𝐸𝑐 .𝐼𝑔
Yopie Wishnugraha (091134032)
Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-10
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 
di mana:
 
Pi : Gaya Prategang Awal
 
Ec : Modulus Elastisitas Beton
  e : Eksentrisitas
  M : Momen yang bekerja pada penampang

  2.2.4 Perencanaan Balok terhadap Geser


Tegangan geser desain terfaktor harus tidak melampaui tegangan
 
geser nominalnya.
 
Vu ≤ ØVn
  Dimana,
Vu = nilai geser ultimate (kN)
Ø = faktor reduksi kekuatan geser
Vn = nilai geser nominal (kN)
Kekuatan geser batas nominal Vn, tidak boleh diambil lebih besar
dari jumlah kekuatan geser yang disumbangkan oleh beton dan tulangan
geser dalam penampang komponen struktur yang ditinjau, yaitu:
Vn = Vc + Vs
Dimana:
Vc = kekuatan geser nominal yang diterima beton (kN)
Vs = kekuatan geser nominal yang diterima tulangan geser (kN)
Nilai Vc harus diambil yang terkecil dari Vci atau Vcw.
Kekuatan geser batas beton Vc yang tanpa memperhitungkan
adanya tulangan geser, tidak boleh diambil melebihi dari nilai terkecil
yang diperoleh dari 2 kondisi retak, yaitu retak geser terlentur (Vci) dan
retak geser badan (Vcw), kecuali jika penampang yang ditinjau mengalami
retak akibat lentur, di mana dalam kondisi tersebut hanya kondisi retak
geser terlentur yang berlaku.
a. Kondisi retak geser terlentur:
Kuat geser Vci harus dihitung dari:
√𝑓′𝑐 𝑉𝑖 ∗ 𝑀𝑐𝑟
𝑉𝑐𝑖 = ∗ 𝑏𝑤 ∗ 𝑑 + 𝑉𝑑 +
20 𝑀𝑚𝑎𝑥

Yopie Wishnugraha (091134032)


Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-11
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 
Dimana:
 
√𝑓′𝑐
  𝑀𝑐𝑟 = 𝑍 ∗ + 𝑓𝑝𝑒 − 𝑓𝑑
2
  𝐼
𝑍=
 
𝑦𝑡
√𝑓′𝑐
  Tetapi Vci tidak perlu diambil kurang dari ∗ 𝑏𝑤 ∗ 𝑑
7

Keterangan:
 
Vci: kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton pada
 
saat terjadi keretakan diagonal akibat kombinasi lentur dan
  geser (N)
f’c: Kuat tekan beton berdasarkan benda uji silinder (MPa)
bw : lebar badan balok (mm)
d: Jarak dari serat tekan terluar ke titik berat tulangan tarik
non-prategang (mm)
Vd: gaya geser pada penampang akibat beban mati tidak
terfaktor (N)
Vi: Gaya geser terfaktor pada penampang akibat beban luar
yang bersamaan dengan Mmax (N)
Mcr: Momen yang menyebabkan terjadinya retak lentur pada
penampang akibat beban luar (Nmm)
Mmax: momen terfaktor pada penampang yang ditinjau,
dihitung dari kombinasi beban luar yang menimbulkan momen
maksimum pada penampang yang ditinjau (Nmm)
b. Kondisi retak geser bagian badan
Vcw = Vt + Vp
Dengan pengertian:
Vt = gaya geser yang bila dikombinasikan dengan gaya
prategang dan pengaruh aksi lainnya pada penampang, akan
menghasilkan tegangan tarik utama sebesar 0,33 √f’c pada
sumbu terpusat atau perpotongan bagian badan dan sayap,
mana yang lebih kritis, atau dapat diambil sebesar:
Yopie Wishnugraha (091134032)
Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-12
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 
Vt = 0,3*(√f’c + fpc)*bv*d
 
Keterangan:
 
Vcw: kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton
  pada saat terjadi keretakan diagonal akibat tegangan tarik
  utama di dalam badan (web) (N)

  Vp: Komponen vertikal dari gaya prategang efektif (N)

 
Sumbangan tulangan geser tegak dan miring terhadap kekuatan
 
geser batas, Vs,ditentukan dengan persamaan berikut:
  a. Untuk tulangan geser tegak lurus
𝐴𝑣 ∗ 𝑓𝑦 ∗ 𝑑
𝑉𝑠 =
𝑠
Av = luas tulangan geser (mm2)
fy = tegangan leleh (MPa)
dp = jarak dari serat tekan terluar ke baja prategang (mm)
s = spasi tulangan geser (mm)
b. Untuk tulangan geser miring
𝐴𝑣 ∗ 𝑓𝑦 ∗ (sin 𝛼 + cos 𝛼) ∗ 𝑑
𝑉𝑠 =
𝑠
Di mana α menyatakan besarnya sudut antara sengkang
miring dan sumbu longitudinal komponen struktur, dan d
adalah jarak dari serat tekan terluar terhadap titik berat
tulangan tarik longitudinal, tapi tidak perlu diambil kurang dari
0,8h.
Dalam segala hal Vs tidak boleh melebihi (2√fc’/3) bv d.

2.2.5 Perencanaan Balok terhadap Puntir


Standar perencanaan balok beton prategang mengikuti standar
perencanaan puntir untuk beton bertulang.
Tulangan Puntir tidak diperlukan apabila;
𝑇𝑢 𝑇 𝑉
𝜙𝑇 𝑛
<0,25 atau𝜙𝑇𝑢 + 𝜙𝑉𝑢 <0,50
𝑛 𝑐

Yopie Wishnugraha (091134032)


Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-13
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 
Ket:
 
Tu : Momen puntir terfaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang
 
terbesar pada penampang.
  ϕ : Faktor reduksi kekuatan.
  Tn: Kuat puntir nominal dari penampang komponen struktur.

  Vu: Gaya geser terdaktor akibat kombinasi pengaruh gaya luar yang
terbesar pada penampang.
 
Vc: Kuat geser nominal yang disumbangkan oleh beton.
 

  2.2.6 Perencanan Penulangan Lentur


Perhitungan kekuatan dari suatu penampang yang terlentur harus
memperhitungkankeseimbangan dari tegangan dan kompatibilitas
regangan, serta konsisten dengan anggapan:
 Bidang rata yang tegak lurus sumbu tetap rata setelah mengalami
lentur.
 Beton tidak diperhitungkan dalam memikul tegangan tarik.
 Distribusi tegangan tekan ditentukan dari hubungan tegangan-
regangan beton.
 Regangan batas beton yang tertekan diambil sebesar 0,003.

Sumber: RSNI T-12-2004


Gambar 2. 8 Regangan dan Tegangan pada Penampang Beton Bertulang

Faktor β1 harus diambil sebesar


β1 = 0,85 untuk f’c ≤ 30 MPa.
β1 = 0,85 – 0,008 (f’c – 30) untuk f’c > 30 MPa.
Untuk menentukan rasio tulangan:

Yopie Wishnugraha (091134032)


Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-14
 
 
Laporan Tugas Akhir
Perancangan Jembatan BoxGirder di JLNT Antasari-Blok M,
 
STA. 3+950,288 – STA. 4+018,088
 
ρb = 0,85 ∗𝛽1 ∗𝑓𝑐 ′ 600
  ∗ (600 +𝑓𝑦 )
𝑓𝑦

  Ket :
ρb = Rasio tulangan yang memberikan kondisi regangan yang
 
seimbang
 
β1 = Faktor tinggi blok tegangan tekan persegi ekivalen beban.
  Dengan nilai β1, sebagai berikut,
  β1 = 0,85 ,untuk fc’ ≤ 30 MPa
β1 = 0,85 – 0,05 (fc’ -30) /7, untuk fc’ >30 MPa
 
fc’ = Kuat tekan beton (MPa)
 
ρmaks = 0,75 *ρb

Ket :
ρmaks = Rasio tulangan maksimum
𝐴𝑠
ρ = 𝑏∗𝑑

Ket :
As = Luas tulangan (mm2)
b = Lebar penampang (mm)

Menghitung Rmaks dan Rn:

1
∗0,75∗𝜌 𝑏 ∗𝑓𝑦
Rmaks = 0,75 *ρb *fy *(1 - 2 )
0,85∗fc′

Ket :
Rmaks = Besaran ketahanan atau kekuatan maksimal dari penampang
komponen struktur
𝑀
Rn = 𝑏∗𝑑𝑛2

Ket :
Rn = Besaran ketahanan nominal dari penampang komponen struktur

Yopie Wishnugraha (091134032)


Teknik Perancangan Jalan dan Jembatan II-15
 

Anda mungkin juga menyukai