Anda di halaman 1dari 8

PEMBINAAN KEMAMPUAN PERTAHANAN

DALAM SISTEM PERTAHANAN NEGARA

Created by : Juanda Sy., M.Si (Han)

1. Pendahuluan. Kebijakan negara dibidang pertahanan negara, menentukan bahwa Pemerintah


berkewajiban merumuskan Kebijakan Umum Pertahanan Negara dengan melibatkan Dewan Pertahanan
Nasional dan Kementrian Pertahanan. Kebijakan Umum Pertahanan Negara menjadi dasar dan pedoman bagi
Menteri Pertahanan untuk merumuskan kebijakan penyelenggaraan Pertahanan Negara yang disusun dalam buku
Doktrin Pertahanan Negara dan kebijakan penggunaan kekuatan yang dituangkan dalam buku Strategi
Pertahanan Negara, selanjutnya Panglima TNI, merencanakan, menyusun dan mengembangkan strategi militer
Nasional sebagai implementasi dari doktrin Pertahanan Negara dengan tetap mempedomani seluruh kebijakan
politik tentang pertahanan negara.
Doktrin yang diterbitkan TNI, (seharusnya sebagai penjabaran strategi militer Nasional) menetapkan
bahwa dalam pelaksanaan tugas operasi militer, kekuatan yang dilibatkan tidak hanya TNI tetapi juga institusi
diluar TNI dan komponen bangsa lainnya, sehingga dibutuhkan koordinasi dan kerjasama antar institusi, agar
semua tugas yang dilakukan dapat terselenggara dengan baik dan berhasil mencapai sasaran yang
ditetapkan. Mendukung kebijakan ini, Panglima TNI telah menetapkan kebijakan menyangkut optimalisasi peran
TNI, yang diimplementasikan dalam kegiatan menyiapkan piranti lunak sebagai landasan hukum, melakukan
penjajakan di berbagai instansi pemerintah yang memungkinkan untuk dilakukan kerjasama, menyusun program
kegiatan berdasarkan skala kebutuhan yang disesuaikan dengan struktur dan kultur daerah, menyiapkan dan
melengkapi sarana dan prasarana serta menyiapkan anggaran sesuai batas kemampuan anggaran TNI.[1]

Bahwa kemampuan pertahanan Negara harus dibangun, dibina dan disiapkan


semenjak dini, dilaksanakan disemua wilayah Nasional Indonesia, merupakan tugas semua
Kementrian, Lembaga non Kementrian serta Pemerintah daerah, sesuai dengan peran,
tanggungjawab dan fungsi masing-masing, sebagai implementasi dari pasal 22 Undang-
undang RI no 32 tahun 2004 tentang pemerintah Daerah.
Dalam bujukin Operasi Militer Selain Perang ( OMSP) pada pasal 16, menyatakan
bahwa “operasi tempur yang dilaksanakan TNI dalam OMSP baik berdiri sendiri maupun
terpadu dengan lembaga lain, ditujukan untuk mengatasi kekerasan bersenjata antara lain
terorisme, konflik komunal dan kekerasan senjata lainnya, dengan prinsip menghentikan
kekerasan bersenjata, untuk menghindari korban yang lebih besar,...”. Tugas
tersebut bukan hanya menjadi tugas TNI tetapi sebagai tugas bersama seluruh komponen
bangsa, sehingga dengan semangat dan tanggungjawab tersebut, TNI berkewajiban
mewujudkannya dengan melakukan langkah-langkah nyata dalam mengajak komponen
bangsa lainnya agar dapat berperan aktif untuk melaksanakan kewajiban menegakkan
kedaulatan, menjaga keutuhan Negara kesatuan Republik Indonesia dan melindungi
keselmatan bangsa. Semangat ini sejalan dengan Doktrin pertahanan negara yang diterbitkan
Kementrian pertahanan yang menyatakan bahwa “Keberhasilan Perang Rakyat Semesta
ditentukan oleh kemanunggalan TNI-Rakyat.
Kebijakan Negara yang tertuang dalam UU RI no 3/2002 tentang pertahanan,
menetapkan bahwa pelaksanaan pembangunan di daerah harus memperhatikan pembinaan
kemampuan Pertahanan, maka hasil pembangunan selain bermanfaat bagi kesejahteraan
rakyat, dalam jangka panjang juga harus dapat mendukung kepentingan pertahanan
negara. Oleh sebab itu, daerah otonom berkewajiban melaksanakan pembangunan untuk
kepentingan kesejahteraan rakyat, namun bila kondisi darurat, daerah tersebut harus mampu
mendukung pelaksanaan OMP maupun OMSP.
Dalam buku Doktrin Pertahanan Negara, dinyatakan :

“ Penyiapan wilayah negara sebagai medan pertahanan pada dasarnya merupakan fungsi pertahanan
nirmiliter yang diselenggarakan secara terpadu, terkoordinasi, dan lintas departemen/lembaga.
Perwujudannya melalui penataan ruang nasional, di dalamnya penataan ruang kawasan
pertahanan. Penyiapan logistik pertahanan diselenggarakan secara dini dan terpadu dengan pembangunan
nasional untuk tujuan kesejahteraan. Penyiapan logistik pertahanan merupakan hal yang fundamental dalam
mendukung penyelenggaraan peperangan. Penyiapan logistik pertahanan merupakan bagian dari
pembangunan pertahanan nirmiliter yang diselenggarakan secara terpadu, terkoordinasi, dan lintas
departemen/lembaga. Perwujudannya melalui pembangunan ekonomi yang kuat dengan pertumbuhan yang
cukup tinggi serta industri nasional yang berdaya saing dan mandiri, yang pada gilirannya akan dapat
mewujudkan kemandirian sarana pertahanan serta pusat-pusat logistik yang tersebar di tiap wilayah”.

Meskipun pengertian wilayah berdasarkan UU no 26 tahun 2007 salah satunya menyatakan bahwa “kawasan
strategis nasional adalah wilayah yang penataan ruangnya diprioritaskan karena mempunyai pengaruh sangat
penting secara nasional terhadap kedaulatan negara, pertahanan dan keamanan negara, ekonomi, sosial, budaya,
dan/atau lingkungan, termasuk wilayah yang telah ditetapkan sebagai warisan dunia”; dan pada pasal 3 Peraturan
Pemerintah (PP) nomor 68 tahun 2014 tentang penataan wilayah pertahanan menyatakan (1) Sebagian atau
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dapat digunakan untuk kepentingan penyelenggaraan
pertahanan negara, baik pada masa damai maupun dalam keadaan perang; (2) Pada masa damai sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia digunakan sebagai Wilayah Pertahanan
untuk kepentingan pembangunan dan pembinaan kemampuan pertahanan sebagai perwujudan daya tangkal
bangsa; (3) Dalam keadaan perang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia digunakan sebagai Wilayah Pertahanan untuk kepentingan perang. Namun PP ini menetapkan bahwa
wilayah pertahanan yang ditetapkan dan dapat dikelola penataannya oleh jajaran TNI hanya dibatasi pada (a)
pangkalan militer atau kesatrian; (b). daerah latihan militer; (c) instalasi militer; (d) daerah uji coba peralatan dan
persenjataan militer; (e) daerah penyimpanan barang eksplosif dan berbahaya lainnya; (f) daerah disposal amunisi
dan peralatan pertahanan berbahaya lainnya; (g) obyek vital nasional yang bersifat strategis; dan/atau (h)
kepentingan pertahanan udara. Bagaimana TNI dalam menyikapi ketentuan yang dimuat dalam PP 68/2014 ,
agar strategi militer dapat didukung serta kesiapsiagaan TNI dalam sistem pertahanan Negara dapat terselenggara
dan terpelihara dengan baik ?

2. Pembinaan kemampuan Pertahanan yang menjadi kewajiban pemerintah dan pemerintahan daerah
dalam penyelenggaraan pembangunan, belum sepenuhnya difahami oleh para pejabat pemerintah,
berpengaruh besar terhadap sistem pertahanan Negara. Pembinaan kemampuan pertahanan, merupakan
tanggungjawab pemerintah dalam pengelolaannya, sebagai sesuatu yang harus direncanakan, dipersiapkan dan
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan. Pembinaan kemampuan pertahanan merupakan kegiatan
yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam menyediakan fasilitas bagi kesejahteraan rakyat, yang harus dirancang
semenjak awal agar dalam jangka panjang dapat bermanfaat untuk mendukung kepentingan pertahanan Negara,
sebagaimana dinyatakan dalam buku doktrin pertahanan Negara yang diterbitkan oleh Kementrian pertahanan.
Indonesia menetapkan sistem pertahanan semesta dan setelah Negara menerapkan
sistem pemerintahan demokrasi serta menerapkan desentralisasi, maka kewenangan daerah
otonom menjadi lebih luas dan pemerintahan daerah menyelenggarakan semua urusan
pemerintahan kecuali urusan yang tidak diserahkan oleh pemerintah pusat. Urusan
pemerintah yang tidak diserahkan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah diantaranya
adalah urusan Pertahanan, meskipun pemerintah pusat dapat mendelegasikan kewenangan
tersebut secara keseluruhan atau sebagian kepada pemerintahan daerah otonom. Urusan
pertahanan yang dimaksud dalam peraturan yang berlaku sebagai kebijakan
negara[1]diantaranya adalah segala hal yang menyangkut tentang pembentukan tentara,
menyatakan damai dan perang, menyatakan Negara atau sebagian negara dalam keadaan
bahaya, mengembangkan sistem pertahanan negara dan persenjataan, menetapkan
kebijakan untuk wajib militer, bela negara bagi setiap warga negara dan hal lain yang
berkaitan dengan perhananan. Dengan demikian kegiatan lain diluar ketentuan tersebut
dapat dilakukan oleh pemerintah daerah otonom, selama hal tersebut tidak bertentangan
dengan kebijakan pemerintah pusat.
Sebagai implementasi atas pendelegasian sebagian atau seluruh tugas pemerintah
kepada pemerintahan otonom, maka beberapa kewajiban pemerintah daerah otonom yang
dituangkan dalam undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang otonomi daerah,
pendelegasian tugas pemerintah kepada pemerintah daerah otonom dimuat pada pasal
22. Apabila mendalami tugas-tugas yang tertuang pada pasal tersebut, maka sebenarnya
pemerintah pusat telah mendelegasikan tugas dalam pembinaan kemampuan pertahanan,
atau bila merujuk pada undang-undang nomor 34 tahun 2004 tentang TNI, dimana tugas
menegakkan kedaulatan Negara, menjaga keutuhan wilayah dan melindungi keselamatan
bangsa, TNI mendapat tugas melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan, maka
hubungan antara kewajiban pemerintah daerah otonom dengan tugas pemberdayaan wilayah
pertahanan merupakan tugas yang saling berkaitan. Dapat dikatakan bahwa pemerintah
daerah otonom, merupakan institusi terdepan dalam menyelenggarakan pemberdayaan
wilayah, dimana selama negara dalam keadaan damai pemerintah melaksanakan
pembangunan yang untuk menyediakan fasilitas pelayanan umum yang secara luas yang
bermanfaat untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat dan dalam jangka panjang hasil
pembangunan ini harus bermanfaat dalam mendukung kekuatan pertahanan. Dengan
demikian pembangunan yang dilaksanakan pemerintah daerah otonom ini, harus
dapat dirancang secara lebih teliti dengan adanya keterlibatan institusi militer yang ada
didaerah dengan sinkronisasi dalam perencanaan tata ruang wilayah dan tugas lain yang
berkaitan dengan pemberdayaan wilayah serta peran yang menjadi tugas militer dalam
membantu tugas pemerintah didaerah dengan fokus pada tugas pokok masing-masing, agar
hasil pembangunan didaerah dalam jangka panjang akan sangat bermanfaat bagi
kepentingan pertahanan Negara. Namun pada kenyataannya kerjasama sipil dan militer
dalam pembinaan kemampuan pertahanan masih menghadapi berbagai permasalahan yang
harus dapat segera diselesaikan, diantaranya kesiapan dan kemampuan sumberdaya
manusia serta dasar hukum dalam penyelenggaraannya.

Kesiapan sumberdaya manusia militer di Indonesia, secara bertahap harus dapat ditingkatkan, agar
komunikasi, koordinasi dan kerjasama antar dua institusi militer dan sipil didaerah dapat berlangsung dengan baik
dan dapat menghaslikan rancangan program pembangunan yang efektif dan efisien dari berbagai sudut
tinjauan. Ilmu pengetahuan dan teknologi telah berkembang pesat, siapapun yang tidak mengikuti perkembangan
akan tergilas dan akan teringgal, namun permasalahan ini masih menjadi ganjalan utama dalam pengembangan
penyiapan sumberdaya manusia Militer. Penyiapan perwira yang mengawaki organisasi pada eselon operasional
dan kebijakan, sangat sedikit yang dibekali dengan pengetahuan strategi militer, sebagian besar perwira pada
eselon tersebut justru mendalami pengetahuan tentang penyiapan ketahanan nasional, yang bukan menjadi
domain militer karena sistem hanya menempatkan militer sebagai alat negara di bidang pertahanan.
Peperangan masa kini dan masa mendatang, akan mengerahkan sumberdaya teknologi
persenjataan yang digunakan sangat jauh berbeda dengan menerapkan teknologi peluru
kendali (Precision Guided Munition) yang dapat menyerang sasaran secara tepat pada
fasilitas komando atau fasilitas pendukung operasi musuh lainnya dengan tepat dan cepat,
dengan daya jangkau yang sangat jauh, yang dapat dilakukan oleh pasukan sendiri maupun
pasukan musuh. Untuk menghindari jatuhnya korban, pasukan harus dapat digerakkan
dalam unit-unit kecil dan tidak dalam posisi statis, sehingga membutuhkan sarana angkut
yang dapat bergerak cepat, dukungan logistik yang cukup yang dapat dibawa dalam
kendaraan angkut. Pasukan juga harus dilengkapi dengan peralatan anti deteksi radar
secara elektronik maupun alat samaran sebagai perlindungan pasif, untuk mencegah
terjadinya korban karena mudah dideteksi dan menjadi sasaran tembak musuh. Karena
pada pertempuran di darat, pasukan tempur akan melakukan tugas jauh kedepan merebut
posisi-posisi yang menguntungkan, maka pasukan tempur tidak boleh dibiarkan hanya
dengan mengandalkan kemampuan jalan kaki, namun harus didukung dengan kendaraan
angkut, berupa kendaraan lapis baja, perahu cepat atau helicopter, menyesuaikan dengan
karakter wilayah penugasannya yang berfungsi melindungi prajurit, mempercepat manuver
pasukan dan sekaligus membawa dukungan perlengkapan, persenjataan dan
logistik. Dengan penguasaan daerah oleh pasukan tempur, akan memberi peluang kepada
kekuatan bantuan tempur untuk memindahkan kedudukan agar jarak tembak dua jenis
kesenjataan ini lebih jauh kedepan , memberi keluasaan bagi unsur lain untuk konsolidasi dan
menyusun rencana lebih lanjut. Untuk menjamin keamanan dan meningkatkan perlindungan
terhadap gerakan pasukan tempur dan kekuatan dukungan dari serangan
udara, penguasaan udara oleh angkatan udara harus dapat diwujudkan, sehingga gerakan
pasukan dapat dilindungi oleh kehadiran Angkatan udara atau kekuatan udara, agar tugas
pasukan darat sebagai penentu untuk memastikan bahwa wilayah diduduki dan dikuasai
dapat dilaksanakan dengan baik.
Dengan mempelajari perkembangan prinsip pertempuran masa depan, para perencana penataan ruang
wilayah pertahanan harus berfikir tentang kebutuhan ruang yang paling cocok dengan prinsip peperangan di masa
depan, karena penguasaan medan dan adaptasi terhadap medan merupakan faktor mutlak bagi pasukan yang
bertahan dan dengan pengenalan serta penguasaan medan secara detail, perencanaan pemanfaatan ruang
yang efektif sangat berpengaruh kepada pelaksanaan operasi untuk memenangkan pertempuran. Namun
dengan pembatasan hak dan kewajiban militer dalam menata wilayah hanya sebatas “wilayah pertahanan” yang
sangat sempit, peluang untuk membantu pemerintah untuk berfikir menyiapkan ruang manuver pasukan sangat
kecil, sehingga pembinaan kemampuan pertahanan yang diamantkan undang-undang nomor 2/2002 sulit dapat
terselenggara memenuhi kepentingan pertahanan Negara dan tidak mungkin dapat menyusun strategi militer
yang tepat dalam mendukung sistem pertahanan negara yang berakibat kedaulatan Negara, keutuhan wilayah
dan keselamatan bangsa menjadi taruhan dengan resiko yang tidak dapat diperhitungkan.
Permasalahan lain yang dihadapi saat ini, pemerintah belum menerbitkan peraturan
pemerintah yang mengatur tentang pembinaan kemampuan pertahanan sebagaimana yang
diamanatkan undang-undang no 3/2002 pasal 22 ayat (3) Pembangunan di daerah harus
memperhatikan pembinaan kemampuan pertahanan, sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
yang selanjutnya diatur dengan Peraturan Pemerintah. Kondisi ini menyebabkan koordinasi
dan kerjasama antara sipil dan militer belum dapat berlngsung dengan baik dan pemerintah
saat sekarang masih lebih berkonsentrasi kepada peningkatan kesejahteraan rakyat,
sedangkan militer tidak dapat terlibat langsung dengan penyelenggaraan pembangunan
karena pembatasan yang diterapkan oleh pemerintah.
3. Militer tidak dapat mengembangkan latihan karena terhambat oleh proses dan
prosedur penetapan dan keterbatasan daerah latihan yang mengakibatkan
kesiapsiagan rendah dan merugikan sistem pertahanan Negara. Meskipun lingkungan
global sekarang dirasakan lebih aman dibandingkan selama Perang Dingin, tapi masih
banyak kerentanan, ancaman dan kemungkinan resiko di tingkat regional dan lokal, terbukti
dengan timbulnya perang dan peperangan yang berkepanjangan di wilayah timur tengah,
yang mungkin saja terjadi diwilayah lain. Setiap krisis mencakup harapan dan semua fihak
memiliki tanggung jawab untuk mencari dan menemukan solusi secepat mungkin untuk
penurunan, kemajuan atas penyelesaian krisis dan kemudian melanjutkan untuk
pemulihan. Bagi Bangsa Indonesia, cara terbaik untuk mengelola sumber daya pertahanan
adalah berpikir dan bertindak mempertimbangkan agar masa depan dalam melindungi
kedaulatan Negara, keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa, dapat terselenggara dengan
baik, karena pada kenyataannya konflik dan ancaman adalah sesuatu yang sulit diprediksi,
sehingga tanpa kesiapan militer akan beresiko terlalu besar.
Kesiapsiagaan militer selalu diperlukan, baik masa damai apalagi menghadapi kondisi
darurat, oleh karenanya manajemen sumberdaya pertahanan harus menjadi perhatian bagi
semua orang, bukan hanya bagi Militer dan pengambil keputusan saja. Selama dampak suatu
keputusan dalam domain ini dirasakan oleh seluruh masyarakat, maka pertimbangan
penyiapan sumberdaya pertahanan menjadi kebutuhan setiap individu untuk terlibat
didalamnya. Pemerintah bukan menjadi satu-satunya penggerak untuk mewujudkan
keamanan Nasional, karena setiap komponen bangsa secara perorangan atau sebagai
sebuah organisasi, memiliki kewajiban untuk menjadi operator keamanan dan sekaligus
sebagai konsumen keamanan.
Semua warga negara harus memperoleh informasi cukup terhadap efek atas akibat
keputusan yang diambil negara dihadapkan dengan kemampuan negara dan cara pemerintah
memilih untuk menetapkan keputusan yang berbeda dalam setiap bidang
kegiatan. Kedaulatan negara, keutuhan wilayah dan keselamatan Bangsa adalah tanggung
jawab semua komponen bangsa yang mencakup semua warga negara dewasa, semua orang
terlibat dalam upaya tersebut dan bukan hanya mereka yang bekerja dalam struktur
Negara. Dengan demikian semua warga negara dewasa harus mengetahui keputusan
pemerintah dan memahami tujuan jangka pendek, menengah dan jangka panjang tentang
pentingnya kemampuan pertahanan dan efeknya terhadap kredibilitas Negara dalam
lingkungan global.
Secara prinsip, semua keputusan yang terkait dengan sumber daya pertahanan dan
dampak jangka panjang pada struktur negara, harus difahami oleh semua komponen
bangsa. Pemahaman tentang pentingnya aspek pertahanan negara harus tertanam secara
terbuka dan menjadi pengetahuan yang dapat diakses oleh semua komponen bangsa,
tentang pengaruhnya terhadap eksistensi dan kesiapsiagaan negara dalam menghadapi
berbagai ancaman terhadap kedaulatan, keutuhan wilayah dan keselamatan
bangsa. Dengan memahami hal tersebut maka setiap akibat yang akan timbul dari kebijakan
pemerintah yang menyangkut kerentanan dan resiko yang dapat muncul dan akan dihadapi
negara, harus diperhitungkan secara mendalam.
Sebuah keputusan / kebijakan negara yang (dapat dikatakan sebagai) mengabaikan
kebutuhan Pertahanan negara, harus mempertimbangkan bagaimana pengaruhnya terhadap
kredibilitas negara dan juga pengaruhnya terhadap upaya pemerintah dalam setiap agenda
diplomasi yang dilakukan negara didalam sebuah kawasan. Disamping itu, juga penting
untuk difahami apa pengaruh setiap perubahan kebijakan terhadap upaya peningkatan
kemampuan pertahanan, karena pada kenyataannya perubahan kebijakan akan
mempengaruhi seluruh masyarakat, karena dengan kebijakan tersebut berpengaruh terhadap
upaya yang dapat dan tidak dapat dilakukan oleh alat pertahanan dalam meningkatkan
kesiapsiagaannya dalam menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan wilayah dan
melindungi keselamatan bangsa.

Dihadapkan dengan Peraturan Pemerintah (PP) nomor 68 tahun 2014 tentang penataan wilayah pertahanan
Negara yang telah diterbitkan sebagai tindak lanjut Pasal 22 ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002
tentang Pertahanan Negara dan Pasal 17 ayat (7) Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan
Ruang, maka TNI sebagai alat negara dibidang pertahanan, menghadapi kendala dalam upaya mempertahankan
kedaulatan negara, keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan keselamatan segenap bangsa
dari ancaman dan gangguan keutuhan bangsa dan negara, karena berbagai pembatasan. Beberapa
pemahaman tentang wilayah pertahanan yang rancu dan menimbulkan multi tafsir bagi para pengguna, karena
PP ini akan menjadi dasar hukum dan pedoman dalam perencanaan penataan ruang wilayah pertahanan yang
diselenggarakan oleh TNI dan jajarannya. Tugas TNI dalam penataan ruang wilayah pertahanan sangat dibatasi
hanya pada wilayah yang saat sekarang sudah menjadi tanggungjawab organisasinya secara administrasi,
sehingga pemikiran tentang pembinaan geografi, demografi dan kondisi sosial yang selama ini didengungkan
oleh TNI menjadi pemikiran yang tidak lagi dapat dikembangkan.
Disisi lain, untuk membangun kesiapsiagaan militer, latihan hanya boleh dilaksanakan
di kawasan yang telah ditetapkan dan wajib menunggu keputusan menteri
Pertahanan, sehingga untuk melaksanakan latihan militer, membutuhkan waktu untuk proses
dan prosedur penetapannya karena berkaitan dengan koordinasi dan persetujuan pemerintah
daerah, sehingga kapan waktunya militer memiliki daerah latihan sulit diprediksi dan akan
sangat mengganggu pencapaian dan pemeliharaan profesionalisme prajurit. Dengan
ketentuan itu pula, komando kewilayahan dan satuan kewilayahan, akan menghadapi
kesulitan dalam berkoordinasi dengan pemerintah setempat untuk dapat menyiapkan daerah
latihan, karena faktor komunikasi dengan pemerintah daerah yang agenda kegiatan
programnya sangat padat, yang memerlukan proses yang panjang. Selain itu tidak semua
daerah memiliki kemampuan untuk menyediakan lahan sebagai daerah latihan bagi militer,
karena kondisi geografi yang membatasi termasuk pertimbangan ekonomis bagi daerah untuk
diserahkan pengelolaannya kepada militer untuk kepentingan pertahanan. Kondisi ini
menyebabkan militer hanya dapat melaksanakan latihan dalam metode drill teknis, drill taktis
dan drill tempur, tidak dapat melaksanakan latihan praktek lapangan dengan metode
gladi. Dengan demikian tidak ada lagi latihan bagi pasukan PPRC atau satuan setingkat
brigade keatas, bahkan bagi Angkatan Laut dan Udara akan sangat kesulitan untuk
melaksanakan latihan. Apabila TNI akan menyelenggarakan latihan gabungan, maka tidak
dapat menetapkan sebuah daerah yang diasumsikan sebagai mandala operasi atau mandala
perang, karena PP ini sangat mengikat dan mengharuskan persetujuan dan penetapan
daerah latihan oleh menteri pertahanan, sehingga berpengaruh kepada prosedur yang
berlaku dalam penetapan mandala perang maupun mandala operasi bagi kepentingan
kampanye militer, meskipun dalam hal ini demi kepentingan latihan. Apabila militer tidak
dapat merancang dan melaksanakan latihan dalam bentuk kampanye militer yang akan
menggunakan beberapa wilayah yang disimulasikan sebagai mandala operasi maupun
mandala perang, maka tugas pokok TNI yang tertuang dalam UU RI no 34 tahun 2004 untuk
menegakkan kedaulatan, menjaga keutuhan wilayah dan keselamatan bangsa tidak akan
dapat terselenggara dan berarti TNI telah gagal, hanya karena terikat dengan kebijakan
pemerintah.
Disamping permasalahan kesiapsiagan militer, Doktrin TNI yang telah diterbitkan sebagai pedoman
penyelenggaran tugas pokok TNI dan jajarannya, harus disesuaikan dan membutuhkan waktu panjang untuk
penyelesaiannya, yang berpengaruh kepada kesiapan TNI dalam mendukung sistem pertahanan
Negara. Penatapan wilayah negara yang termuat dalam Peraturan Pemerintah nomor 68 tahun 2014, secara
langsung berpengaruh terhadap banyak doktrin yang telah diterbitkan oleh TNI, seperti pada Bujukin TNI tentang
pemberdayaan wilayah pertahanan, yang disyahkan dengan peraturan Panglima TNI Nomor Perpang / 97/ XII /
2009 Tanggal 28 Desember 2009, menyatakan bahwa Operasi Teritorial pada Operasi Konvensional bertujuan
untuk mengerahkan, menggunakan Ruang, Alat dan Kondisi Juang (RAK Juang) dalam mendukung keberhasilan
operasi tempur dalam menggagalkan, menghambat dan menghancurkan serangan dan ancaman nyata kekuatan
perang musuh, sedangkan Operasi Teritorial dalam operasi perlawanan wilayah bertujuan untuk menciptakan,
mengerahkan, menggunakan RAK Juang untuk membantu operasi tempur dalam rangka merubah perimbangan
kekuatan yang menguntungkan kita. Pertimbangan Indonesia menyiapkan dan mengoptimalkan RAK Juang,
karena Indonesia menganut kompartementasi, sebagai bentuk pertahanan dengan mempertimbangkan kondisi
geografi Indonesia yang sangat luas yang terdiri dari beberapa pulau besar dan rangkaian pulau kecil, sehingga
kemungkinan terjadi ancaman militer tidak terjadi kepada seluruh wilayah secara bersamaan. Oleh karenanya
setiap kompartemen, harus mampu menyelenggarakan pertahanan mandiri, sebagai penyanggah awal, sebelum
tindakan lain dilaksanakan. Dengan mempertimbangkan PP 68/2014, maka bujukin TNI tentang pemberdayaan
wilayah pertahanan harus disesuaikan, karena pembatasan wilayah pertahanan, sehingga penyiapan RAK juang
seperti yang tertuang dalam bujukin tersebut hanya tinggal kenangan dan menjadi angan-angan belaka.
4. Kesimpulan. Dari pembahasan dalam naskah ini, beberapa hal yang dapat
disimpulkan :
a. Berkaitan dengan terbit dan berlakunya PP no.68 tahun 2014, menyebabkan
berbagai penafsiran, karena beberapa pemahaman tentang wilayah pertahanan,
karena UU no 26 tahun 2007 “wilayah pertahanan” yang dimaksud dalam PP no 68
hanya sebagai kawasan strategis.
b. Disisi lain yang berkaitan dengan pembinaan kemampuan pertahanan yang
menjadi kewajiban pemerintah dalam penyelenggaraan pembangunan, masih
mengalami hambatan karena belum adanya peraturan pemerintah yang seharusnya
menyertainya dan sumberdaya manusia militer pada eselon operasional dan eselon
kebijakan sangat sedikit yang menguasai pengetahuan pertahanan, sehingga
koordinasi dan kerjasama sipil militer dalam tugas ini masih belum dapat berlangsung.
c. Latihan militer akan terhambat oleh belum tersedianya daerah latihan, akibat
menunggu keputusan yang wajib diterbitkan oleh kementrian pertahanan, karena
penyediaan daerah latihan disetiap wilayah membutuhkan waktu dalam proses dan
prosedur serta ketersediaan lahan, yang akan berakibat kepada penurunan
kesiapsiagaan militer.

5. Menghadapi kondisi tersebut, kepada pimpinan disampaikan rekomendasi sbb :


a. Untuk mencegah terjadinya kerancuan, keraguan, kesalahan tafsir dalam
implementasi PP no. 68 tahun 2014, sebaiknya perlu dilakukan pengkajian ulang atas
PP ini agar tidak menyimpang dari perundangan yang telah berlaku
sebelumnya. Selain itu bila arah PP ini hanya ingin menjaga kemungkinan
penyalahgunaan dalam pemanfaatan dan alih fungsi, sebaiknya dibuat aturan lain
sehingga tidak merugikan kepentingan yang lebih besar, karena kondisi ini
berpengaruh sangat besar terhadap sistem pertahanan Negara.
b. Demi tetap menjaga profesionalitas dan kesiapsiagaan TNI, perlu segera
menerbitkan instruksi kepada komando kewilayahan dan satuan kewilayahan agar
segera melakukan koordinasi dengan pemerintah setempat untuk penyiapan daerah
latihan, sehingga dalam waktu yang tidak terlalu lama, data daerah latihan dapat
diajukan kepada kementrian pertahanan untuk segera ditetapkan secara resmi oleh
kementrian pertahanan sehingga legalitas dan keamanan daerah latihan dan
penyelenggaraan latihan dapat terjaga.
c. Berkaitan dengan pembinaan kemampuan pertahanan, sangat penting mendorong
pemerintah untuk segera menerbitkan Peraturan sebagai dasar hukum bagi
pemerintah daerah dan komando kewilayahan untuk dapat melakukan koordinasi dan
kerjasama dalam penyelenggaraan pembinaan kemampuan pertahanan. Selain itu
sangat penting bagi para perwira awak organisasi pada eselon operasional dan
eselon kebijakan untuk menguasai pengetahuan pertahanan baik dalam menejemen
maupun strategi pertahanan, agar upaya membantu pemerintah dalam pembinaan
kemampuan pertahanan dapat berlangsung dan dapat mendukung sistem pertahanan
Negara.

Anda mungkin juga menyukai