Peranan Pemeriksaan Lesithin-Sfingomyelin Untuk Maturitas Paru Janin PDF
Peranan Pemeriksaan Lesithin-Sfingomyelin Untuk Maturitas Paru Janin PDF
2010
DAFTAR ISI
BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………1
IV.1. Definisi………………………………………………………………….10
BAB V. LESITHIN-SFINGOMYEILIN……………………………………...20
V.2.1 Amniosentesis……………………………………………………………23
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
Apabila karena sesuatu keadaan, kehamilan harus diakhiri atau menunda suatu
persalinan, menjadi suatu persoalan untuk menentukan dengan tepat maturitas
paru-paru janin.Maturitas paru-paru janin ini sangat erat hubungannya dengan
terjadinya Respiratory distress syndrome (RDS).Pada RDS terdapat gangguan
produksi dan sekresi bahan yang disebut surfaktan, yang dihasilkan oleh
pneumosit tipe II. Produksi bahan tersebut yang sangat cepat meningkat
sesudah usia kehamilan 35 Minggu. Surfaktan akan menurunkan tekanan pada
permukaan alveoli, sehingga kolaps alveoli tidak akan terjadi.1,2,3,4
Fase canalicular, minggu ke 13 sampai dengan minggu ke 25, pada saat ini
terjadi canalisasi saluran nafas. Setiap bronchus memunculkan 2 atau lebih
bronchiolus respiratorius dan setiap bronchiolus respiratorius terbagi menjadi 3
sampai 6 duktus alveolaris, epitel menjadi lebih tipis kapiler semakin dekat
dengan epitel pernapasan dan potensi perukaran gas masih terbatas.
Fase terminal sac, dari 24 minggu sampai lahir. Duktus alveolaris tumbuh
menjadi alveoli primitive. Epitel berdiferensiasi menjadi tipe I dan tipe II. Sel
alveolar tipe I menutupi lebih kurang 95% alveoli. Jumlah kapiler semakin
bertambah dan semakin dekat dengan sel tipe I sehingga memungkinkan
pertukaran gas yang lebih baik. Sel tipe II berperan dalam mensintesa ,
menyimpan dan mensekresikan surfaktan.
Fase Alveolar, mulai pada fase akhir kehidupan dalam kandungan berlangsung
terus sampai 8 tahun. Alveolarisasi yang sebenarnya dimulai kira-kira pada 34
sampai 36 minggu. Pada saat kelahiran alveoli dewasa baru didapatkan sekitar 1/8
sampai 1/6. Jumlah alveoli terus bertambah sampai terbentuk alveoli dewasa
seluruhnya setelah 8 tahun. Paru terdiri dari 40 tipe sel yang berbeda. Sel yang
melapisi alveoli terutama terdiri dari 2 tipe sel, yaitu pneumosit tipe I dan tipe II.
Tipe I sebagai sel utama alveoli merupakan epitel yang tipis melapisi dinding
alveoli dan berkontak erat dengan sel endotel kapiler, yang memungkinkan
pertukaran gas bias terjadi. Sel tipe II yang lebih kecil dari tipe I terletak disudut-
sudut alveoli, berbentuk kuboid dan mengandung lamellar inclusion spesifik bila
dilihat dibawah mikroskop electron. Lamellar body adalah tempat menyimpan
surfaktan intraseluler. Dengan analisa biokemik ternyata lamellar body
mengandung surfaktan sejenis fospolopid.
Sintesa faty acid dan fospolipid terjadi de novo dalam sel tipe II yang bahan-
bahannya diambil dari sirkulasi darah.
Sumber energi diambilkan dari glikogen.Kadar dari glycogen dalam paru janin
meningkat pada saat awal perkembangan paru yang mencapai puncaknya pada
saat akhir kehamilan, kemudian menurun dengan cepat bersamaan dengan
peningkatan sintesa fospolipid.Pada saat peningkatan sintesa phosphatydilcholin
aktifitas enzim cholin phospatydil tranverase juga meningkat pada saat akhir
kehamilan.Demikian juga peningkatan sintesa fatty acid paralel dengan
peningkatan enzim faty acid sintesa.Selain komponen fospolipid juga terdapat
komponen protein.Surfaktan protein A (SP-A) merupakan highly glycocilated
protein yang berperan dalam sekresisurfaktan dan reuptake oleh sel tipe II yang
juga berperan penting dalam pembentukan tubular myeilin.Komponen protein lain
SP-B dan SP-C berperan dalam aktifitas permukaan surfaktan.
Gerakan pernafasan pada janin sudah dapat dilihat pada akhir trimester
kedua masa kehamilan Pada umur kehamilan 34 minggu janin yang sehat sudah
menunjukkan gerakan pernafasan kurang lebih 30-60 kali dalam satu menit.
Gerakan pernafasan ini juga penting peranannya daiam mendistribusikan
surfaktan ke seluruh alveoli paru. Adanya gerakan pernafasan ini juga
menandakan maturasi susunan saraf pusat
BAB III
Saat bayi dilahirkan dan sirkulasi fetoplasenta berhenti berfungsi, bayi tersebut
mengalami perubahan fisiologi yang besar sekali dan cepat.Dalam beberapa menit
setelah lahir, sistem pernapasan harus mampu memberikan oksigen dan
mengeliminasi karbondioksida kalau neonatus itu hendak bertahan hidup.
Kelangsungan hidup bayi tersebut tegantung pada cepat dan teraturnya pertukaran
oksigen dan korbondioksida antara lingkungan barunya dan sirkulasi paru-paru
yang terisi cairan harus diisi dengan udara, udara harus dipertukarkan dengan
gerakan pernapasan yang tepat, dan mikrosirkulasi yang kuat harus diciptakan di
sekitar alveoli tersebut.2,4
Segera setelah lahir, pola pernapasan bergeser dari satu inspirasi episodik
dangkal, yang khas pada pernapasan janin, menjadi pola inhalasi lebih dalam dan
teratur.Sekarang jelas bahwa aerasi paru-paru neonatus bukan inflasi dari suatu
struktur yang kolaps, melainkan pergantian cepat cairan bronkhial dan alveoli
dengan air. Pada biri-biri, dan diperkirakan pada bayi manusia, cairan alveoli yang
tersisa setelah kelahiran dibersihkan melalui sirkulasi paru dan pada tingkat yang
lebih kecil, melalui sistem limfatik paru.2
Avery dan Mead (1959) adalah yang pertama kali menunjukan bahwa
RDS disebabkan oleh defisiensi biosintesis surfaktan dalam paru-paru janin dan
neonatus. Berikutnya, beberapa peneliti telah memperlihatkan pertambahan
sintesis surfaktan, normalnya tampak pada paru-paru janin menurut
perkembangannya diketahui bahwa dari 40 tipe sel paru, surfaktan dibentuk
khususnya pada pneumosit tipe II ini ditandai dengan badan-badan multiveskuler,
progenitor seluler dari badan lamellar disekresi dari paru-paru. Dalam kehidupan
janin lebih lanjut, pada saat alveolusnya ditandai dengan suatu interface air ke
jaringan, badan-badan lamelar utuh disapu ke dalam cairan amnion dengan
gerakan-gerakan semacam pernapasan, yaitu pernapasan janin.2
Ini merupakan cirri yang sangat penting dari kehamilan manusia, karena
surfaktan di dalam cairan amnion menunjukan mulainya pematangan fungsional
paru-paru.Pada spesies lain, sekret-sekret paru tidak perlu masuk ke cairan
amnion; misalnya, pada janin biri-biri, interface air ke jaringan diproduksi dalam
alveolus paru bayi baru lahir.Hal ini memungkinkan "penguraian" surfaktan dari
bahan lamelar dan penurunan tegangan permukaan ini kemudian menyebar ke
lapisan alveolus, dank arena itu mencegah kolaps alveolus pada waktu
ekspirasi.Dengan demikian, kemampuan paru-paru janin untuk memproduksi
surfaktan inilah, dan bukan meletakkan badan lamellar ini in-utero, yang
menandai kematangan paru sebelum lahir.2,3
BAB IV
SURFAKTAN
IV.1. Definisi
Surfaktan adalah suatu bahan yang dikeluarkan oleh sel pada alveoli paru
yang dapat menurunkan tekanan antara udara dan jaringan sehingga memudahkan
paru saat bayibernapas pertama.
IV.2.Jenis-jenis Surfaktan
1. Surfaktan natural atau asli yang berasal dari manusia, didapatkan dari
cairan amnion sewaktu sectio cesaria dari dengan kehamilan cukup bulan.
2. Surfaktan eksogen yang berasal dari sintetik dan biologik yang terdiri dari
Surfaktan eksogen sintetik terdiri dari campuran
Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC), Hexaldecanol, dan
tyloxapol yaitu Exosurf dan Pulmactant (ALEC) dibuat dari
DPPC 70% dan Phosphatidylglicerol 30%, kedua surfaktan
tersebut tidak lama dipasarkan di Amerika dan Eropa 2,5. ada 2
jenis surfaktan sintesis yang edang dikembangkan yaitu KL4
(Sinafultide) dan rSPC (venticute) dimana kedua surfaktan ini
belum pernah ada penelitian tentang penggunaannya pada bayi
prematur
Surfaktan eksogen semi sintetik, berasal dari campuran surfaktan
paru anak sapi dengan Dipalmitoylphosphatidylcholine (DPPC),
Tripalmitine dan palmitik misalnya Surfaktan TA, surfanta.
Surfaktan eksogen biologik yaitu surfaktan yang diambil dari
paru anak sapi atau babi misalnya infasurf, alveofact, BLES,
sedangkan yang diambil dari paru babi adalah Curosurf.
Sel tipe II , makrofag dan alveolar pada dinding paru mempunyai peran
besar dalam pemecahan surfaktan. Perubahan siklik pada permukaan alveolar
merangsang konversi surfaktan aktif yang baru disekresikan dengan kandungan
kaya protein menjadi bentuk surfaktan yang rendah protein. Surfaktan juga di
transpormasikan selama siklus kompresi dan ekpansi alvoli, dari kumpulan
surfaktan yang besar dan sangat aktif menjadi subtipe yang kecil dang kurang
aktif yang dapat menyebabkan terjadinya beberapa gangguan seperti : Defects in
metabolisme surfaktan, respiratory distres syndrome, meconium aspiration
syndrome, pulmonary hammorage, acute respiratory distress syndrome.
Gluck dkk, pada tahun 1971, melaporkan bahwa untuk kehamilan yang
tidak diketahui umurnya tetapi tanpa komplikasi apapun, resiko terjadinya RDS
pada bayi baru lahir sangat kecil kalau konsentrasi lesitin di dalam cairan amnion
sedikitnya dua kali konsentrasi sfingomielin, sementara itu ada resiko yang
semakin tinggi untuk terjadinya RDS kalau rasio lesitin-sfingomielin di bawah 2.
Hal ini segera dikonfirmasikan oleh peneliti lain. Pada tahun 1975, Harvey
dkk menggabungkan 25 laporan yang rasio lesitin-sfingomielin diukur dengan
teknik yang sama pada cairan amnion yang dikumpulkan dalam 72 jam setelah
kelahiran. Bila rasio lesitin-sfingomielin lebih besar dari 2, resiko terjadi RDS
ditemukan kecil sekali, kecuali bila ibu menderita diabetes. Kalau rasio lesitin-
sfingomielin antara 1,5 sampai 2, maka sindroma gawat napas ditemukan pada
40% kasus, dan kalau dibawah 1,5 ditemukan pada 73% kasus. Meskipun 73 bayi
mengalami RDS kalau rasio lesitin-sfingomielin dibawah 1,5 tetapi yang terbukti
fatal hanya pada 14%.1
Secara umum penilaian maturitas paru janin tidak diperlukan pada umur
kehamilan >37 minggu karena paru janin dianggap sudah matur. Walau
bagaimanapun komplikasi seperti DM, isoimunisasi Rh dapat menghambat
perkembangan paru janin dan pasien dengan komplikasi seperti ini memerlukan
pemeriksaan lanjutan. Selain itu juga tes-tes ini tidak diperlukan untuk umur
kehamilan < 30 minggu karena kebanyakan janin dianggap mempunyai paru yang
masih imatur.
V.2.1.Amniosestesis
Hanya tanpak sebagai bintik lesitin kecil atau tidak tanpak sfingomyeilin dengan
pengecatan bismuth ( ukuran dari lesithin biasanya lebih kecil dari pada standart
2:1). Dengan pengecatan iodium rasio bintik lebih besar daripada 2 tetapi lebih
kecil dari 5
Glucocorticoid
Glucocorticoid Glucocorticoid
DNA
Enzyme synthesis
RNA
Lamellar body
Phospholipid synthesis
V.4. Pemilihan dan penentuan dosis Deksametason
Surfactant
Untuk keperluan pematangan paru janin, di klinik kortikosteroid yang
banyak digunakan adalah golongan glukokortikoid terutama yang sintesis seperti:
Hidrokortison, Betamason dan Deksametason. Hal ini didasarkan atas minimalnya
efek samping terhadap metabolisme air, elektrolit maupun metabolisme secara
umum.Diantara ketiga pilihan tersebut, yang banyak digunakan adalah
Betametason dan Deksametason oleh karena kemampuannya untuk merangsang
pematangan paru janin lebih kuat dibandingkan dengan
Hidrokortison.Perbandingan ketiga glukokortikoid tersebut dapat dilihat pada
tabel dibawah.
Tabel 2.1. Perbandingan tiga glukokortikoid untuk pematangan paru janin(Allbert
J et a1,1992).
Betametason pemberian
im 12 mg 12 jam 2 kali 24 mg
Cara Jumlah
Jenis Dosis Interval Total dosis
pemberian pemberian
Betametason im 12 mg 12 jam 2 24
5 mg 12 jam 4 20
Beberapa efek samping yang ditakutkan dan mungkin akan timbul pada
pemberian kortikosteroid adalah meningkatnya risiko infeksi baik pada ibu
(korioamnionitis) maupun janin, timbulnya edema paru. Pada pemberian dengan
multiple close dapat terjadi hiperglikemia pada ibu, supresi kelenjar akibat adanya
supresi terhadap maternal pituitary-udrenal axis berat badan lahir rendah.
V.6. PEMERIKSAAN ULTRASONOGRAFI 14,15
Secara logis, dapat diterima bahwa plasenta sebagai "fetal" organ akan menjadi
matur sejalan dengan sistem organ fetal lainnya.
chorionic plate tampak sebagai garis yang rata tetapi dengan beberapa
undulasi. Beberapa ekhogenik area tampak pada substansi plasenta, sehingga
tidak lagi tampak homogen. Tidak ada densitas yang terlihat di lapisan basal. Fase
ini biasanya didapatkan mulai dari kehamilan 30-32 minggu dan terus sampai
kehamilan aterm. Derajat II : perubahan terjadi pada tiga zona, yaitu chorionic
plate lebih banyak tanda-tanda identitas. Substansi plasenta tampak terpisah dan
tidak kompit oleh gambaran linear echogenic atau comma like echgenic densities.
Pada fase ini linear echogenic densities tidak mencapai lapisan basal. Area
ekhogenik dalam substansi plasenta tampak bertambah jumlahnya dan ukurannya
lebih besar dari Grade I. Derajat III : merupakan gambaran plasenta yang matur.
Chorionic plate tampak terputus-putus oleh identitas, dimana memanjang
kelapisan basal dan mungkin memperlihatkan septa inter-kotiledon. Substansi
plasenta menjadi terpisah dalam beberapa kompartemen yang mungkin adalah
batas kotiledon. Bagian tengah dari kompertemen ini menunjukan area kosong,
padat, bentuk tidak teratur, area ekhogenik tampak dekat ke chorionic plate. Area
ekhogenik pada lapisan basal menjadi lebih besar, lebih padat, dan menyatu.
KESIMPULAN
Pada suatu keadaan dimana kehamilan harus diakhiri yang terjadi pada kasus-
kasus ketuban pecah dini pada usia kehamilan preterm pada kasus partus
prematurus iminens (PPI) yang gagal dilakukan perawatan konservatif, juga pada
kehamilan dengan kelainan medis maka sangatlah penting untuk dilakukan
pemeriksaan untuk menentukan maturitas paru janin dengan tepat. Maturitas paru
janin sangat erat hubungannya dengan kejadian syndrome respiratory syndrome
(RDS)
1. O’ brien WF, Cefalo RC. Clinical applicability of amnioik fluid test for
fetal pulmonic maturity. Am J.Obstet Gynecol 1998, 136: 135-144.
2. Cunningham FG, Mc Donald PC, Gant NF. Obstettri William. Edisi 18
Jakarta: EGC, 1995; 121-133
3. Lee W, Bell M, Novi MJ. Pulmonary Lamellar bodies in human amniotic
fluid: Their relationship to feal age and the lechitin/ sfingomyeilin ratio.
Am J. Obstet Gynecol: 1998;136: 60-66
4. Ganong WF. Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC, 1979: 633-634
5. Kassanos D, Botsis D, Gregorion O, Bezantakos ch, Kontogeorgi Z. The
tap test : A simple and inexpensive method for the diagnosis of fetal
pulmonary maturity. Int J. Gynecol Obstet 1993: 4: 135-138
6. Strong TH, hayes AS, Sawyer AT, Folkkestad B, Mills, Sugden P.
Amniotic fluid turbidity : Auseful adjunct for assessing fetal pulmonary
maturity status. Int J Gynecol Obstet 1992; 38: 97-100.
7. Bustos R, Gluck MVKL, Gabbe SG, Surat Evertson L, Vargas C,
Lowenberg E. Significance of phosfatidyl gliserol in amniotic fluid in
complicated pregnancies. Am J Obstet Gynecol 1979: 133: 899-903.
8. Parker CR, Haulth JC, Hankins GDV, Leveno K, Rosenfeeld CR, Porter
JC. Endocrine maturation and lung fungtion in premature neonates of
women with diabetes. Am J Obstet Gynecol 1989; 160: 657-662
9. Herbert WNP, Jonhston JM, Mc Donald PC, Jimenez JM,. Fetal lung
maturation. Human amniotic fluid phosphatidate phosphohydrolase
activity through normal gestation ti the lechitin/sfingomyeilin ratio. Am J
Obstet Gynecol 1978; 132: 373-379.
10. Pusponegoro TS. Penggunaan Surfaktan pada Sindroma Gawat Nafas
Neonatal. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak no 27, November
1997; 89-96.
11. Poynter S, Marie Ann. Surfactan biology and clinical application. Crit
Care Clin, 2003; 19: 459-473.
12. Morley.C, Davis P. surfactant treatment for premature lung disorders: a
review of best practices in 2002. In Pediatric Respiratory reviews, 2004;
299-304.
13. Worthman L. surfactant Protein A (SP-A) affects pulmonary surfactant
Morfology ang Biophisical Properties. Department of biochemistry
memorial University of Newfounland, St John’s, Newfounland, 1997;
1-130.
14. Grannum PAT, Berkowitz RL, Hobbins J. The Ultrasonic changes in the
maturing plasenta and heir relation to fetal Pulmonary maturity. Am J
Obstet Gynecol 1979; 133: 915-922.
15. Kazzi GM, Gross TL, Rosen MG, Jaatoul NY,. The relationship of
Placental grade, Fetal lung maturity, and Neonatal outcome informal and
complicated pregnancies. Am J Obstet Gynecol 1989; 145: 54-58.
16. Cunningham FG, Mc Donald PC, GantNF, 1997. Williams Obstetrics. 20th
ed. New Jersey: Apleton & lange, 797-826.
17. Albert J,Morrison JC, 1992. Glucocorticoid and fetal pulmonary maturity.
In: drug therapy in Obstetrica and gynecology. Edited by Rayburn WF.
MD, Zuspan FP. MD, Mosby St Louis, 90-102.
18. Joan M.M, 2000. Therapeutic agents in preterm labor: Steroid In : Clnical
Obstetrics and gynecology. Edited by Roy MP, Jamed RS. Lippncott
Company, Washington, 43, 802-08.
19. ACOG Committee Opinion, 1999. Antenatal Coricosteroid therapy for
fetal maturation. Int J Obstet Gynecol. 64: 334-335.
20. James A T MD, Angela MH, Jones MS,et al,2001. The effect of multidose
antenatal betamethasone on maternal and infant outcome. Am J Obstet
Gynecol, 184; 196-2002.
21. Roiz Hernandez J, Navarro Solis E, Carreon Valdez E.2002. Lamellar
bodies as a diagnostic test of fetal lung maturity. Int J of Gynecol and
Obstetrics, 77; 217-221.
22. Karcher R, PhD, Sykes E MD, Batton D MD, Uddin Z PhD, Ross G DO,
Hockman E PhD.2005. Gestational age-specific predicted risk of neonatal
respiratory distress syndrome using lamellar body count ang surfactant- to-
albumin ratio amniotic fluid. Am J Obstet Gynecol; 193: 1680-4.
23. Grenache DG, Gronowsski AM. 2006. Fetal Lung Maturity. Clinical
Biochemistry;39:1-10.
24. Abd El Aal D.E.M, Elkhirshy A.A, Atwa S, El- Kabsh M.Y.2005.
Lamellar body count as a predictor of neonatal lung maturity in high risk
pregnancies. Int J of Gynecology and Obststrics; 89: 19-25
25. Wijnberger L.E.D, Huisjes A.J.M, Voorbij H.A.M, Franx A, Bruinse H.W,
Mol B.W.J. 2001. The accuracy of lamellar body count and
lecithin/sphingomyeilin ratio in the prediction of neonatal perpiratory
distress syndrome: a meta-analysis.British J of Obsterics and Gynecology,
vol. 108,pp. 583-588.
26. Serudji, Sulin D.2005. Sistem prnafasan janin. Patofisiologi
Obstetri.pp.558-561.