Anda di halaman 1dari 12

1.

Syok pada DHF

 Warning sign
 Demam turun namun keadaan anak memburuk
 Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
 Muntah yang menetap
 Letargi, gelisah
 Perdarahan mukosa
 Akumulasi cairan
 Oliguria
 Syok Terkompensasi
 Takikardi
 Takipneu
 CRT <2 detik
 Kulit dingin
 Produksi urin menurun (<1ml/KgBB/jam)
 Gelisah
 Syok Dekompensasi
 Takikardi
 Hipotensi
 Nadi cepat dan lemah
 Pernapasan kusmaul atau hiperpnea
 Sianosis
 Kulit lembab dan dingin
 Profound shock: nadi tidak teraba dan tekanan darah tidak terukur

2. Dosis obat

 Omeprazole
Berat <20kg: 10mg PO, 1x/hari
Berat >20kg: 20mg PO, 1x/hari
 Ranitidin
Neonatus: PO 2-4mg /kg/hari, 2-3x/hari
IV 2mg/kg/hari, 3-4x/hari
Umur >1bulan-16tahun: PO 2-4mg /kg/hari, 2x/hari, maksimum 300mg/hari
IV/IM 2-4mg /kg/hari, 3-4x/hari, maksimum 150mg/hari
 Dobutamin
Dosis IV drip: 2,5-15mcg/kg/menit, dosis maksimum 40mcg/kg/menit
 Dopamin
Dosis rendah: 2-5mcg/kg/min IV (meningkatlan aliran darah ginjal, efek minimal
pada denyut jantung dan cardiac output)
Dosis intermediate: 5-15mcg/kg/min IV (meningkatkan denyut jantung,
kontraktilitas jantung, cardiac output dan aliran darah ginjal)
Dosis tinggi: >20mcg/kg/min IV (efek alfa adrenergic nyata, menurunkan perfusi
ginjal)
 HCT/ Hydrochlorothiazide
Neonatus dan bayi <6bulan: 2-4mg/kg/hari, 2x/hari PO, maksimum 37,5mg/hari
>6bulan: 2mg/kg/hari, 2x/hari, PO, maksimum 100mg/hari
 Aminophylline
Dosis oral: 1-9 tahun: 27mg/kg/hari, 4-6x/hari
9-12 tahun: 20mg/kg/hari, 4x/hari
12-16 tahun: 16mg/kg/hari, 4x/hari
Dosis IV drip: neonatus: 0.2mg/kg/jam
6minggu-6bulan: 0.5mg/kg/jam
6bulan-1tahun: 0.6-0.7mg/kg/jam
1-9tahun: 1-1,2mg/kg/jam
9-12tahun: 0,9mg/kg/jam
Neonatal apnea: loading dose 5-6mg/kg IV pelan, atau PO
Maintenance dose: 1-2mg/kg/dosis, 3-4x/hari IV/PO
3. Pertusis

Pertusis adalah salah satu jenis batuk yang disebabkan oleh bakteri Bordetella pertussis,
yang penularannya melalui udara dengan cepat. Batuk rejan atau pertusis sering menyerang
anak-anak. Bakteri ini masuk dan kemudian menyerang dinding saluran napas penderita dan
melepaskan racun. Penyebaran penyakit ini akan berlangsung 3 minggu setelah batuk dimulai.
Pembengkakan saluran napas adalah salah satu cara tubuh bereaksi terhadap racun yang
dilepaskan bakteri. Saluran napas yang membengkak bisa membuat penderita harus menarik
napas dengan kuat melalui mulut karena sulitnya bernapas.

Pada umumnya gejala batuk rejan akan muncul antara 7-21 hari setelah
bakteri Bordetella pertussis masuk dalam saluran pernapasan seseorang. Perkembangan gejala
batuk rejan ada tiga tahapan, yaitu:

 Tahap pertama (masa gejala awal): Tahap ini ditandai dengan munculnya gejala-gejala
ringan, seperti hidung berair dan tersumbat, bersin-bersin, mata berair, radang
tenggorokan, batuk ringan, hingga demam. Tahap ini bisa berlangsung hingga dua
minggu, dan di tahap inilah penderita berisiko menularkan batuk rejan ke orang di
sekelilingnya.
 Tahap kedua (masa paroksismal): Tahap ini ditandai dengan meredanya semua gejala-
gejala flu, namun batuk justru bertambah parah dan tidak terkontrol. Di tahap inilah
terjadi batuk keras secara terus-menerus yang diawali tarikan napas panjang lewat mulut.
Setelah serangan batuk, penderita bisa mengalami muntah disertai kelelahan, hal ini
umumnya terjadi pada bayi dan anak-anak. Tahap ini bisa berlangsung dua hingga empat
minggu atau lebih.
 Tahap ketiga (masa penyembuhan): Di tahap ini tubuh penderita mulai membaik.
Walaupun gejala batuk rejan bisa tetap ada atau bahkan lebih keras. Tahap pemulihan ini
bisa berlangsung hingga dua bulan atau lebih, tergantung dari pengobatan.
Batuk rejan yang cukup parah pada bayi dan anak-anak bisa menyebabkan kerusakan
pada paru-paru. Tidak hanya mengganggu sistem pernpasan, batuk rejan juga bisa
memberikan komplikasi pada organ lainnya, seperti:

 Hal ini bisa terjadi karena batuk rejan mampu mengganggu jalan napas sehingga
otak kekurangan oksigen dan berakhir dengan kejang
 Pneumonia pada paru
 Tekananan intratekal pada tubuh, dimana tekanan yang meningkat saat batuk
rejan akan meningkatkan tekanan di dalam rongga perut sehingga beberapa organ
dapat keluar dari kantong pembungkusnya. Hernia dapat hilang sendiri jika
derajatnya belum berat setelah pertusis reda. Jika hernia telah menetap meskipun
pertusis telah reda, maka hernia dapat diatasi dengan operasi.

Pencegahan dapat dilakukan dengan vaksin DPT. Namun, vaksin DPT tidak berlangsung
seumur hidup melainkan hanya bertahan beberapa periode saja, sehingga vaksinasi perlu
diberikan selama beberapa kali. Anak-anak perlu divaksinasi pada usia 2, 4, 6,15 sampai 18
bulan dan usia 4-6 tahun. Selain itu, pencegahan dari penularan batuk rejan juga dapat dilakukan
dengan cara menutup hidung dan mulut setiap kali batuk atau bersin, membuang tisu yang
digunakan segera, dan mencuci tangan secara rutin dengan air dan sabun.

Antiobiotik yang menjadi pilihan untuk penderita batuk rejan adalah antibiotik
profilaksis. Selain itu, antiobiotik lain yang bisa digunakan adalah eritromisin (harus dikonsumsi
selama 10 hari) atau antibiotik makrolida. Antibiotik tidak memperpendek masa sakit tetapi
memperpendek masa infeksius (masa penularan). Antibiotik akan memperpendek masa infeksius
yang tadinya 3 minggu menjadi 5 hari saja. Antibiotik tidak diberikan pada penyakit yang telah
berlangsung di atas 3 minggu karena masa infeksius telah lewat.

4. Reye Syndrome
Sindrom kerusakan otak yang akut yang ditandai dengan ensefalopati dan masalah fungsi
hati yang tidak diketahui. Gejala:
 Meningkatnya tekanan dalam otak dengan akumulasi masif lemak pada hati dan organ
lain
 Berkaitan dengan penyakit virus (cacar dan influenza)
 Bisa karena pemakaian aspirin/ asam salisilat pada penyakit infeksi virus, kelainan
metabolic
Tahapan:
 Tahap 1: ruam pada lengan tangan dan kaki, muntah yang menetap, letargi, bingung, sulit
tidur,demam, sakit kepala.
 Tahap 2: stupor karena ensefalitis, hiperventilasi, perlemakan hati, reflex meningkat
 Tahap 3: tahap 1 dan 2 ditambah koma, edema otak, bisa gagal napas.
 Tahap 4: koma yang dalam, dilatasi pupil dengan respons cahaya minimal, disfungsi hati
 Tahap 5: tahap 4 terjadi cepat sekali, koma yang dalam, kejang dan gagal organ multiple,
kekakuan, hiperammonemia (>300mg/dl) dan kematian.
Pemeriksaan penunjang: tes kimia darah, CT Scan/ MRI kepala, Biopsi hati, tes fungsi hati, tes
ammonia serum, dan pungsi lumbal.
Terapi:
 Monitor tekanan dalam otak, gas darah, keseimbangan asam basa darah
 Manitol 0.5mg/kg tiap 4-6jam untuk menurunkan oedema otak
 Pemberian insulin 0.25 unit/kg per 6 jam untuk meningkatkan metabolisme glukosa
(Target: 120-150mg/dl)
 Pemberian diuretic: Furosemid 1-2mg/kgBB IV untuk meningkatkan pengeluaran cairan.

5. Osteogenesis imperfect
Osteogenesis imperfecta (OI), juga disebut penyakit tulang rapuh adalah sejenis
gangguan struktur tulang. Orang yang menderita penyakit ini memiliki tulang yang mudah rusak,
sering kali akibat trauma yang ringan atau tidak tampak. Selain patah tulang, penderita OI
terkadang memiliki kelemahan otot atau kelemahan sendi (sendi longgar) dan sering kali
memiliki kelainan tulang termasuk perawakan pendek, skoliosis dan pembungkukan tulang yang
panjang. Ada 4 tipe osteogenesis imperfecta yang banyak dikenal, ditandai dengan frekuensi
keretakan dan keparahan kondisi.
 OI Tipe I adalah bentuk kondisi yang paling ringan dan umum terjadi. Orang yang
memiliki OI tipe I mengalami patah tulang selama masa kanak-kanak dan remaja sering
kali dikarenakan oleh trauma minor.
 OI Tipe II adalah bentuk OI yang paling parah. Bayi sering kali meninggal pada tahun
pertama hidupnya.
 OI Tipe III juga memiliki tanda-tanda dan gejala yang relatif parah. Bayi penderita OI
tipe III memiliki tulang yang sangat rapuh yang bisa mulai mengalami retak sebelum
kelahiran atau pada masa awal bayi.
 OI Tipe IV mirip dengan tipe I. Penderita sering kali membutuhkan bantuan kawat gigi
atau kruk untuk berjalan. Harapan hidup normal atau mendekati normal.
Beberapa tipe OI juga dikaitkan dengan gangguan pendengaran progresif, noda berwarna
biru atau abu-abu pada bagian mata yang biasanya putih (sklera), masalah gigi (dentinogenesis
imperfecta), skoliosis, dan kelonggaran sendi. Orang yang memiliki kondisi ini bisa memiliki
kelainan tulang yang lain dan seringkali bertubuh lebih pendek dari rata-rata. Bentuk yang parah
paling sering didiagnosa pada awal kehidupan, tetapi kasus yang ringan bisa tidak disadari
sampai dengan diakhir kehidupan. OI merupakan penyakit yang diturunkan, yang memiliki
kemungkinan 50% untuk mewarisi gen dan penyakit tersebut dari orang tua. Namun beberapa
kasus merupakan akibat dari mutasi genetik yang baru. Ada banyak faktor yang meningkatkan
risiko untuk osteogenesis imperfecta, antara lain:
 tubuh kurus atau kecil
 riwayat penyakit dari keluarga
 berada dalam masa pascamenopause dan khususnya mengalami menopause dini
 penggunaan obat-obatan tertentu yang berkepanjangan, seperti obat yang digunakan
untuk mengobati lupus, asma, kekurangan tiroid, dan kejang
 diet yang rendah akan asupan kalsium dan vitamin D
 kurangnya aktivitas fisik
 merokok
 konsumsi alkohol yang berlebihan
Tes genetik. Chorionic villus sampling (CVS) bisa dijalankan selama masa kehamilan
untuk menentukan apakah bayi memiliki kondisi ini. Namun dikarenakan banyaknya mutasi
yang berbeda yang dapat menyebabkan OI, beberapa bentuk tidak dapat didiagnosis dengan tes
genetik. Bentuk parah tipe II OI dapat dilihat dengan USG saat janin berusia setidaknya 16
minggu.
Tidak ada penyembuh untuk OI untuk saat ini.
 Nutrisi: Makan makanan kaya akan kalsium dan vitamin D atau suplemen yang
mengandung unsur-unsur ini untuk tulang yang sehat.
 Aktivitas fisik: berjalan, berdiri, mengangkat beban dan berenang dengan program latihan
yang tepat
 Gaya hidup sehat: berhenti merokok dan batasi konsumsi alkohol untuk mengurangi efek
negatif pada sistem tubuh.
 Tes kepadatan tulang: tes kepadatan mineral tulang (BMD) mengukur kepadatan tulang
berbagai area tubuh. Pengukuran BMD seringkali dilakukan untuk melihat puncak massa
tulang.
6. Rheumatic Heart Disease
Sering ditemukan pada anak usia 6-15tahun. Kelainan ini disebabkan oleh reaksi
imunologis akibat sekuele lambat faringitis ec Streptococcus B-heloliticus grup A. Faktor resiko:
riwayat keluarga dan status sosioekonomi rendah.
Gejala:
Kriteria Mayor Kriteria Minor
Karditis Artralgia
Poliartritis Demam
Khorea LED meningkat
Eritema Marginatum CRP meningkat
Nodul subkutan Interval PR memanjang
Terapi:
 Tirah baring
 Antiinflamasi: asam salisilat
 Profilaksis: Penisilin jangka panjang: injeksi Penisilin Benzatin G IM 1.2juta unit setiap
28 hari
7. Refleks Laseque

Pasien berbaring, satu tungkai diangkat lurus, dibengkokkan pada persendian panggul,
sedangkan tungkai lainnya berada dalam posisi lurus.
Normal: dapat mencapai sudut 70
Laseque positif: sebelum sudut 70 terdapat rasa nyeri
8. Penyakit Kawasaki
Penyakit ini sering ditemukan pada usia 1-2tahun, jarang ditemukan pada usia <3bulan
atau >8tahun.
Fase akut (10 hari pertama):
 Demam tinggi mendadak, remitten, tidak berespon dengan antibiotic
 Konjungtivitis bilateral tanpa eksudat
 Bibir merah terang, pecah-pecah dan berdarah, strawberry tongue dan eritema difus pada
rongga mulut dan faring
 Edema yang induratif dan eritema pada telapak tangan dan kaki
 Eksantema polimorfik pada badan, wajah, ekstremitas
 Pembesaran kelenjar getah bening servikal (unilateral, >1,5cm)
Fase subakut (11-25hari):
 Desquamasi ujung jari tangan dan kaki
 Eksantem, demam dan limfadenopati menghilang
 Dapat terjadi dilatasi/aneurisma arteri koroner, efusi pericardium,gagal jantung dan infark
miokard
 Jumlah trombosit meningkat
Jika ditemukan kelainan arteri koroner: bersifat diagnostik, meskipun dijumpaikurang dari 4
kriteria tambahan.
Diagnosa banding: Morbili, Stevens Johnson Syndrome, Staphylococcal scalded skin syndrome,
reaksi obat, demam scarlet.
Pemeriksaan penunjang:
 Lekositosis dengan pergeseran ke kiri
 CRP dan LED meningkat
 Trombositosis
 Piuria
 SGOT/SGPT meningkat
 CPK-MB menigkat menandakan infark miokard
 Ekokardiografi
Terapi:
 Imunoglobulin intravena: diberikan secepatnya setelah diagnosis ditegakkan
2g/kgBB dosis tunggal intravena selama 10-12 jam, monitor tanda vital.
 Asam asetil salisilat: 80-100mg/kgBB/hari/oral dalam 4 dosis/hari.
9. HIV anak:
Beberapa anak menunjukkan gejala infeksi HIV berat pada tahun pertama kehidupan.
Terkadang dapat tetap asimptomatik atau menunjukkan gejala ringan selama bertahun-tahun.
 Infeksi berulang 3 atau lebih episode dalam 12 bulan terakhir
 Candidiasis oral yang timbul lebih dari 30 hari dengan pengobatan
 Parotitis kronik (unilateral/bilateral) 14 hari
 Limfadenopati umum: pembesaran KGB didua lokasi atau lebih tanpa adanya sebab
nyata
 Hepatomegali
 Demam yang menetap atau berulang (>38derajat dan >7hari)
 Gangguan neurologis: penurunan kesadaran, mikrocephali, keterlambatan perkembangan,
hypertonia
 Herpes zoster
 HIV dermatitis
 Penyakit paru kronik
 Kronik otitis media
 Diare >14hari
 Malnutrisi sedang atau berat
Tanda/gejala spesifik: pneumocystis pneumonia, candidiasis esophagus, lymphoid interstitial
pneumonia atau Kaposi’s sarcoma.
Penularan ibu ke bayi:
 Selama hamil: 5-10%
 Saat melahirkan: 10-20%
 Melalui ASI: 10-15%
Cara mengurangi penularan ibu ke bayi:
 Konseling dan tes HIV sukarela
 Pemberian obat antiretroviral
 Persalinan bedah Caesar
 Pemberian PASI
Tindakan saat bayi lahir:
 Potong tali pusat dengan perlindungan kasa
 Jangan, suction kecuali terdapat cairan meconium, gunakan suction melalui mulut,
gunakan suction mekanik dengan tekanan >100mmHg
Stadium klinis WHO untuk bayi atau anak terinfeksi HIV:
 Stadium 1: Tanpa gejala (asimtomatis)
Limfadenopati generalisata persisten
 Stadium 2: Kehilangan berat badan yang sedang tanpa alasan (<10% berat badan
diperkirakan atau diukur), Infeksi saluran napas bagian atas yang berulang (sinusitis,
tonsilitis, ototis media dan faringitis), Herpes zoster, Kheilitis angularis, Ulkus di mulut
yang berulang, Erupsi papular pruritis, Dermatitis seboroik, Infeksi jamur di kuku.
 Stadium 3: Kehilangan berat badan yang parah tanpa alasan (>10% berat badan
diperkirakan atau diukur), Diare kronis tanpa alasan yang berlangsung lebih dari 1 bulan,
Demam berkepanjangan tanpa alasan (di atas 37,5°C, sementara atau terus-menerus,
lebih dari 1 bulan), Kandidiasis mulut berkepanjangan
Oral hairy leukoplakia, Tuberkulosis paru, Infeksi bakteri yang berat (mis. pnemonia,
empiema, piomiositis, infeksi tulang atau sendi, meningitis atau bakteremia), Stomatitis,
gingivitis atau periodontitis nekrotising berulkus yang akut, Anemia (<8g/dl),
neutropenia (<0,5 × 109/l) dan/atau trombositopenia kronis (<50 × 109/l) tanpa alas an
 Stadium 4: Sindrom wasting HIV, Pneumonia Pneumocystis, Pneumonia bakteri parah
yang berulang, Infeksi herpes simplex kronis (orolabial, kelamin, atau rektum/anus lebih
dari 1 bulan atau viskeral pada tempat apapun), Kandidiasis esofagus (atau kandidiasis
pada trakea, bronkus atau paru), Tuberkulosis di luar paru, Sarkoma Kaposi (KS), Infeksi
sitomegalovirus (retinitis atau infeksi organ lain), Toksoplasmosis sistem saraf pusat,
Ensefalopati HIV, Kriptokokosis di luar paru termasuk meningitis, Infeksi mikobakteri
non-TB diseminata, Progressive multifocal leukoencephalopathy (PML),
Kriptosporidiosis kronis, Isosporiasis kronis, Mikosis diseminata (histoplasmosis atau
kokidiomikosis di luar paru), Septisemia yang berulang (termasuk Salmonela nontifoid),
Limfoma (serebral atau non-Hodgkin sel-B), Karsinoma leher rahim invasive,
Leishmaniasis diseminata atipikal, Nefropati bergejala terkait HIV atau kardiomiopati
bergejala terkait HIV.
Pemeriksaan penunjang:
 Hitung limfosit total
 Periksa CD4
Terapi:
 Zidovudin: 2mg/kgBB 4x/hari
 Nevirapin 2mg/kgBB 1x/hari dalam 48-72 jam pertama
 Pencegahan dengan kortikosteroid pada bayi yang lahir dari ibu positif HIV mulai umur
4-6minggu
10. Anak demam 4 hari:
 Demam dengue
 Demam 2-7 hari mendadak dan terus-menerus
 Manifestasi perdarahan: ptekie, purpura, epistaksis, uji tourniquet positif
 Nyeri kepala, mialgia, artralgia, dan nyeri retroorbital
 Dijumpai kasus serupa di lingkungan
 Darah rutin (Leukopenia dan trombositopenia)
 Demam berdarah dengue
Gejala demam dengue disertai:
 Hepatomegali
 Efusi pleura, asites
 Darah rutin (peningkatan hematokrit, trombositopenia)
 Hipoalbuminemia
 Hipoproteinemia
 Demam Typhoid
 Demam >7hari naik secara bertahap
 Delirium, malaise,letargi, anoreksia, nyeri kepala, nyeri perut, diare atau
konstipasi, muntah, perut kembung
 Lidah tifoid
 Meteorismus, hepatomegali, splenomegali
 Darah tepi: anemia, leukopenia, limfositosis relatif, trombositopenia
 Serologis: Widal, Kadar IgM dan IgG (Typhi-dot)
 Pemeriksaan biakan Salmonella
 Malaria
 Demam bersifat serangan dan berulang berlangsung setiap hari ke 3 dan ke 4
 Setelah perjalanan ke daerah endemic malaria
 Pembesaran limpa
 Sakit kepala, kejang, lemah, lesu nyeri otot dan tulang
 Anoreksia, mual, muntah, sakit perut, diare
 Hepatomegali
 Tanda-tanda distress pernapasan
 Darah rutin:anemia, retikulosit, bilirubin, urin rutin
 Darah tepi: menemukan bentuk parasit malaria

Anda mungkin juga menyukai