Anda di halaman 1dari 29

REFERAT

ANEMIA PADA ANAK

Pembimbing:

dr Sonny K Yuliarso, Sp.A

Disusun Oleh :

Shella

112016364

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK

RS BHAKTI YUDHA

PERIODE 29 Januari – 07 April 2018

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA

JAKARTA

1
SEL DARAH MERAH

1. Struktur Hemoglobin

Hemoglobin adalah molekul protein dalam sel merah yang membawa oksigen dari paru-
paru ke jaringan tubuh dan karbon dioksida dari jaringan ke paru-paru. Hemoglobin terdiri dari
empat molekul protein (globiln rantai) yang terhubung bersama-sama. Hemoglobin dewasa
normal (Hbg) molekul mengandung rantai 2-globulin alfa dan 2 rantai beta globulin.Pada janin
dan bayi hanya ada beberapa rantai beta dan molekul hemoglobin terdiri dari 2 rantai alfa dan 2
rantai gamma.Saat bayi tumbuh, rantai gamma secara bertahap diganti dengan rantai beta. Setiap
rantai globulin berisi struktur pusat penting yang disebut molekul heme. Tertanam didalam
molekul heme adalah besi yang mengangkut oksigen dan karbon dioksida dalam darah. Besi
yang terkandung dalam hemoglobin juga bertanggung jawab untuk warna darah merah.
Hemoglobin juga memainkan peran penting dalam mempertahankan bentuk sel darah merah.
Struktur hemoglobin abnormal biasa mengganggu pembuluh darah.

2. Proses eritropoeisis

Tahapan pematangan eritrosit (Eritropoesis) merupakan proses pembentukan


eritrosit muda yang terjadi di sumsum tulang sampai terbentuk eritrosit matang di dalam
darah tepi yang dipengaruhi dan dirangsang oleh hormon eritropoietin. Eritropoietin
adalah hormon glikoprotein yang dihasilkan oleh sel-sel interstisium peritubulus ginjal,
dalam respon terhadap kekurangan oksigen atas bahan globulin plasma, untuk digunakan
oleh sel-sel induk sumsum tulang. Eritropoietin mempercepat produksi eritrosit pada
semua stadium terutama saat sel induk membelah diri dan proses pematangan sel menjadi
eritrosit. Di samping mempercepat pembelahan sel, eritropoietin juga memudahkan
pengambilan besi, mempercepat pematangan sel dan memperpendek waktu yang
dibutuhkan oleh sel untuk masuk dalam sirkulasi.
Faktor Pembentukkan Eritropoesis:
a) Eritropoietin
Merupakan penurunan penyaluran O2 ke ginjal merangsang ginjal darah untuk
mengeluarkan hormon eritropoietin ke dalam darah, dan hormon ini kemudian

2
merangsang eritropoiesis di sumsum tulang. Eritropoietin bekerja pada turunan sel-sel
bakal yang belum berdiferensiasi yang telah berkomitmen untuk menjaadi sel darah
merah, yaitu merangsang proliferasi dan pematangan mereka.
b) kemampuan respon sumsum tulang (anemia , perdarahan)
Tahapan Pematangan Eritrosit (Eritropoesis)
1. Proeritroblas
Ukuran : 15 - 25 mm
Sitoplasma : Biru pekat, lebih sempit menebal dibatas inti, terang diluar
inti dengan halo disekitar inti
Inti : Relativ besar, bulat atau oval, warna ungu kemerahan, kromatin
halus,
Nukleoli 1-2 ( lebih besar dibanding Mieloblas lebih kebiruan)
2. Basofilik Eritroblas
Ukuran : 13 - 18 mm
Sitoplasma : sangat Biru , Besar mulai berkurang
Inti : Relatif besar, bulat atau oval, Kromatin mulai kasar dibanding
Proeritroblas, Nukleoli tidak ada
Catatan: basofilik eritroblas dengan kondensasi kromatin tengah
berlangsung dan tanpa ada zona perinuklear.
3. Polikromatofilik eritroblas
Ukuran : 10 - 15 mm
Sitoplasma : Biru abu2 sampai pink abu2 ( warna gradasi berbeda), mulai
produksi Hb, relatif melebar dibanding inti
Inti : Bulat, lebih kecil dibanding sebelumnya, Padat dengan kromatin
kasar dan bergumpal, warna biru ungu gelap.
4. Ortokromatik Eritroblas
Ukuran : 8 - 12 mm
Sitoplasma : Merah muda, lebih melebar dibanding sebelumnya
Inti : Piknotik warna biru hitam.

3
5. Retikulosit
Ukuran : Hampir sama dengan eritrosit matang atau sedikit lebih besar
Sitoplasma : Merah muda sampai keunguan, berisi granula berupa
sisa retikulum RNA yang tercat dengan Supravital
Inti : Tidak ada
Pewarnaan : supravital, dengan Cresyl blue
Range Normal : 0,5-1,5 %
6. Eritrosit Matang
Ukuran : 6,7-7,7 μm
Inti : tidak ada
Sitoplasma : Merah Muda, tanpa inti, bulat bikonkav.
Bentuk : dari atas bulat, dari samping bikonkaf, bagian sentral terdapat
cekungan disebut central pallor 1/3 sel.
Pembelahan sel menyebabkan sel matang lebih kecil, warna sitoplasma berubah
lebih merah karena bertambahnya Hb, Kromatin menjadi semakin padat. Nukleus
akhirnya dikeluarkan dari sel (dalam sumsum tulang) menjadi stadium Retikulosit (masih
mengandung ribosomal RNA, masih bisa mensintesa Hb), sel ini di sumsum tulang 1-2
hari dan didarah tepi 1-2 hari ( Tu di limpa). Bila RNA hilang sempurna maka jadilah
Eritrosit yang matang. Satu Proeritroblas menjadi 16 sel eritrosit matang. Sel berinti
ditemukan di darah tepi bila eritropoesis ekstra meduler, Penyakit pada sumsum tulang
(Keadaan normal tidak ditemukan eritrosit berinti di darah tepi)
Bentuk eritrosit yang Bikonkav merupakan bentuk maksimal yang dapat
menjangakau sel sel tubuh sebagai fasilitas untuk mengirim oksigen dan mengembalikan
karbondioksida ke paru-paru, bentuk akan mudah berubah bila melewati mikrosirkulasi
menuju target. Membran sel memiliki kandungan protein, lipid dan sedikit karbohidrat,
keadaan ini memudahkan eritrosit berada dalam berbagai bentuk cairan.
Normal pertukaran Oksigen bekerja diantara kejenuhan 95% (darah arteri) dengan
tekana Oksigen 95 mmHg dan kejenuhan 70% ( darah vena) dengan tekanan Oksigen
vena rata-rata 40 mmHg. Umur eritrosit rata-rata 120 hari, memiliki sifat dinding yang
fleksibel, penting saat melalui lien. Membran sel berfungsi untuk melindungi Hb, Protein

4
dan Enzim. Permukaan sel eritrosit sendiri bermuatan negatif, di dalam eritrosit terdiri
atas lapisan glikoprotein dan Fosfolipid. Membran eritrosit bersifat semipermiabel,
permiabel terhadap air, anion, kation dan impermeabel terhadap Hb. Sususnan eritrosit
terdiri atas 61 % air, 28 % Hb, 7 % lemak , 3-4 % KH, elektrolit, enzim, protein
metabolit.
Metabolisme sel darah merah terdiri dari glukolisis dan metabolisme glutation.
Energi glukolisis diperlukan untuk menjaga dan mempertahankan Keutuhan membran
dan mengatur pergantian Na+ dan K+ sehingga Hb dapat membawa O2 secara efisien.
Bahan-bahan eritropoiesis antara lain, asam amino, Fe, vit B12 dan asam folat, vit C, vit
B, vit E dan mineral. Umur normal eritrosit 120 hari setelah itu terjadi proses destruksi
eritrosit. Proses ini terjadi melalui mekanisme yang terdiri dari:
1. Fragmentasi yang terjadi apabila kehilangan beberapa bagian membran eritrosit
sehingga menyebabkan isi sel keluar termasuk hemoglobin.
2. Lisis Osmotik: tekanan osmotik plasma merupakan gambaran terjadinya
kecenderungan mendorong air dan Na dari daerah konsentrasi tinggi di
interstisium ke daerah dengan konsentrasi air rendah di plasma (atau konsentrasi
protein plasma lebih tinggi). Sehingga protein plasma dapat dianggap “menarik
air” ke dalam plasma. Hal ini dapat mengakibat lisis eritrosit yang disebabkan
efek osmotik.
3. Eritrofagositosis: mekanisme destruksi eritrosit ini melalui fagositosis yang
dilakukan oleh monosit, neutrofil, makrofag. Fagositosis eritrosit ini terutama
terjadi pada eritrosit yang dilapisi antibodi. Mekanisme ini meruapakan salah satu
indikator adanya AutoImun Hemolitic Anemia (AIHA).
4. Sitolisis biasanya dilakukan oleh komplemen (C5, C6, C7, C8, C9). Sitolisis ini
merupakan indikator Peroxysimal Nocturnal Haemoglobinuria (PNH).
5. Denaturasi Hemoglobin: hemoglobin yang terdenaturasi akan mengendap
menbentuk Heinz bodies. Eritrosit dengan Heinz bodies akan cepat didestruksi
oleh limpa. Heinz bodies melekat pada membran permeabilitas membesar
sehingga mengakibatkan lisis osmotik juga.

5
Gambar 1: proses eritropoiesis

ANEMIA

1. Definisi

Anemia didefinisikan sebagai penurunan kadar Hb di bawah normal : anak 6 bulan-6


tahun Hb normal > 11g%, anak di atas 6 tahun > 12g% sehingga terjadi penurunan kemampuan
darah untuk menyalurkan oksigen ke jaringan. Dengan demikian anemia bukanlah suatu
diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis yang diuraikan dalam
anamnesa, pemeriksaan fisik yang teliti serta pemeriksaan laboratorium yang menunjang.
Manifestasi klinik yang timbul tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, umur individu,
serta mekanisme kompensasi tubuh seperti peningkatan curah jantung dan pernapasan,
meningkatkan pelepasan oksigen oleh hemoglobin, mengembangkan volume plasma, redistribusi
aliran darah ke organ-organ vital.1,4

2. Klasifikasi

Anemia dapat diklasifikasikan menjadi empat bagian:1,3,4

6
 Anemia defisiensi, anemia yang terjadi akibat kekurangan faktor-faktor
pematangan eritrosit, seperti defisiensi besi, asam folat, vitamin B12, protein,
piridoksin dan sebagainya.
 Anemia aplastik, yaitu anemia yang terjadi akibat terhentinya proses pembuatan
sel darah oleh sumsum tulang.
 Anemia hemoragik, anemia yang terjadi akibat proses perdarahan masif atau
perdarahan yang menahun.
 Anemia hemolitik, anemia yang terjadi akibat penghancuran sel darah merah yang
berlebihan. Bisa bersifat intrasel seperti pada penyakit talasemia, sickle cell
anemia/ hemoglobinopatia, sferosis kongenital, defisiensi G6PD atau bersifat
ektrasel seperti intoksikasi, malaria, inkompabilitas golongan darah, reaksi
hemolitik pada transfusi darah.
Menurut morfologi eritrosit:

1. Anemia mikrositik hipokromik (MCV < 80 fl ; MCH < 27 pg)


 Anemia defisiensi besi
 Thalassemia
 Anemia akibat penyakit kronis
 Anemia sideroblastik
2. Anemia Normokromik Normositik (MCV 80-95 fl; MCH 27-34 pg)
 Anemia pasca perdarahan akut
 Anemia aplastik-hipoplastik
 Anemia hemolitik- terutama didapat
 Anemia akibat penyakit kronik
 Anemia mieloptisik
 Anemia pada gagal ginjal kronik
 Anemia pada mielofibrosis
 Anemia pada sindrom mielodisplastik
 Anemia pada leukemia akut

7
3. Anemia Makrositik
 Anemia megaloblastik
 Anemia defisiensi asam folat
 Anemia defisiensi vitamin B12

4. Nonmegaloblastik
 Anemia pada penyakit hati kronik
 Anemia pada hipotiroid
 Anemia pada sindrom mielodisplastik

Tanda dan gejala yang sering timbul adalah sakit kepala, pusing, lemah, gelisah, diaforesis
(keringat dingin), takikardi, sesak napas, kolaps sirkulasi yang progresif cepat atau syok, dan
pucat (dilihat dari warna kuku, telapak tangan, membran mukosa mulut dan konjungtiva). Selain
itu juga terdapat gejala lain tergantung dari penyebab anemia seperti jaundice, urin berwarna
hitam, mudah berdarah dan pembesaran lien.

Penegakan diagnosa dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan sel


darah merah secara lengkap, pemeriksaan kadar besi, elektroforesis hemoglobin dan biopsi
sumsum tulang.1,4

Penanganan anemia diadasarkan dari penyakit yang menyebabkannya seperti jika karena
defisiensi besi diberikan suplemen besi, defisiensi asam folat dan vitamin B12 dapat diberikan
suplemen asam folat dan vitamion B12, dapat juga dilakukan transfusi darah, splenektomi, dan
transplantasi sumsum tulang.5

ANEMIA DEFISIENSI BESI

1. Definisi

Anemia Defisiensi Besi (ADB) adalah anemia yang timbul akibat berkurangnya
penyediaan besi untuk eritropoiesis karena cadangan besi kosong yang pada akhirnya
mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang. Sebelum timbul gejala, terdapat 2 stadium
awal yaitu stadium deplesi besi (iron depletion state) yang di tandai dengan penurunan kadar

8
serum tanpa penurunan kadar besi serum (SI) maupun Hb, dan stadium kekurangan besi (iron
deficiency state) yang ditandai oleh penurunan ferritin serum dan SI tanpa penurunan kadar
hemoglobin.

2. Epidemiologi

Berdasarkan hasil–hasil penelitian terpisah yang dilakukan dibeberapa tempat di


Indonesia pada tahun 1980-an, prevalensi anemia pada anak belita 30-40%, anak sekolah 25-
35% (Husaini 1989). Menurut SKRT 1995, prevalensi rata–rata nasional pada anak balita 40,1%
(kodyat, 1993). Prevalensi ADB pada anak di Negara sedang berkembang masih tinggi. Pada
anak sekolah dasar umur 7-13 tahun di Jakarta (1999) di dapatkan 50% dari seluruh anak
penderita anemia adalah ADB.

3. Etiologi

ADB dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor penyebab langsung dan tidak
langsung. Faktor penyebab langsung meliputi jumlah Fe dalam makanan tidak cukup, absorbsi
Fe rendah, kebutuhan naik, serta kehilangan darah, sehingga keadaan ini menyebabkan jumlah
Fe dalam tubuh menurun. Menurunnya Fe (zat besi) dalam tubuh akan memberikan dampak
yang negatif bagi fungsi tubuh. Hal ini dikarenakan zat besi merupakan salah satu zat gizi
penting yang terdapat pada setiap sel hidup, baik sel tumbuh-tumbuhan, maupun sel hewan. Di
dalam tubuh, zat besi sebagian besar terdapat dalam darah yang merupakan bagian dari protein
yang disebut hemoglobin di dalam sel-sel darah merah, dan disebut mioglobin di dalam sel-sel
otot. Beberapa penyebab anemia defisiensi besi menurut umur :

 Bayi umur < 1 tahun


o Persediaan besi yang kurang : BBLR atau bayi kembar, ASI eksklusif tanpa
supplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat, anemia semasa
kehamilan
 Anak umur 1-2 tahun
o Masukan besi kurang karena tidak dapat makanan tambahan (hanya minum susu)
o Kebutuhan meningkat : infeksi berulang/menahun
o Malabsorbsi
9
 Anak umur 2-5 tahun
o Masukan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe-heme
o Kebutuhan meningkat karena infeksi menahun/berulang
o Perdarahan hebat
 Anak umur 5 tahun - masa remaja
o Kehilangan besi akibat perdarahan: infeksi parasit dan polip
 Usia remaja – dewasa
o Pada wanita, karena menstruasi berlebihan

4. Faktor resiko

Diet Prenatal/perinatal Sosial

Minum susu sapi Anemia semasa hamil Sosial ekonomi rendah

Susu formula rendah besi Bayi berat badan lahir rendah Pertumbuhan cepat

ASI eksklusif tanpa Prematuritas


supplementasi besi
Kehamilan kembar

5. Metabolisme besi dalam tubuh

Besi diabsorsi dalam usus halus (duodenum dan yeyenum) proksimal. Besi yang
terkandung dalam makanan ketika dalam lambung dibebaskan menjadi ion fero dengan bantuan
asam lambung (HCL). Kemudian masuk ke usus halus dirubah menjadi ion fero dengan
pengaruh alkali, kemudian ion fero diabsorpsi, sebagian disimpan sebagai senyawa feritin dan
sebagian lagi masuk ke peredaran darah berikatan dengan protein (transferin) yang akan
digunakan kembali untuk sintesa hemoglobin. Sebagian dari transferin yang tidak terpakai
disimpan sebagai labile iron pool. Penyerapan ion fero dipermudah dengan adanya vitamin atau
fruktosa, tetapi akan terhambat dengan fosfat, oksalat, susu, antasid.

10
Dalam makanan terdapat 2 macam zat besi yaitu besi heme dan besi non heme. Besi non
heme terdapat dalam semua jenis sayuran misalnya sayuran hijau, kacang ± kacangan, kentang
dan sebagian dalam makanan hewani. Sedangkan besi heme hampir semua terdapat dalam
makanan hewani antara lain daging, ikan, ayam, hati dan organ lain. Bisa di dapat dari
penghancuran sel-sel darah merah tua, yang kemudian di saring tubuh untuk dapat dipergunakan
lagi oleh sumsum tulang untuk pembentukan sel-sel darah merah yang baru.

Absorbsi zat besi dipengaruhi oleh banyak faktor yaitu :

o Kebutuhan tubuh akan besi, tubuh akan menyerap sebanyak yang dibutuhkan.
Bila besi simpanan berkurang, maka penyerapan besi akan meningkat.

o Rendahnya asam klorida pada lambung (kondisi basa) dapat menurunkan


penyerapan asam klorida akan mereduksi Fe3+ menjadi Fe2+ yang lebih mudah
diserap oleh mukosa usus.

o Adanya vitamin C gugus SH (sulfidril) dan asam amino sulfur dapat


meningkatkan absorbsi karena dapat mereduksi besi dalam bentuk ferri menjadi
ferro. Vitamin C dapat meningkatkan absorbsi besi dari makanan melalui
pembentukan kompleks ferro askorbat. Kombinasi 200 mg asam askorbat dengan
garam besi dapat meningkatkan penyerapan besi sebesar 25 – 50 %

o Kelebihan fosfat di dalam usus dapat menyebabkan terbentuknya kompleks besi


fosfat yang tidak dapat diserap.

o Adanya fitat juga akan menurunkan ketersediaan Fe

o Protein hewani dapat meningkatkan penyerapan Fe

o Fungsi usus yang terganggu, misalnya diare dapat menurunkan penyerapan Fe.

o Penyakit infeksi juga dapat menurunkan penyerapan Fe

Pada bayi, absorbsi zat besi dari ASI meningkat dengan bertambah tuanya umur bayi
perubahan ini terjadi lebih cepat pada bayi yang lahir prematur dari pada bayi yang lahir cukup

11
bulan. Jumlah zat besi akan terus berkurang apabila susu diencerkan dengan air untuk diberikan
kepada bayi.

Walaupun jumlah zat besi dalam ASI rendah, tetapi absorbsinya paling tinggi. Sebanyak 49%
zat besi dalam ASI dapat diabsorbsi oleh bayi. Sedangkan susu sapi hanya dapat diabsorbsi
sebanyak 10 – 12% zat besi. Rata-rata besi yang terdapat diabsorbsi dari susu formula adalah
4%.

Pada waktu lahir, zat besi dalam tubuh kurang lebih 75 mg/kg berat badan. Pada umur 6-
8 minggu, terjadi penurunan kadar Hb, hal ini disebabkan karena ada perubahan besar pada
sistem erotropoiesis sebagai respon terhadap penghantaran oksigen yang bertambah banyak
kepada jaringan, kadar Hb menurun sebagai akibat dari penggantian sel-sel darah merah yang
diproduksi sebelum lahir dengan sel-sel darah merah baru yang diproduksi sendiri oleh bayi.
Sesudah umur tersebut, system eritropoesis berjalan normal dan menjadi lebih efektif. Kadar Hb
naik dari terendah 11 mg/100 ml menjadi 12,5 g/100 ml.

Bayi yang lahir BBLR mempunyai zat besi yang lebih rendah dari bayi yang lahir
dengan berat badan cukup, tetapi rasio zat besi terhadap berat badan adalah sama. Bayi ini lebih
cepat tumbuhnya dari pada bayi normal, sehingga zat besi lebih cepat bisa habis. Oleh sebab itu
kebutuhan zat besi pada bayi ini lebih besar dari pada bayi normal. Jika bayi BBLR mendapat
makanan yang cukup mengandung zat besi, maka pada usia 9 bulan kadar Hb akan dapat
menyamai bayi yang normal. Prevalensi anemia yang tinggi pada anak balita umumnya
disebabkan karena makanannya tidak cukup banyak mengandung zat besi sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhannya.

6. Patofisiologi

Deplesi Fe ditandai dengan penurunan cadangan Fe yang tercermin dari berkurangnya


konsentrasi serum ferritin. Selanjutnya terjadi peningkatan absorpsi Fe akibat menurunnya level
Fe tubuh. Manifestasi keadan ini menimbulkan eritropoeisis defisiensi Fe (defisiensi Fe tanpa
anemia), cadangan Fe menipis dan produksi Hb terganggu. Meskipun konsentrasi Hb di atas cut
off point kategori anemia, namun terjadi pengurangan transferin saturasi yaitu jumlah suplai Fe
ke sumsum tulang tidak cukup, meningkatnya konsentrasi eritrosit protoporfirin karena
12
kekurangan Fe untuk membentuk Hb. Diakhiri tahapan defisiensi Fe, anemia di tandai dengan
konsentrasi Hb atau hematokrit di bawah batas normal.

7. Gejala Klinis

 Lemas, pucat dan cepat lelah


 Sering berdebar-debar
 Sakit kepala dan iritabel
 Pucat pada mukosa bibir dan faring, telapak tangan dan dasar kuku
 Konjungtiva okuler berwarna kebiruan atau putih mutiara (pearly white)
 Adanya koilnikia, glositis dan stomatitis angularis
 Papil lidah atrofi : lidah tampak pucat, licin, mengkilat, merah, meradang dan sakit.
 Jantung dapat takikardi
 Jika karena infeksi parasit cacing akan tampak pot belly
 Limpa dapat membesar tapi umumnya tidak teraba
8. Diagnosis

Ada beberapa kriteria diagnosis yang dipakai untuk menentukan suatu anemia defisiensi
Fe :

1. Menurut WHO

· Kadar Hb kurang dari normal sesuai usia

· Konsentrasi Hb eritrosit rata-rata menurun

· Kadar Fe serum menurun

· Saturasi transferin <15 % (N : 20-50 %)

2. Menurut Cook dan Monsen

· Anemia hipokrom mikrositer

· Saturasi transferin menurun


13
· Nilai FEP > 100 ug/dl eritrosit

· Kadar feritin serum menurun

Untuk kepentingan diagnosis minimal 2 dari 3 kriteria harus dipenuhi.

3. Menurut Lankowsky

· Pemeriksaan apus darah tepi hipokrom mikrositer yang dikonfirmasi dengan


kadar MCV, MCH, dan MCHC yang menurun

· FEP meningkat

· Feritin serum menurun

· Fe serum menurun, TIBC meningkat, ST menurun

· Respon terhadap pemberian preparat besi

o Retikulositosis mencapai puncak pada hari ke 5-10 setelah pemberian


besi.

o Kadar Hb meningkat 0,25-0,4 g/dl atau PCV meningkat 1 %/hari

· Sumsum tulang

o Tertundanya maturasi sitoplasma

o Pada pewaranaan tidak ditemukan besi

9. Pemeriksaan penunjang

 Pemeriksaan darah tepi lengkap, MCV, MCHC,MCH


o Kadar Hb rendah, Ht menurun dengan penurunan nilai MCV dan MCH
o Jumlah eritrosit umumnya normal, tapi kadang menurun

14
o Jumlah leukosit dan hitung jenis biasanya normal kecuali disertai infeksi.
o Peningkatan trombosit jarang ditemukan
 Sediaan apus darah tepi (SADT)
o Mikrositik hipokrom
 Serum iron dan ferittin rendah, TIBC meningkat
 Pewarnaan besi pada jaringan sumsum tulang
 Pemeriksaan lain:
o Darah samar feses : perdarahan gastrointestinal
o Parsitologi : infeksi parasit

10. Penatalaksanaan

Pengobatan sudah harus di mulai pada stadium dini untuk mencegah terjadinya anemia
defisiensi besi. Umumnya, tatalaksana ADB di lakukan secara kausal tergantung penyebab yang
memicu terjadinya ADB

1) Pemberian zat besi


 Preparat besi diberikan sampai kadar Hb normal, dilanjutkan sampai cadangan
besi terpenuhi. Sebaiknya dalam bentuk ferro karena lebih mudah di serap dari
pada bentuk ferri.
 Dapat diberikan secara oral atau parentral dengan dosis 3-5mg/kgBB di bagi
dalam dua dosis, segera sesudah makan. Pemberiaan oral merupakan cara yang
mudah, murah dan memuaskan

15
 Pemberiaan parentral dilakukan bila dengan pemberian oral gagal, misalnya
akibat malabsorbsi atau efek samping yang berat pada saluran cerna. Pemberiaan
parentral kurang di gunakan karena boleh menyebabkan syok anafilaktik
 Evaluasi hasil pengobatan dinilai dengan pemeriksaan Hb dan retikulosit
seminggu sekali serta pemeriksaan SI dan ferritin sebulan sekali
 Terapi harus diteruskan sampai 2 bulan setelah Hb normal
 Sulfas ferosus : 3 x 10mg/kgBB
 Vitamin C : 3x100mg/hari untuk meningkatkan absorpsi besi
2) Transfusi darah
 Di berikan bila kadar Hb < 6g/dl atau kadar Hb > 6g/dl disertai lemah, gagal
jantung, infeksi berat atau menjalani operasi
 Dalam bentuk suspensi sel darah merah (PRC)
3) Diet
 Sumber hewani : hati, daging, ikan
 Sumber nabati : bayam,gandum, kacang kedelai, beras
 Kadar besi pada sumber hewani lebih tinggi di bandingkan dengan nabati karena
penyerapan besi nabati dihambat oleh tannin, kalsium dan serat dan di percepat
oleh vitamin C, HCl, asam amino dan fruktosa
 Makanan tinggi vitamin C : jeruk

11. Pencegahan

 Primer : pemberian ASI saja setelah usia 6 bulan dapat menyebabkan defisiensi
besi, oleh sebab itu perlu supplementasi besi sebagai pencegahan. Bila
menggunakan susu formula, pilihlah formula yang di fortifikasi dengan besi
 Sekunder : Bayi yang memiliki satu atau lebih faktor resiko harus menjalani
skrining ADB. Skrining tersebut meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap, kadar
ferritin dalam serum dan saturasi ferritin
 Gizi :
1. Berikan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama setelah lahir.

16
2. Bayi usia kurang dari 1 tahun yang tidak mendapatkan ASI, sebaiknya
diberikan susu formula dengan kandungan zat besi 12 mg/L.
3. Bayi usia 6 bulan ke atas bisa diberikan sereal dengan tambahan zat besi
serta vitamin C secukupnya untuk membantu penyerapan zat besi.
4. Pertimbangkan juga untuk memberikan anak usia di atas 6 bulan bubur
dengan daging yang dihaluskan.

12. Prognosis

Prognosa baik bila penyebab anemianya hanya kekurangan besi saja dan diketahui
penyebabnya serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan
manifestasi klinisnya akan membaik dengan pemberian preparat besi.

ANEMIA MEGALOBLASTIK

1. Definisi

Anemia megloblastik adalah anemia makrositik yang ditandai dengan adanya


peningkatan ukuran sel darah merah yang disebabkan oleh abnormalitas hematopoiesis dengan
karakteristik dismaturasi nucleus dan sitoplasma sel myeloid dan eritroid sebagai akibat
gangguan sintesis DNA. Sel-sel yang terserang adalah sel yang relative mempunyai pergantian
yang cepat seperti prekursor hemotopoietik dalam sumsum tulang dan epitel mukosa saluran
cerna. Walaupun pembelahan sel berjalan lamban, perkembangan sitoplasma berjalan normal
sehingga sel cenderung menjadi besar. Pertumbuhan inti dan sitoplasma yang tidak sejajar
merupakan salah satu kelainan morfologi utama yang terlihat di sumsum tulang.

2. Etiologi

Hampir seluruh kasus anemia megaloblastik pada anak (95%) disebabkan oleh defisiensi
asam folat atau vitamin B12, yang disebabkan oleh gangguan metabolism sangat jarang.
Keduanya merupakan kofaktor yang dibutuhkan dalam sintesis nucleoprotein, keadaan defisiensi
tersebut akan menyebabkan gangguan sintesis DNA dan selanjutnya akan mempengaruhi RNA
dan protein.

17
Penyebab anemia megaloblastik:

A. Defisiensi asam folat

 Asupan yang kurang: kemiskinan, ketidaktahuan, faddism, cara pemasakan,


pemakaian susu kambing, malnutrisi, diet khusus untuk fenilketonuria,
prematuritas, pasca cangkok sumsum tulang

 Gangguan absorbsi: congenital dan didapat

 Kebutuhan yang meningkat (percepatan pertumbuhan, anemia hemolitik kronis,


penykit keganasan, keadaan hipermetabolisme, penyakit kulit ekstensif, sirosis
hepatis, pasca cangkok sumsum tulang.

 Gangguan metabolime asam folat

 Peningkatan eksresi: dialysis kronis,penyakit hati dan penyakit jantung

B. Defisiensi vitamin B12.

 Asupan kurang: diet kurang mengandungi vitamin B12, defisiensi pada ibu yang
menyebabkan defisiensi vit B12 ada ASI

 Gangguan absorbsi: kegagalan sekresi faktor intrinsic, kegagalan absorbs di usus


kecil.

 Gangguan transport vitamin B12

 Gangguan metabolime vitamin B12

C. Lain-lain:

 Gangguan sintesis DNA congenital dan didapat.

Keadaan lain yang berhubungan dengan anemia megaloblastik adalah defisiensi asam
askorbat, tokoferol dan tiamin.

18
Asam folat

Folat banyak didapat pada berbagai jenis makanan, seperti sayuran hijau, buah-buahan,
dan jeroan. Tubuh kita tidak dapat membuat asam folat sehingga harus didapatkan dari diet.
Asupan folat yang dianjurkan WHO-FAO(1989) untuk bayi, anak umur 1-6 tahun dan dewasa
adalah 3.6, 3.3 dn 3.1ug/kgBB/hari. Asam folat merupakan nama yang sering dipakai untuk
pteroilmonoglutamin. Fungsi utama folat adalah mengangkut unit 1 karbon seperti gugus metal
dan formil ke berbagai senyawa organic seperti pada pembentukan timidin dan deoksiuridin.
Secara alamiah folat ada dalam bentuk poliglutamat dan diabsorbsi kurang efisien dibandingkan
bila dalam entuk monoglutamat (asam folat). Aktivasi konjugasi folat di brush border usus
membantu konversi poliglutamat ke bentuk monoglutamat sehingga meningkatkan absorbs.
Asam folat diabsorbsi diusus kecil dan terdapat dalam sirkulasi enterohepatik. Sebagian besar
folat dalam plasma terikat secara longgar dengan albumin. Secara biologis asam folat tidak aktif.
Cadangan folat terbatas dan anemia megaloblastik dapat terjadi setelah 2-3 bulan diet bebas
folat.

Vitamin B12

Vitamin B12 didapatkan dari kobalamin dalam makanan, terutama bersumber dari
hewani, sekunder dri yang diproduksi mikroorganisme. Tubuh tidak mampu mensintesis vitamin
B12. Asupan vitamin B12 yang dianjurkan WHO-FAO (1989) untuk bayi 0.1ug/hari, dewasa
1.0ug/hari. Vitamin B12 dilepaskan dalam suasana keasaman lambung yang bergabung dengan
protein R dan faktor intrinsic (FI), melewati duodenum, kemudian protease pancreas akan
memecah protein R, dan diabsorbsi di ileum distal melalui reseptor spesifik untuk FI-kobalamin.
Vitamin B12 dosis tinggi dapat berdifusi melalui mukosa usus dan mulut. Didalam plasma
kobalamin berikatan dengan protein transport (transcobalamin II) yang akan membawa vitamin
B12 ke hati, sumsum tulang dan jaringan tempat penyimpanan lainnya. TC-II memasuki sel
melalui reseptor dengan cara endositosis, dan kobalamin dikonversi dalam bentuk aktif
(metilkobalamin dan adenosilkobalamin) yang penting untuk transfer kelompok metal dan
sintesis DNA. Plasma juga mengandung 2 protein yang terikat vitamin B12 yaitu TC-I dan TC-
II, keduanya tidak memiliki peranan transport spesifik tetpi diketahui dpat menggambarkan
penyimpanan vitamin B12 dalam tubuh.
19
3. Manifestasi klinis

Gejala klinik sering timbul perlahan-lahan berupa pucat, mudah lelah dan anoreksia.
Gejala pada bayi yang menderita defisiensi asam folat adalah iritabel, gagal mencapat berat
badan yang cukup dan diare kronis. Perdarahan karena trombositopenia terjadi pada kasus yang
berat. Pada anak yang lebih besar gejala dan tanda yang muncul berhubungan dengan anemianya
dan proses patologis penyebab defisiensi asam folat tersebut. Defisiensi asam folat sering
menyertai kwarshiorkor, marasmus atau sprue.

Anemia megaloblastik ringan dilaporkan terjadi pada bayi lahir sangat rendah sehingga
dianjurkan untuk diberikan suplementasi asam folat secara rutin. Puncak insiden anemia
megaloblastik terjadi pada usia 4-7 bulan.

Pada anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12 disamping gejala yang tidak
spesifik seperti lemah, lelah, gagal tumbuh atau iritabeljuga ditemukan gejala pucat, glositis,
muntah, diare dan ikterus. Kadang-kadang timbul gejala neurologis seperti parestesia, deficit
sensori, hipotonia, kejang, keterlambatan perkembangan regresi perkembangan dan perubahan
neuropsikiatrik. Masalah neurologis karena defisiensi vitamin B12 dapat terjadi pada keadaan
yang tidak disertai kelainan hematologis.

Anemia pernisiosa merupakan anemia yang disebabkan karena kerusakan faktor intrinsic
yang dihasilkan sel parietal gaster oleh karena aktivitas lymphocyte mediated immune.
Kekurangan FI menyebabkan terjadinya malabsorbsi vitamin B12.

4. Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat


didapatkan anemia makrositik (MCV>100Fl), anisositosis dan poikilositosis, retikulositopenia
dan sel darah merah berinti dengan morfologi megaloblastik. Pada defisiensi yang lama dapat
disertai trombositopenia dan neutropenia. Neutrofil besar-besar dengan nucleus hipersegmentasi.
Kadar asam folat serum menurun. Pada defisiensi kronis kadar folat dalam sel darah merah
merupakan indicator yang paling baik. Kadar besi dan vitamin B12 serum normal atau
meningkat. Kadar LDH meningkat jelas. Sumsum tulang hiperseluler karena terdapat hyperplasia

20
eritroid. Perubahan megaloblastik jelas meski masih ditemukan precursor sel darah merah yang
normal.

Pada anemia karena defisiensi vitamin B12, kadar vitamin B12 <100pg/ml(menurun).
Kadar besi dan asam folat serum normal atau meningkat. Kadar LDH meningkat
menggambarkan adanya eritropoiesis yang tidak efektif. Dapat disertai peningkatan kadar
bilirubin sampai 2-3 mg/dl. Masa hidup eritrosit berkurang. Terdapat peningkatan ekskresi asam
metilmalonik dalam urin dan ini merupakan indeks defisiensi vitamin B12 ynag sensitive. Pda
pemeriksaan tes Schilling dengan cara radiolabeled B12 absorption test akan menunjukkan
absorbs kobalamin yang rendah yang menjadi normal setelah pemberian faktor intrinsic
lambung.

5. Diagnosis

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan


laboratorium. Pada anamnesis ditemukan keluhan karena gejala anemianya, kemudian dicari
informasi ke arah faktor etiologi atau predisposisi seperti riwayat diet, riwayat operasi, riwayat
pemakaian obat-obatan sepeti antibiotic, antikonvulsan, gejala saluran cerna seperti malabsorbsi,
diare. Pada pemeriksaan fisik didapatkan anemia, ikterus ringan, lemon yellow skin, glositis,
stomatitis, purpura, neuropati. Pemeriksaan laboratorium awal adalah pemeriksaan darah rutin
termasuk indeks eritrosit, apus darah tepi dan sumsum tulang. Selanjutnya untuk diagnosis pasti
dilakukan pemeriksaan kadar asam folat, vitamin B12 dan tes Schilling sesuai indikasi.

6. Penatalaksanaan

a) Anemia megaloblastik karena defisiensi asam folat

Terapi awal dimulai dengan pemberian asam folat dengan dosis 0.5-1mg/hari, diberikan
peroral atau parenteral. Respon klinis dan hematologis dapat timbul segera, dalam 1-2 hari
terlihat perbaikan nafsu makan dan keadaan membaik. Dalam 24-48jam terjadi penurunan kadar
besi serum dan dalam 2-4 hari terjadi peningkatan kadar retikulosit yang mencapai puncaknya
pada hari 4-7, diikuti kenaikan kadah Hb menjadi normal dalam waktu 2-6 minggu. Lamanya
pemberian asam folat tidak diketahui secara pasti, namun biasanya terapi diberikan selama
beberapa bulan sampai terbentuk populasi eritrosit yang normal. Pendapat lain menyatakan
21
pemberian asam folat dilanjutkan selama 3-4 minggu sampai sudah terjadi perbaikan
hematologis yang menetap, dilnjutkan pemeliharaan dengan multivitamin yang mengandung
0.2mg asam folat.

Pada keadaan diagnosis pasti masih diragukan dapat dilakukan tes diagnostic dengan
pemberian preparat asam folat dosis kecil 0.1mg/ hari selama 1 minggu karena respon
hematologis diharapkan sudah terjadi dalam 72 jam. Dosis yang lebih besar dapat memperbaiki
anemia karena defisiensi vitamin B12 namun dapat memperburuk kelainan neurologisnya.
Transfuse diberikan hanya pada keadaan anemia yang sangat berat.

b) Anemia megaloblastik karena defisiensi vitamin B12

Respon hematologis segera terjadi setelah pemberian vitamin B12 1mg parenteral,
biasanya terjadi retikulosis pada hari 2-4, kecuali jika disertai denga penyakit inflamasi.
Kebutuhan fisiologis vitamin B12 adalah 1-5ug/hari dan respon hematologis telah terjadi pada
pemberian vitamin B12 dosis rendah, hal ini menunjukkan bahwa pemberian dosis rendah dapat
dilakukan sebagai tes terapeutik pada keadaan diagnosis defisiensi vitamin B12 masih diragukan.
Jika terjadi perbaikan neurologis, harus diberikan injeksi vitamin B12 1 mg intramuscular
minimal selama 2 minggu. Kemudian dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan seumur hidup
dengan cara pemberian injeksi 1mg vitamin B12/ bulan. Pada keadaan risiko terjadi defisiensi
vitamin B12(seperti pada gastrektomi total, reseksi ileum) dapat diberikan pemberian vitamin
B12 profilaksis.

7. Prognosis

Pada umumnya baik, kecuali bila ada komplikasi kardiovaskular atau infeksi yang berat.

ANEMIA APLASTIK

1. Definisi

Keadaan yang disebabkan berkurangnya sel-sel darah dalam darah tepi sebagai akibat
terhentinya pembentukan sel hemapoetik dalam SSTL, sehingga penderita mengalami
pansitopenia yaitu kekurangan sel darah merah, sel darah putih dan trombosit.Secara morfologis
22
sel-sel darah merah terlihat normositik dan normokrom, hitung retikulosit rendah atau hilang,
biopsi sumsum tulang menunjukkan keadaan yang disebut pungsi kering dengan hipoplasia yang
nyata dan terjadi penggantian dengan jaringan lemak.1,4

2. Klasifikasi

Anemia aplastik dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :

 Kongenital

Timbul perdarahan bawah kulit diikuti dengan anemia progresif dengan


clinical onset 1,5-22 tahun, rerata 6-8 tahun. Salah satu contoh adalah sindrom
fanconi yang bersifat constitusional aplastic anemia resesif autosom, pada 2/3
penderita disertai anomali kongenital lain seperti mikrosefali, mikroftalmi,
anomali jari, kelainan ginjal, perawakan pendek, hiperpigmentasi kulit.

 Didapat

Disebabkan oleh radiasi sinar rontgen dan sinar radioaktif, zat kimia
(seperti benzena, insektisida, As, Au, Pb), obat-obatan (seperti kloramfenikol,
busulfan, metotrexate, sulfonamide, fenilbutazon), individual seperti alergi,
infeksi seperti hepatitis, serta sebab-sebab lain seperti keganasan, penyakit ginjal,
penyakit endokrin. Yang paling sering bersifat idiopatik.

3. Patofisiologi

Ada 3 teori yang dapat menerangkan patofisiologi penyakit ini yaitu:

1. Kerusakan sel induk hematopoietic

2. Kerusakan lingkungan mikrosumsum tulang

3. Proses imunologik yang menekan hematopoiesis

23
Keberadaan sel induk hematopoietic dapat diketahui lewat petanda sel yaitu CD 34, atau
dengan biakan sel. Dalam biakan sel padanan sel induk hematopoietic dikenal sebagai longterm
culture-initiating cell(LTC-IC), longterm marrow culture (LTMC), jumlah sel induk/CD 34
sangat menurun hingga 1-10% dari normal. Demikian juga pengamatan pada cobble-stone area
forming cell jumlah sel induk sangat menurun. Bukti klinis yang menyokong teori gangguan sel
induk ini adalah keberhasilan transplantasi sumsum tulang pada 60-80% kasus. Hal ini
membuktikan bahwa dengan pemberian sel induk dari luar akan terjadi rekonstruksi sumsum
tulang pada anemia aplastik. Beberapa sarjana menganggap gangguan ini disebabkan oleh proses
imunologis.

Kemampuan hidup dan daya proliferasi serta diferensiasi sel induk hematopoietic
tergantung pada lingkungan mikro sumsum tulang yang terdiri dari sel stroma yang
menghasilkan berbagai sitokin. Pada berbagai penelitian dijumpai bahwa sel stroma sumsum
tulang pasien anemia aplastik tidak menunjukkan kelainan dan menghasilkan sitokin perangsang
dalam jumlah normal sedangkan sitokin penghambat akan meningkat. Sel stroma dapat
menunjang pertumbuhan sel induk,tapi sel stroma normal tidak dapat menumbuhkan sel induk
yang berasal dari pasien. Berdasar tmuan tersebut, teori kerusakan lingkungan mikro sumsum
tulang main banyak ditinggalkan.

Pada pemakaian gangguan sel induk dengan siklosporin atau metilprednisolon memberi
kesembuhan sekitar 75% dengan ketahanan hidup jangka panjang menyamai hasil transplantasi
sumsum tulang. Keberhasilan imunosupresi ini sangat mendukung teori proses imunologik.

4. Gejala klinis dan hematologis

Secara klinis anak tampak pucat dengan berbagai gejala anemia lainnya seperti anoreksia,
lemah, palpitasi, sesak karena gagal jantung dan sebagainya. Oleh karena sifatnya aplasia sistem
hematopoietic, maka umumnya tidak ditemukan ikterus, pembesaran limpa, hepar maupun
kelenjar getah bening.

5. Diagnosis

Dibuat berdasarkan gejala klinis berupa panas, pucat, perdarahan tanpa adanya
organomegali. Gambaran darah tepi menunjukkan pansitopenia dan limfositosis relatif.
24
Diagnosis pasti ditentukan dengan pemeriksaan biopsy sumsum tulang yaitu gambaran sel sangat
kurang, banyak jaringan penyokong dan jaringan lemak, aplasia sistem eritropoietik,
granulopoietik dan trombopoietik. Di antara sumsum tulang yang sedikit ini banyak ditemukan
limfosit, sel SRE (sel plasma, fibrosit, osteoklas, sel endotel).

6. Pengobatan

 Pengobatan terhadap infeksi

Anak diisolasi dalam ruang khusus. Pemberian obat antibiotik hendaklah


dipilih yang tidak menyebabkan depresi sumsum tulang.

 Transfusi darah

Gunakan komponen darah bila harus melakukan transfuse darah. Hendaknya


harus diketahui bahwa tidak ada manfaatnya mempertahankan kadar hemoglobin
yang tinggi karena dengan transfuse darah yang terlampau sering, akan timbul depresi
terhadap sumsum tulang atau dapat menyebabkan timbulnya reaksi hemolitik (reaksi
transfusi), akibat dibentuknya antibody terhadap sel darah merah, leukosit dan
trombosit. Dengan demikian transfusi diberikan bila diperlukan. Pada keadaan yang
sangat gawat (perdarahan masif, perdarahan otak) dapat diberikan suspense
trombosit.

 Tranplantasi sumsum tulang

Ditetapkan sebagai terapi terbaik pada pasien anemia aplastik. Donor yang
terbaik berasal dari saudara kandung dengan Human Leukocyte Antigen (HLA)nya
cocok.

7. Prognosis

Bergantung pada:

1. Gambaran sumsum tulang hiposeluler atau aseluler

2. Kadar HbF yang lebih dari 200mg% memperlihatkan prognosis yang lebih baik.
25
3. Jumlah granulosit lebih dari 2000/mm3 menunjukkan prognosis yang lebih baik

4. Pencegahan infeksi sekunder, terutama di Indonesia karena kejadian infeksi masih


tinggi. Gambaran sumsum tulang merupakan parameter yang terbaik untuk
menentukan prognosis.

ANEMIA HEMOLITIK

Pada anemia hemolitik umur eritrosit menjadi lebih pendek (normal umur eritrosit 100-
120 hari). Gejala umum penyakit ini disebabkan adanya penghancuran eritrosit sehingga dapat
menimbulkan gejala anemi, bilirubin meningkat bila fungsi hepar buruk dan keaktifan sumsum
tulang untuk mengadakan kompensasi terhadap penghancuran tersebut (hipereaktif eritropoetik)
sehingga dalam darah tepi dijumpai banyak eritrosit berinti, retikulosit meningkat, polikromasi,
bahkan eritropoesis ektrameduler. Adapun gejala klinis penyakit ini berupa : menggigil, pucat,
cepat lelah, sesak napas, jaundice, urin berwarna gelap, dan pembesaran limpa.4

Penyakit ini dapat dibagi dalam 2 golongan besar yaitu :

a. Gangguan Intrakorpuskular (kongenital)

Kelainan ini umumnya disebabkan oleh karena ada gangguan dalam metabolisme.
Dapat dibagi menjadi 3 golongan yaitu :

1. Gangguan pada struktur dinding eritrosit

 Sferositosis

Umur eritrosit pendek, bentuknya kecil, bundar dan resistensi terhadap NaCl
hipotonis menjadi rendah. Limpa membesar dan sering disertai ikhterus, jumlah
retikulosit meningkat. Penyebab hemolisis pada penyakit ini disebabkan oleh kelainan
membran eritrosit. Pada anak gejala anemia lebih menyolok dibanding dengan
ikhterus. Suatu infeksi yang ringan dapat menimbulkan krisis aplastik. Utnuk
pengobatan dapat dilakukan transfusi darah dalam keadaan kritis, pengangkatan limpa
pada keadaan yang ringan dan anak yang agak besar (2-3 tahun), roboransia.1,4
26
 Ovalositosis (eliptositosis)

Sekitar 50-90% Eritrosit berbentuk oval (lonjong), diturunkan secara dominan,


hemolisis tidak seberat sferositosis, dengan splenektomi dapat mengurangi proses
hemolisis.4

 A beta lipoproteinemia

Diduga kelainan bentuk ini disebabkan oleh kelainan komposisi lemak pada
dinding sel.1,4

 Gangguan pembentukan nukleotida

Kelainan ini dapat menyebabkan dinding eritrosit mudah pecah.4

 Defisiensi vitamin E

2. Gangguan enzim yang mengakibatkan kelainan metabolisme dalam eritrosit

 Defisiensi G6PD

Akibat kekurangan enzim ini maka glutation (GSSG) tidak dapat direduksi.
Glutation dalam keadaan tereduksi (GSH) diduga penting untuk melindungi eritrosit
dari setiap oksidasi, terutama obat-obatan. Diturunkan secara dominan melalui
kromosom X. Penyakit ini lebih nyata pada laki-laki. Proses hemolitik dapat timbul
akibat atau pada : obat-obatan (asetosal, sulfa, obat anti malaria), memakan kacang
babi, alergi serbuk bunga, bayi baru lahir. Gejala klinis yang timbul berupa cepat
lelah, pucat, sesak napas, jaundice dan pembesaran hepar. Untuk terapi bersifat
kausal.1,4

 Defisiensi glutation reduktase

Disertai trombositopenia dan leukopenia dan disertai kelainan neurologis.4

27
 Defisiensi glutation

Diturunkan secara resesif dan jarang ditemukan.4

 Defisiensi piruvat kinase

Pada bentuk homozigot berat sekali sedang pada bentuk heterozigot tidak terlalu
berat. Khas dari penyakit ini adanya peninggian kadar 2,3 difosfogliserat (2,3 DPG).
Gejala klinis bervariasi, untuk terapi dapat dilakukan tranfusi darah.4,5

 Defisiensi triose phosphatase isomerase (TPI)

Menyerupai sferositosis tetapi tidak ada peningkatan fragilitas osmotik dan


hapusan darah tepi tidak ditemnukan sferosit. Pada bentuk homozigot bnersiaft lebih
berat.4

 Defisiensi difosfogliserat mutase


 Defisiensi heksokinase
 Defisiensi gliseraldehide 3 fosfat dehidrogenase

Ketiga jenis terakhir diturunkan secara resesif dan diagnosis ditgakkan dengan
pemeriksaan biokimia.4

3. Hemoglobinopatia

Hemoglobin orang dewasa normal teridi dari HbA (98%), HbA2 tidak lebih dari 2
% dan HbF tidak lebih dari 3 %. Pada bayi baru lahir HbF merupakan bagian terbesar
dari hemoglobinnya (95%), kemudian pada perkembangan konsentrasi HbF akan
menurun sehingga pada umur 1 tahun telah mencapai keadaan yang normal. Terdapat 2
golongan besar gangguan pembentukan Hemoglobin ini yaitu gangguan struktural
pembentukan hemoglobin (hemoglobin abnormal) misal HbE, HbS dan lain-lain, serta
gangguan jumlah (salah satu atau beberapa) rantai globin misal talasemia

28
DAFTAR PUSTAKA

1. Samitta, M. Bruce. Anemia, dalam Nelson, E Waldo., Kliegmen, Robert. Buku Ilmu
Kesehatan Anak. Jakarta: EKG. 2000; h 1680-1712.

2. Rusdiana, Nelly. Pendekatan Diagnosis Pucat pada Anak. Available at


http://respiratory.usu,.ac.id/handle/123456789/18404. Accessed on 18 July 2012.

3. Sylvia, A. Prince. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta: EGC.


1995; h 1253-1262.

4. Yuindartanto, Andrei. Anemia Pada Anak. Available at http://anemia-pada-


anak/2009/08/08. accessed on 15 July 2012.

5. Sari Wahyuni, Arlinda. Anemia Defisiensi Besi pada Balita. Avialable at:
http://library.usu.ac.id/download.anemia-defisiensi-besi-pada-anak. Accessed on 19
July 2012

6. Mahaderma, Alain. Anemia pada Anak. Available at: http://gejala-gejala-dan-tanda-


anemia-anak/28/02/2011. Accessed on 18 July 2012.

29

Anda mungkin juga menyukai