Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

Stroke adalah manifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal
maupun menyeluruh (global), yang berlangsung cepat, berlangsung lebih dari 24
jam, atau berakhir dengan kematian, tanpa ditemukannya penyebab selain
gangguan vaskular. Stroke termasuk salah satu dari sepuluh penyakit penyebab
kematian teratas di dunia. Berdasarkan laporan terbaru WHO terdapat 6,7 juta
kematian terjadi akibat stroke dari total kematian yang disebabkan oleh penyakit
tidak menular. Hasil Riset Kesehatan Dasar menunjukkan terjadinya peningkatan
prevalensi stroke di Indonesia dari 8,3 per1000 di tahun 2007 menjadi 12,1
per1000 di tahun 20131,2,3.
Stroke adalah suatu defisit neurologis mendadak akibat hemoragik atau
iskemia pada sirkulasi saraf otak. Stroke hemoragik merupakan 20% kasus dari
semua stroke. Sementara jenis yang tersering didapatkan adalah stroke iskemik,
yaitu sekitar 80% dari semua stroke. Stroke iskemik terjadi sekitar 80% sampai
85% dari total insden stroke yang diakibatkan obstruksi atau bekuan di satu atau
lebih arteri besar pada sirkulasi serebrum. Obstruksi ini dapat disebabkan karena
adanya bekuan (trombus) yang terbentuk di dalam pembuluh otak atau pembuluh
atau organ distal4.
Menurut Riskesdas jumlah penderita stroke di tahun 2007 usia 45-54
sekitar 8%, sedangkan pada tahun 2013 mencapai 10%. Selanjutnya jumlah
penderita stroke usia 55-64 tahun pada Riskesdas 2007 sebanyak 15% sedangkan
pada Riskesdas 2013 mencapai 24%. Sejalan dengan semakin meningkatnya usia
harapan hidup penduduk Indonesia, kecenderungan insidensi stroke juga
meningkat. Dari penelitian yang dilakukan di 12 Rumah Sakit di Medan pada
tahun 2001 terdapat 1263 kasus stroke terdiri dari 821 stroke iskemik dan 442
stroke hemoragik, dimana pasien yang meninggal berjumlah 201 orang (15,91%)
yang terdiri dari 98 orang (11,93%) stroke iskemik dan 103 orang (23,30%) stroke
hemoragik.

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Definisi
Stroke adalah suatu tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan
otak fokal (atau global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih dan dapat menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang
jelas selain vaskuler1.
Stroke Iskemik merupakan tanda klinis hilangnya fungsi neurologis otak
secara tiba-tiba akibat terbatas atau terhentinya sirkulasi darah terhadap area pada
otak6.
Stroke iskemik pada dasarnya disebabkan oleh oklusi pembuluh darah
otak yang kemudian menyebabkan terhentinya pasokan oksigen dan glukosa ke
otak. Stroke ini sering disebabkan oleh trombosis akibat plak aterosklerosis arteri
otak (intrakranial) atau suatu emboli dari pembuluh darah luar otak yang
tersangkut di arteri otak. Stroke jenis ini merupakan stroke yang sering
didapatkan, sekitar 80% dari semua stroke. Stroke jenis ini juga bisa disebabkan
berbagai hal yang menyebabkan terhentinya aliran darah otak, antara lain syok
hipovolemi dan berbagai penyakit lain7.

2.2. Etiologi
Stroke iskemik disebabkan oleh peristiwa terhentinya aliran darah pada
bagian otak akibat trombo-embolisme atau hipoperfusi relatif sehingga neuron-
neuronnya berhenti berfungsi. Adapun penyebab terhentinya aliran darah tersebut
adalah: trombosis akibat plak aterosklerosis arteri otak atau yang memberi
vaskularisasi pada otak, atau emboli dari pembuluh darah di luar otak yang
tersangkut di arteri otak6,7.
Iskemia otak terjadi akibat gangguan aliran darah ke otak. Secara
patologik suatu infark dibagi dalam8:
1) Trombosis pembuluh darah

2
Hal ini berhubungan erat dengan aterosklerosis (terbentuknya ateroma)
dan arteriosklerosis. Aterosklerosis dapat menimbulkan bermacam-macam
manfestasi klinik dengan cara menyempitkan lumen pembuluh darah dan
mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
2) Emboli
Sumber emboli berasal dari berbagai tempat yakni kelainan jantung atau
ateroma yang terlepas dan mengikuti aliran darah sehingga menyebabkan
obstruksi arteri serebri.
3) Arteritis sebagai akibat dari lues/arteritis temporalis
Sedangkan menurut WHO Stroke iskemik disebabkan oklusi arteri serebri1.
a) Trombus dapat disebabkan secara langsung pada tempat tersebut (stroke
iskemik trombotik). Gejala utama timbulnya defisit neurologik secara
mendadak/subakut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu
istirahat atau bangun pagi dan kesadaran biasanya tak menurun. Biasanya
terjadi pada usia lebih dari 50 tahun. Pada pungsi lumbal, Liquor Cerebro
Spinalis (LCS) jernih, tekanan normal, dan eritrosit kurang dari 500.
Pemeriksaan CT Scan dapat dilihat adanya daerah hipodens yang
menunjukkan infark/iskemik dan edema.
b) Embolus dari sirkulasi yang mengikuti aliran darah sehingga
menyebabkan obstruksi arteri serebri (stroke iskemik embolik). Stroke ini
terjadi pada usia lebih muda, mendadak dan pada waktu aktif. Sumber
emboli berasal dari berbagai tempat yakni kelainan jantung atau ateroma
yang terlepas.

2.3. Klasifikasi
Berdasarkan stadium atau perjalanan penyakitnya, stroke diklasifikasikan
menjadi9:
a) Transient Ischemic Attack
Gangguan neurologis lokal yang terjadi selama beberapa menit sampai jam
saja. Gejala yang muncul akan hilang dengan spontan dan sempurna dalam
waktu kurang dari 24 jam

3
b) Reversible Ischemic Neurologic
Defisit Terjadi lebih lama dari pada TIA, gejala hilang lebih dari 24 jam
tetapi tidak lebih dari 1 minggu.
c) Stroke in evolution
Perkembangan stroke perlahan-lahan sampai alur munculnya gejala makin
lama semakin buruk, proses progresif beberapa jam sampai beberapa hari.
d) Completed stroke
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen. Sesuai
dengan namanya, stroke komplit dapat diawali oleh serangan TIA
berulang.
Stroke iskemik secara patologik dapat dibagi tiga yaitu Trombosis
pembuluh darah (thrombosis serebri), Emboli serebri, Arteritis sebagai akibat dari
lues/arteritis temporalis. Sedangkan berdasarkan bentuk klinisnya stroke iskemik
diklasifikasikan menjadi8:
a) Serangan Iskemik Sepintas/Transient Ischemic Attack (TIA) pada bentuk
ini gejala neurologic yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak
akan menghilang dalam waktu 24 jam.
b) Defisit Neurologik Iskemik Sepintas/Reversible Ischemic Neurological
Deficit (RIND), gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam
waktu lebih lama dari 24 jam, tapi tidak lebih dari seminggu.
c) Stroke Progresif (Progessive Stroke/stroke in evolution), stroke yang
gejala neurologiknya makin lama makin berat.
d) Stroke Komplet (Completed Stroke/Permanent Stroke), stroke yang gejala
klinisnya sudah menetap

2.4. Patofisiologi
Pada stroke iskemik, berkurangnya aliran darah ke otak menyebabkan
hipoksemia daerah regional otak dan menimbulkan reaksi berantai yang berakhir
dengan kematian sel-sel otak dan unsur-unsur pendukungnya10.
Secara umum daerah regional otak yang iskemik terdiri dari bagian inti
(core) dengan tingkat iskemik terberat dan berlokasi di sentral. Daerah ini akan

4
menjadi nekrotik dalam waktu singkat jika tidak ada reperfusi. Di luar daerah core
iskemik, terdapat daerah penumbra iskemik. Sel-sel otak jaringan pendukungnya
belum mati, akan tetapi sangat berkurang fungsi-fungsinya dan menyebabkan
juga defisit neurologis. Tingkat iskemiknya makin keperifer makin ringan. Daerah
penumbra iskemik, di luarnya dapat dikelilingi oleh suatu daerah hiperemik akibat
adanya aliran darah kolateral. Daerah penumbra iskemik inilah yang menjadi
sasaran terapi agar dapat direperfusi dan selsel otak berfungsi kembali10.
Stroke iskemik terjadi apabila terjadi oklusi atau penyempitan aliran darah
ke otak. Otak membutuhkan oksigen dan glukosa sebagai sumber energi agar
fungsinya tetap baik. Di otak sendiri hampir tidak ada cadangan oksigen, dengan
demikian otak sangat tergantung pada keadaan aliran darah setiap saat. Aliran
darah otak atau Cerebral Blood Flow (CBF) dijaga pada kecepatan konstan antara
50-150 mmHg. Aliran darah ke otak dipengaruhi oleh faktor8.
1) Keadaan pembuluh darah
Bila menyempit akibat stenosis atau ateroma atau tersumbat oleh
trombus/embolus maka aliran darah otak terganggu.
2) Keadaan darah
Viskositas darah yang meningkat, polisitemia menyebabkan aliran darah
ke otak lebih lambat; anemia yang berat menyebabkan oksigenasi otak
menurun.
3) Tekanan darah sistemik.
Autoregulasi serebral merupakan kemampuan intrinsik otak untuk
mempertahankan aliran darah ke otak tetap konstan walaupun ada
perubahan tekanan perfusi otak.
4) Adanya kelainan jantung
Kelainan berupa fibrilasi, blok jantung menyebabkan menurunnya curah
jantung. Selain itu, lepasnya embolus juga menimbulkan iskemia di otak
akibat oklusi lumen pembuluh darah
Trombus, emboli yang terjadi mengakibatkan terjadinya iskemik, sel otak
kehilangan kemampuan menghasilkan energi terutama adenosin trifosfat (ATP),
pompa Natrium Kalium ATPase gagal sehingga terjadi depolarisasi (Natrium

5
berada dalam sel dan Kalium diluar sel) dan permukaan sel menjadi lebih negatif,
kanal Kalsium terbuka dan influk Kalsium kedalam sel keadaan depolarisasi ini
merangsang pelepasan neurotransmiter eksitatorik yaitu glutamat yang juga
menyebabkan influk kalsium kedalam sel, Sehingga terjadi peningkatan Kalsium
dalam sel. Glutamat yang dibebaskan akan merangsang aktivitas kimiawi dan
listrik di sel otak lain dengan melekatkan ke suatu molekul di neuron lain, reseptor
N-metil D-aspartat (NMDA). Pengikatan reseptor ini memicu pengaktifan enzim
nitrat oksida sintase (NOS) yang menyebabkan terbentuknya molekul gas, Nitrat
oksida (NO). Pembentukan NO yang terjadi dengan cepat dan dalam jumlah
besar melemahkan asam deoksiribonukleat (DNA) neuron, dan mengaktifkan
enzim Poly ADP (Adenosine Diphospate) – Ribose Polymerase (PARP). Enzim
ini menyebabkan dan mempercepat eksitotoksitas setelah iskhemik serebrum
sehingga terjadi deplesi energi sel yang hebat dan kematian sel. Peningkatan
Kalsium intra sel mengaktifkan protease (enzim yang mencerna protein sel),
Lipase (enzim yang mencerna membran sel) dan radikal bebas yang terbentuk
akibat jenjang sistemik. Sel-sel otak mengalami infark, jaringan otak mengalami
odema, sehingga perfusi jaringan cerebral terganggu. Sawar otak mengalami
kerusakan akibat terpajan terhadap zat-zat toksik, kehilangan autoregulasi otak
sehingga Cerebral Blood Flow (CBF) menjadi tidak responsif terhadap perbedaan
tekanan dan kebutuhan metabolik. Kehilangan autoregulasi adalah penyulit stroke
yang berbahaya dan dapat memicu lingkaran setan berupa peningkatan odema
otak dan peningkatan tekanan intrakranial dan semakin luas kerusakan neuron.
Odema otak juga akan menekan struktur-struktur saraf didalam otak sehingga
timbul gejala sesuai dengan lokasi lesi4.
Patofisiologi seluler serangan stroke iskemik berulang tidak jauh berbeda
dengan mekanisme serangan pertama. Sementara area dan mekanisme stroke
iskemik berulang aterosklerosis arteri besar intrakranial, sama dengan serangan
yang pertama. Pada area aterosklerosis arteri ekstrakranial, lokasi dan
mekanismenya sering tidak bisa diprediksi. Maka frekuensi serangan ulang pada
area vaskuler yang berbeda karena oklusi mendadak pada pembuluh darah yang
sebelumnya normal pada serangan pertama menyebabkan manifestasi klinis stroke

6
semakin memburuk. Hal ini diduga akibat progresi stenosis/oklusi pembuluh
darah yang meningkatkan resiko peristiwa gangguan vaskuler11.

2.5. Gejala dan Manifestasi Klinis


Gejala neurologik yang timbul akibat stroke di otak bergantung pada berat
ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Gejala utama stroke iskemik
akibat thrombosis serebri ialah timbulnya defisit neurologik secara mendadak /sub
akut, didahului gejala prodromal, terjadi pada waktu istirahat atau bangun pagi
dan kesadaran biasanya tidak menurun8.
Gambaran klinis utama yang berkaitan dengan insufisiensi arteri ke otak
akibat stroke iskemik disebut sindrom neurovaskular, diantaranya4:
a. Arteri karotis interna (sirkulasi anterior : gejala biasanya unilateral).
Cabang-cabang arteria karotis interna adalah arteria oftalmika, arteria
komunikantes posterior, arteria koroidalis anterior, arteria serebri anterior,
arteria serebri media. Dapat timbul berbagai sindrom diantaranya kebutaan
satu mata, gejala sensorik dan motorik di ektermitas kontra lateral karena
insufisiensi arteria serebri media. Bila lesi terjadi di daerah antara arteria
serebri anterior dan media atau arteria serebri media , gejalanya mula mula
pada ekstremitas atas (misalnya, tangan lemah, baal).
b. Arteria serebri media (tersering),
Gejalanya adalah hemiparesis atau monoparesis kontralateral (biasanya
mengenai lengan), kadang-kadang hemianopsia (kebutaan) kontralatera,
afasia global (apabila hemisfer dominan terkena): gangguan semua fungsi
yang berkaitan dengan bicara dan komunikasi dan disfasia.
c. Arteri Serebri Anterior
Gejalanya adalah kebingungan, kelumpuhan kontralateral yang lebih besar
di tungkai, lengan proksimal juga mungkin terkena, gerakan volunteer
tungkai yang bersangkutan terganggu, deficit sensorik kontralateral,
Demensia, gerakan menggengam, reflex patologik (disfungsi lobus
frontalis).
d. Sistem Vertebrobasilar (sirkulasi posterior : manifestasi biasanya bilateral)

7
Gejalanya adalah kelumpuhan disatu sampai ke empat ekstremitas,
meningkatnya reflek tendon, ataksia, tanda babinski bilateral, tremor,
vertigo, disfagia, disartria, sinkop, stupor, koma, pusing, gangguan daya
ingat, disorientasi, gangguan penglihatan (diplopia, nistagmus, ptosis)
tinitus, gangguan pendengaran, rasa baal di wajah, mulut atau lidah.
e. Arteri serebri posterior (di lobus otak tengah atau thalamus)
Gejalanya adalah koma, hemiparesis kontralateral, afasia visual atau
aleksia.

2.6. Diagnosis
Penegakan diagnosis stroke dapat dilakukan dengan mengenali gejala
stroke, seperti: kelemahan tiba-tiba atau kaku pada wajah, lengan, dan kaki yang
biasanya menyerang satu sisi tubuh. Gejala lain berupa kebingungan, kesulitan
bicara atau memahami kata-kata, gangguan penglihatan pada satu atau kedua
mata, kehilangan keseimbangan atau koordinasi, sakit kepala hebat, pingsan atau
hilang kesadaran12.
Untuk mendiagnosis stroke, konsensus nasional pengelolaan stroke di
Indonesia antara lain adalah sebagai berikut13:
a) Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan temuan klinis.
b) CT scan tanpa kontras merupakan pemeriksaan baku emas untuk
menentukan jenis patologi stroke, lokasi dan ekstensi lesi serta
menyingkirkan lesi non vaskuler.
c) Pungsi lumbal dapat dilakukan bila ada indikasi khusus.
d) MRI dilakukan untuk mendeteksi lesi patologik stroke secara lebih tajam
darah ekstrakranial dan intracranial dalam membantu evaluasi diagnostik,
etiologik, terapi dan prognostic
Riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik juga digunakan dalam mengkaji
luasnya disfungsi neurologis dan mengidentifikasi faktor risiko aterotrombosis
serta kondisi medis yang menyertai. Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk
mengidentifikasi kemungkinan penyebab stroke (mis. sindrom hiperviskositas,
koagulopati), komplikasi terkait stroke, untuk menetapkan dasar parameter

8
koagulasi, dan untuk mengidentifikasi faktor risiko aterosklerosis generalisata
(mis. dislipidemia). Semua pasien yang diduga stroke harus menjalani
pemeriksaan CT Scan atau MRI untuk menentukan lokasi dan jenis stroke juga
untuk menyingkirkan penyebab gejala neurologis nonvaskular. MRI lebih sensitif
dibanding CT untuk mendeteksi infark otak dalam 72 jam pertama, namun CT
lebih unggul dalam membedakan perdarahan dan iskemia pada lesi akut. Pungsi
lumbal digunakan untuk mendiagnosis perdarahan subaraknoid bila CT/MRI tidak
tersedia atau menunjukkan hasil negatif. Tidak adanya darah dalam cairan pungsi
menyingkirkan diagnosis perdarahan subaraknoid atau intraserebral.
Ekokardiorgam digunakan untuk menilai jenis dan luasnya penyakit
miokardial/valvular ketika emboli kardiogenik diduga sebagai penyebab stroke16.

2.7. Tatalaksana
Penatalaksanaan stroke menurut Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf
Indonesia adalah13:
1. Pengobatan terhadap hipertensi, hipoglikemia/hiperglikemia, pemberian
terapi trombolisis, pemberian antikoagulan, pemberian antiplatelet dal
lain-lain tergantung kondisi klinis pasien.
2. Pemberian cairan, pada umumnya kebutuhan cairan 30 ml/kgBB/hari
(parenteral maupun enteral), cairan parenteral yang diberikan adalah yang
isotonis seperti 0,9% salin.
3. Pemberian Nutrisi, Nutrisi enteral paling lambat sudah harus diberikan
dalam 48 jam, nutrisi oral hanya boleh diberikan setelah tes fungsi
menelan baik. Bila terdapat gangguan menelan atau kesadaran menurun
nutrisi diberikan melalui pipa nasogastrik.
4. Pencegahan dan penanganan komplikasi, mobilisasi dan penilaian dini
untuk mencegah komplikasi (aspirasi, malnutrisi, pneumonia, thrombosis
vena dalam, emboli paru, kontraktur) perlu dilakukan.
5. Rehabilitasi, direkomendasikan untuk melakukan rehabilitasi dini setelah
kondisi medis stabil, dan durasi serta intensitas rehabilitasi ditingkatkan
sesuaikan dengan kondisi klinis pasien. Setelah keluar dari rumah sakit

9
direkomendasikan untuk melanjutkan rehabilitasi dengan berobat jalan
selama tahun pertama setelah stroke.
6. Penatalaksanaan medis lain, pemantauan kadar glukosa, jika gelisah
lakukan terapi psikologi, analgesik, terapi muntah dan pemberian H2
antagonis sesuai
Sementara penatalaksanaan khusus terhadap stroke iskemik adalah
sebagai berikut13:
1. Pemberian antiplatelet dengan dosis awal 325 mg dalam 24 jam sampai 48
jam setelah awitan stroke dianjurkan untuk setiap stroke iskemik akut.
2. Jika direncanakan pemberian trombolitik, aspirin jangan diberikan.
3. Pemberian terapi trombolisis recombinant Tissue Plasminogen Activator
(rTPA) secara umum memberikan keuntungan reperfusi dari lisisnya
trombus dan perbaikan sel serebral yang bermakna. Dosis pemberian rTPA
adalah 0,9 mg/kgBB (maksimum 90 mg), 10% dari dosis total diberikan
sebagai bolus inisial, dan sisanya diberikan sebagai infus selama 60 menit.
Terapi ini harus diberikan dalam rentang waktu 3 jam dari onset tanpa
disertai perdarahan atau tanda-tanda infark dini pada hasil CT-Scan, dan
dengan tekanan darah < 185 mmHg sistolik dan < 110 mmHg diastolik.

2.8. Komplikasi
Pasien stroke berisiko tinggi mengalami komplikasi medis serius setelah
mendapat serangan stroke. Adapun komplikasi yang dapat timbul adalah sebagai
berikut12:
a) Imobilisasi dalam waktu yang lama pada pasien stroke dapat
meningkatkan risiko trombosis vena dalam pada ekstremitas inferior, juga
kelemahan otot dan penurunan fleksibilitas otot.
b) Jika stroke mempengaruhi otot-otot yang bekerja untuk proses menelan
maka akan berisiko aspirasi ke paru-paru dan menyebabkan pneumonia.
c) Beberapa kondisi stroke juga dapat mempengaruhi otot-otot saluran
kemih, penderita membutuhkan kateter urin sampai dapat berkemih sendiri

10
kembali. Penggunaan kateter urin ini dapat menyebabkan infeksi saluran
kemih.
d) Kehilangan kontrol terhadap saluran cerna yang menyebabkan konstipasi
juga dapat terjadi setelah kejadian stroke

2.9. Prognosis
Prognosis dari stroke iskemik adalah dubia, tergantung luas dan letak lesi.
Penelitian yang dilakukan di Cornell Medical Center New York menunjukkan
bahwa dari 107 pasien, kesembuhan (dalam arti masih dapat hidup mandiri)
terbanyak pada usia antara 51 dan 70 tahun. Di atas rentang usia tersebut (71-80
tahun) dan di bawahnya (40 sampai dengan 50 tahun kesembuhan lebih sedikit.
Angka kematian 21%, 15% terjadi dalam bulan pertama, 19% setelah 3 bulan.
Pengobatan terjadi baik pada mortalitas dan morbiditas. Dari tahun 1965 sampai
tahun 1974 penurunan angka kematian karena stroke 2,4% perahun. Selama 5
tahun berikutnya lebih menurun lagi, sampai 5,9% per tahun. Indsidens dan
mortalitas dapat berbeda dari negara yang satu dengan yang lain: ini dapat oleh
karena diagnosis yang tidak akurat, utamanya diagnosis ke dalam subtipe, dan
pola pelaporan yang berbeda. Harus diingat kemungkinan adanya perubahan
subtipe Cerebrovaskular Disease (CVD), dan adanya pergeseran rata-rata usia
penderita dengan masing-masing subtipe16,17.

11
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1. Anamnesis
Identitas Pribadi
No. Rekam Medik : 66.50.33
Nama : S.M Manik
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 72 Tahun
Suku : Batak
Agama : Katholik
Alamat : Jl. Medan Percuit No 15 Kec.Labuhan Deli
Kab.Deli Serdang
Status : Menikah
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Tanggal Masuk : 20 Maret 2018

3.2. Riwayat Perjalanan Penyakit


3.2.1. Keluhan
Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran
Telaah : Hal ini dialami os satu hari ini sebelum
masuk Rumah Sakit. Mual dan muntah
tidak dijumpai. Os terlihat lemas.
Riwayat Penyakit : Stroke, Hipertensi
Terdahulu
Riwayat Penyakit : Tidak Jelas
Keluarga
Riwayat : Citicoline
Penggunaan Obat Catopril
Ceftriaxon

12
3.2.2. Anamnesa Traktus
Traktur Sirkulatorius : Hipertensi
Traktur Respiratorius : Dalam batas normal
Traktus Digestivus : Dalam batas normal
Traktus Urogenitalis : Dalam batas normal

3.2.3. Anamnesa Keluarga


Faktor Herediter : (-)
Faktor Familier : (-)
Lain-lain : (-)

3.2.4. Anamnesa Sosial


Imunisasi : Tidak Jelas
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SLTA
Perkawinan : Menikah

3.3. Pemeriksaan Jasmani


3.3.1. Pemeriksaan Umum
Tekanan Darah : 130/80 mmHg
Nadi : 98 x/i
Frekuensi Nafas : 21 x/i
Temperatur : 36,20C
Kulit : Ikterik (-), tugor kulit lambat
Leher : Dalam batas normal

3.3.2. Kepala dan Leher


Bentuk dan posisi : Normocephali, simetris
Pergerakkan : Terbatas karena lemah
Kelainan panca indera : Tidak dilakukan pemeriksaan
Rongga mulut dan gigi : Tidak dilakukan pemeriksaan

13
3.3.3. Rongga Dada dan Abdomen
Rongga Dada Rongga Abdomen
Inspeksi Simetris Fusiformis Simetris
Palpasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Perkusi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
pemeriksaan pemeriksaan
Auskultasi SP vesikuler, ST Peristaltik (+) normal
tidak dijumpai

3.3.4. Genitalia
Toucher : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.3.5. Ekstremitas
Superior : Oedem (-/-), akral hangat (+/+),
kebas (-/-), kelemahan (+/+)
Inferior : Oedem (-/-), akral hangat (+/+),
kebas (-/-), kelemahan (+/+)

3.4. Pemeriksaan Neurologis


3.4.1. Sensorium
Koma, GCS 5 (E1V1M3)
3.4.2. Kranium
Bentuk : Bulat
Fontanella : Tertutup
Palpasi : Pulsasi a. temporalis (+), a. carotis (+)
Perkusi : Tidak dilakukan pemeriksaan
Asukultasi : Dalam batas normal

3.4.3. Perangsangan Meningeal

14
Kaku kuduk : Tidak dijumpai
Kernig Sign : Tidak dijumpai
Tanda Brudzinski I : Tidak dijumpai
Tanda Brudzinski II : Tidak dijumpai

3.4.4. Peningkatan Tekanan Intrakranial


Muntah proyektil : Tidak dijumpai
Sakit Kepala : Tidak dijumpai
Kejang : Tidak dijumpai

3.4.5. Saraf Otak/Nervus Kranialis


Metaus Nasi Dextra Meatus Nasi Sinistra
Nervus I : TDP TDP

Nervus II OculiDextra (OD) OculiSinistra (OS)


Visus : TDP TDP
Lapangan Pandang
Normal : TDP TDP
Menyempit : TDP TDP
Hemianopsia : TDP TDP
Scotoma : TDP TDP
Refleks : TDP TDP
Pupil
Lebar : Ø 3 mm Ø 3 mm
Bentuk : Bulat Bulat
Refleks Cahaya : (+) (+)
langsung
Refleks Cahaya : (+) (+)
tak langsung

15
Fundus Okuli
Warna : TDP TDP
Batas : TDP TDP
Ekskavasio : TDP TDP
Arteri : TDP TDP
Vena : TDP TDP

Nervus III, IV, VI OculiDextra (OD) OculiSinistra (OS)


Gerakan Bola Mata : Sulit dinilai Sulit dinilai
Nistagmus : Tidak dijumpai Tidak Dijumpai
Deviasi Konjugate : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Fenomena Doll’s Eye : TDP TDP
Strabismus : Tidak dijumpai Tidak dijumpai

Nervus V Dextra Sinistra


Motorik
Membuka dan : Sulit dinilai Sulit dinilai
menutup mulut
Palpasi otot masseter : Sulit dinilai Sulit dinilai
dan temporalis
Kekuatan gigitatan : Sulit dinilai Sulit dinilai
Kulit : Sulit dinilai Sulit dinilai

Refleks Kornea
Langsung : Dijumpai Dijumpai
Tidak Langsung : Dijumpai Dijumpa

Nervus VII Dextra Sinistra


Motorik :
Mimik : Simetris Simetris

16
Kerut Kening : Sulit dinilai Sulit dinilai
Menutup Mata : Sulit dinilai Sulit dinilai
Meniup sekuatnya : Sulit dinilai Sulit dinilai
Memperlihatkan gigi : Sulit dinilai Sulit dinilai
Sudut mulut : Sulit dinilai Sulit dinilai
Tertawa : Sulit dinilai Sulit dinilai
Sensorik
Pengecapan 2/3 : TDP TDP
Depan Lidah TDP TDP
Produksi Kelenjar : Dalam batas normal Dalma batas normal
Ludah

Nervus VIII Dextra Sinistra


Auditorius
Tes Rinne : TDP TDP
Tes Weber : TDP TDP
Schwabach : TDP TDP
Vestibularis
Nistagmus : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Reaksi Kalori : TDP TDP
Vertigo : Tidak dijumpai Tidak dijumpai
Tinnitus : Tidak dijumpai Tidak dijumpai

Nervus IX, X
Pallatum Mole : Dalam batas normal
Uvula : Simetris
Disfgia : Sulit dinilai
Refleks Muntah : Dijumpai
Pengecapan 1/3 : Tidak dilakukan pemeriksaan
Belakang Lidah

17
Nervus XI Dextra Sinistra
Mengangkat bahu : TDP TDP
Menolehkan kepala : TDP TDP

Nervus XII
Lidah
Tremor : Tidak dijumpai
Atrofi : Tidak dijumpai
Fasikulasi : Tidak dijumpai
Ujung lidah sewatu istirahat : Sulit dinilai
Ujung lidah sewaktu dijulurkan Sulit dinilai

3.4.6. Sistem Motorik


Trofi : Normotrofi
Tonus Otot : Normotonus
Kekuatan Motorik : ESD: 00000/00000 ESS: 00000/00000
EID : 00000/00000 EIS : 00000/00000
Sikap : Sulit dinilai
(Duduk/berdiri/berbaring)
Gerakan Spantan Abnormal
Tremor : Tidak dijumpai
Khorea : Tidak dijumpai
Ballismus : Tidak dijumpai
Mioklonus : Tidak dijumpai
Atetotis : Tidak dijumpai
Distonia : Tidak dijumpai
Spasme : Tidak dijumpai
Tic : Tidak dijumpai

3.4.7. Tes Sensibilitas

18
Eksteroseptif : Sulit dinilai
Prioseptif : Sulit dinilai

3.4.8. Refleks
Dextra Sinistra
Refleks Fisiologis
Biceps : (+) (+)
Triceps : (+) (+)
APR : (+) (+)
KPR : (+) (+)
Refleks patologis
Babinski : (-) (-)
Oppenheim : (-) (-)
Chaddok : (-) (-)
Gordon : (-) (-)
Schaefer : (-) (-)
Hoffman-Tromner : (-) (-)
Klonus Lutut : (-) (-)
Klonus Kaki : (-) (-)
Klonus Primitf : (-) (-)

3.4.9. Koordinasi
Bicara : Sulit dinilai
Menulis : Tidak dilakukan pemeriksaan
Percobaan Apraksia : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes telunjuk-telunjuk : Tidak dilakukan pemeriksaan
Tes telunjuk-hidung : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Tumit-Lutut : Tidak dilakukan pemeriksaan
Test Romberg : Tidak dilakukan pemeriksaan

19
3.4.10. Vegetatif
Vasomotorik : Dalam batas normal
Sudomotorik : Dalam batas normal
Pilo-Erektor : Tidak dilakukan pemeriksaan
Miksi : Dalam batas normal
Defekasi : Dalam batas normal
Potens dan Libido : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.4.11. Vertebra
Bentuk
Normal : Dalam batas normal
Scoliosis : Dalam batas normal
Hiperlordosis : Dalam batas normal
Pergerakan
Leher : Sulit dinilai
Pinggang : Sulit dinilai

3.4.12. Tanda Perangsangan Radikuler


Laseque : Tidak dijumpai
Cross Laseque : Tidak dijumpai
Test Lhermitte : Tidak dijumpai
Test Naffziger : Tidak dijumpai

3.4.13. Gejala-Gejala Serebelar


Ataksia : Dijumpai
Disartria : Dijumpai
Tremor : Tidak dijumpai
Nistagmus : Tidak dijumpai
Fenomena Rebound : Tidak dilakukan pemeriksaan

20
Vertigo : Tidak dilakukan pemeriksaan

3.4.14. Gejala-Gejala Ekstrapiramidal


Tremor : Tidak dijumpai
Rigiditas : Tidak dijumpai
Bradikinesia : Tidak dijumpai

3.4.15. Fungsi Luhur


Kesadaran Kualitatif : Stupor
Ingatan Baru : Sulit dinilai
Ingatan Lama : Sulit dinilai
Orientasi
Diri : Sulit dinilai
Tempat : Sulit dinilai
Waktu : Sulit dinilai
Situasi : Sulit dinilai
Intelegensia : Sulit dinilai
Daya pertimbangan : Tidak dilakukan pemeriksaan
Reaksi Emosi : Sulit dinilai

3.5. Kesimpulan Pemeriksaan


Keluhan Utama : Penurunan Kesadaran

21
Telaah :

Hal ini dialami os 1


hari sebelum masuk
Rumah Sakit secara
tiba-tiba saat os sedang
beristirahat (sedang
menonton). Nyeri
kepala tidak dijumpai,
mual dan muntah tidak
dijumpai. Riwayat
penyakit darah tinggi
dijumpai sejak ± 10
tahun yang lalu dengan
pengobatan tidak
teratur. Riwayat sakit
gula dijumpai 10 tahun
yang lalu dengan
pengobatan tidak
teratur. Riwayat
penyakit jantung
disangkal. Riwayat
stroke yang dialami os
sudah ke 4 kalinya.
Riwayat trauma
disangkal. BAB dan
BAK dalam batas
normal.
Riwayat Penyakit Terdahulu : Hipertensi (+), DM (+)

Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak dijumpai

22
Riwayat Penggunaan Obat : Antihipertensi (tidak diketahui merk)

Status Present
Tekanan Darah : 160/90 mmHg

Frekuensi Nadi : 98 x/i

Frekuensi Nafas : 22 x/i

Temperatur : 36,20C

Status Neurologis
Sensorium : Compos Mentis
Peningkatan TIK : Muntah proyektil (-)
Sakit kepala (-)
Kejang (-)
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (-)
RefleksFisiologis Kanan Kiri
B/T : ++/++ +/+
APR/KPR : ++/++ +/+

RefleksPatologis Kanan Kiri


H/T : -/- -/-
Babinski : -/- -/-

Kekuatan Motorik : ESD : 00000/00000 ESS: 00000/00000


EID : 00000/00000 EIS : 00000/00000

Nervus Kranialis
N. I : Tidak dilakukan pemeriksaan
N. II,III : reflex cahaya +/+, pupil isokor Ø=3mm
N. III,IV,VI : Sulit dinilai

23
N. V : Mimik wajah simetris
N. VII : Sulit dinilai
N. VIII : Tidak dilakukan pemeriksaan
N. IX, X : Disfagia sulit dinilai
N.XI : Tidak dilakukan pemeriksaan
N.XII : Sulit dinilai

Pemeriksaan Laboratorium (20 Maret 2018)

Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan

Darah Rutin

Hemoglobin 10.3 11.7 – 15.5

Eritrosit 3.97 10^6/ 3.8 – 5.2/µl

Leukosit 15.36 4.000 – 11.000 µl

Trombosit 124.000 150.000-440.000/ µl

Kimia Klinik

Cholesterol Total 162 140- 200 mg/dl

HDL Cholesterol 11 35- 55 mg/dl

LDL Cholesterol 94,60 < 190 mg/dl

Trigliserida 282 10 – 190mg/dl

Ureum 220 10 – 50 mg/dl

Kreatinin 2,35 0.6 – 1.2 mg/dl

Asam Urat 19,10 3.5 – 7.0 md/dl

Glukosa Sewaktu 174 < 140 mg/dl

24
3.6. Diagnosis
Diagnosis Fungsional : Tetraparese
Diagnosis Etiologi : Stroke Iskemik
Diagnosis Anatomik : Cerebral
Diagnosis Banding : Tetraparese e.c. Stroke Iskemik e.c
cerebral infark
1. Stroke iskemik
2. Stroke Hemoragic
Diagnosis Kerja : Tetraparese e.c. Stroke Iskemik e.c
cerebral infark

3.7. Penatalaksanaan
- Bed rest
- O2 2 l nasal kanul
- NGT terpasang
- IVFD R.Sol 20 gtt/i
- Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
- Inj. Citicholin 500mg/8jam
- Amplodipin 10 mg 1x1 tab
3.8. Rencana
- Head CT-scan
- Konsul rehabilitasi medik
3.9. Prognosa
Dubia ad malam

25
BAB IV
FOLLOW UP PASIEN

S O A P

21 Maret 2018
Penurunan Status present Tetraparese.c. - Bed rest
Kesadaran Sensorium : Stroke - O2 2 l nasal kanul
Koma Iskemik e.c - NGT terpasang
TD : 160/90 cerebral - IVFD R.Sol 20 gtt/i
mmHg infark - Inj. Ranitidin 1
RR : 21x/i amp/12 jam
HR: 96 x/i - Inj. Citicholin
T : 36.5oC 500mg/8jam
- Amplodipin 10 mg
1x1 tab
22 Maret 2018
Penurunan Status present Tetraparese - Bed rest
Kesadaran Sensorium : e.c. Stroke - O2 2 l nasal kanul
Koma Iskemik e.c - NGT terpasang
TD : 160/100 cerebral - IVFD R.Sol 20 gtt/i
mmHg infark - Inj. Ranitidin 1
RR : 21x/i amp/12 jam
HR: 98 x/i - Inj. Citicholin
T : 36.4oC 500mg/8jam
- Amplodipin 10 mg
1x1 tab
23 Maret 2018
Penurunan Status present Tetraparese - Bed rest
Kesadaran Sensorium : e.c. Stroke - O2 2 l nasal kanul

26
Sopor Iskemik e.c - NGT terpasang
TD : 150/90 cerebral - IVFD R.Sol 20 gtt/i
mmHg infark - Inj. Ranitidin 1
RR : 21x/i amp/12 jam
HR: 95 x/i - Inj. Citicholin
T : 36.3oC 500mg/8jam
- Amplodipin 10 mg
1x1 tab
24 Maret 2018
Penurunan Status present Tetraparese - Bed rest
Kesadaran Sensorium : e.c. Stroke - O2 2 l nasal kanul
sopor Iskemik e.c - NGT terpasang
TD : 140/90 cerebral - IVFD R.Sol 20 gtt/i
mmHg infark - Inj. Ranitidin 1
RR : 21x/i amp/12 jam
HR: 96x/i - Inj. Citicholin
T : 36.3oC 500mg/8jam
- Amplodipin 10 mg
1x1 tab
25 Maret 2018
Penurunan Status present Tetraparese - Bed rest
Kesadaran Sensorium : e.c. Stroke - O2 2 l nasal kanul
Somnolent Iskemik e.c - NGT terpasang
TD : 130/90 cerebral - IVFD R.Sol 20 gtt/i
mmHg infark - Inj. Ranitidin 1
RR : 22x/i amp/12 jam
HR: 93 x/i - Inj. Citicholin
T : 36.1oC 500mg/8jam
- Amplodipin 10 mg
1x1 tab

27
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. 2006. The WHO STEP wise approach to stroke
surveillance. WHO
2. World Health Organization. 2014. Global status report on noncommunicable
diseases. Available from : http://www.who.int/nmh/publications/ncdstatus-
report-2014/en/. [Acessed 20 Maret 2018].
3. Riskesdas. 2013. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan.
Kementrian Kesehatan RI
4. Price, A. Sylvia. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit..
Penerbit Buku Kedokteran EGC.
5. Sibrani, E. 2013. Gambaran Obesitas pada Penderita Stroke Iskemik yang
Dirawat Inap di SMF Neurologi RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2012.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
6. Jauch, E.C., Stettler, B., Arnold, J.L., et al., 2015. Ischemic Stroke. Available
from: http://emedicine.medscape.com/article/1916852-overview. [Acessed
19 Maret 2018]
7. Martono, H., Kuswardini, RA.T., 2009. Strok dan penatalaksanaannya oleh
internis. Dalam: Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simardibrata, M.,
Setiati, S., Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid I edisi V. Internapublishing
pusat penerbitan ilmu penyakit dalam, Jakarta.
8. Harsono. 2007. Kapita Selekta Neurologi. Edisi ke-2. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press
9. Widyo, Kriswanto. 2014. Klasifikasi Stroke. Available from :
http://www.neurobethesda.com/klasifikasi-stroke/. [Acessed 25 November
2017]
10. Misbach, J., Janni, J. 2011. Diagnosis Stroke. Dalam: Misbach, J, Soretidewi
L, Janis J,. (Ed) Stroke. Aspek Diagnostik, Patofisiologi, Manajemen. Badan
Penerbit FK UI, Jakarta
11. Shin D.H., Lee P.H. and Bang O.Y. 2005. Mechanisms of Recurrence in
Subtypes of Ischemic Stroke. AMA. 62:1232-1237

28
12. National Institutes of Health. 2014. What is a stroke?. Available from :
http://www.nhlbi.nih.gov/health/health-topics/topics/stroke#. [Acessed 19
Maret 2018]
13. Kelompok Studi Serebrovaskuler. 2011. Guideline Stroke. Jakarta:
Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia
14. Goldszmidt, A.J., Caplan, L.R., 2011. Esensial Stroke. Jakarta: EGC
15. Bresler, M.J., Sternbach, G.L., 2006. Kedaruratan Non-Traumatik. Dalam
Manual Kedokteran DaruratEdisi 6. Jakarta : EGC
16. PMK No 5 Tentang Panduan Praktik Klinis Dokter di Fasyankes.
17. Widiastuti, M. 2000.Stroke Pengelolaan Mutakhir. Badan Penerbit
Universitas Diponegoro, Malang

29

Anda mungkin juga menyukai