JVK
JURNAL VOKASI KESEHATAN
http://ejournal.poltekkes-pontianak.ac.id/index.php/JVK
Melvy Purwanti1, Eka Ardiani Putri2, Muhammad In’am Ilmiawan3, Wilson4, Rozalina5
1
Program Studi Pendidikan Dokter, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak, Indonesia
2
Departemen Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak, Indonesia
3
Departemen Patologi Anatomi, Fakultas Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak, Indonesia
4
Departemen Psikiatri, Rumah Sakit Jiwa Singkawang, Indonesia
5
Departemen Psikiatri, Rumah Sakit Jiwa Sungai Bangkong Pontianak, Indonesia
CORRELATION BETWEEN STRESS LEVEL AND BODY MASS INDEX ON MEDICAL STU-
DENT OF TANJUNGPURA UNIVERSITY
Abstract
Stress is an unspecific body response disturbed body needs. The body mass index is an
indicator for the categories of underweight, normal, overweight, and obesity. The pur-
pose of this study was to determine the correlation between stress level and body mass
index on the student at the medical faculty of Tanjungpura University. This study was
an analitic the observasional with cross sectional design. A total of 79 students were
studied. The study was conducted in medical faculty of Tanjungpura University. Data
was analyzed by Spearman test . Result of this study showed that 28,6% students had
mild stress level and 45,2% had normal body mass index. Spearman test showed sig-
nificant correlation between stress level and body mass index (p= 0,000; r= -0,734).
There was significant correlation between stress level with body mass index among
medical students.
1
Melvy Purwanti dkk, Hubungan Tingkat Stres Dengan Indeks Massa Tubuh
48
2
JVK 3 (2) (2017) hlm. 47 - 56
tian. Perhitungan besar sampel menggunakan total an besar berusia 20 tahun. Berdasarkan pengukuran
sampling. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah indeks massa tubuh (IMT), jika diurutkan dari yang
tingkat stres, sedangkan variabel terikat dalam peneli- terbanyak hingga terkecil maka didapatkan sebagian
tian ini adalah Indeks Massa Tubuh. Analisis bivariat besar responden memiliki IMT normal diikuti obesi-
adalah analisis yang dilakukan terhadap dua variabel tas I, overweight, underweight kemudian obesitas II.
yang berhubungan atau berkorelasi, yaitu antara vari- Selain itu pada pengukuran tingkat stres didapatkan
abel bebas dan variabel terikat dengan uji statistik hasil jika diurutkan dari yang terbanyak sampai terke-
yang disesuaikan dengan skala data yaitu ordinal. Uji cil maka sebagian besar responden mengalami ting-
stastistik yang digunakan adalah uji Rank Spearman. kat stres ringan, diikuti tingkat stres sedang, tingkat
stres berat, normal dan terakhir tingkat stres sangat
Hasil Dan Pembahasan berat. Jika karakteristik jenis kelamin lebih lanjut di-
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Tingkat Stress
Karakteristik Jumlah Persentase Sangat
(%) Normal Ringan Sedang Berat
Berat
L-MMPI
Lulus 79 94
Tidak Lulus 5 6
Jenis Kelamin
Laki-laki 25 31,6 5 5 6 6 3
Perempuan 54 68,4 13 17 7 13 4
Usia
18 1 1,3 0 0 0 0 1
19 5 6,3 1 1 2 0 1
20 44 55,7 9 12 6 13 4
21 23 29,1 8 7 3 5 0
22 4 5,1 0 1 2 1 0
23 2 2,5 0 1 0 0 1
Indeks Massa
Tubuh
Underweight 7 8,9 5 1 0 1 0
Normal 34 43,0 12 18 1 1 2
Overweight 14 17,7 0 1 13 0 0
Obesitas I 19 24,1 1 1 0 16 1
Obesitas II 5 6,3 0 0 0 1 4
Tingkat Stres
Normal 18 22,8
Ringan 22 27,8
Sedang 13 16,5
Berat 19 24,1
Sangat Berat 7 8,9
Berdasarkan tabel 1 diatas, didapatkan bahwa jabarkan berdasarkan tingkat stres maka sebagian be-
hasil pengisian kuesioner L-MMPI (Lie-Score Min- sarjenis kelamin perempuan mengalami tingkat stres
nesota Multiphase Personality Inventory) untuk me- ringan, diikuti dengan tingkat stres berat dan sedang,
nilai kejujuran sebanyak 79 mahasiswa menjawab jika dibandingkan proporsinya perempuan lebih ban-
dengan jujur pertanyaan kuesioner tersebut sehing- yak mengalami stres daripada laki-laki. Karakteristik
ga dimasukkan dalam penelitian. Jika kita melihat usia responden jika dikaitkan dengan tingkat stres
karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin diperoleh sebagian besar pada usia 20 tahun dijumpai
dan usia didapatkan hasil bahwa sebagian besar re- responden mengalami tingkat stres ringan dan tingkat
sponden berjenis kelamin perempuan dan sebagi- stres berat dibandingkan yang normal.
49
3
Melvy Purwanti dkk, Hubungan Tingkat Stres Dengan Indeks Massa Tubuh
Berdasarkan tabel 2 berikut, melalui analisis statistik dapat diketahui faktor frekuensi makan, frek-
statistik uji Spearman diketahui bahwa nilai korelasi uensi cemilan, riwayat orangtua overweight, riwayat
tingkat stres dengan indeks massa tubuh adalah sebe- orangtua obesitas dan aktifitas fisik semuanya tidak
Kategori IMT
Uji
Tingkat Stres Under- Over- Obesitas Obesitas Total
Normal Spearman
weight weight I II
Normal 5 12 0 1 0 18
Ringan 1 18 2 1 0 22
Sedang 0 1 13 0 0 14 p = 0,000
Berat 1 1 0 16 1 19 r = 0,734
Sangat Berat 0 2 0 1 4 7
Total 7 34 15 19 5 84
sar 0,734 yang menunjukkan bahwa pada penelitian berbeda bermakna diantara semua kategori tingkat
ini terdapat hubungan yang kuat dan berhubungan stres. Hal tersebut berarti bahwa kelima faktor tidak
searah. Hal tersebut berarti semakin tinggi tingkat mempengaruhi indeks massa tubuh pada penelitian
stres maka semakin tinggi juga indeks massa tubuh. ini. Faktor-faktor yang mempengaruhi indeks mas-
Demikian juga diketahui bahwa taraf signifikansi sa tubuh adalah faktor genetik, asupan makanan yang
pada penelitian ini adalah 0,000 yang berarti terdapat berlebih dan kurangnya aktifitas fisik yang dilakukan
hubungan yang bermakna antara tingkat stres dengan oleh seseorang, semua hal tersebut dapat menye-
indeks massa tubuh. babkan terjadinya deposit lemak yang berlebih pada
Berdasarkan tabel 3 berikut, jika dilihat ber- jaringan tubuh atau dapat menyebabkan terjadinya
dasarkan karakteristik faktor-faktor yang mempen- kelebihan berat badan dan obesitas. Frekuensi makan
garuhi indeks massa tubuh maka berdasarkan analisis berpengaruh pada metabolisme lemak dan glukosa.
Tabel 3. Karakteristik Responden Berdasarkan Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Indeks Massa Tubuh
50
4
JVK 3 (2) (2017) hlm. 47 - 56
Apabila seseorang makan dengan porsi kecil dan Faktor stres dapat berasal dari keluarga dan ling-
frekuensi beberapa kali per hari, cenderung memili- kungan. Perbedaan tempat tinggal bagi mahasiswa
ki kandungan energi rendah seperti per sekali makan menjadi penyebab stres, seperti perbedaan tempat
daripada seseorang makan dengan porsi banyak ser- tinggal kost dan tinggal dengan keluarga. Hal terse-
ta frekuensi makan yang sering. Frekuensi cemilan but dikarenakan adanya tekanan yang berbeda yang
dan jenis makanan yang tinggi lemak (khususnya le- mungkin berasal dari orangtua dan lingkungan sekitar
mak jenuh) akan meningkatkan lemak viseral. Jenis tempat tinggal yang tidak mendukung selama masa
makanan yang dapat meningkatkan deposit lemak perkuliahan. Masalah tugas kuliah dan keuangan juga
tubuh adalah jajanan (street food). Hal ini sejalan menjadi penyebab stres, namun pada penelitian ini se-
dengan hasil penelitian Winarsi (2013), dilaporkan bagian besar responden tidak terdapat perbedaan yang
bahwa terdapat hubungan antara konsumsi jajanan bermakna yang artinya responden tidak menjadikan
(street food) dengan terjadinya peningkatan indeks hal tersebut sebagai stresor. Pengukuran dilakukan
massa tubuh (IMT). Aktivitas fisik berhubungan den- kembali pada responden setelah 6 bulan dari penguku-
gan indeks massa tubuh namun tergantung dari aktiv- ran pertama dan didapatkan hasil dari 79 responden
itas fisik yang dilakukan dan yang perlu diperhatikan sebanyak 17 orang yang tingkat stresnya tetap. Para
adalah durasi, intensitas, dan jenis dari aktivitas fisik responden tersebut kemudian indeks massa tubuhnya
yang dilakukan. Mahasiswa yang sibuk identik den- dibandingkan antara pengukuran awal dengan setelah
gan rendahnya tingkat aktivitas fisik dan peningkatan 6 bulan sebagaimana yang terlihat tabel 5 dibawah ini.
pola konsumsi khususnya fast food menyebabkan pe- Dari tabel 5 disamping, tampak bahwa pada
numpukan energi sebagai lemak sehingga terjadi pen- kelompok tingkat stres ringan dan tingkat stres se-
ingkatan indeks massa tubuh (Luba, 2014). dang sebagian besar responden mengalami peningka-
Tingkat Stres
Karakteristik Jumlah Fisher’s
Sangat
Normal Ringan Sedang Berat Exact
Berat
Test
Masalah
keluarga
Ya 20 5 6 3 5 1
P = 0,988
Tidak 59 13 16 10 14 6
Masalah tempat
tinggal
Ya 12 2 3 2 5 0
P = 0,621
Tidak 67 16 19 11 14 7
Masalah Tugas
Kuliah
Ya 48 12 13 10 10 3
P = 0,543
Tidak 31 6 9 3 9 4
Masalah
Keuangan
Ya 35 11 12 11 8 2
P = 0,084
Tidak 44 7 10 2 11 7
Berdasarkan tabel 4 di atas, jika dilihat berdasar- tan IMT dan sebagian lainnya mengalami penurunan
kan karakteristik faktor-faktor yang mempengaruhi IMT. Meskipun demikian analisis statistik pada kedua
tingkat stres maka berdasarkan analisis statistik dap- kelompok tersebut menunjukkan tidak terdapat per-
at diketahui faktor masalah keluarga, masalah tem- bedaan bermakna antara IMT saat pengukuran awal
pat tinggal, masalah tugas kuliah, masalah keuangan dengan IMT setelah 6 bulan. Pada kelompok tingkat
semuanya tidak berbeda bermakna diantara semua stres berat tidak ada perubahan IMT setelah 6 bulan
kategori tingkat stres. Hal tersebut berarti bahwa ke dan analisis statistik tidak dapat dilakukan karena
empat faktor tidak mempengaruhi stres pada peneli- jumlah responden hanya 1.
tian ini.
51
5
Melvy Purwanti dkk, Hubungan Tingkat Stres Dengan Indeks Massa Tubuh
Berdasarkan tabel 1, jika karakteristik re- dan cenderung mudah stres dikarenakan adanya pen-
sponden menurut jenis kelamin dijabarkan lebih garuh hormon seksual dan juga mengalami penurun-
lanjut berdasarkan tingkat stres maka diperoleh re- an kortisol (Wang, 2007).
sponden perempuan mengalami stres lebih tinggi Berdasarkan penelitian ini, didapatkan hasil
dibandingkan laki-laki. Penelitian ini sejalan dengan rentang usia responden yaitu 18-23 tahun. Sebagi-
yang dilaporkan oleh Lusia, dkk (2015), bahwa jenis an besar usia responden yang mengalami stres ada-
kelamin mempengaruhi tingkat stres, yaitu tingkat lah usia 20 dan 21 tahun. Penelitian ini serupa den-
stres yang lebih tinggi sering dijumpai pada peremp- gan yang dilakukan oleh Susi (2012) mendapatkan
uan dan menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang rentang usia responden yaitu 18-21 tahun dan mayori-
bermakna antara jenis kelamin terhadap tingkat stres tas yang mengalami stres sedang pada usia 19 tahun
(Lusia, 2015). Selain itu, penelitian dari McDonough (Susi,2012). Demikian juga hasil yang serupa dilapor-
dan Walter menemukan bahwa skor distres pada per- kan Rosalina dkk pada tahun 2013 dalam penelitian-
empuan lebih tinggi dari pada laki-laki (Walter, 2001). nya diperoleh rentang usia responden yaitu usia 12-
Penelitian lain yang dilakukan oleh Matud (2004), 18 tahun yang sebagian besar mengalami stres berat
Walker (2002) & Goff. A. M. (2011) juga melaporkan (Rosalina, 2013). Penelitian lain yang dilakukan Vila-
hasil yang sama bahwa tingkat stres pada perempuan seeni (2012) melaporkan bahwa mayoritas responden
lebih tinggi dibandingkan laki-laki (Matud, 2004). mengalami tingkat stres ringan pada usia 23 tahun.
Respon stres yang berbeda antara perempuan (Vilaseeni, 2012).
dan laki-laki berhubungan dengan aktivitas hypotha- Stuart dan Laraia (2005) menyatakan usia ber-
lamic-pituitary-adrenal (HPA) yang berkaitan dengan hubungan dengan pengalaman seseorang dalam
pengaturan hormon kortisol. Respon stres tersebut menghadapi berbagai macam stresor, kemampuan
ditemukan lebih tinggi pada laki-laki dewasa dib- memanfaatkan sumber dukungan dan keterampilan
andingkan pada perempuan dewasa sehingga mem- dalam mekanisme koping. Meskipun demikian, Lusia
pengaruhi kemampuan seseorang dalam menghadapi dan Susi (2015), Purwindasari (2011) dan Prabowo
stresor yang sedang terjadi. Perempuan lebih rentan (2009) melaporkan bahwa faktor usia tidak berpen-
52
6
JVK 3 (2) (2017) hlm. 47 - 56
garuh dengan stres. Usia berkaitan dengan pema- Respon hormon utama dalam stres adalah akti-
haman seseorang terhadap stres. Usia dewasa lebih vasi sistem corticotrophin releasinghormone-adren-
mampu mengontrol stres yang sedang terjadi diband- ocorticotropichormone-kortisol. Proses yang terjadi
ingkan usia anak-anak. Semakin dewasa usia akan meliputi perangsangan pada hipotalamus menyebab-
semakin menunjukkan kematangan jiwa, dalam arti kan disekresinya hormon corticotrophin releasing
semakin bijaksana, mampu berpikir rasional, mam- hormone (CRH), selanjutnya merangsang hipofisis
pu mengendalikan emosi, dan memahami pandangan anterior untuk mensekresi ACTH. Terjadinya Pening-
dan perilaku yang berbeda dari diri sendiri (Purwin- katan sekresi CRH dan ACTH, menyebabkan korteks
dasari, 2011). adrenal melepaskan kortisol secara berlebihan. Hor-
Hasil analisis korelasi pada penelitian ini mon kortisol merupakan hormon utama selama ad-
menunjukkan terdapat hubungan positif antara ting- aptasi terhadap stres. Di saat tubuh mengalami stres,
kat stres dengan indeks massa tubuh pada mahasiswa maka secara tidak langsung tubuh akan melepaskan
Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas hormon kortisol. Tingginya kadar hormon tersebut
Tanjungpura angkatan 2013. Hasil tersebut sejalan akan merangsang tubuh untuk mengeluarkan hormon
dengan penelitian Sanlier (2007), yang mendapatkan insulin, leptin dan sistem neuropeptide Y (NPY) yang
hubungan yang bermakna antara depresi dan stres menimbulkan rasa lapar sehingga terdapat keinginan
dengan indeks massa tubuh dan asupan energi (San- untuk makan. Hal tersebut mengakibatkan terjadinya
lier, 2007). Namun, hal tersebut bertentangan dengan penumpukan lemak viseral dan dapat meningkatkan
hasil penelitian Suci (2016), yang menyatakan bah- IMT (Lusia, 2015).
wa status gizi memiliki korelasi yang lemah dengan Hipotalamus berperan dalam pengaturan nafsu
tingkat stres (Suci, 2016). Flaviana (2016), melapor- makan. Pusat makan dan pusat kenyang terletak pada
kan bahwa tidak terdapat hubungan tingkat stres dan hipotalamus lateral dan ventromedial. Respon pe-
zat gizi makro (Energi, Karbohidrat, Protein, Lemak) rubahan nafsu makan diproses melalui reseptor hor-
(Flaviana, 2016). mon seperti hormon leptin. Hormon ghrelin selain
Dalam penelitian ini, setelah dilakukan pen- menstimulasi growth hormone (GH) juga berperan
gukuran kembali pada semua responden 6 bulan beri- dalam meningkatkan nafsu makan. Hormon ghrelin
kutnya dan diperoleh hasil dari seluruh responden terbanyak berasal dari lambung. Hormon ghrelin dap-
sebanyak 17 responden tingkat stresnya tetap. Seba- at meningkatkan asupan makanan dan menyebabkan
gian besar responden tersebut mengalami peningka- perubahan cadangan lemak. Hormon ghrelin men-
tan IMT dan sebagian lainnya mengalami penurun- stimulasi nafsu makan dengan mengaktivasi neuron
an IMT. Respon stres setiap individu berbeda-beda, NPY/AgRP. Aktivasi neuron ini timbul pada saat kon-
ada yang dapat menimbulkan penurunan berat badan disi stres, cemas, dan depresi (Schwartz, 2002).
dan ada yang dapat menimbulkan peningkatan berat Terjadi perangsangan nafsu makan dengan
badan (Sanlier, 2007). Nishitani dan Nishitani, (2006) menurunkan kerja penekan nafsu makan oleh mel-
menyatakan bahwa respon emosi dan stres yang anocortin/POMC sehingga akan berikatan dengan
terjadi pada seseorang akan mempengaruhi perila- reseptor dihipotalamus lateral menyebabkan aktif-
ku makan. Stres dapat meningkatkan asupan makan nya melanin-concentrating hormone (MCH) dan
serta menyebabkan overweight dan obesitas (Lofton, akan menimbulkan efek peningkatan nafsu makan
2004). Meskipun demikian pada penelitian ini mel- melalui korteks prefrontal bagian medial dan insular
alui analisis statistik lebih lanjut didapatkan pada (Schwartz, 2002).
kelompok tingkat stres ringan dan maupun kelompok Pada keadaan stres akut, CRH yang dilepaskan
tingkat stres sedang tidak mengalami perubahan IMT dapat berefek menghambat neuropeptida Y (NPY)/
yang bermakna setelah 6 bulan. agouti-related peptida (AGRP) di nucleus arcuata hi-
Perubahan hormon pada seseorang yang men- potalamus (ARC). Neuropeptida Y dan AGRP dapat
galami depresi atau stres diduga dapat menyebabkan menstimulasi perilaku makan dan menekan pengelu-
peningkatan penumpukan lemak tubuh. Roberts et al. aran energi. Sehingga pada keadaan stres akut terja-
(2003) menemukan bahwa depresi atau stres dapat di penekanan nafsu makan. Selain itu urocortin yang
menyebabkan peningkatan sekresi kortisol (Roberts merupakan anggota famili CRH juga dapat meng-
et al, 2003). Demikian halnya dengan Katz et al. hambat nafsu makan. Urocortin dilaporkan dapat
(2000) yang menemukan tingginya kadar kortisol menghambat sekresi ghrelin yaitu hormon yang juga
pada laki-laki yang mengalami depresi (Katz et al, dapat menstimulasi nafsu makan (Luba, 2014).
2000). Seseorang yang memiliki indeks massa tubuh Sebaliknya pada keadaan stres yang kronik, glu-
overweight dan obesitas memiliki konsentrasi kortisol kokortikoid di jaringan perifer meningkatkan aktivitas
cenderung lebih tinggi dan akan mengaktifkan enzim lipoprotein lipase sehingga terjadi peningkatan sim-
penyimpanan lemak serta memberi tanda lapar ke panan lemak. Proses ini terjadi terutama di jaringan
otak (Siswanto, 2002).
53
7
Melvy Purwanti dkk, Hubungan Tingkat Stres Dengan Indeks Massa Tubuh
54
8
JVK 3 (2) (2017) hlm. 47 - 56
Lerik MD. 2004. Terapi musik untuk menurunkan Rasmun. (2004). Pengertian stres, sumber stres, dan
simptom depresi pada mahasiswa. Yogy- stresor. dalam: Stres, koping, dan adaptasi.
akarta: Fakultas Psikology Universitas Ga- 1st ed. Jakarta: sagung Seto; 9-26.
jahmada. Roberts, R. E., Deleger, S., Strawbridge, W. J., &
Lofton, K. L. L. (2007). Examining the Relation- Kaplan, G. A. (2003). Prospective associ-
ships Among Food Insecurity, Obesity, Stres ation between obesity and depression: evi-
And Emotional Eating Among Low Income dence from the Alameda County Study. In-
Women. ternational journal of obesity, 27(4),
Luba Sominsky and Sarah J. Spencer. (2014). Eat- 514.
ing behavior and stres: a pathway to obe- Rosalina, dkk, (2013). Hubungan Mekanisme Kop-
sity. ing dengan Tingkat Stres pada pasien frak-
Lusia Nasrani, Susy Purnawati. (2015). Perbedaan tur. Ners Jurnal Keperawatan, 10 (1): 66-
Tingkat Stres Antara Laki-Laki Dan Perem- 74.
puan Pada Peserta Yoga Di Kota Denpasar. Saipanish, R. (2003). Stres among medical students
Skripsi. Denpasar: Universitas Udaya- in a Thai medical school. Medical teach-
na. er, 25(5), 502-506.
Marjani, A., Gharavi, A. M., Jahanshahi, M., Vahidi- Sanlier, N., & Unusan, N. (2007). The relationship be-
rad, A., & Alizadeh, F. (2008). Stres among tween body weight and stres and nutritional
medical students of Gorgan (South East of status in Turkish women. Pakistan Journal
Caspian Sea), Iran. Kathmandu University of Nutrition, 6(4), 339-344.
Medical Journal, 6(3), 421-425. Schwartz MW, Morton GJ. (2002). Keeping hunger at
Matud, M. P. (2004). Gender differences in stres and bay. Nature. 418:595-97.
coping styles. Personality and individual Sherina, M. S., Rampal, L., & Kaneson, N. (2004).
differences, 37(7), 1401-1415. Psychological stres among undergraduate
McDonough, P., & Walters, V. (2001). Gender and medical students. Medical Journal of Ma-
health: reassessing patterns and explana- laysia, 59(2), 207-211.
tions. Social science & medicine, 52(4), Sims, R., Gordon, S., Garcia, W., Clark, E., Monye,
547-559. D., Callender, C., & Campbell, A. (2008).
Nishitani, N., & Sakakibara, H. (2006). Relationship Perceived stres and eating behaviors in a
of obesity to job stres and eating behavior in community-based sample of African Ameri-
male Japanese workers. International jour- cans. Eating behaviors, 9(2), 137-142.
nal of obesity, 30(3), 528. Siswanto. (2002). Menulis pengalaman emosion-
Pathmanathan, V. V. (2013). Overview of Stres Level al untuk mengurangi simtom depresi pada
Among the Students in Medical Faculty of mahasiswa. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
North Sumatera University Odd Semester Universitas Gadjah Mada.
Academic Year 2012/2013. e-jurnal Fakul- Stuart & Laraia. (2005). Buku Saku Keperawatan
tas Kedokteran USU, 1(1). Jiwa, Edisi 5. Jakarta: EGC.
Prabowo. (2009). Faktor Yang Berhubungan Den- Suci Fitri Yanti. (2016). Hubungan Status Gizi den-
gan Kejadian Stres Kerja Pada Bagian gan Tingkat Stres pada Mahasiswa Pendidi-
Produksi Mebel PT. Chia Jian Indonesia kan Dokter Fakultas Kedokteran Univer-
Furniture Di Wedelan Jepara. sitas Syiah Kuala. Banda Aceh : Fakultas
Purwindasari H. (2011). Faktor Yang Berhubungan Kedokteran Universitas Syiah Kuala.
Dengan Stres Kerja Pada Perawat Insta- Viona. (2013). Hubungan Antara Karakteristik Maha-
lasi Gawat Darurat (IGD) RSUD Dr. Iskak, siswa dangan Kualitas Tidur pada Mahasis-
Tulungangung. Surabaya: Universitas Air- wa Program Studi Pendidikan Dokter Fakul-
langga. tas Kedokteran Universitas Tanjungpura.
Purwati, Susi. (2012). Tingkat Stres Akademik pada Pontianak.
Mahasiswa Reguler Angkatan 2010 Fakultas Wang, J., Korczykowski, M., Rao, H., Fan, Y., Pluta,
Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, J., Gur, R. C., ... & Detre, J. A. (2007). Gen-
Depok: Skripsi. Fakultas Ilmu Keperawatan der difference in neural response to psycho-
Universitas Indonesia.Halaman 45–62. logical stres. Social cognitive and affective
Putri, I. A., & Soedibyo, S. (2016). Tingkat Depresi neuroscience, 2(3), 227-239.
Peserta Program Pendidikan Dokter Spesia- Widya, Ningrum Dwi. (2004). Hubungan Antara Op-
lis Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM dan timisme dan Coping Stres pada Mahasiswa
Faktor-Faktor Terkait. Sari Pediatri, 13(1), UEU yang sedang Menyusun Skripsi. Ja-
70-8. karta: Universitas Esa Unggul.
55
9
Melvy Purwanti dkk, Hubungan Tingkat Stres Dengan Indeks Massa Tubuh
10
56