Anda di halaman 1dari 22

IMUNISASI

Angka kematian kasar (CMR) 7.5 per 1000 /tahun


Angka Kematian Bayi (IMR) 48 per 1000 lahir hidup /tahun
Angka Kematian Balita (U5MR) 56 per 1000 lahir hidup /tahun
Angka Kematian Ibu Hamil (MMR) 470/100.000 lahir hidup /tahun
Cakupan Imunisasi UCI :
- BCG 85 %
- DPT 64%
- POLIO 74%
- HB1 91%
- HB2 84.4%
- HB3 83.0%
- TT Ibu Hamil TT 1 84%
- TT 2 77%

Dalam 2 Dasawarsa terakhir terjadi penurunan Angka Kematian Bayi (AKB or IMR):
 1971 – 1980 : AKB 142 menjadi 112 / 1000 Kelahiran Hidup
 1985 – 1990 : AKB 71 menjadi 54 / 1000 Kelahiran Hidup
 2001 – 2010 : AKB 48 menjadi 35 / 1000 Kelahiran Hidup
o In Fact >> AKB 35 / 1000 Kelahiran Hidup BELUM TERCAPAI!!!

Faktor penyebab keberhasilan:


- pemberian imunisasi pada balita sesuai Program Pengembangan Imunisasi (PPI)
- penggunaan KMS dalam memantau perkembangan anak
- peningkatan penggunaan ASI
- pemberian oralit dalam penanggulangan diare

Upaya pencegahan primer : semua usaha upaya untuk menghindari terjadinya sakit atau
kejadian yang menghasilkan seseorang sakit atau menderita cedera dan cacat,
memperhatikan gizi dengan sanitasi lingkungan yang baik, pengamanan terhadap segala
macam cedera dan keracunan, serta vaksinasi atau imunisasi terhadap penyakit.

Upaya pencegahan sekunder : pemberian pengobatan or intervensi yg segera diberikan


sesuai diagnosis yang tepat untuk koreksi secepatnya agar tidak terjadi komplikasi yang
tidak diinginkan, yaitu sampai meninggal maupun meninggalkan gejala sisa, cacat fisik
maupun mental, ketika diketahui adanya penyimpangan kesehatan bayi or anak pada
deteksi dini

Upaya pencegahan tertier : membatasi berlanjutnya segala sisa tersebut dengan upaya
pemulihan penderita agar dapat hidup mandiri tanpa bantuan orang lain, contoh: terapi
rehabilitas medik

Imunisasi : suatu pemindahan or transfer antibody secara pasif


Vaksinasi : pemberian vaksin (antigen) yg dapat merangsang pembentukan imunitas
(antibody) dari sistim imun di dalam tubuh.
Vaksinasi TIDAK MENJAMIN 100% anak bebas dari penyakit, tetapi kalaupun kena,
tidak akan parah or cacat.

Faktor penentu keberhasilan imunisasi:


- Status Imunitas Pejamu
- Faktor Genetik Pejamu
- Kualitas Vaksin
- Kuantitas Vaksin

Kualitas & Kuantitas Vaksin meliputi:


- Cara pemberian Vaksin
- Dosis vaksin
- Frekuensi pemberian
- Jenis Vaksin
- Ajuvan (Zat yg secara nonspesifik dapat meningkatkan respons imun terhadap
antigen, dimana ajuvan akan mengaktifkan sel APC utk memproses antigen secara
efektif & memproduksi interleukin yg akan mengaktifkan sel imunokopeten
lainnya)

2 Jenis Vaksin (berbeda sifat sehingga menentukan bagaimana vaksin digunakan) :


- Live Attenuated (Kuman atau Virus hidup yang dilemahkan)
Bersifat labil, mudah mengalami kerusakan bila kena panas or sinar matahari, maka
pengelolaan dan penyimpanan harus baik & hati2.
 Berasal dari virus : V.Campak, Gondongan, Polio, Rubella, Rotavirus, & demam
kuning
 Berasal dari bakteri: BCG, Demam tifoid oral

- Inactivated
Selalu memerlukan dosis multiple pd pemberian pertama belum menghasilkan imuntas
protektif, tetapi hanya memacu or menyiapkan sistim imun.
Respon Imun protektif baru timbul setelah dosis kedua or ketiga.
Titer antibody terhadap antigen inactived menurun setelah beberapa waktu, sehingga
membutuhkan dosis suplemen (tambahan) secara periodic
Berasal dari:
1. Seluruh sel virus yang inactived: Influenza, Polio, (injeksi) Rabies, Hepatitis A
2. Seluruh bakteri yang inactived: Pertusis, Tifoid, Kolera, Lepra
3. Vaksin fraksional yang masuk sub-unit: Hepatitis B, Influenza, Pertusis A Seluler
4. Toksoid: Difteria, Tetanus, Batulinum
5. Polisakarida murni: Pneumokokus, Menigokokus, Hemofilusinfluenza Tipe B

Penyimpanan Vaksin umumnya pada suhu 2 – 8 oC


Menjaga Kualitas Vaksin:
- Disimpan dalam lemari es dalam suhu tertentu 2 – 8 oC
- Transportasi vaksin dalam termos es
- Tidak terendam air dan terlindung dari sinar matahari langsung
- Belum melewati tanggal kadaluarsa
- Indikator VVM (Vaccine Vial Monitor) belum melampaui batas suhu tertentu

VVM digunakan untuk mengetahui vaksin sudah terpapar suhu di atas batas yang
diperbolehkan atau belum, dengan membandingkan kotak segiempat dengan warna
lingkaran di sekitarnya.
- VVM “A”, segiempat lebih terang dari lingkaran di sekitar, bila belum kadaluarsa
gunakan vaksin
- VVM “B”, segiempat berubah gelap tapi lebih terang dari lingkaran di sekitar, bila
belum kadaluarsa segera gunakan vaksin
- VVM “C”, segiempat sama warna dengan lingkaran sekitar, jangan digunakan dan
laporkan ke pimpinan
- VVM “D”, segiempat lebih gelap dari lingkaran sekitar, jangan gunakan vaksin dan
laporkan ke pimpinan

Indikator yang menandakan vaksin pernah terpapar suhu dibawah 0oC:


- Warna biru melebar ke sekitar pada alat Freeze Watch (FW)
- Tanda ”X” pada alat Freeze Tag (FT)
Menandakan rusaknya vaksin mati (inactived) dan tidak boleh diberikan pada pasien.

Indikator stabilitas vaksin dengan melihat warna dan kejernihan vaksin.


Vaksin polio stabil berwarna kuning oranye, perubahan pH ditandai dengan perubahan
warna menjadi pucat atau kemerahan, vaksin tidak boleh diberikan.
Vaksin toksoid, rekombinan & polisakarida putih sedikit berkabut, bila menggumpal or
banyak endapan berarti sudah pernah beku, dpt dilakukan uji kocok.

Masa Pemakaian Vaksin:


- BCG : stabil 3 jam ......(WHO 6 jam)
- Campak : stabil 3 – 6 jam
- Hib : 24 jam
- Varisela : 30 menit setelah dilarutkan
- Polio : 2 minggu
- DPT : 4 minggu
- DT : 4 minggu
- TT : 4 minggu
- Hepatitis B : 4 minggu
Cat: vaksin yg telah dibuka & dibawa ke lapangan hrs diberi label khusus & segera
digunakan, sisa vaksin dimusnahkan dg dibakar dlm insenerator or dipendam 2-3m.

Cara Pemberian Imunisasi:


- Jarum suntik std ukuran 23 P=25mm, Bayi Kurang Bulan (BKB) /bayi2 kecil
jarum 26 P=16mm
- Suntikan subkutan lengan atas jarum 25 P=16mm, BKB jarum 27 P=12mm
- Suntikan intradermal (BCG) jarum 25 – 27 P=10mm

Cara penyuntikan: sudut 45 – 60O ke dalam otot Vastus Lateralis untuk penyuntikan di
paha dan otot Deltoid pada penyuntikan di lengan.
Add/ suntikan subkutan:
 arah suntikan 45o terhadap kulit
 cubit tebal
 aspirasi semprit sebelum vaksin disuntikan
 untuk suntikan multiple diberikan pada bagian ekstrimitas berbeda

Add/ Pedoman penyuntikan IM:

Umur Tempat Ukuran Jarum

0 – 12 bln Otot Vas.Lat Paha anterolateral Jarum 22-25, P=22-25mm


1 – 3 tahun Otot Vas.Lat paha anterolateral Jarum 22-25, P=16-32mm
s/masa otot deltoid cukup besar (P=16mm u/ deltoid umur 12-
(umumnya 3th) 15bln)
> 3 tahun Otot deltoid di bawah akromion Jarum 22-25, P= 25-32mm

Celana/ popok bayi harus dibuka bila menutupi otot Vas.Lat sbg lokasi penyuntikan, bila
tidak, suntikan akan terlalu bawah di daerah paha. Kedua tangan dipegang menyilang
pelvis bayi dan paha dipegang dengan tangan antara jempol dan jari – jari. Posisi ini akan
mengurangi hambatan dalam proses penyuntikan dan membuatnya lebih lancar.

Jadwal Imunisasi
Program Pengembangan Imunisasi (PPI) diwajibkan
Program Imunisasi non PP – PPI dianjurkan

Jenis Imun Cara Bulan Ket.


Pemb 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
BCG I.C ☻ DLKa
Polio ORAL ☻ ☻ ☻ ☻ Oral
Hep B IM ☻ ☻ ☻ DLKi
DPT IM ☻ ☻ ☻ Vas.Lat
Campak IM ☻ Vas.Lat
DPT Com IM ☻ ☻ ☻ Vas.Lat
Tabel Pemberian Imunisasi
VAKSIN UMUR KETERANGAN
Hepatitis B Saat Lahir, 1 bulan, 6 HB-1 hrs dberikan dlm waktu 12 jam stlh
bulan lahir, dlanjutkan umur 1 dan 6 bulan. Bila
status HbsAg-B ibu positif, dalam waktu
12 jam stelah lahir diberikan HBIg 0,5 ml
bersamaan dg vaksin HB-1. Bila smua
status HbsAg ibu tidak diketahui & dalam
perjalanannya dketahui HbsAg ibu positif
maka masih dapat diberikan HB-Ig 0,5 ml
sebelum bayi berumur 7 hari.
U/mdapat respons imun optimal int.HB-2
dg HB-3 min 2bln, terbaik 5bln.
Polio 0, 2, 4, 6, 18 (bln), 5th Polio-0 diberikan saat kunjungan 1st. U/
bayi yg lahir di RB/RS, polio oral
diberikan saat bayi dipulangkan
u/mhindari transmisi virus vaksin ke bayi
lain.
Polio dpt dberikan bersamaan dg DTP.
BCG 0 – 2 bulan Dapat dberikan sejak lahir. Bila akan
diberikan pada umur >3th uji tuberculin
harus negative.
DTP 2, 4, 6, 18 (bln), 5th DTP dberikan pd umur lebih dari 6
minggu, dpt dipergunakan DTwP atau
DTaP atau diberikan secara kombinasi
dengan Hib (PRP-T)
Hib 2, 4, 6, 15-18 (bln) Diberikan mulai umur 2 bln dg int.2 bln
(PRP-T or PRP-OMP). Dapat diberikan
scara terpisah atau dikombinasikan dg
DTP. Bila menggunakan Hib-OMP, maka
Hib-3 pd umur 6bln tidak perlu diberikan.
PCV 2, 4, 6, 12-15 (bln) Ulangan PCV-7 diberikan 1 dosis umur
12-15bln
Influenza 6 – 23 bulan
Campak 9 bulan Campak-1 dberikan umur 9 bln. Campak-
2 mrupakan program BIAS pd SD kls1,
umur 6th, tidak perlu diberikan bila telah
mdapat MMR pd umur 15 bulan
MMR 15 – 18 bulan, 6th Bila s/ umur 12bln blm mdapat imunisasi
campak, MMR dapat diberikan pd umur
12bln.
MMR-2 dberikan u/ catch-up
immunization pada anak yang belum
mendapat MMR-1
Hepatitis A 2 tahun Direkomendasikan pada umur >2th,
diberikan 2x dg int.6-12bln
Tifoid Polisakarida Injeksi 2 – 3 tahun Direkomendasikan pd umur >2th &
diulang setiap 3 th
Varisela 5 tahun
dT/TT 10 tahun Menjelang pubertas, vaksin tetanus ke-5
diberikan u/ mendapat imunitas selama
25th

Jadwal Imunisasi Tidak Teratur


Pada keadaan tertentu imunisasi tidak dapat dilaksanakan sesuai jadwal yg sudah
disepakati. Keadaan ini tidak merupakan hambatan untuk melanjutkan imunisasi. Vaksin
yang sudah diterima oleh anak tidak menjadi hilang manfaatnya tetapi tetap sudah
menghasilkan respon imunologis sebagaimana yang diharapkan tetapi belum mencapai
hasil yang optimal. Dg kata lain, anak blm mempunyai antibody yang optimal karena
belum mendapat imunisasi yg lengkap, sehingga kadar antibody yg dihasilkan masih
dibawah ambang kadar yang memberi perlindungan (protective level) atau belum
mencapai kadar antibody yang bias memberikan perlindungan untuk kurun waktu
panjang (long life immunity) sebagaimana bila imunisasinya lengkap.
Vaksin 1x or Vaksin dg Daya Lindung Panjang
U/ vaksin yang diberikan hanya 1x saja or vaksin yg daya perlindungannya panjang
(BCG, campak, MMR, Varisela), keterlambatan jadwal imunisasi mengakibatkan
meningkatnya risiko tertular oleh penyakit yang ingin dihindari, akan hilang or rendah
sekali setelah diberikan, bahkan di usia yg lebih tua akan menghasilkan kadar antibody
yang cukup baik karena sistem imunitas tubuhnya sudah lebih matang.

Belum Pernah Mendapat Imunisasi


Anak yang belum pernah mendapat imunisasi terhadap penyakit tertentu, tidak
mempunyai antibodi yang cukup untuk menghadapi penyakit tersebut. Apabila usia anak
sudah berada di luar usia yang tertera pada jadwal imunisasi dan dia belum pernah
diimunisasi maka imunisasi harus diberikan kapan saja, pada umur berapa saja sebelum
anak terkena penyakit tersebut, karena dia sangat sedikit atau sama sekali belum punya
antibodi.

Imunisasi Multi Dosis dengan Interval Tertentu


U/ imunisasi yang harus diberikan beberapa kali dengan interval waktu tertentu agar
kadar antibodi yang diinginkan tercapai (di atas ambang perlindungan) seperti vaksin
DPT, polio, pneumokok konjugasi, hepatitis A, atau hepatitis B, keterlambatan atau
memanjangnya interval tidak mempengaruhi respons imunologis dalam membentuk
antibodi. Jumlah pemberian imunisasi tetap harus dilengkapi supaya kadar ambang
perlindungan bisa dicapai dan anak terlindung dari penyakit. Keterlambatan akan
menunda tercapainya ambang kadar antibodi yang memberikan perlindungan.
Terdapat beberapa jenis vaksin (umumnya vaksin inaktif) yang daya perlindungannya
terbatas hingga kurun waktu tertentu saja (setelah itu kadar antibodi berada di bawah
ambang perlindungan), sehingga membutuhkan imunisasi ulang untuk meningkatkan
kembali kadar antibodinya. Bila imunisasi ulang terlambat atau tidak dilakukan, maka
kadar antibodi yang sudah rendah itu (terutama pada anak2 yang tidak pernah
mendapatkan injeksi alamiah) akan meningkatkan resiko terkena penyakit tsb.

Status Imunisasi Tidak Diketahui atau Meragukan


Anak dengan status imunisasi yang tidak diketahui atau meragukan, misalnya
dokumentasi imunisasi yang buruk atau hilang, menyebabkan ketidakpastian tentang
imunisasi yang sudah dan belum diberikan. Pada keadaan ini, anak harus dianggap rentan
(susceptible) dan harus diberikan imunisasi yang diperkirakan belum didapat. Tidak ada
bukti yang menunjukkan bahwa pemberian vaksin MMR, varisela, Hib, hepatitis B,
campak, DPT, atau polio yang berlebih akan merugikan penerima yang sudah imun.
Tabel Rekomendasi jadwal untuk vaksinasi yang tidak teratur
Vaksin Rekomendasi bila vaksinasi terlambat
BCG Umur <12 bulan, boleh diberikan kapan saja
Umur >12 bulan, imunisasi kapan saja, namun sebaiknya dilakukan uji tuberkulin
apabila negatif berikan BCG dengan dosis 0,1ml I.C.
DPwT or DPaT Bila dimulai dg DPwT boleh dilanjutkan dengan DpaT.
Berikan dT pada anak ≥7 th, jangan DPwT or DpaT walaupun tersedia.
Bila terlambat, jangan mengulang pemberian dari awal, tetapi lanjutkan dan
lengkapi imunisasi seperti jadwal, tidak peduli berapa pun interval keterlambatan
dari pemberian sebelumnya.
Bila belum pernah imunisasi dasar pada usia <12 bulan, imunisasi diberikan sesuai
imunisasi dasar, baik jumlah maupun intervalnya.
Bila pemberian ke-4 sblm ultah ke-4, maka pemberian ke-5 secepat-cepatnya 6
bulan sesudahnya.
Bila pemberian ke-4 sesudah umur 4 tahun, maka pemberian ke-5 tidak perlu lagi.
Polio Oral Bila terlambat, jangan mengulang pemberiannya dari awal tetapi lanjutkan dan
lengkapi imunisasi seperti jadwal, tidak peduli berapapun jarak waktu/ interval
keterlambatan dari pemberian sebelumnya.
Campak Pada umur antara 9-12 bulan, berikan kapan saja saat bertemu.
Bila umur anak ≥1 th berikan MMR.
Bila booster belum didapat setelah umur 6 th maka vaksin campak/ MMR
diberikan kapan saja saat bertemu melengkapi jadwal.
MMR Bila sampai dg umur 12 bln belum mendapat vaksin campak, MMR bisa diberikan
kapan saja setelah berumur 1 th.
Hepatitis B Bila terlambat, jangan mengulang pemberian dari awal, tetapi lanjutkan dan
lengkapi imunisasi seperti jadwal, tidak peduli berapa pun interval dari pemberian
sebelumnya.
Anak & remaja yang belum pernah imunisasi hepatitis B pada masa bayi, bisa
mendapat serial imunisasi hepatitis B kapan saja saat berkunjung.
Hib Umur saat ini(bln) Riwayat Vaksinansi Rekomendasi imunisasi
6 – 11 1 dosis 1x umur 6 – 11 bln
Ulangi 1x setelah 2 bulan
atau umur 12 – 15 bulan
12 – 14 1 dosis Sebelum umur 12 bulan.
Berikan 2 dosis,
int.2bulan
15 – 59 Berikan 1 dosis Jadwal tidak lengkap
Pneumokokus Umur saat ini (bln) Dosis Vaksin Keterangan
7 – 11 3 Dosis 2 dosis int.4 mgu, Dosis
ke-3 stlah umur 12bln,
plg sedikit 2 bln stlh dosis
ke-2
12 – 23 2 Dosis Int. plg sdkt 2 bln
> 24 – 5th 1 Dosis

Imunisasi pada Kelompok Beresiko


u/ mengurangi resiko timbulnya KIPI maka harus diperhatikan apakah resipien termasuk
dalam kelompok risiko. Yg dimaksud dg kelompok risiko adalah:
1. Anak yg mdapat reaksi simpang pd imunisasi terdahulu
2. Bayi berat lahir rendah. Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama
dengan bayi cukup bulan.
a. Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah daripada bayi
cukup bulan.
b. Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000g) imunisasi ditunda dan
diberikan setelah bayi mencapai berat 2000g or berumur 2 bln, kcuali
untuk imunisasi hepatitis B pd bayi dengan ibu yang HBs Ag positif.
c. Apabila bayi masih dirawat stlah berumur 2 bulan, maka vaksin polio yg
diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak
menyebabkan penyebaran virus vaksin polio melalui tinja.
3. Pasien imunokompromais, dpt terjadi sbg akibat peny.dasar or pengobatan
imunosupresan (kemoterapi, kortikosteroid jangka panjang). Jenis vaksin hidup
merupakan indikasi kontra u/ pasien imunokompromais, u/polio dapat diberikan
IPV bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap diberikan pada pengobatan
kortikosteriod dosis kecil dan pemberian dalam waktu pendek. Imunisasi harus
ditunda pada anak dengan pengobatan kortikosteroid sistemik dosis 2 mg/kg
BB/hari atau prednison 20 mg/hr selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan
setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid dihentikan atau 3 bulan setelah
pemberian kemoterapi selesai.
4. Pada resipien yg mendapatkan human immunoglobulin, Imunisasi virus hidup
diberikan setelah 3 bln pengobatan u/menghindarkan hambatan pembentukan
respons imun.
5. Responnya terhadap imunisasi tidak optimal atau kurang tetapi kasus HIV
memerlukan imunisasi. Ada pertimbangan bila diberikan terlambat, mungkin
tidak akan berguna karena penyakit sudah lanjut dan efek imunisasi tidak ada atau
kurang. Apabila diberikan dini, vaksin hidup akan mengaktifkan sistim imun yg
dapat meningkatkan replikasi virus HIV sehingga memperberat penyakit HIV.
Pasien HIV dapat diimunisasi dg mikroorganisme yang dilemahkan atau yg mati
sesuai jadwal anak sehat.

Ibu Penderita Hepatitis B


Skema Imunoprofilaksis hepatitis B pada bayi berdasarkan status HbsAg ibu*

Status HbsAg ibu Berat Lahir ≥2000 g Berat Lahir <2000g


HBsAg positif Vaksin Hepatitis B + HBIg (dlm Vaksin Hepatitis B+ HBIg (dalam
umur 12 jam) umur 12 jam)
Imunisasi dengan 3 dosis vaksin Imunisasi dg 4 dosis vaksin pd
pada 0,1, dan 6 bulan umur 0,1,2-3, dan 6 bln umur
kronologis. kronologis.
Periksa anti-HBs dan HBsAg pd Periksa anti-HBs dan HBsAg pd
umur 9-15 bln + umur 9-15 bln+
Bila HBsAg dan anti-HBs Bila HBsAg dan anti-HBs
negatif, reimunisasi dg 3 dosis, negatif, reimunisasi dg 3 dosis,
dg int.2 bln, dan periksa kembali dg int.2 bln, dan periksa kembali
HBsAg dan anti HBs. HBsAg dan anti HBs.
HBsAg tidak diketahui Vaksin Hepatitis B (dlm 12 jam) Vaksin Hepatitis B + HBIg (dlm
+ HBIg (dlm 7 hari) bila hasil 12 jam)
pemeriksaan HBsAg ibu positif.
Periksa HBsAg ibu segera Periksa HBsAg ibu segera, bila
tidak dapat dilakukan dalam 12
jam, berikan HBIg.
HBsAg negatif Dianjurkan vaksin Hepatitis B Vaksin Hepatitis B dosis 1 dlm 30
saat lahir. hr umur kronologis, bila secara
klinis keadaannya stabil, atau
pada saat keluar dari RS sebelum
30 hari umur kronologis.
HBsAg negatif Imunisasi Hep-B dlm 3 dosis pd Imunisasi Hep-B dlm 3 dosis pd
umur 0-2, 1-4, dan 6-18 bln umur umur 0-2, 1-4, dan 6-18 bln umur
kronologis. kronologis.
Bila vaksinasi kombinasi Bila vaksinasi kombinasi
mengandung Hep-B, berikan saat mengandung Hep-B, berikan saat
usia 6-8 mgu umur kronologis. usia 6-8 mgu umur kronologis.
Evaluasi anti-HBs dan HBsAg Evaluasi anti-HBs dan HBsAg
tidak perlu dilakukan tidak perlu dilakukan
* Saat pemberian dosis vaksin Hep-B tidak mempertimbangkan masa gestasi dan berat
lahir
+ Pendapat lain menganjurkan melakukan pemeriksaan serologis 1 – 3 bln sesudah
pemberian jadwal vaksinasi Hep-B selesai.
Yakinkan ibu tetap menyusui ASI, apabila vaksin Hep-B sdh diberikan.

Ibu Penderita Tuberkulosis


Bayi dilahirkan ibu yg menderita (TB) paru aktif sesaat sebelum, sesudah lahir, dan
mendapat pengobatan kurang 2 bulan sebelum melahirkan, tidak cukup terlindungi dg
vaksinasi BCG. Tindakan yg dilakukan:
- Jangan diberi BCG pd saat setelah lahir,
- Beri pencegahan dg isoniazid (INH) 5mg/kg BB sekali sehari per oral
- Pd umur 8 minggu evaluasi bayi kembali, berat badan, dan lakukan pemeriksaan
uji tuberkulin dan foto dada bila memungkinkan
o Apabila ditemukan kemungkinan TB aktif, mulai diberi pengobatan anti
TB sesuaikan program pengobatan TB pd bayi
o Apabila kondisi bayi baik dan hasil uji tuberkulin negatif, lanjutkan
pencegahan dg isozianid dlm waktu 6 bln.
o Tunda pemberian BCG sampai 2 minggu setelah pengobatan selesai. Bila
BCG sdh terlanjur diberikan, ulangi pemeriksaan 2 minggu setelah
pengobatan INH selesai.
o Yakinkan ibu bahwa ASI tetap boleh diberikan dan catat BB Bayi tiap 2
minggu

Ibu Penderita HIV


- Tidak ada tanda spesifik HIV yg dapat ditemukan pd bayi saat lahir
- Tanda klinis dpt ditemukan pd umur 6 minggu setelah lahir, namun uji antibodi
baru dapat dideteksi pd umur 18 bln, untuk menentukan status HIV bayi.
- Bayi yg dilahirkan dari ibu HIV positif, lakukan konseling pd keluarga rawat bayi
seperti bayi yang lain dan perhatian khusus pd pencegahan infeksi. Bayi tetap
diberi imunisasi rutin layaknya bayi sehat lainnya.
Rekomendasi imunisasi untuk pasien HIV anak
Vaksin Rekomendasi Keterangan
IPV Ya Pasien dan keluarga serumah
DPT Ya Pasien dan keluarga serumah
Hib Ya Pasien dan keluarga serumah
Hep-B* Ya Sesuai jadwal anak sehat
Hep-A Ya Sesuai jadwal anak sehat
MMR** Ya Diberikan umur 12 bulan
Influenza Ya Tiap tahun diulang
Pneumokok Ya Secepat mungkin
BCC*** Ya Dianjurkan untuk Indonesia
Varisela Tidak
Dikutip & dimodifikasi dari Plotkin SA, 2004
Keterangan:
*Ada yg menganjurkan dosis Hep-B dilipatgandakan 2x
** MMR dapat diberikan pd pasien HIV yg asimtomatik or HIV dg gejala ringan
*** Tidak diberikan pd HIV yg berat

Indikasi Kontra & perhatian khusus utk Imunisasi


Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus Bukan indikasi kontra (imunisasi dapat
dilakukan)
Berlaku umum semua vaksinasi. DPT, Polio
Ensefalopati dlm 7 hari pasca DPT sebelumnya
Perhatian khusus
Demam >40,5oC dlm 48jam pasca DPT Demam >40,5oC dlm 48jam pasca DPT sebelumnya
sebelumnya, yg tdk berhubungan dg penyebab
lain
Kolaps dan keadaan syok (episode hipotonik- Riwayat kejang dalam keluarga
hiporesponsif) dalam 48 jam pasca DPT
sebelumnya
Kejang dalam 3 hari pasca DPT sebelumnya Riwayat SIDS dalam keluarga
Menangis terus >3jam dalam 48 jam pasca DPT Riwayat KIPI dalam keluarga pasca DPT
sebelumnya
Sindrom guillain-barre dlm 6 minggu pasca
vaksinasi
Vaksin Polio
Infeksi HIV or kontak HIV serumah Menyusui
Imunodefisiensi (keganasan hermatologi or Sedang dalam terapi antibiotik
tumor padat, imuno-defisiensi kongenital, terapi
imunosupresan jangka panjang)
Imunodefisiensi penghuni serumah Diare ringan
Perhatian Khusus
Kehamilan

Campak
Perhatian Khusus
Mendapat transfusi darah/ produk darah atau
imunoglobulin (dlm 3-11 bulan, tergantung
produk darah & dosisnya)
Trambositopenia
Riwayat purpura trombositopenia
Hepatitis B
Reaksi anafilaktoid terhadap ragi Kehamilan
Berlaku u/ smua vaksin
DtaP/ DTP, OPV, IPV, MMR, Varisela, Hib, Hepatitis B
Reaksi anafilaksis terhadap vaksin, indikasi Reaksi lokal ringan-sedang (sakit, kemerahan,
kontra pemberian vaksin tersebut berikutnya bengkak) sesudah suntikan vaksin
Reaksi anafilaksis terhadap konstituen vaksin, Demam ringan or sedang pasca vaksinasi
indikasi kontra pemberian semua vaksin yg sebelumnya
mengandung bahan konstituen tsb
Sakit sedang or berat, dg or tanpa demam Sakit akut ringan dg or tanpa demam ringan
Sedang mendapat terapi antibiotik
Masa konvalesen suatu penyakit
Prematuritas
Terpajan terhadap suatu penyakit menular
Riwayat alergi penisilin, atau alergi lain nonspesifik,
atau alergi dlm keluarga
Kehamilan ibu
Penghuni rumah lainnya tidak divaksinasi

Indikasi Kontra Bukan Indikasi Kontra


Ensefalopati dlm 7 hari pasca DTaP/ DTaW Demam <40,5oC pasca DTaP/ DTaW sebelumnya
sebelumnya
Riwayat kejang dalam keluarga
Riwayat SIDS dalam keluarga
Riwayat KIPI dlm keluarga pasca DTaP/ DTwP
Perhatian Khusus
Demam >40,5oC, kolaps dan episode hipotonik-
hiporesponsif dlm 48jam pasca DTaP/ DTaW
sebelumnya, yg tdk berhubungan dg penyebab
lain
Kejang dalam 3 hari pasca DTaP/ DTaW
sebelumnya
Menangis terus ≥3jam dalam 48 jam pasca
DTaP/ DTaW sebelumnya
Sindrom guillain-barre dlm 6 minggu pasca
vaksinasi
Vaksin Polio Oral (OPV)
Infeksi HIV or kontak HIV serumah Menyusui
Imunodefisiensi (keganasan hermatologi or Sedang dlm terapi antibiotik
tumor padat, imuno-defisiensi kongenital, terapi
imunosupresan jangka panjang)
Imunodefisiensi penghuni serumah Diare ringan
Perhatian Khusus
Kehamilan
Vaksin Polio Inactived (IPV)
Reaksi anafilaksis terhadap neomisin,
streptomisia, atau polimiksin-B
Perhatian khusus
Kehamilan
Measles, mumps, dan rubella (MMR)
Reaksi anafilaksis terhadap neomisin atau Tuberkulosis or uji tuberkulin positif
gelatin, Kehamilan, Imunodefisiensi (keganasan Uji tuberkulin bersamaan dg vaksinasi
hermatologi or tumor padat, imuno-defisiensi Menyusui
kongenital, terapi imunosupresan jangka Kehamilan ibu atau penghuni serumah
panjang, infeksi HIV dg imunosupresi berat) Imunodefisiensi dlm keluarga or penghuni serumah
Infeksi HIV tanpa imunosupresi berat
Alergi telur
Reaksi nonanafilaksis terhadap neomisin
Perhatian khusus
Baru mendapat transfusi darah/ produk darah
or imunoglobulin (3-11 bulan)
Trombositopenia
Riwayat purpura trombositopenia
Haemophillus Influenzae tipe B (Hib)
Tidak ada
Perhatian khusus
Tidak ada
Hepatitis B
Reaksi anafilaksis terhadap ragi Kehamilan
Varisela
Reaksi anafilaksis terhadap neomisin atau Imunodefisiensi penghuni serumah
gelatin Infeksi HIV penghuni serumah
Kehamilan Kehamilan ibu dan penghuni serumah
Infeksi HIV
Imunodefisiensi (keganasan hermatologi or
tumor padat, imuno-defisiensi kongenital, terapi
imunosupresan jangka panjang)

Perhatian Khusus
Baru mendapat imunoglobulin (dlm 5 bln)
Riwayat imunodefisiensi dlm keluarga

Dikutip dari rekomendasi ACIP dan Committee on Infectious Diseases AAP dalam JC
Watson, G. Petr, 1999.
Ket:
D = vaksin difteria
T = vaksin tetanus untuk anak
P = vaksin pertusis whole cell
DT = vaksin difteria dan tetanus
Td = vaksin tetanus untuk dewasa
aP = vaksin pertusis aselular
SIDS = sudden infant death syndrome
HIV = human imunodefisiency virus
KIPI = kejadian ikutan pasca imunisasi
PPD = purified protein derivative
MMR = vaksin campak, gondong, dan rubela
OPV = vaksin polio hidup
IPV = vaksin polio mati
Definisi KIPI
KIPI = reaksi simpang yg dikenal sbg kejadian ikutan pasca imunisasi
or
Adverse Events Following Immunization (AEFI)= kejadian medik yg berhubungan dg
imunisasi baik berupa efek vaksin maupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas,
efek farmakologis, or kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan, or hubungan
kausal yg tidak dpt ditentukan.
Lama pengamatan KIPI:
- 42 hr u/ artritis kronik pasca vaksinasi rubela
- 6 bln u/ infeksi virus campak vaccine-strain pd pasien imunodefisiensi pasca
vaksinasi campak, dan polio paralitik serta

Vaccine Safety Comitte, Institute of Medicine (IOM) USA:


- Faktor sebagian bsr KIPI ad/ koinsidensi (kebetulan)
- Faktor tersering ad/ kesalahan prosedur & teknik pelaksanaan (programmatic
errors)

Klasifikasi bdk etiologi (KomNas PP KIPI):


1. Klasifikasi Lapangan menurut WHO Western Pasific (1999) u/ petugas kesehatan
di lapangan – msh digunakan u/pencatatan & pelaporan KIPI

a. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmatic errors)


Sebagian besar disebabkan o/ kesalahan program penyimpanan,
pengelolaan, & tata laksana pemberian vaksin, yg dpt terjadi pd berbagai
tingkatan prosedur imunisasi, misal:
*dosis antigen(terlalu banyak)
*lokasi & cara penyuntikan
*sterilisasi semprit & jarum suntik
*jarum bekas pakai
*tindakan aseptik & antiseptik
*kontaminasi vaksin & peralatan suntik
*penyimpanan vaksin
*pemakaian sisa vaksin
*jenis & jumlah pelarut vaksin
*tidak memperhatikan petunjuk produsen (petunjuk pemakaian, indikasi
kontra dll)

Mencegah program error (VSQ 1996):


*alat suntik steril u/ stiap suntikan
*pelarut vaksin yg sudah disediakan o/ produsen vaksin
*vaksin yg sudah dilarutkan segera dibuang setelah 6 jam
*lemari pendingin tidak boleh ada obat lain selain vaksin
*pelatihan vaksinasi & supervisi yg baik
*program error dilacak, agar tidak terulang kesalahan yg sama
b. Reaksi suntikan
*langsung (nyeri sakit, bengkak, & kemerahan pd t4 suntikan)
*tidak langsung (rasa takut, pusing, mual, sinkop)
(rx tdk bhubungan dg kandungan yg terdapat pd vaksin)

Sering terjadi pd vaksinasi massal:


*Syncope/fainting
#seringkali pada anak >5th
#terjadi bbrapa menit post imunisasi
#tdk perlu penanganan khusus
#hindari stress saat anak menunggu
#hindari trauma akibat jatuh/ posisi sebaiknya duduk
*Hiperventilasi akibat ketakutan
#bbrapa anak kecil terjadi muntah, breath holding spell, pingsan.
#kadang menjerit, lari, bahkan reaksi seperti kejang (pasien tsb perlu
diperiksa)
*Beberapa anak takut jarum, gemetar, & histeria
*Penting penjelasan & penenangan

Pencegahan reaksi:
*Teknik penyuntikan yg benar
*Suasana tempat penyuntikan yg tenang
*Atasi rasa takut yg muncul pd anak yg lebih besar

c. Reaksi vaksin/ Induksi Vaksin


*umumnya dpt diprediksi
*secara klinis ringan
*sdh tecantum dlm petunjuk pemakaian
1. Reaksi Lokal
# Rasa nyeri di tempat suntikan
#Bengkak kemerahan di tempat suntikan sekitar 10%
#Bengkak pd suntikan DPT & tetanus sekitar 50%
#BCG scar terjadi min. stlah 2minggu kemudian ulserasi & sembuh stlah
bbrp bulan
2. Reaksi sistematik
#Demam pd sekitar 10%, kcuali DPT hampir 50%, juga reaksi lain sperti
iritable, malaise, gejala sistemik.
#MMR & campak, reaksi sistemik disebabkan infeksi virus vaksin. Terjadi
demam dan atau ruam & konjungtivitis pd 5%-15% dan lebih ringan
dibandingkan infeksi campak tetapi berat pd kasus imunodefisiensi
#pd mumps terjadi reaksi vaksin pembengkakan kelenjar parotis, rubela
terjadi rasa nyeri sendi 15%, & pembengkakan limfe
#OPV kurang dari 1% diare, pusing, & nyeri otot
3. Reaksi vaksin berat
#kejang
#Trombositopenia
#Hypotonic Hyporesponsive Episode/ HHE
#Persistent Inconsolable Screaming bersifat self-imiting & tidak
merupakan masalah jangka panjang
#Anafilaksis, potential menjadi fatal tetapi dapat disembuhkan tanpa
dampak jangka panjang
#Ensefalopati akibat imunisasi campak atau DTP

Pencegahan:
*Perhatikan indikasi kontra
*Vaksin hidup tidak diberikan kpd anak dg defisiensi imunitas
*Org tua diajar menangani reaksi vaksin yg ringan & dianjurkan segera
kembali apabila ada reaksi yg mencemaskan
*Parasetamol dpt diberikan 4x sehari u/ mengurangi gejala demam & rasa
nyeri
*Mengenal & mampu mengatasi reaksi anafilaksis
*Lainnya disesuaikan dg rx.ringan/ berat yg terjadi or harus dirujuk ke RS
dg fasilitas lengkap

d. Koinsiden/ faktor kebetulan


*timbul secara kebetulan setelah imunisasi
*ditandai dg ditemukannya kejadian yg sama di saat bersamaan pd
kelompok populasi setempat dg karakteristik serupa tp tdk mendapat
imunisasi

e. Sebab tidak diketahui


Bila kejadian belum dpt dikelompokkan ke dlm salah 1 kelompok di atas.
2. Klasifikasi kausalitas menurut IOM 1991 dan 1994 u/ telaah Komnas PP KIPI
Dasar:
*Tidak terdapat bukti hubungan kausal (unrelated)
*Bukti tidak cukup u/menerima or menolak hubungan kausal (unlikely)
*Bukti memperkuat penolakan hubungan kausal (possible)
*Bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal (probable)
*Bukti memastikan hubungan kausal (very like/certain)

Gejala Klinis:
Dapat timbul secara cepat ataupun lambat dan dibagi menjadi gejala lokal, sistemik,
reaksi susunan saraf pusat, serta reaksi lainnya. Pada umumnya makin cepat terjadi KIPI
makin berat gejalanya.
Baku keamanan suatu vaksin dituntut lebih tinggi daripada obat. Hal ini disebabkan oleh
karena pada umumnya produk farmasi diperuntukkan orang sakit sedangkan vaksin untuk
orang sehat terutama bayi. Karena itu toleransi terhadap efek samping vaksin harus lebih
kecil daripada obat2an u/ org sakit. Mengingat tidak ada 1 pun jenis vaksin yg aman
tanpa efek samping, maka apabila s’org anak telah mendapat imunisasi perlu diobservasi
beberapa saat, sehingga dipastikan bahwa tidak terjadi KIPI (rx.cepat). Brp lama
observasi sebenarnya sulit ditentukan, tetapi pada umumnya setelah pemberian setiap
jenis imunisasi harus dilakukan observasi selama 15’.
KIPI pd vaksin DT/ Td/ TT, campak, OPV/IPV, DPT, hep-B, & Hib bdk hub.kausalitas
DT/Td/TT Campak OPV/IPV DPT Hepatitis B HiB
Kategori 1. Tidak terdapat hubungan kausal/ UNRELATED
Mielitis(IPV) Autisme
Trombositopenia
Anafilaksis(IPV)
Sindrom GB
Kategori 2. Bukti tidak cukup/ menolak hubungan kausal/ UNLIKELY
Kejang selain Ensefalopati Mielitis CPV Meningitis Sindrom GB Sindrom GB
spasme infantil SSPE Sindrom GB-IPV aseptik Peny. Mielitis
penyakit Kejang Sindrom Eriterna Demielinisasi Trombositopenia
demielinisasi SSP Tuli Sensoris kematian bayi multiforme SSP Anafilaksis
Monaneuro-pati Neuritis Optik mendadak (SIDS) Sindrom GB Artritis Sindrom
artritis eritema Mielitis Anemia Sindrom kematian bayi
multitorme transversal hemolitik kematian bayi mendadak
Sindrom GB Diabetes mendadak (SIDS)
juvenile (SIDS)
Peny,gangguan
perhatian&bljr
Mononeuropati
trombositopeni
Kategori 3. Bukti memperkuat penolakan hub.kausal/ POSSIBLE
Ensefalopati Spasme infantil Onset dini
spasme Hipsaritmia penyakit Hib
Infantil(hany.DT) Sindrom Reye
SIDS(hany.DT) SIDS
Kategori 4. Bukti memperkuat penerimaan hubungan kausal/ PROBABLE
Sindrom GB Anafilaksis Ensefalopati
neuritis brakial akut
Ranjatan&
keadaan mirip
ranjatan yg tdk
biasa (unusual
shock like state)
Kategori 5. Bukti memastikan hubungan kausal/ VERY LIKE/ CERTAIN
Anafilaksis Trombositopenia Lumpuh layu pd Anafilaksis Anafilaksis
(MMR) penerima vaksin Menangis/
Anafilaksis atau kontak teriak terus-
(MMR) kematian akibat menerus
Kematian akibat infeksi virus
injeksi virus strain vaksin
strain vaksin polio
campak

Dikutip dg modifikasi laporan Vaccine Safety Committee, Division of Health Promotion


and Disease Prevention, Institute of Medicine, National Academy of Science USA, dlm
Stratton KR, Hows CJ, Johnston RB Jr, 1994.

Ket:
Kejang = residual seizure disorder
SIDS = sudden infant Death syndrome
IDDM= Insulin dependent diabetes mellitus
SSPE = Subacute Selerosing Panencephalitis

Gejala klinis menurut jenis vaksin & saat timbulnya KIPI


Jenis Vaksin Gejala Klinis KIPI Saat timbul KIPI
Toksoid Tetanus Syok anafilaktik 4 jam
(DPT, DT, TT) Neuritis brakialis 2 – 28 hari
Komplikasi akut termasuk Tidak tercatat
kecacatan & kematian
Pertusis whole – cell Syok anaphilaktik 4 jam
(DPwT) Ensefalopati 72 jam
Komplikasi akut termasuk Tidak tercatat
kecacatan & kematian
Campak Syok anafilaktik 4 jam
Ensefalopati 5 – 15 hari
Trombositopenia 7 – 30 hari
Klinis campak pd resipien
imunokompromais 6 bulan
Komplikasi akut termasuk
kecacatan & kematian Tidak tercatat
Polio Hidup (OPV) Polio Paralisis 30 hari
Polio paralisis pd resipien
imunokompromais 6 bulan
Komplikasi akut termasuk
kecacatan & kematian Tidak tercatat
Hepatitis B Syok anafilaktik 4 jam
Komplikasi akut termasuk
kecacatan & kematian Tidak tercatat
BCG BCGitis 4 – 6 minggu

Angka Kejadian
KIPI yg paling serius pd anak ad/ rx.anaflaktoid.
Angka kejadian rx.anaflaktoid pd DTP diperkirakan 2/ 100.000 dosis, tetapi yg benar2
rx.anafilaktik hanya 1 – 3 kasus diantara 1 jt dosis. Anak yg lebih besar & orang dewasa
lebih banyak mengalami sinkope, segera or lambat. Episode hipotonik – hiporesponsif jg
tidak jarang terjadi, secara umum dapat terjadi 4 – 24 jam setelah imunisasi.
Kasus KIPI polio berat dpt terjadi pada 1 per 2,4 jt dosis vaksin (CDC Vaccine
Information Statement 2000), sedangkan kasus KIPI Hep-B pd anak dpt berupa demam
ringan sampai sedang terjadi 1/14 dosis vaksin, dan pd dewasa 1/100 dosis (CDC Vaccine
Information Statement 2000).
Kasus KIPI campak berupa demam terjadi pada 1/6 dosis, ruam kulit ringan 1/20 dosis,
kejang yg disebabkan demam 1/3000 dosis, dan reaksi alergi serius 1/1.000.000 dosis.

Pelaporan KIPI
Pelaporan KIPI yg cepat & tepat diikuti dg tindak lanjut yg benar dpt membantu
pelaksana program mengatasi masalah di lapangan sehingga masyarakat tidak resah &
tetap mendukung program imunisasi.
KomNas Pengkajian & Penanggulangan KIPI menetapkan bahwa KIPI ad/ semua
kejadian penyakit or kematian dalam kurun waktu 1 bulan setelah imunisasi.
KIPI yg harus dilaporkan berupa semua kejadian yg berhubungan dg imunisasi spt:
 Abses pd tempat suntikan
 Semua kasus limfadenitis BCG
 Semua kematian yg diduga oleh petugas kesehatan or masyarakat berhubungan
dengan imunisasi
 Semua kasus rawat inap, yg diduga oleh petugas kesehatan or masyarakat
berhubungan dengan imunisasi
 Insiden medik berat or tidak lazim yg diduga oleh petugas kesehatan or
masyarakat berhubungan dengan imunisasi

Pelapor KIPI:
 Petugas kesehatan yg melakukan pelayanan imunisasi
 Petugas kesehatan yg melakukan pengobatan di pelayanan kesehatan, RS, serta
sarana pelayanan kesehatan yg lain
 Peneliti yg melakukan studi klinis or penelitian lapangan

Hal – hal yg harus dilakukan oleh petugas kesehatan:


 Apabila orang tua membawa anak sakit yg baru diimunisasi, petugas kesehatan
harus dapat mengenal KIPI & menentukan apakah perlu dilaporkan dan perlu
tindakan lebih lanjut
 Petugas harus dapat mengetahui faktor pencetus & harus mampu menggunakan
definisi kasus
 Pada kasus ringan, petugas kesehatan harus tenang & memberi nasehat pd orang
tua untuk mengobati pasien. Reaksi ringan seperti limfadenitis BCG, dan abses
kecil pada tempat suntikan tidak perlu dilaporkan kecuali apabila tingkat
kepedulian org tua cukup bermakna
 Pd orang tua & anggota masyarakat harus mengetahui reaksi yg diharapkan
terjadi setelah imunisasi & dianjurkan u/ melapor serta membawa dengan segera
anak yg sakit yg dikhawatirkan ke RS or fasilitas kesehatan.

Pelaporan
 Laporan dibuat dg mengisi formulir laporan yg disediakan
 Menyerahkannya ke instansi kesehatan tingkat Kabupaten Daerah Tingkat II, dg
tembusan ke Sekretariat KOMDA PP KIPI yg berkedudukan di provinsi
 Petugas kesehatan di tingkat II harus merekapitulasi kejadian serta menetapkan
kasus tsb termasuk KIPI or tidak, serta meneruskannya ke Instansi Kesehatan
Propinsi/ Daerah Tingkat I sampai ke Subdit Imunisasi Dirjen PPM & PLP
Depkes dg tembusan kpd KOMNAS PP KIPI
 Dalam hal mendesak, pelaporan dpt disampaikan melalui telepon or fax, formulir
pelaporan harus diisi kemudian.
 Data demografi

Data yg Harus Dilaporkan:


1. Data Pasien
a. Riwayat perjalanan penyakit
b. Riwayat penyakit sebelumnya
c. Riwayat imunisasi
d. Pemeriksaan penunjang yg berhubungan

2. Data Pemberian Vaksin


a. Nomor batch-vaccine
b. Masa kadaluarsa
c. Nama pabrik pembuat vaksin
d. Kapan & darimana vaksin dikirim
e. Pemeriksaan penunjang ttg vaksin, apabila ada or berhubungan

3. Data yg Berhubungan dg Program


a. Perlakuan umum thdp rantai dingin vaksin
 Penyimpanan vaksin, membeku?kadaluarsa?
 Perlakuan terhadap vaksin, misal mengocok vaksin sebelum
disuntikkan
 Perlakuan setelah vaksinasi, misal pembuangan vaksin setelah
selesai pelaksanaan imunisasi?

b. Perlakuan mencampur serta melakukan imunisasi


 Apakah pelarut yg dipakai sudah benar?
 Apakah pelarut steril?
 Apakah dosis sudah benar?
 Apakah vaksin diberikan dg cara & t4 yg benar?

c. Ketersediaan jarum & semprit


 Apakah setiap semprit steril digunakan o/ 1 orang?
 Perlakuan sterilisasi peralatan apakah telah dilakukan?

4. Data Sasaran Lain


 Jumlah pasien yg menerima imunisasi dg vaksin no.batch sama or pd masa yg
sama or keduanya, & brp jumlah pasien yg sakit serta bagaimana gejalanya
 Jumlah sasaran yg diimunisasi dg no.batch lain (dr produsen sama or berlainan) or
masyarakat yg tidak diimunisasi tetapi terkena penyakit dg gejala yg sama

Waktu Pelaporan
Kematian dan rawat inap merupakan kasus yg harus segera diperhatikan & dilaporkan.
Meski demikian kasus lain, seperti abses, limfadenitis BCG, dan KIPI lain harus juga
segera dilaporkan. Gunakan media komunikasi tercepat, seperti telepon, fax, dll.

Cara Pelaporan
 Semua kolom formulir dapat dapat diisi, harus dilengkapi. Apabila perlu, jgn ragu
u/ menuliskan laporan tambahan pd laporan tsb
 Laporan bulanan harus dibuat, sekalipun tidak ada kasus (tuliskan jumlah kasus 0,
zero report)
 Petugas kesehatan di tingkat II/ kabupaten hrs mengidentifikasi masalah &
menilai, shingga dpt terlihat,
o Apakah kejadian ini berlangsung di puskesmas/ t4 yg sama setiap bulan
o Apakah bbrp Puskesmas/ t4 yg berbeda melaporkan hal yg sama
o Bagaimana perbandingan laporan yg dibuat o/ puskesmas/ t4 yg berbeda
dilaporkan
Tindakan Selanjutnya
Pelacakan harus dilakukan segera setelah laporan diserahkan tanpa ditunda. Pelacakan
dimulai o/ petugas kesehatan yg mendeteksi KIPI, or oleh supervisor yg melihat pola ttt
di daerah binaannya. Di lain pihak, dalam beberapa keadaan u/ KIPI ttt tidak perlu
dilakukan tindak lanjut, seperti penyakit yg tidak berhubungan dg imunisasi, seperti
pneumonia setelah penyuntikan DPT. Meskipun demikian apabila ortu pasien or pihak
keluarga menganggap kejadian tsb berhubungan dg imunisasi, berikan kesempatan kpd
mereka u/ mendiskusikan msalah tsb kpd petugas kesehatan.

Kompensasi & Pelaporan akibat Cedera Vaksin pd Anak


Vaksin KIPI Interval antara Imunisasi s/ tjd nya KIPI
Laporan Kompensasi
Toksoid, tetanus, A. Anafilaksis or syok 0-7 hari 0-4 hr
DTaP, DTP, DT, Td, anafilaksis
TT B. Neuritis brakialis 0-28 hr 2-28 hr
C. Semua komplikasi Tak terbatas Tak terbatas
akut or sekuele
(termasuk kematian)
akibat kejadian di
atas
D. Semua indikasi
kontra yg telah Tak terbatas Belum dapat diaplikasi
dicantumkan
produsen dlm
kemasan vaksin
Pertusis, DTaP, DT, A. Anafilaksis or syok 0-7 hari 0-4 hr
DTP/Hib anafilaksis
B. Ensefalopati or 0-7 hr 2-72 hr
Ensefalitis
C. Semua komplikasi Tak terbatas Tak terbatas
akut or sekuele
(termasuk kematian)
akibat kejadian di
atas
D. Semua indikasi
kontra yg telah Tak terbatas Belum dapat diaplikasi
dicantumkan
produsen dlm
kemasan vaksin

MMR, MR, M, R A. Anafilaksis or syok 0-7 hari 0-4 hr


anafilaksis
B. Ensefalopati or 0-15 hr 5-15 hr
Ensefalitis
C. Semua komplikasi Tak terbatas Tak terbatas
akut or sekuele
(termasuk kematian)
akibat kejadian di
atas
D. Semua indikasi
kontra yg telah Tak terbatas Belum dapat diaplikasi
dicantumkan
produsen dlm
kemasan vaksin
MMR, MR, R A. Artritis Kronis 0-42 hari 7-12 hr
B. Semua komplikasi Tak terbatas Tak terbatas
akut or sekuele
(termasuk kematian)
akibat kejadian di
atas
C. Semua indikasi
kontra yg telah Tak terbatas Belum dapat diaplikasi
dicantumkan
produsen dlm
kemasan vaksin

Campak, MMR, MR, A. Purpura 0-30 hari 7-30 hr


R trombositopenik
B. Infeksi virus 0-6 bulan 0-6 bln
campak vaccine-
strain pd
imunodefisiensi
C. Semua komplikasi Tak terbatas Tak terbatas
akut or sekuele
(termasuk kematian)
akibat kejadian di
atas
D. Semua indikasi
kontra yg telah Tak terbatas Belum dapat diaplikasi
dicantumkan
produsen dlm
kemasan vaksin

Polio hidup (OPV) A. Polio Paralitik


*resipien non-
imunodefisiensi 0-30 hari 0-30 hr
* resipien
imunodefisiensi 0-6 bulan 0-6 bln
*kasus dalam
lingkungan yg
berhubungan dg vaksin Tak terbatas Tak terbatas
B. Infeksi virus polio
vaccine-strain
*resipien non-
imunodefisiensi 0-30 hari 0-6 bln
* resipien
imunodefisiensi 0-6 bulan Tak terbatas
*kasus dalam
lingkungan yg
berhubungan dg vaksin Tak terbatas Tak terbatas
C. Semua komplikasi
akut or sekuele
(termasuk kematian)
akibat kejadian di
atas Tak terbatas Belum dapat diaplikasi
D. Semua indikasi
kontra yg telah
dicantumkan
produsen dlm
kemasan vaksin Tak terbatas Tak terbatas

Anda mungkin juga menyukai