Dalam kaitannya dengan pendayagunaan serta pemanfaatan batubara oleh end user, maka perlu
kiranya diketahui beberapa parameter analisa yang juga merupakan parameter yang dipergunakan
dalam kegiatan perdagangan batubara. Beberapa parameter tersebut adalah :
Total Moisture
Total Moisture adalah jumlah keseluruhan kadar air yang terkandung didalam batubara,
sebagaimana adanya dialam. Parameter ini sangat penting, karena selain dapat
mempengaruhi jumlah total cargo, juga dipergunakan sebagai salah satu pertimbangan dan
proses penanganan selama produksi. Dalam penetapannya dapat dipergunakan metode
langsung (direct method) ataupun dengan metode tidak langsung (indirect method), dengan
melakukan determinasi nilai Free Moisture dan Residual Moisture.
Free Moisture
Dalam ISO, BS dan AS, Free Moisture adalah istilah yang dipergunakan untuk
menggambarkan prosentase jumlah air yang menguap dari contoh batubara yang dikeringkan
pada kondisi ruangan (suhu dan kelembaban ruangan), yang dilakukan sampai dengan bobot
konstan. Penetapan Free Moisture ini merupakan bagian dari penetapan Total Moisture dengn
two stage determination. Didalam ASTM, parameter ini dikenal dengan istilah Air Dry Loss,
sedangkan istilah free moisture sendiri didalam ASTM adalah moisture yang terdapat pada
permukaan batubara pada kondisi tertentu, yang pada ISO, BS dan AS dikenal dengan nama
Surface Moisture.
Residual Moisture
Istilah Residual Moisture dipergunakan untuk mengggambarkan prosentase moisture yang
tersisa dalam batubara yang telah dikeringkan / telah diketahui free moisturenya. Hasil analisa
Residual Moisture dan Free Moisture dipergunakan untuk menghitung nilai Total Moisture
dengan rumus :
Dimana :
ADL : Air Dry Loss
RM : Residual Moisture
TM : Total Moisture
Proxymate Analysis
Proxymate Analysis adalah suatu rangkaian analisa yang dilakukan untuk mengetahui nilai dari
parameter ash content, volatile matter dan fixed carbon pada nilai moisture sample tertentu.
Moisture sample, ash content serta volatile matter merupakan parameter hasil analisa di
laboratorium, sedangkan fixed carbon didapat dari perhitungan.
Moisture in the Analysis Sample
Adalah nilai yang menyatakan kadar air yang dikandung oleh contoh batubara yang dianalisa
di laboratorium. Nilai moisture ini didapat dari test yang dilakukan di laboratorium pada kondisi
standart (pada humidity 60 % dan temperature 26 oC), dan berguna untuk mengkonversikan
hasil analisa ke basis kering (dry basis) ataupun basis kering dan bebas abu (dry ash free
basis).
Ash Content
Adalah sisa / residu dari pembakaran batubara yang tidak dapat terbakar (non combustible
materials). Residu yang tidak terbakar tersebut adalah senyawa dari material anorganik,
seperti SiO2, Al2O3, Fe2O3, MgO, Na2O, K2O, Mn3O4, P2O5, dan beberapa senyawa anorganik
lainnya dalam jumlah kecil. Nilai kandungan ash suatu batubara selalu lebih kecil daripada nilai
kandungan mineralnya. Hal ini terjadi karena selama pembakaran telah terjadi perubahan
kimiawi pada batubara tersebut, seperti menguapnya air kristal, karbondioksida dan oksida
sulphur.
Volatile Matter
Adalah parameter yang menyatakan jumlah kandungan zat terbang / zat mudah menguap
dalam batubara yang umumnya berupa senyawa karbon dalam bentuk gas. Volatile matter
merupakan salah satu parameter yang dipergunakan dalam mengklafikasikan rank dari
batubara.
Fixed Carbon
Merupakan kandungan karbon padat yang terdapat pada batubara. Pada dasarnya karbon
padat inilah yang dapat dibakar dan menghasilkan panas. Semakin tinggi kandungan karbon
padat, maka makin besar nilai energi yang dihasilkan, dan sebaliknya. Fixed Carbon tidak
dianalisa dilaboratorium, dengan rumus :
FC = 100 – M – A – VM
Dimana :
FC : Fxed Carbon
M : Moisture
A : Ash
VM : Volatile Matter
Ultimate Analysis
Adalah analisa memeriksa unsur2 zat organic didalam batubara, seperti karbon, nitrogen,
sulphur, dan oksigen. Keseluruhan parameter tersebut dianalisa di laboratorium kecuali
oksigen. Analisa unsure hydrogen diperlukan didalam kalkulasi perhitungan Gross ke Net
Energi. Sedangkan sulphur selain dipergunakan untuk perhitungan slagging factor, juga
merupakan parameter dasar utama dalam pemakaian bahan bakar batubara, karena sifatnya
bersenyawa membentuk asam.
Sulphur
Didalam batubara, sulphur dapat merupakan bagian dari material carbonaceous atau bagian
mineral sulfat dan sulphida. Dengan sifat mudah bersenyawa dengan unsure hydrogen dan
oksigen dengan membentuk suatu senyawa asam, maka keberadaan sulphur diharapkan
dapat seminimal mungkin. Karena sifat tersebut yang memicu polusi, maka beberapa negara
pengguna batubara menerapkan batas kandungan 1 % maksimum untuk batubara yang
dimanfaatkan dalam industri.
Sulphur dalam batubara terdapat dalam tiga bentuk, yaitu pyritic sulphur, sulphate sulphur dan
organic sulphur. Sulphur dalam bentuk pyritic dan sulphate merupakan bagian dari mineral
matter yang terdapat dalam batubara yang jumlahnya masih dapat dikurangi dengan teknik
pencucian, sedangkan organic sulphur terdapat pada seluruh material carbonaceous dalam
batubara, dan jumlahnya tidak dapat dikurangi dengan teknik pencucian. Terdapat sulphate
sulphur dalam batubara sering dipergunakan sebagai petunjuk bahwa batubara tersebut telah
mengalami oksidasi, sedangkan pyritic sulphur dianggap sebagai salah satu penyebab
timbulnya spontaneous combustion.
Ash Analysis
Salah satu sifat penting pada pemakaian batubara dalam industri adalah sifat mineralnya pada
proses pembakaran. Dengan mengetahui sifat2 tersebut, proses pemakaian batubara dapat
dirancang sedemikian rupa sehingga masalah yang mungkin timbul dapat segera diatasi,
misalnya pembuangan abu, Fly Ash, dan cairan kerak (Slag). Selain itu factor ini sering
dipergunakan sebagai arahan dalam memilih bahan bakar batubara yang cocok untuk suatu
industi. Penggambaran sifat ini secara kuantitatif dilakukan dengan cara menghitung ratio
kelompok unsur tertentu yang terkandung didalam batubara, yang mana kemudian dikenal
dengan istilah Slagging dan fouling factor. Slagging adalah masalah yang timbul pada proses
pembakaran batubara dimana abu batubara meleleh dan membentuk kerak yang menempel
pada dinding dalam ruang pembakaran dan pipa2 superheater yang berjarak renggang, yang
sulit untuk dipisahkan, sedangkan fouling adalah masalah yang timbul pada proses
pembakaran dimana abu halus yang mengandung sodium menguap bersama-sama sulphur
dan berreaksi membentuk kerak keras yang menempel pada pipa-pipa. Superheater yang
berjarak rapat, pada pipa-pipa reheater dan pada pipa-pipa economizer.
Nilai Slagging serta Fouling Factor dapat dihitung dengan rumus :
Size Distribution
Merupakan kisaran dari prosentase besar butir batubara, yang didapat dari hasil sizing
analysis. Pengujian ini penting untuk perancangan preparation plant, mengukur kinerja
crushing plant dan mengukur jumlah partikel baik yang halus maupun oversize dalam proses
pengapalan batubara. Pada penambangan, transport ataupun produksi, partikel batubara
selalu mempunyai kecenderungan untuk pecah menjadi partikel yang lebih kecil, sehingga
distribusi selalu berubah. Tingkat kecenderungan untuk pecah tersebut bervariasi, tergantung
dari jenisnya. Pada umumnya semakin rendah rank batubara semakin tinggi kecenderungan
pecahnya. Untuk mengetahui variabelitas suatu komoditas maka dibuat grafik antara size
dengan kandungan abu batubara yang dikenal sebagai Size Ash Index. Hal tersebut
dimungkinkan karena setiap perubahan dari produksi mempunyai dampak langsung terhadap
kandungan abu batubara. Selain ash distribusi besar butirpun dapat diplot terhadap nilai
Specific Energy dan juga Total Sulphur. Pembuatan grafik antara distribusi besar butir dengan
Moisture dapat pula dilakukan, namun dengan syarat bahwa proses size analysis yang
dilakukan (terlebih pada fine coal) tidak menghilangkan kadar airnya.
Traces Element
Dikenal sebagai trace metals atau Heavy Metals, karena umumnya merupakan senyawa dan
unsure logam yang terdapat dalam jumlah kecil (ppm). Walaupun keberadaannya sangat
sedikit, namun pada saat ini banyak pemakai batubara yang menerapkan batasan tertentu
sehubungan dengan sifatnya yang tergolong bahan beracun dan berbahaya. Beberapa unsu r
Trace Element yang sering diminta untuk dianalisa adalah : B, Hg, As, Se, Zn, Cu, Pb, Ag dan
Be.
PEMANFAATAN BATUBARA
Dalam pemanfaatnya, kita kenal beberapa istilah yaitu batubara uap (steam coal/Thermal coal)
dan batubara kokas (Coking coal/Methalurgical coal) yang sekarang banyak dipergunakan. Di
Indonesia kebetulan banyak memiliki jenis batubara uap (Steam coal/thermal coal) dalam
jumlah yang cukup besar dan mutunya bervariasi dari lignit hingga antrasit (gambut tidak
termasuk golongan batubara).
Jenis batubara uap sangat sesuai untuk digunakan sebagai bahan bakar untuk pembangkit
listrik tenaga uap (PLTU), sebagai bahan bakar di industri semen maupun untuk keperluan
industri kecil seperti pembakaran kapur, pembuatan bata dan genting, pengaspalan tembakau,
dan juga keperluan rumah tangga. Jenis batubara kokas (coking coal) yang digunakan sebagai
bahan reduksi dan bahan bakar dalam industri besi dan baja yang menggunakan tanur tinggi,
hingga sekarang tidak ditemukan di indonesia.
Batubara kokas karena sifat-sifatnya yang khas digunakan dalam industri besi-baja, harganya
lebih tinggi dan diwaktu yang lalu lebih digemari para pedagang batubara (coal trader)
daripada batubara uap. Tetapi dengan adanya krisis minyak pada dasawarsa 70-an dan akibat
diterapkannya kebijakasanaan diversifikasi energi, baik oleh negara-negara maju maupun
negara berkembang, peranan batubara uap kian menanjak karena harga bahan bakar
batubara kenyataannya sangat bersaing terhadap sumber daya energi lainnya termasuk gas
alam.
Hasil analisa volatile matter sangat menentukan design dari burner yang akan digunakan,
selain itu volatile matter ini sangat menentukan dalam pemakaiannya. Sebagai contoh
untuk Pembangkit Tenaga Uap sebaiknya yang dipakai adalah steaming coal yang volatile
matternya > 25 %. Sedangkan antrasite sebaiknya digunakan sebagai reduktor dalam
pabrik logam.
Hasil analisa kadar abu sangat mempengaruhi lamanya waktu yang diperlukan untuk
membersihkan tungku setelah pembakaran batubara tersebut, semakin tinggi kadar
abunya semakin lama waktu yang diperlukan.
Hasil analisa komposisi abu sangat menentukan jenis abu yang bersifat asam dan ada
yang bersifat basa. Hal ini sangat mempengaruhi terutama terjadi fouling Indeks dan
Slagging Indeks. Fouling Indeks ialah terjadinya penimbunan Na 2O pada dinding cerobong
tungku. Selagging ialah terbentuknya slag pada dasar tungku yang sangat sulit
dibersihkan. Hal ini sangat berkaitan dengan ash fusion temperature.
Element abu yang bersifat asam adalah SiO 2, Al2O3 dan TiO2, sedang yang bersifat basa
adalah unsure Fe2O3, CaO, MgO, K2O dan Na2O. Kelompok basa akan menurunkan
temperature batubara dalam penentuan ash fusion temperature dan sebaliknya kelompok
asam akan meningkatkan temperature penentuan AFT.
Selain itu element Na2O akan mempengaruhi cepat lambatnya penyempitan pada
cerobong / pipa-pipa dan mengakibatkan terjadinya penyempitan rongga cerobong asap
(Fouling Index), sedangkan sulphur content akan mempengaruhi factor slagging
index/pembentukan slag pada tanur/tungku dan sangat sulit dibersihkan.
Prinsip kerja penetapan Total Moisture ini adalah hanya membandingkan selisih berat antara
penimbangan awal (sebelum sample dipanaskan) dengan penimbangan akhir (setelah sample
dipanaskan). Sample dengan berat dan ukuran tertentu dipanaskan di dalam alat yang dinamakan
oven pada temperature (105- 110)OC dengan dialiri gas nitrogen kering, selama (3 – 6 ) jam.
Formula Perhitungan :
TM = (M 2 – M 3) x 100 %
(M 2 – M 1)
Dimana :
TM : Total Moisture (%)
M1 : Berat krusible / cawan kosong (g)
M2 : Berat krusible / cawan kosong + sample, sebelum dipanaskan (g)
M3 : Berat krusible / cawan kosong + sample, setelah dipanaskan (g)
Contoh Perhitungan :
M1 = 309.45 g
M2 = 609.61 g
M3 = 518.59 g
Prinsip kerja penetapan Total Moisture ini pengerjaannya dilakukan secara bertahap, yaitu :
1. Pada saat sample baru diterima maka sample tersebut dengan ukuran dan berat tertentu
langsung di timbang ke dalam tray yang sudah diketahui beratnya (M 1 + M2). Sample
tersebut diletakkan di dalam ruangan pada temperature udara bebas/alam, kemudian
dalam waktu 1 atau 2 jam ditimbang lagi, demikian seterusnya sampai berat sample
tersebut tetap/tidak berubah lagi, dan dicatat sebagai M 3.
Pada tahap pertama ini kita bias mengetahui beberapa banyak kadar air yang terbang
atau disebut Air Dry Loss (ADL)/Free Moisture sebelum sample tersebut dicrusher tertentu
yang digunakan untuk analisa pengerjaan selanjutnya pada tahap ke dua.
2. Pengerjaannya dilakukan sama dengan pengerjaan Total Moisture secara langsung, kadar
air yang diperoleh pada tahap ke dua ini dinamakan Residual Moisture (RM).
ADL = (M 2 – M 3) x 100 %
(M 2 – M 1)
Dimana :
Dimana :
TM = Total Moisture (%)
RM = TM yang diperoleh pada tahap ke dua pengerjaan sample ini (%)
ADL = Air Dry Loss (%)
Contoh Perhitungan :
ADL = 7.47
RM = 5.53
Penetapan size distribution ini sangat penting karena apabila partikel yang oversize
masih banyak di atas maximum yang dipersyaratkan, maka akan menghambat
produktifitas pembubukan. Begitu juga sebaliknya, apabila partikel halusnya terlalu
banyak, maka akan mengakibatkan banyaknya debu yang menyebabkan polusi,
partikel halus yang bertebaran sebagai debu akan hilang terbawa resapan air kalau
terkena hujan.
Selain hal di atas, sizing juga sangat mempengaruhi terhadap kualitas batubara yang
akan dipergunakan oleh pembeli/buyer. Semakin kecil ukuran partikel batubara
tersebut, maka semakin jelek pula kualitasnya. Size pada partikel batubara terutama
berpengaruh besar terhadap Moisture, Ash dan CV yang merupakan penentu kualitas
batubara.
Variasi ukuran partikel yang berpengaruh terhadap kualitas batubara khususnya untuk
analisa Ash Content