Anda di halaman 1dari 4

Akreditasi Rumah Sakit di Indonesia adalah suatu program yang dilaksanakan oleh Komisi

Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS), sebuah badan yang dibentuk oleh Departemen
Kesehatan Republik Indonesia untuk menyusun standar akreditasi, melakukan proses akreditasi dan
memberikan sertifikat akreditasi kepada rumah sakit-rumah sakit yang telah memenuhi persyaratan
standar akreditasi yang disusun oleh Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS).
Akreditasi rumah sakit adalah suatu pengakuan yang diberikan oleh pemerintah kepada rumah sakit
karena telah memenuhi standar yang telah dilakukan. Tujuan dari akreditasi rumah sakit ini adalah
agar kualitas diintegrasikan dan dibudayakan ke dalam sistem pelayanan rumah sakit (Depkes RI).

Akreditasi : Berdasarkan UU RI N0. 20/2003 Pasal 60 ayat (1) dan (3) ,akreditasi
adalah kegiatan yang dilakukan untuk menentukan kelayakan program dan satuan
pendidikan pada jalur pendidikan formal dan non formal pada setiap jenjang dan
jenis pendidikan berdasarkan kriteria yang bersifat terbuka. Kriteria tersebut dapat
berbentuk standar seperti yang termaktub dalam Pasal 35. ayat (1) yang menyatakan bahwa standar
nasional pendidikan terdiri atas: standar isi, stándar proses, stándar kompetensi lulusan, stándar
tenaga kependidikan, stándar sarana dan prasarana, stándar pengelolaan, stándar pembiayaan, dan
stándar penilaian pendidikan yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala.
Menurut www.bahtera.org, akreditasi adalah pengakuan terhadap lembaga pendidikan yang
diberikan oleh badan yang berwenang setelah dinilai bahwa lembaga itu memenuhi syarat kebakuan
atau kriteria tertentu; pengakuan oleh suatu jawatan tentang adanya wewenang seseorang untuk
melaksanakan atau menjalankan tugasnya.
Persiapan Akreditasi di rumah sakit dimulai dengan membentuk Pokja (Kelompok Kerja) untuk
masing-masing bidang pelayanan, misalnya: Pokja Yan Gawat Darurat, Pokja Yan Medis, Pokja
Keperawatan, dsb. Pokja-pokja ini akan mempersiapkan berbagai standar untuk diterapkan
unit/bagiannya, mendorong penerapannya dan kemudian melakukan penilaian, yang disebut
sebagai self assessment.
Penilaian dilakukan dengan menggunakan instrumen dari KARS. Instrumen ini terdapat pada satu
buku yang tersedia di KARS terjilid sekaligus untuk 16 pelayanan. Judul buku adalah Laporan Survei
Akreditasi RS, utamanya berisi Pedoman Khusus/Survei dari masing-masing pelayanan, pedoman
ini tidak lain adalah instrumen yang digunakan untuk menilai atau ”mengukur” sejauh mana RS
sudah menerapkan standar. Pedoman khusus ini untuk masing-masing pelayanan berisi tujuh
standar, terdapat parameter yang masing-masing jumlahnya berbeda-beda, kemudian ada skor, dan
keterangan DO (Definisi Operasional) serta CP (Cara Pembuktian). Dianjurkan agar Pokja
mempelajari instrumen ini dengan cermat dan mencoba melakukan penilaian masing-masing
pelayanannya.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit Indonesia (KARS) menganut sistem standar terbuka. Artinya,
persyaratan-persyaratan mutu rumah sakit dapat diketahui oleh semua orang dan dapat diterapkan
oleh semua rumah sakit, akan tetapi hanya KARS yang dapat memberikan sertifikat akreditasi.
Seluruh standar akreditasi rumah sakit terbagi atas 16 bidang pelayanan. Setiap bidang pelayanan
masing-masing terbagi lagi atas 7 standar sebagai berikut:
Standar 1. Falsafah dan Tujuan

Standar 2. Administrasi dan Pengelolaan

Standar 3. Staf dan Pimpinan

Standar 4. Fasilitas dan Peralatan

Standar 5. Kebijakan dan Prosedur

Standar 6. Pengembangan Staff dan Program Pendidikan

Standar 7. Evaluasi dan Pengendalian Mutu

Setiap standar diatas memuat parameter-parameter yang digunakan untuk menilai sebuah rumah
sakit. Parameter-parameter ini mencantumkan standar mutu dan persyaratan untuk mencapai skor
tertentu. Persyaratan dibagi dalam 6 tingkat yang diberi nilai dari 0 sampai 5 dengan 5 sebagai nilai
tertinggi. Di bagian akhir dari parameter ada penjelasan mengenai dua hal: D.O. yang berarti
Definisi Operasional. Disini dijelaskan istilah-istilah yang digunakan dalam parameter ini; C.P. yang
berarti Cara Pembuktian. Bagian ini menjelaskan cara untuk membuktikan bahwa parameter ini
telah dipenuhi dan merupakan bagian yang digunakan oleh surveyor untuk menilai sebuah rumah
sakit. Bagian ini terbagi atas tiga bagian yaitu Dokumentasi, Observasi dan Wawancara.

Dokumentasi adalah dokumen-dokumen yang disyaratkan oleh standar akreditasi. Observasi adalah
hal-hal yang harus diamati oleh surveyor untuk membuktikan bahwa standar telah dicapai.
Wawancara adalah orang-orang dan/atau fungsi-fungsi organisasi yang harus diwawancarai atau
topik-topik wawancaranya. Dan terakhir ada sebuah kotak tempat mencantumkan skor yang dicapai
(www.rumondor.net).
Berdasarkan literatur luar negeri dan juga pengalaman KARS di Indonesia, manfaat yang diperoleh
RS karena akreditasi adalah sebagai berikut:

1. Peningkatan pelayanan (diukur dengan clinical indicator);


2. Peningkatan administrasi & perencanaan;
3. Peningkatan koordinasi asuhan pasien;
4. Peningkatan koordinasi pelayanan;
5. Peningkatan komunikasi antara staf;
6. Peningkatan sistem & prosedur;
7. Lingkungan yang lebih aman;
8. Minimalisasi risiko;
9. Penggunaan sumber daya yang lebih efisien;
10. Kerjasama yang lebih kuat dari semua bagian dari organisasi;

11. Penurunan keluhan pasien & staf;


12. Meningkatnya kesadaran staf akan tanggung jawabnya;

13. Peningkatan moril dan motivasi;

14. Re-energized organization;

15. Kepuasan pemangku kepentingan (stakeholder).

Penilaian hasil oleh surveyor kemudian diajukan ke Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), dan
keputusan Akreditasi adalah sebagai berikut: Tidak Diakreditasi (Tidak Lulus); Akreditasi Bersyarat:
nilai total >65 % – <75 %, tidak ada nilai < 60%, 1 tahun disurvei/nilai lagi pelayanan yang nilainya
di bawah 75%; Akreditasi Penuh: nilai total > 75 %, tidak ada nilai < 60%, 3 tahun masa berlaku.
Akreditasi Istimewa: 5 tahun masa berlaku, didapat setelah 3 X berturut-turut lulus.

Perjalanan dalam kota di Jakarta membuat saya lebih punya waktu memperhatikan keadaan sekitar.
Penumpang Trans Jakarta yang mengantuk, bergelantungan, memakai earphone dari iPod maupun ponsel, dan
pengguna jalan lain yang ada di sekitar bus Trans Jakarta. Saya lalu berpikir dan membayangkan. Bagaimana
perilaku masing-masing orang itu apabila sakit? Ke pelayanan kesehatan mana mereka akan pergi?
Apakah masing-masing dari mereka mempunyai jaminan pemeliharaan dan/atau pembiayaan kesehatan?
Apabila mereka pergi ke rumah sakit, nilai-nilai apa saja yang mereka harapkan? Apakah mereka tahu bahwa
di Kuningan, di gedung Kementerian Kesehatan, ada satu ruang kecil yang dipakai oleh sekumpulan orang
yang menyebut diri mereka Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) yang bertugas mengawasi dan menetapkan
mutu pelayanan rumah sakit?
Republik Indonesia, yang merdeka sejak tahun 1945 dengan lebih dari dua ratus lima puluh juta penduduk,
mempunyai tak kurang dari seribu enam ratus lima puluh rumah sakit. Untuk mengatur rumah sakit sebanyak
itu, terbitlah undang-undang no. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit. Dalam undang-undang tersebut
diamanatkan adanya syarat mutu akreditasi rumah sakit oleh lembaga independen yang menjadi syarat
perpanjangan ijin operasional rumah sakit. Setiap rumah sakit, tanpa kecuali, harus melalui proses akreditasi
dan bila dinyatakan lulus baru dapat memperpanjang ijin operasionalnya.
Akreditasi di Indonesia, berarti pengakuan pemerintah bahwa rumah sakit tersebut telah memenuhi standar
mutu tertentu. KARS, sejak tahun 1995 telah menetapkan adanya tiga jenjang kelengkapan akreditasi mulai
dari 5 (lima) pelayanan, 12 (dua belas) pelayanan, dan 16 (enam belas) pelayanan. Setiap rumah sakit dapat
memilih sesuai dengan kebutuhan dan kekuatannya sendiri. Setelah disurvei, rumah sakit dapat saja lulus
penuh, lulus bersyarat, atau tidak lulus. Akreditasi model ini berbasis kepada performa unit kerja. Diharapkan
dengan integrasi unit-unit kerja yang masing-masing memenuhi standar, performa rumah sakit dapat
meningkat dan memenuhi standar yang ditetapkan KARS.
Salah satu masalah yang mengikuti adalah sudahkah KARS sebagai lembaga “independen” yang mengurus
akreditasi ini diakreditasi oleh badan pengawas mutu yang lebih kompeten? Pertanyaan berikutnya adalah
apakah pasien sebagai pengguna jasa rumah sakit merasakan manfaat akreditasi rumah sakit?
Jawabannya adalah belum. KARS akan diakreditasi oleh lembaga internasional yang mengurus mutu pelayanan
kesehatan pada tahun 2013.
Tidak banyak sebenarnya yang diharapkan oleh pasien dan masyarakat terhadap pelayanan rumah sakit.
Mereka mengharapkan pelayanan yang terjangkau, manusiawi, dan (ini yang sulit) menyembuhkan. Akreditasi
rumah sakit, sebagai alat menjaga mutu tidak otomatis mempertemukan kepentingan regulator, kepentingan
manajemen rumah sakit, dan harapan pasien.
Dua hal inilah yang saya rasa mendasari KARS untuk membuat standar baru untuk akreditasi rumah sakit
yang akan dipakai mulai awal tahun 2012. Pedoman baru ini berdasarkan pada standar akreditasi rumah sakit
dari Joint Committee International yang secara luas diterima di dunia. Standar baru akreditasi rumah sakit
tidak lagi berdasarkan enam belas unit/satuan kerja yang ada di rumah sakit, namun dibagi menjadi dua
kelompok standar dan dua kelompok sasaran. Standar baru ini menyoroti proses, sementara standar lama
lebih menggarisbawahi pada outcome dan siklus PDCA.
Standar baru dibagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok standar pelayanan berfokus pada pasien dan
kelompok standar manajemen rumah sakit dan dua sasaran yaitu sasaran keselamatan pasien rumah sakit dan
sasaran millennium development goals.
Standar pelayanan berfokus pada pasien terbagi menjadi tujuh bab, yaitu (1) akses ke pelayanan dan
kontinuitas pelayanan (APK; (2) hak pasien dan keluarga (HPK); (3) asesmen pasien (AP); (4) pelayanan
pasien (PP); (5) pelayanan anestesi dan bedah (PAB); (6) manajemen dan penggunaan obat (MPO); dan (7)
pendidikan pasien dan keluarga (PPK).
Standar manajemen rumah sakit terbagi menjadi enam bab, yaitu (1) penungkatan mutu dan keselamatan
pasien (PMKP); (2) pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI); (3) tata kelola, kepemimpinan, dan
pengarahan (TKP); (4) manajemen fasilitas dan keselamatan (MFK); (5) kualifikasi dan pendidikan staf (KPS);
dan (6) manajemen komunikasi dan informasi (MKI).
Sasaran keselamatan pasien rumah sakit terbagi menjadi enam sasaran, yaitu (1) sasaran ketepatan
indentifikasi pasien; (2) sasaran peningkatan komunikasi yang efektif; (3) peningkatan keamanan obat yang
perlu diwaspadai; (4) kepastian tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi; (5) pengurangan resiko
infeksi terkait pelayanan kesehatan; dan (6) pengurangan resiko pasien jatuh.
Sasaran millennium development goals terbagi menjadi tiga sasaran, yaitu (1) penurunan angka kematian bayi
dan peningkatan kesehatan ibu; (2) penurunan angka kesakitan HIV/AIDS; dan (3) penurunan angka
kesakitan tuberkulosis.
Bagaimana implementasi standar-standar baru tersebut? Mohon bersabar sampai tulisan berikutnya.

Disusun oleh dr. Robertus Arian D. (Ketua Pokja Pelayanan Medis RS Panti Rapih pada survei akreditasi 16
pelayanan 2009-2010).

Komentar

Anda mungkin juga menyukai