TINJAUAN PUSTAKA
Sebelum membahas pengertian asuransi kesehatan sosial atau yang dikenal dengan
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), beberapa pengertian yang patut diketahui terkait dengan
Asuransi sosial merupakan mekanisme pengumpulan iuran yang bersifat wajib dari
peserta, guna memberikan perlindungan kepada peserta atas risiko sosial ekonomi
yang menimpa mereka dan atau anggota keluarganya (UU SJSN No.40 tahun 2004).
Sistem Jaminan Sosial Nasional adalah tata cara penyelenggaraan program Jaminan
Sosial oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dan BPJS
Ketenagakerjaan.
Jaminan Sosial adalah bentuk perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar
Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional di Indonesia dimulai sejak 1 Januari tahun 2014
yang dilakukan secara bertahap dengan harapan dapat mencapai Universal Health Coverage
pada tahun 2019 sebagaimana diamanatkan Undang Undang. Tujuan Jaminan Kesehatan
Nasional dijelaskan dalam UU SJSN (2004) Pasal 2 yang menyatakan bahwa kebijakan ini
dipilih oleh pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan keadilan sosial bagi rakyat
Indonesia. Dengan demikian prinsip keadilan harus dipergunakan dalam kebijakan JKN.4
Kepesertaan JKN merupakan setiap orang termasuk warga asing yang bekerja paling
2. Peserta bukan Penerima Bantuan Iuran (PBI) adalah orang yang tidak tergolong fakir
2) Anggota TNI;
3) Anggota Polri;
4) Pejabat Negara;
7) Pekerja yang tidak termasuk angka (1) sampai angka (6) yang menerima Upah.
2) Pekerja yang tidak termasuk angka (1) yang bukan penerima Upah;
3) Pekerja sebagaimana dimaksud angka (1) dan angka (2), termasuk warga Negara
1) Investor;
2) Pemberi Kerja;
3) Penerima Pensiun;
4) Veteran;
6) Bukan Pekerja yang tidak termasuk angka (1) sampai dengan angka (5) yang
2) Anggota TNI dan anggota Polri yang berhenti dengan hak pensiun;
5) Janda, duda atau anak yatim piatu dari penerima pensiun sebagaimana dimaksud
pada angka (1) sampai dengan angka (4) yang mendapat hak pensiun.
Manfaat Jaminan Kesehatan Nasional terdiri atas dua jenis yaitu manfaat medis berupa
pelayanan kesehatan dan manfaat non medis meliputi akomodasi dan ambulans. Ambulans
hanya diberikan untuk pasien rujukan dari fasilitas kesehatan dengan kondisi tertentu yang
dan rehabilitatif termasuk pelayanan obat dan bahan medis habis pakai sesuai dengan
kebutuhan medis.6
Penyuluhan mengenai pengelolaan faktor risiko penyakit dan perilaku hidup bersih dan
sehat.
2. Imunisasi dasar
Imunisasi yang meliputi Baccile Calmett Guerin (BCG), Difteri Pertussis Tetanus dan
3. Keluarga berencana
Pelayanan yang meliputi konseling, kontrasepsi dasar, vasektomi dan tubektomi bekerja
sama dengan lembaga yang membidangi keluarga berencana. Vaksin untuk imunisasi dasar
dan alat kontrasepsi dasar disediakan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah
4. Skrining kesehatan
Diberikan secara selektif yang ditujukan untuk mendeteksi risiko penyakit dan mencegah
dampak lanjutan dari risiko penyakit tertentu. Namun ada manfaat yang tidak dijamin dalam
JKN yaitu pelayanan di luar fasilitas kesehatan yang bekerja sama dengan BPJS Kesehatan,
pelayanan yang bertujuan kosmetik, tidak sesuai dengan prosedur, general check up,
Jaminan Kesehatan Nasional mengacu pada prinsip-prinsip Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) berikut:
- Prinsip kegotongroyongan
Gotong royong sesungguhnya sudah menjadi salah satu prinsip dalam hidup
bermasyarakat dan juga merupakan salah satu akar dalam kebudayaan kita. Dalam
SJSN, prinsip gotong royong berarti peserta yang mampu membantu peserta yang
kurang mampu, peserta yang sehat membantu yang sakit atau yang berisiko tinggi, dan
peserta yang sehat membantu yang sakit. Hal ini terwujud karena kepesertaan SJSN
bersifat wajib untuk seluruh penduduk, tanpa pandang bulu. Dengan demikian, melalui
prinsip gotong royong jaminan sosial dapat menumbuhkan keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia.
- Prinsip nirlaba
Pengelolaan dana amanat oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) adalah
nirlaba bukan untuk mencari laba (for profit oriented). Sebaliknya, tujuan utama
adalah untuk memenuhi sebesar-besarnya kepentingan peserta. Dana yang
Prinsip prinsip manajemen ini mendasari seluruh kegiatan pengelolaan dana yang
- Prinsip portabilitas
Kepesertaan wajib dimaksudkan agar seluruh rakyat menjadi peserta sehingga dapat
tetap disesuaikan dengan kemampuan ekonomi rakyat dan pemerintah serta kelayakan
bersamaan dengan itu sektor informal dapat menjadi peserta secara mandiri, sehingga
pada akhirnya Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dapat mencakup seluruh rakyat.
Dana yang terkumpul dari iuran peserta merupakan dana titipan kepada badan-badan
kepentingan peserta.
Program JKN merupakan implementasi dari Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial
Nasional dan UU Badan Penyelenggara Jaminan Sosial untuk mencapai UHC. Jaminan
1. Akses Fisik
Di mana ketersediaan layanan kesehatan yang baik, terjangkau dari segi jarak, jam buka yang
2. Keterjangkauan Keuangan
3. Akseptabilitas
Kesediaan orang untuk mencari layanan. Penerimaan pasien terhadap layanan rendah ketika
melihat layanan tidak efektif atau ketika faktor-faktor sosial dan budaya seperti bahasa atau
usia, jenis kelamin, dan etnis/agama dari penyedia kesehatan mencegah mereka mencari
layanan tersebut.
KESEHATAN2
Grindle (1980) dibagi menjadi dua bagian yaitu isi kebijakan dan lingkungan kebijakan. Isi
kebijakan terdiri dari: (1) Kepentingan kelompok sasaran, (2) Tipe Manfaat, (3) Letak
pengambilan keputusan, (4) Derajat Perubahan, (5) Pelaksana program, (6) Sumber Daya.
Jaminan Kesehatan Nasional memiliki sasaran untuk semua masyarakat Indonesia tanpa
memisahkan golongan apapun, karena mereka miliki misi pada tahun 2019 semua
masyarakat Indonesia sudah menjadi peserta Jaminan Kesehatan Nasional. Hal tersebutlah
yang menjadi kelompok sasaran dari Jaminan Kesehatan Nasional, jadi semua masyarakat
Indonesia yang menjadi kelmpok sasaran. Kepentingan masyarakat dari semua golongan
sebagai sasaran atau objek program jaminan kesehatan nasional dari Pemkot Semarang
adalah untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang baik di fasilitas-fasilitas kesehatan yang
telah ditetapkan dengan anggaran APBN dan bisa dijangkau oleh masyarakat golongan
bawah.
Kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan mutu
kesehatan dan mampu dijangkau oleh semua golongan, terutama kalangan masyarakat
menengah ke bawah. Pelayanan kesehatan menjadi aspek penting yang diperhatikan oleh
pemerintah selain pendidikan dan ekonomi. Masyarakat yang sudah terdaftar sebelumnya
tidak lagi membayar iuran setiap bulannya karena sudah mendapatkan Penerima Bantuan
Iuran (PBI). Dana yang diperoleh BPJS Kesehatan untuk peserta PBI diambil dari APBD
Jawa Tengah. Akan tetapi, berbeda lagi dengan peserta yang melakukan pendaftaran secara
mandiri. Mereka dikenakan premi pembayaran setiap bulannya tergantung kelas yang
dipilihnya. Manfaat yang didapat dari pelayanan kesehatan yang diberikan kepada peserta
JKN terdapat dalam Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 Tahun 2014 tentang Pedoman
Untuk dapat diimplementasikan, kebijakan-kebijakan yang telah diambil dan dibuat oleh
berbagai instansi pemerintah, kemudian dituangkan dalam bentuk dokumen tertulis dan juga
mempunyai kekuatan hukum. Dokumen tertulis yang lazim ini disebut dengan produk
hukum, dibuat berjenjang sesuai dengan hierarki pengambilan keputusan dalam kebijakan.
Kebijakan JKN sudah sesuai dengan koridor hukum yang berlaku. Dasar hukumnya adalah
UU No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional. Ketika awal pelaksanaan
JKN tahun 2014 ini memang memiliki banyak masalah yang terjadi di lapangan karena masih
terjadi kurangnya koordinasi. Akhirnya munculah Peraturan Menteri Kesehatan No. 28 tahun
2014 tentang pedoman pelaksanaan JKN. Semua pelaksanaan sudah diatur dalam Permenkes
No. 28 tersebut. Dalam penerapan kebijakan JKN, ada tiga lembaga yang juga berpengaruh
didalamnya yaitu BPJS Kesehatan selaku lembaga yang ditugaskan untuk menjalankan JKN,
Setiap kebijakan memiliki tujuan yang ingin dicapainya. Seperti halnya kebijakan Jaminan
Kesehatan Nasional, memiliki tujuan untuk memberikan pelayanan kesehatan dan juga
kesehatan bagi seluruh masyarakat Indonesia. Pada awalnya, pelayanan kesehatan yang
diberikan oleh pemerintah baik itu pusat maupun kabupaten/kota masih jauh dari harapan
terutama bagi masyarakat golongan kebawah. Akan tetapi, pemerintah terus berusaha untuk
Puncaknya adalah ketika pada tanggal 1 Januari 2014 silam yaitu dengan di terbitkannya
Jaminan Kesehatan Nasional yang dikelola oleh BPJS Kesehatan sebagai wujud perbaikan
system jaminan kesehatan yang ada di Indonesia. BPJS Kesehatan ini merupakan bentuk
transformasi dari PT. ASKES (Persero). Tentunya, kemunculan kebijakan Jaminan Kesehatan
Nasional ini merupakan awal perubahan untuk pelayanan kesehatan bagi masyarakat
Indonesia guna meningkatkan mutu kesehatan. Agar nantinya tidak ada lagi yang merasa
disulitkan ketika akan berobat kerumah sakit terutama bagi masyarakat miskin.
Peranan sumber daya bagi implementasi sebuah kebijakan memiliki peranan yang sangat
penting terutama sumber daya manusia dan sumber daya finansial atau anggaran. Sebuah
kebijakan pastilah dibutuhkan sumber daya untuk menjamin keberlangsungan kebijakan
terebut baik itu sumber daya manusia maupun sumber daya anggaran. Sumber daya manusia
sebagai implementasi suatu kebijakan, sehingga dapat berjalan secara efisisien apabila
sumber dayanya mencukupi dan dapat bekerja secara professional dan efektif didalam
menjalankan sebuah prigram sesuai dengan rumusan kebijakan yang telah ditentukan.
Adapun sumber daya finansial juga memiliki kedudukan yang sangat penting karena
implementasi kebijakan tidak akan berjalan apabila secara finansial tidak mencukupi.
Sumber : Analisis Sistem Rujukan Jaminan Kesehatan Nasional RSUD. Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak
Sumber : Analisis Sistem Rujukan Jaminan Kesehatan Nasional RSUD. Dr. Adjidarmo Kabupaten Lebak
sosial dan prinsip ekuitas dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat
Manfaat jaminan ini meliputi pelayanan kesehatan perseorangan mulai dari pelayanan
promotif, preventif, kuratif,hingga rehabilitatif, termasuk obat dan bahan medis habis pakai
pemerintah dan swasta yang menjalin kerja sama dengan Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS). Namun, dalam keadaan darurat, pelayanan dapat diberikan di fasilitas
membayar iuran atau iurannya dibayarkan oleh pemerintah. Mereka yang dibayarkan oleh
Pemerintah (PBI) adalah mereka yang tidak memiliki pekerjaan, orang yang mengalami cacat
total, fakir miskin dan orang tidak mampu. Untuk peserta yang mengalami pemutusan
hubungan kerja, kepesertaan jaminan kesehatan tetap berlaku selama enam bulan setelah
pemutusan hubungan kerja. Namun, jika setelah enam bulan belum mendapat pekerjaan dan
Besaran iuran jaminan kesehatan untuk peserta penerima upah ditentukan berdasarkan
persentase dari upah sampai dengan batas tertentu yang secara bertahap ditanggung bersama
oleh pekerja dan pemberi kerja. Untuk peserta yang tidak menerima upah, besaran iuran
jaminan kesehatan ditentukan berdasarkan nominal yang ditinjau secara berkala. Sedangkan
untuk PBI, besaran iuran ditentukan berdasarkan nominal yang ditetapkan secara berkala.8
Dalam pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional, dipilih mekanisme asuransi sosial dan
bukan mekanisme pajak. Oleh karenanya, besaran iuran dan jaminan yang didapat perlu
dihitung secara benar. Hitungan para ahli menyimpulkan besaran iuran sebesar Rp25.424 per
orang per bulan untuk PBI yang dibayar oleh pemerintah. Besaran iuran tersebut untuk
keekonomian dengan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan juga oleh fasilitas kesehatan
milik swasta sebesar Rp59.413 per orang per bulan. Untuk PBI, Kementerian Kesehatan
mengusulkan iuran sebesar Rp22.000 per orang per bulan dan Dewan Jaminan Sosial
Nasional mengusulkan iuran sebesar sebesar Rp27.000 per orang per bulan. Namun, besaran
iuran PBI yang ditetapkan sebesar Rp19.225 per orang per bulan. Pembayaran iuran PBI oleh
pemerintah ke BPJS merupakan mekanisme aliran dana dari pusat ke daerah yang paling
efektif. Penduduk yang dijamin ada di daerah sedangkan iuran dibayar oleh pemerintah pusat.
Pegawai Negeri Sipil dan anggota TNI/ Polri, persentase tersebut terdiri dari 3% yang
ditanggung pemerintah sebagai pemberi kerja dan 2% ditanggung setiap pegawai. Sedangkan
untuk pekerja dengan pendapatan tetap yang selama ini menjadi anggota Jamsostek,
1% ditanggung pekerja. Namun, para pekerja menuntut iuran sepenuhnya menjadi tanggung
jawab pengusaha. Besaran iuran tersebut sudah disepakati dalam rapat koordinasi dengan
sejumlah menteri tetapi belum ditetapkan sebagai peraturan presiden padahal pelaksanaan
mengatur pelimpahan tugas dan tanggung jawab pelayanan kesehatan secara timbal balik
baik vertikal maupun horizontal yang wajib dilaksanakan oleh peserta jaminan kesehatan atau
medis, yaitu:
a. Dimulai dari pelayanan kesehatan tingkat pertama oleh fasilitas kesehatan tingkat
pertama
b. Jika diperlukan pelayanan lanjutan oleh spesialis, maka pasien dapat dirujuk ke fasilitas
c. Pelayanan kesehatan tingkat kedua di faskes sekunder hanya dapat diberikan atas
d. Pelayanan kesehatan tingkat ketiga di faskes tersier hanya dapat diberikan atas rujukan
2. Pelayanan kesehatan di faskes primer yang dapat dirujuk langsung ke faskes tersier hanya
untuk kasus yang sudah ditegakkan diagnosis dan rencana terapinya, merupakan
b. bencana;
Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah Daerah
untuk kasus yang sudah ditegakkan rencana terapinya dan terapi tersebut hanya dapat
a. Dalam keadaan tertentu, bidan atau perawat dapat memberikan pelayanan kesehatan
b. Bidan dan perawat hanya dapat melakukan rujukan ke dokter dan/atau dokter gigi
pemberi pelayanan kesehatan tingkat pertama kecuali dalam kondisi gawat darurat dan
5. Rujukan Parsial
kesehatan lain dalam rangka menegakkan diagnosis atau pemberian terapi, yang
c. Apabila pasien tersebut adalah pasien rujukan parsial, maka penjaminan pasien
Program rujuk balik di era jaminan kesehatan nasional (JKN) ini menjadi salah satu
program unggulan untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan bagi peserta BPJS
Kesehatan. Selain mempermudah akses pelayanan kepada penderita penyakit kronis, program
rujuk balik membuat penanganan dan pengelolaan penyakit peserta BPJS Kesehatan menjadi
lebih efektif.5,6
Jika pasien sudah dinyatakan pulih oleh dokter rumah sakit, maka pengobatan
ini diawali surat rekomendasi dokter rumah sakit tentang kondisi pasien. Selanjutnya, pasien
bisa mendaftar ke fasilitas pelayanan primer atau kantor cabang BPJS untuk dimasukkan
Setelah itu, pasien akan menerima pengobatan di fasilitas kesehatan primer dan
menebus obat di apotek yang sudah bekerja sama dengan BPJS Kesehatan. Pada awal
dimulainya JKN, obat bagi penderita penyakit kronis sempat menjadi masalah, karena obat
hanya diberikan 3-7 hari. Obat tersebut pun harus diambil di rumah sakit melalui rujukan dari
faskes primer. Kondisi ini membuat tidak nyaman peserta BPJS Kesehatan karena harus
Sesuai SE Menkes Nomor 32 tersebut, pada masa transisi terdapat 3 jenis obat yang
dapat ditagihkan diluar paket InaCBGs, yaitu pelayanan kronis bagi pasien yang kondisinya
belum stabil, pelayanan obat kronis bagi pasien yang kondisinya sudah stabil dan pelayanan
obat kemoterapi untuk penderita Thalasemia dan Hemofilia akan ditambahkan tarif top up.
Keluhan pelayanan obat banyak disampaikan oleh peserta BPJS eks peserta Askes
karena sebelumnya mendapat obat rutin untuk 30 hari. Namun dikarenakan terdapat
perubahan terhadap pola pembayaran ke rumah sakit dengan menggunakan INA CBG’s saat
Kini, persoalan itu sudah bisa di atasi dan pengelolaan di faskes primer. Dalam JKN
cakupan pelayanan obat yang diperoleh oleh peserta BPJS Kesehatan adalah pemberian obat
di Rawat Jalan Tingkat Pertama (RJTP)/Rawat Inap Tingkat Pertama di fasilitas kesehatan
tingkat primer, serta pemberian obat di Rawat Jalan Tingkat Lanjutan (RJTL)/Rawat Inap
Daftar dan harga obat dan bahan medis habis pakai (BMHP) mengacu pada daftar dan
harga obat dan BMHP yang ditetapkan oleh Menteri Kesehatan. Untuk daftar obat dan
BMHP mengacu kepada Formularium Nasional (Fornas) dan untuk daftar harga obat dan
tingkat pertama sudah termasuk dalam komponen kapitasi yang dibayarkan BPJS Kesehatan.
Begitu pula dengan pelayanan obat, alat kesehatan dan BMHP pada fasilitas kesehatan
rujukan tingkat lanjutan merupakan salah satu komponen yang dibayarkan dalam paket INA
CBGs.5,6
Apabila kondisi penyakit kronisnya belum stabil, maka fasilitas kesehatan tingkat
lanjutan dapat memberikan tambahan resep obat penyakit kronis (mengacu kepada Fornas)
diluar paket INA CBGs sesuai indikasi medis sampai jadwal kontrol berikutnya.
Peserta yang menderita penyakit kronis yang belum stabil diberikan resep obat untuk
kebutuhan 30 hari sesuai indikasi medis yang pemberiannya terbagi dalam 2 (dua) resep:
1. Kebutuhan obat untuk sekurang-kurangnya 7 (tujuh) hari disediakan oleh rumah sakit,
2. Kebutuhan obat untuk sebanyak-banyaknya 23 (dua puluh tiga) hari diresepkan oleh
dokter yang merawat, diambil di Instalasi farmasi Rumah Sakit atau Apotek/Depo
Farmasi yang ditunjuk. Biaya obat ini ditagihkan secara fee for service kepada BPJS
Obat untuk penyakit kronis yang kondisinya sudah stabil dapat diberikan oleh fasilitas
kesehatan tingkat pertama sebagai Program Rujuk Balik. Obat Program Rujuk Balik
diresepkan oleh dokter fasilitas kesehatan tingkat pertama berdasarkan rekomendasi dari
Jenis penyakit yang termasuk di dalam cakupan Program Rujuk Balik adalah Diabetes
Mellitus, Hipertensi, Jantung, Asma, Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK), Epilepsi,
Schizophrenia, Stroke, Systemic Lupus Erythematosus (SLE) dan Sirosis Hepatis. Namun
sesuai dengan rekomendasi perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI) dan Komite
Nasional Fornas, Sirosis Hepatis tidak dapat dilakukan rujuk balik ke fasilitas kesehatan
Resep obat Program Rujuk Balik dapat diberikan untuk kebutuhan 30 hari dan obat diambil
thalassemia dan hemophilia dapat juga dilakukan di fasilitas kesehatan tingkat II denga
Pemberian obat kemoterapi dan thalassemia dapat diberikan pada pelayanan Rawat
1. Pelayanan kemoterapi baik pada rawat jalan maupun rawat inap ditagihkan dengan
paket INA CBGs dan obatnya dapat ditagihkan secara fee for service kepada BPJS
Kesehatan
2. Pelayanan obat mengacu kepada Fornas, Pedoman Pelaksanaan Fornas dan ketentuan
3. Pasien thalassemia yang dilayani di rawat jalan tingkat lanjutan ditagihkan sebagai
4. Pasien hemophilia A dan Hemophilia B yang dirawat inap, pengajuan klaim berupa
tarif INA CBGs ditambah tarif top up sesuai ketetapan Menkes, diajukan secara fee
for service
5. Tarif tambahan tersebut sama untuk semua tingkat keparahan dan kelas perawatan
Pelayanan Program Rujuk Balik adalah Pelayanan Kesehatan yang diberikan kepada
penderitapenyakit kronis dengan kondisi stabil dan masih memerlukan pengobatan atau
1. Bagi Peserta
dan rehabilitatif
a. Meningkatkan fungsi Faskes selaku Gate Keeper dari aspek pelayanan komprehensif
based)
Setelah peserta mengisi formulir pendaftaran peserta PRB, peserta menerima buku kontrol
Peserta PRB
Kebijakan tersebut dapat berjalan dengan baik sesuai harapan apabila badan pelaksana
yang terjadi tidak semua masyarakat dan badan usaha sepenuhnya memahami secara detail
mengenai kebijakan ini, termasuk mengenai hal-hal teknis yang bersifat prosedural untuk
dan itu merupakan bagian dari tugas penyelenggara jaminan kesehatan untuk melakukan
sosialisasi secara kontinu agar tidak terjadi ketidakpahaman masyarakat mengenai kebijakan
tersebut. Dalam kebijakan Jaminan Kesehatan Nasional yang diselenggarakan melalui BPJS
Kesehatan yang kepesertaannya bersifat wajib bagi setiap Warga Negara (Kemenkes, 2013),
salah satu indikator keberhasilan dari kebijakan jaminan kesehatan ini dinilai dari penerimaan
Nasional
dilihat dari keterkaitan keadaan sosial ekonomi dan budaya serta responsifitas dari
masyarakat.
Suatu kebijakan yang dibuat, perlu diperhitungkan terlebih dahulu kekuatan atau
Kesehatan Nasional di kota besar kekuasaan dan kepentingan dari aktor tidak
- Karakteristik Lembaga
Karakteristik lembaga merupakan lingkungan dimana berpengaruhnya dari
Kesehatan Nasional di Kota besar, dua lembaga yang berperan penting dalam
pelaksanaannya adalah Dinas Kesehatan Kota dan BPJS Kesehatan Kantor Cabang
Utama
Berdasarkan pengamatan dan penjelasan di kota Semarang yang diberikan oleh para
narasumber, tidak ditemukan adanya penolakan dari pihak internal BPJS Kesehatan
Kantor Cabang Utama Semarang ataupun Dinas Kesehatan Kota Semarang terhadap
disebabkan oleh cukup tersedianya sumber-sumber dana dalam pelaksanaan JKN dan
juga karena memang JKN ini sumber dananya lebih besar berasal dari hasil premi
masyarakat dan anggaran APBN secara langsung yang turun untuk BPJS Kesehatan
Dalam pelaksanaan JKN oleh BPJS Kesehatan, muncul beberapa hambatan dan
keluhan yang terjadi baik dari eksternal yang dialami oleh pemberi pelayanan yang berasal
dari luar organisasi itu sendiri maupun internal hambatan yang berasal dari dalam organisasi
itu sendiri.
a. Hambatan Eksternal
berbadi dalam subsidi silang ini. Tidak hanya dari kaum menegah kebawah yang
merasa pembayaran masih mahal, namun datang juga dari kaum menengah keatas
dimana mereka malah menggunkan atau memilih golongan III yaitu dengan biaya
2. Kesadaran bagi peserta mandiri untuk membayar iuran Banyak warga yang
mendaftar JKN hanya untuk mendaptkan pengobatan gratis selama dia sakit, setelah
itu banyak warga yang tidak membayar lagi setelah merasa sakitnya sudah sembuh.
Padahal sudah dijelaskan jika warga tidak membayar iuran selama 6 bulan maka
Seharusnya dapat dipahami oleh semua warga bahwa jaminan kesehatan itu sangatlah
penting.
3. Peserta JKN belum paham sistem rujukan berjenjang dan prosedur pelayanan JKN
Hal ini terkait dengan sosialisasi yang dilakukan, mungkin kurang menyeluruh atau
bisa juga cenderung masyarakat yang acuh apabila ada petugas datang dan
mengenai dimana tempat Fasilitas Kesehatannya, dimana dia harus berobat kalau
dirujuk, dan sebagainya. Hal ini diharapkan menjadi perhatian besar bagi
b. Hambatan internal
perundang-undangan yang berlaku dan mengikat inilah kebijakan dapat ditegakkan dengan
baik. Peraturan yang ada diupayakan untuk dibuat semaksimal mungkin. Dalam
pelaksanaannya, pemerintah merasa masih banyak hal hal yang perlu diperbaiki dalam
Pengukuran respon masyarakat dengan 3 indikator yang terdiri dari persepsi, sikap
dan partisipasi. Adapun respon masyarakat peserta baik berupa pemahaman pengetahuan,
penilaian, penolakan ,pengharapan, menikmati, pelaksanaan, menilai, peran serta dan kualitas
Menurut Supriyanto & Wulandari mutu adalah pelayanan yang dapat memenuhi
pelayanan kesehatan menurut Donabedian adalah aplikasi dari ilmu medis dan teknologi
menurut Mosadeghrad baiknya mutu pelayanan kesehatan bila pasien dilayani dengan
pelayanan yang sesuai,baik dari segi cara melayani yang berkompeten, komunikasi yang
baik, pengambilan keputusan bersama dan kepekaan budaya. Pelayanan yang sesuai berarti
pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan pasien, tidak berlebihan dalam memberikan
pelayanan, tidak memberikan pelayanan yang kurang atau bahkan tidak memberikan
pelayanan yang dibutuhkan pasien. Banyak definsi mengenai mutu secara luas maupun mutu
pelayanan kesehatan, hal ini karena mutu memiliki konsep yang abstrak. Konsep mutu yang
Selain sulit mendefinisikan mutu pelayanan kesehatan karena memiliki konsep yang asbtrak,
penilaian terhadap mutu pelayanan kesehatan juga menjadi sulit karena karakteristik mutu
mutu pelayanan kesehatan. Hal ini karena fasilitas kesehatan memiliki orientasi terhadap
ditentukan berdasarkan persepsi mereka terhadap suatu pelayanan yang mereka terima.
Ketika individu menerima pelayanan melebihi atau sesuai dengan harapannya, maka individu
akan merasa puas. Namun ketika individu menerima pelayanan kurang dari harapan atau
ekspektasi mereka, maka individu akan merasa kurang puas atau tidak puas. Kepuasan
merupakan outcome dari proses layanan kesehatan yang diberikan oleh fasilitas kesehatan.
Terdapat beberapa indikator kepuasan yang dapat digunakan untuk mengatahui kualitas atau
mutu pelayanan yaitu seperti indikator Reliability, Assurance, Tangibles, Empathy, dan
Responsiveness (RATER).11
indikator prosedur pelayanan. Pada indikator ini masyarakat menilai unit pelayanan instanasi
pemerintah berdasarkan kemudahan masyarakat dalam memahami alur pelayanan yang ada
mendapatkan Pelayanan di intansi pemerintah. Aspek Sumber Daya Manusia (SDM) juga
menjadi salah satu aspek penilaian masyarakat terhadap pelayanan di unit pelayanan instansi
pemerintah, terutama SDM yang memberikan pelayanan tersebut. Hal ini terlihat pada
indikator ketiga, indikator keempat, indikator kelima, indikator keenam dan indikator
kesembilan. 11
kepastian petugas pemberi pelayanan menjadi aspek yang dinilai oleh masyarakat untuk
mengetahui tingkat kepuasan masyarakat. Kepastian yang dimaksud dalam indikator ini
adalah kepastian nama, jabatan, kewenangan dan tanggung jawab petugas pelayanan.
Indikator keempat adalah kedisiplinan petugas yaitu sikap disiplin petugas pelayanan selama
memberikan pelayanan. Indikator kelima adalah tanggung jawab petugas pelayanan.
kejelasan wewenang dan tanggung jawab petugas selama memberikan pelayanan menjadi
penilaian dalam indikator ini. Selanjutnya adalah indikator kelima yaitu indikator
kemampuan petugas pelayanan. Aspek yang dilihat oleh masyarakat yaitu keahlian dan
keterampilan petugas dalam memberikan pelayanan. Indikator terakhir yang berkaitan dengan
sumber daya manusia adalah indikator kesembilan yaitu kesopanan dan keramahan petugas
pelayanan. Sikap ramah dan sopan petugas pemberi pelayanan dalam memberikan pelayanan
Kecepatan pelayanan didasarkan pada yaitu standar waktu dalam menyelesaikan pelayanan
yang telah ditentukan oleh fasilitas pemberi pelayanan. Indikator kedelapan adalah keadilan
mendapat pelayanan. Keadilan yang dimaksud adalah tidak adanya pembedaan golongan
atau status masyarakat dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aspek keuangan
juga menjadi salah satu aspek yang dinilai masyarakat terhadap unit pelayanan instanasi
pemerintah. Hal ini terlihat pada indikator kesepuluh dan kesebelas merupakan indikator
yang berkaitan dengan biaya. Indikator kesepuluh adalah kewajaran biaya pelayanan yaitu
indikator kesebelas adalah kepastian biaya pelayanan yaitu kesesuaian antara biaya yang
dibayarkan dengan biaya yang telah ditetapkan oleh fasilitas pemberi pelayanan. Selain
sebelas indikator diatas, aspek kepastian jadwal pelayanan menjadi salah satu indikator
untuk menilai kepuasan masyarakat. Jadwal pelayanan dianggap pasti bila waktu pelayanan
sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh unit pelayanan instansi
masyarakat. Indikator ketiga belas adalah kenyamanan lingkungan. Kondisi sarana dan
prasarana fasilitas pemberi pelayanan yang bersih rapi, teratur dan nyaman menjadi tolak
ukur indikator ini.Indikator terakhir penialian masyarakat terhadap unit pelayanan instanasi
pemerintah adalah keamanan pelayanan. Hal ini terkait tingkat keamanan lingkungan, sarana
Ketidakpusaan yang dirasakan oleh pasien yang dinilai dari dimensi mutu seperti
waktu tunggu yang lama, kecepatan prosedur pelayanan yang terganggu karena petugas yang
tidak ada di tempat pada saat pasien membutuhkan pelayanan, waktu untuk berkonsultasi
mengenai masalah kesehatan yang sedikit,dan pasien tidak terlayani karena berobat di luar
jam kerja FKTP. Hal ini merupakan indikasi adanya permasalahan dalam kepuasan pasien
JKN sedangkan kepuasan pasien merupakan salah satu sasaran dalam pelaksanaan program
JKN.12
Hasil penelitian Ni Made Widiastuti (2015) menunjukkan bahwa pasien JKN yang
dilayani di dokter umum dan di Puskesmas memiliki peluang puas yang hampir sama yaitu
sebanyak 90% dan lebih besar dibandingkan dengan pasien JKN di klinik yang hanya
menyatakan puas sebanyak 47%.(7) Sedangkan dari penelitian analisis Survei Aspek
Kehidupan Rumah Tangga Indonesia (Hidayat, 2010) menyatakan bahwa peserta asuransi
cenderung memilih provider swasta dibandingkan milik pemerintah karena tidak memberikan
kepuasan konsumen.12
Hasil penelitian menunjukkan sebagian besar responden tidak puas dengan jaminan
kesehatan nasional tidak sejalan dengan hasil survey Departemen Komunikasi dan Hubungan
Masyarakat BPJS Kesehatan yang menyatakan bahwa 81% puas terhadap layanan di Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama, Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut, Kantor Cabang,
dan BPJS Kesehatan Center. Menurut peneliti sebagian besar responden tidak puas terhadap
subyektivitas. Hal ini disebabkan pada saat penelitian iuran premi kelas I dan kelas II BPJS
Kesehatan mengalami kenaikan. Sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 19 tahun 2016
presiden telah menetapkan iuran peserta perorangan kelas III tidak berubah, tetap Rp 25.500
seperti ketentuan awal, sedangkan untuk kelas 2 dan kelas 1, besarannya Rp 51.000 dan Rp
KESIMPULAN
Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) adalah salah satu bentuk perlindungan sosial di
Januari 2014. Kebijakan ini menjamin pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan yang layak
melalui penerapan sistem kendali mutu dan kendali biaya, dan diselenggarakan berdasarkan
Tujuan Jaminan Kesehatan Nasional dijelaskan dalam UU SJSN (2004) Pasal 2 yang
menyatakan bahwa kebijakan ini dipilih oleh pemerintah dengan tujuan untuk meningkatkan
keadilan sosial bagi rakyat Indonesia. Dengan demikian prinsip keadilan harus dipergunakan