Anda di halaman 1dari 39

4f

DAFTAR ISI

BAB I ................................................................................................................................ 3

STATUS PASIEN ............................................................................................................. 3

1.1 Identitas Pasien ................................................................................................... 3

1.2 Anamnesis .......................................................................................................... 3

1.3 Status Present ..................................................................................................... 5

1.3.1 Status Umum ............................................................................................... 5

1.3.2 Pemeriksaan Fisik ....................................................................................... 5

1.3.3 Status Lokalis .............................................................................................. 7

1.4 Laboratorium Rutin ............................................................................................ 8

1.4.1 Darah Rutin ................................................................................................. 8

1.5 Resume ............................................................................................................... 8

Pasien datang dengan keluhan utama pembusukan pada kaki kiri.Error! Bookmark not defined.

1.6 Diagnosis Banding ............................................................................................. 9

1.7 Diagnosis Kerja .................................................................................................. 9

1.8 Penatalaksanaan dan Pengobatan ....................................................................... 9

1.9 Pemeriksaan Penunjang .................................................................................... 10

1.10 Pemeriksaan Anjuran ....................................................................................... 11

1.11 Prognosis .......................................................................................................... 11

BAB II ............................................................................................................................. 12

Pendahuluan .................................................................................................................... 12

Pembahasan ..................................................................................................................... 14

1
3.1 Definisi Amputasi ..................................................................................................... 14

3.2 Epidemiologi ............................................................................................................. 14

3.3 Penyebab/Predisposisi Amputasi .............................................................................. 15

3.4 Patofisiologi .............................................................. Error! Bookmark not defined.

3.5 Jenis-jenis amputasi .................................................................................................. 16

3.6 Indikasi Amputasi ..................................................................................................... 20

3.7 Prinsip Tehnik Amputasi .......................................................................................... 22

3.8 Level Amputasi ......................................................................................................... 23

3.9 Tingkatan Amputasi .................................................. Error! Bookmark not defined.

3.10 Penatalaksanaan Amputasi ...................................................................................... 30

3.11 Perawatan Pasca Amputasi ..................................................................................... 32

3.12 Komplikasi .............................................................................................................. 32

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 38

2
BAB I

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien

Nama : An. Rizki Maulana

Umur : 6th

Pekerjaan :-

Alamat : Gedung Ketapang, Lampung Utara

Jenis Kelamin : Laki-laki

Bangsa : Indonesia

Agama : Islam

No. MR : 00.49.39.25

1.2 Anamnesis

Diambil dari: Alloanamnesis Tanggal: 17 Februari 2017 Jam: 17.35

1) Keluhan Utama: pembusukan pada kaki

2) Keluhan Tambahan: rewel, demam naik turun semenjak setelah operasi, nafsu

makan berkurang, muntah

3) Riwayat Penyakit:

Pasien datang dengan keluhan kaki sebelah kiri mengalami pembusukan dan nyeri

di daerah sekitarnya. Awalnya kaki kiri pasien tertimpa sepeda motor. Keesokan

harinya, pasien dibawa ayahnya ke RS Handayani Kotabumi dan dilakukan

pemeriksaan radiologi (foto polos). Dan dirujuk ke dokter spesialis anak dan

ortopedi. Namun, karena keterbatasan biaya, keluarga memutuskan untuk

3
membawa pasien ke alternatif. Di alternatif, kaki pasien dibalut dengan daun sirih,

telor dan kulit batang randu. Empat hari kemudian, pasien dibawa lagi ke

alternatif dalam keadaan kaki merah, pucat dan melepuh. Kemudian kaki dibalut

lagi dengan plastik, dan empat hari kemudian kaki menjadi merah dan kecoklatan.

Setelah itu, kaki dibalut lagi dengan plastik, dan lima hari kemudian kaki

membusuk dengan ditemukannya belatung. Dengan kondisi seperti itu, ayahnya

memutuskan untuk membawa pasien ke Rumah Sakit Ryacudu Kotabumi. Dokter

di rumah sakit tersebut mengatakan pasien harus diamputasi sehingga pasien di

rujuk ke RSAM. Pasien tiba di RSAM pada hari Jumat tanggal 17 Februari 2017.

Pasien menjalani operasi pertama (amputasi) pada tanggal 21 Februari 2017 dan

operasi kedua (rehecting) pada tanggal 28 Februari 2017.

4) Riwayat Keluarga:-

5) Riwayat Masa Lampau:

a) Penyakit terdahulu : tidak ada

b) Trauma terdahulu : tidak ada

c) Operasi : tidak ada

d) Sistem saraf : tidak ada

e) Sistemkardiovaskular : tidakada

f) Sistem gastrointestinal : tidakada

g) Sistemurinarius : tidak ada

h) Sistem genital : tidak ada

i) Sistemmuskuloskeletal : tidak ada

4
1.3 Status Present

1.3.1 Status Umum

Keadaan umum : tampak sakit ringan

Kesadaran : compos mentis

Keadaan gizi : cukup (BB ±20 kg)

Kulit : normal

1.3.2 Pemeriksaan Fisik

1) Tanda-tanda Vital

Tekanan darah :

Pernapasan : 28x/menit

Nadi : 96x/menit

Suhu : 36,3 oC

2) Kepala dan Muka

Bentuk dan ukuran kepala : Normocephal

Mata:

- Konjungtiva : normal merah muda

- Sklera : normal anikterik

- Refleks cahaya : normal +/+

- Pupil : normal isokor

Telinga : normal

Hidung : normal

Tenggorokan : normal

5
Mulut : normal

Gigi : normal

3) Leher

Kelenjar getah bening : tidak membesar

Kelenjar gondok : tidak membesar

JVP :tidak dinilai

4) Dada (thoraks)

Inspeksi : simetris, retraksi negatif

Palpasi : gerakan dinding dada simetris, fremitus

taktil +

Perkusi : sonor

Auskultasi : vesikuler +/+, wheezing -/-, rhonki -/-,

bunyi jantung I/II reguler

5) Abdomen

Inspeksi :datar, lemas

Palpasi : nyeri tekan -

Perkusi : timpani

Auskultasi : bising usus meningkat

6) Regio Lumbal (Flank Area)

Inspeksi : simetris

6
Palpasi : nyeri tekan -

Perkusi :

Auskultasi :

7) Ekstremitas

Superior : akral hangat, sianosis (-), edem (-)

Inferior :

 Kanan : akral hangat, sianosis (-), edem (-)

 Kiri : telah dilakukan amputasi sebatas lutut

8) Genitalia (tidak dilakukan pemeriksaan)

9) Perianal (tidak dilakukan pemeriksaan)

10) Neurovaskular

Sensibilitas : normal

Refleks fisiologis : tidak dilakukan pemeriksaan

Refleks patologis : tidak dilakukan pemeriksaan

11) Tulang belakang (tidak dilakukan pemeriksaan)

1.3.3 Status Lokalis

Look

7
Regio kruris telah mengalami nekrosis, tidak ada deformitas, tidak ada

diskrepensi, tidak ada angulasi

Feel

Didapatkan nyeri tekan regio kruris sinistra.

Move

- Nyeri gerak aktif (+)

- Nyeri gerak pasif (+)

1.4 Laboratorium Rutin

1.4.1 Darah Rutin

Hb : 11,3 g/dL

Leukosit : 14.300 /µL

Hematokrit : 33 %

Trombosit : 869.000 /µL

Clothing Time : 10 menit

Bleeding Time : 2 menit

1.5 Resume

Pasien datang dengan keluhan kaki sebelah kiri mengalami pembusukan dan nyeri

di daerah sekitarnya. Awalnya kaki kiri pasien tertimpa sepeda motor. Namun,

karena keterbatasan biaya, keluarga memutuskan untuk membawa pasien ke

alternatif. Di alternatif, kaki pasien dibalut dengan daun sirih, telor dan kulit

batang randu. Empat hari kemudian, pasien dibawa lagi ke alternatif dalam

8
keadaan kaki merah, pucat dan melepuh. Kemudian kaki dibalut lagi dengan

plastik, dan empat hari kemudian kaki menjadi merah dan kecoklatan. Setelah itu,

kaki dibalut lagi dengan plastik, dan lima hari kemudian kaki membusuk dengan

ditemukannya belatung. Akhirnya pasien konsultasi ke RS Ryacudu Kotabumi

kemudian pasien di rujuk ke RSAM. Pasien tiba di RSAM pada hari Jumat

tanggal 17 Februari 2017, kemudian pasien dirawat selama 5 hari dan menjalani

operasi.

1.6 Diagnosis Banding

Osteomielitis regio kruris et pedis sinistra

1.7 Diagnosis Kerja

Gangren Kruris et pedis sinistra

1.8 Penatalaksanaan dan Pengobatan

Nonfarmakologi

- Perawatan luka

- Operatif (amputasi)

Farmakologi

- IVFD KAEN 3A gtt XVI makro (RL:Kaen 3a 1:1)

- PCT 3x250 mg

- Inj ceftriaxone 750 mg/kg

9
1.9 Pemeriksaan Penunjang

a) Ronsen pedis ap/lat dan kruris ap/lat sinistra

Gambar 1. Foto Kruris Sinistra (sebelum amputasi)

10
Gambar 2. Foto Pedis Sinistra (sebelum amputasi)

1.10 Pemeriksaan Anjuran

1.11 Prognosis

Quo ad vitam : dubia ad malam

Quo ad ffunction : dubia ad malam

Quo ad sanationam : dubia ad malam

11
BAB II

Pendahuluan

Amputasi merupakan prosedur bedah dalam menyingkirkan ekstremitas yang

mengalami kerusakan yang tidak dapat diperbaiki dari tubuh. Amputasi yaitu

prosedur memotong ekstremitas meliputi bagian distalnya. Amputasi dilakukan

akibat trauma, infeksi, keganasan atau gangguan metabolisme, selain itu amputasi

juga bisa terjadi akibat kelainan kongenital. Prosedur ini juga diaplikasikan pada

kasus injuri serius yang tidak mungkin mengalami perbaikan (recovery), pada

kasus dimana hilangnya jaringan dengan kelainan vaskular dan pada kasus injuri

yang disertai dengan infeksi.

Amputasi ekstremitas yang sudah tidak berfungsi lagi merupakan langkah awal

dalam membuatknya menjadi berfungsi kembali (re-function). Tujuannya adalah

untuk meningkatkan fungsi ekstremitas dan kualitas hidup. Amputasi

menyebabkan hilangnya fungsi anggota gerak yang permanen yang membatasi

aktivitas, dan butuh penanganan khusus secara sosial dan kondisi psikologisnya.

Untuk penanggulangan penderita amputasi, diperlukan banyak disiplin kerja yang

terkait.

Berdasarkan penelitian pada saat ini amputasi pada alat gerak bawah mencapai

85-90% dari seluruh amputasi dan amputasi bawah lutut (transtibial amputation)

merupakan jenis operasi amputasi yang paling sering dilakukan. Di Amerika

Serikat data statistik menunjukan prevalensi amputasi yang bervariasi mulai dari

12
350.000-1 juta dengan insiden antara 20.000 sampai 30.000 per tahun. Terdapat

kecenderungan peningkatan jumlah amputasi tiap tahun yang disebabkan

meningkatnya jumlah populasi manula yang umumnya menderita penyakit

degeneratif seperti diabetes melitus dan penyakit pembuluh darah perifer lainnya

dengan usia puncak insiden amputasi yaitu 50-75 tahun. Pada kelompok usia

muda, amputasi umumnya disebabkan karena trauma maupun kelainan

kongenital.

Keputusan untuk mengamputasi adalah proses emosional bagi pasien, keluarga

pasien, dan dokter bedah. Pertimbangan dalam mengambil pendekatan positif

untuk amputasi tidak bisa terlalu ditekankan. Edukasi pasien tentang

amputasiyang ditujukan untuk penyelamatan ekstremitas harus memadai, dokter

harus memberikan informasi yang cukup tentang langkah-langkah bedah dan

rehabilitatif terkait dan juga harus menilai hasil kemungkinan secara realistis

dengan masing-masing alternatif pilihan. Mencoba untuk menyelamatkan anggota

tubuh tidak selalu menjadi kepentingan terbaik dari pasien.

Bagi pasien untuk mencapai fungsi maksimal dari anggota tubuh yang tersisa,

mereka juga membutuhkan pemahaman yang jelas tentang apa yang diharapkan

pada pasca operasi penyesuaian prostetik, program rehabilitasi, dan untuk

kebutuhan medis dan prostetik jangka panjang. Perawat, prosthetists, terapis fisik

dan pekerjaan, dan kelompok grup sesama pasien amputasi dapat sangat berharga

dalam memberikan dukungan fisik, psikologis, emosional, dan pendidikan yang

dibutuhkan dalam mengembalikan pasien ke kehidupan yang penuh dan aktif.

13
BAB III

Pembahasan

3.1 Definisi Amputasi

Amputasi berasal dari kata “amputare” yang berarti “pancung”. Amputasi adalah

penghilangan satu atau lebih bagian tubuh dan bisa sebagai akibat dari malapetaka

atau bencana alam, belum pernah terjadi sebelumnya, seperti kecelakaan, gempa

dengan intensitas kuat, terorisme dan perang, atau dilakukan karena alasan medis

dengan motif untuk meningkatkan kesehatan dan kualitas hidup pasien. Tindakan

ini merupakan tindakan yang dilakukan dalam kondisi pilihan terakhir apabila

masalah organ yang terjadi pada ekstremitas sudah tidak mungkin dapat

diperbaiki dengan menggunakan teknik lain, atau apabila kondisi organ dapat

membahayakan keselamatan tubuh klien secara utuh atau merusak organ tubuh

yang lain.

3.2 Epidemiologi

Data epidemiologi tentang kejadian amputasi di Amerika Serikat 1993-2001

menunjukkan jumlah amputasi ekstremitas bawah meningkat 14% dari 99.522 ke

113.379, dan biaya rumah sakit rata-rata untuk prosedur ini meningkat 38% dari $

24.332 untuk $ 33.562. Hampir dua pertiga dari amputasi dilakukan pada individu

dengan diabetes.

14
3.3 Penyebab/Predisposisi Amputasi

Penyakit vaskular perifer adalah penyebab utama amputasi pada individu non

diabetes dan memberikan kontribusi sekitar setengah dari semua amputasi pada

individu dengan diabetes. Lebih dari 60 % dari amputasi tungkai bawah non

traumatik di Amerika Serikat terjadi di antara orang-orang dengan diabetes

melitus, dan meningkat enam hingga sepuluh kali lebih tinggi dibandingkan orang

tanpa diabetes. Setelah amputasi tungkai bawah pertama, hingga 50 % pasien

memerlukan amputasi lain dalam waktu 3-5 tahun.

Penyebab amputasi secara umum dapat dibedakan menjadi:

1) Efek lahir (kongenital) sekitar 5% dengan mayoritas tampak pada usia dari

lahir hingga 16 tahun

2) Penyakit oklusi arterial sekitar 60% , yang sering dihubungkan dengan diabetes

melitus dengan insidensi pada usia sekitar 60-7 tahun dan 90%nya melibatkan

ekstremitas inferior (5% partial foot dan ankle amputation, 50% below knee

amputation, 35% above knee amputation dan 7-10% hip amputation)

3) Trauma, sekitar 30% , paling sering terjadi pada usia 17-55 tahun (71% pria )

dan lebih banyak mengenai ekstremitas inferior dengan ratio 10:1

dibandingkan dengan ekstremitas superior

4) Tumor sekitar 5 %, yang biasanya tampak pada usia 10-20 tahun

5) Fraktur multipel organ tubuh dan kehancuran jaringan kulit yang tidak

mungkin diperbaiki

6) Infeksi berat yang beresiko tinggi menyebar ke anggota tubuh yang lain

15
3.4 Jenis-jenis amputasi

Berdasarkan pelaksanaan amputasi, dibedakan menjadi :

a. Amputasi selektif/terencana

Amputasi jenis ini dilakukan pada penyakit yang terdiagnosis dan mendapat

penanganan yang baik serta terpantau secara terus-menerus. Amputasi

dilakukan sebagai salah satu tindakan alternatif terakhir.

b. Amputasi akibat trauma

Merupakan amputasi yang terjadi sebagai akibat trauma dan tidak

direncanakan.Kegiatan tim kesehatan adalah memperbaiki kondisi lokasi

amputasi serta memperbaiki kondisi umum klien.

c. Amputasi darurat

Kegiatan amputasi dilakukan secara darurat oleh tim kesehatan. Biasanya

merupakan tindakan yang memerlukan kerja yang cepat seperti pada

traumadengan patah tulang multiple dan kerusakan/kehilangan kulit yang luas.

Berdasarkan tujuannya amputasi dibagi atas

a. Amputasi sementara

Amputasi ini mungkin diperlukan jika penyembuhan primer tidak mungkin

terjadi. Alat gerak diamputasi sedistal mungkin, kemudian dibuat flap kulit

yang dijahit secara longgar diatas gumpalan kasa. Re-amputasi kemudian

dilakukan saat kondisi stump memungkinkan.

b. Defenitive end bearing amputation

Amputasi ini dilakukan jika kemudian akan diberikan beban berat badan pada

ujung stump. Pada keadaan ini parut amputasi tidak boleh terletak diujung

16
stump dan tulang harus padat tidak berongga. Untuk itu tulang harus dipotong

melewati sendi atau mendekati sendi. Contohnya adalah amputasi melewati

sendi lutut dan Syme’s amputation.

c. Defenitive non-end bearing amputation

Ini merupakan amputasi yang paling sering dilakukan. Seluruh amputasi

anggota gerak atas dan kebanyakan amputasi anggota gerak bawah termasuk

dalam jenis ini. Karena beban berat badan tidak akan ditumpukan pada ujung

stump, maka parut luka dapat terletak terminal.

Berdasarkan teknik yang dipakai secara garis besar amputasi dibagi atas :

1. Amputasi Terbuka (Open Amputation)

Amputasi terbuka dilakukan pada kondisi infeksi yang berat dimana

pemotongan pada tulang dan otot pada tingkat yang sama. Amputasi terbuka

dilakukan pada luka yang kotor, seperti luka perang atau infeksi berat antara

lain gangren, dibuat sayatan dikulit secara sirkuler sedangkan otot dipotong

sedikit proksimal dari sayatan kulit dan digergaji sedikit proksimal dari otot.

Ujung stump tidak ditutup dengan flap kulit dan amputasi ini dilakukan sebagai

tindakan sementara yang akan diikuti dengan penjahitan sekunder, re-amputasi,

revisi, dan rekonstruksi plastik. Open amputation bertujuan untuk mencegah

atau menghilangkan infeksi sehingga penutupan stump dapat dilakukan tanpa

resiko terbukanya kembali jahitan. Indikasinya adalah bagi luka yang terinfeksi

dan kerusakan jaringan lunak luas atau kontaminasi tinggi.

17
Open amputation terbagi dua jenis, yaitu open amputation with inverted skin

flaps dan circular open amputation. Pada jenis yang pertama penutupan luka

dilakukan kemudian setelah 10-14 hari tanpa memerlukan pemendekan stump.

Pada jenis kedua penyembuhan luka sering lama dan dipengaruhi oleh tarikan

kulit terus menerus diujung stump yang cenderung menarik seluruh jaringan ke

ujung stump. Circular open amputation juga diikuti oleh pembentukan parut

diujung stump yang akan menyulitkan pemasangan prosthesis. Untuk

menghindari penyembuhan yang lama dan letak parut yang tidak baik, circular

open amputation sering diikuti dengan re-amptation yang lebih proksimal.

Gambar 3. Circular open amputation

18
2. Amputasi Tertutup (Closed Amputation)

Gambar 4. Amputasi tertutup

Amputasi tertutup dilakukan dalam kondisi yang lebih memungkinkan dimana

dibuat skaif kulit untuk menutup luka yang dibuat dengan memotong kurang

lebih 5 sentimeter dibawah potongan otot dan tulang. Setelah dilakukan

tindakan pemotongan, maka kegiatan selanjutnya meliputi perawatan luka

operasi/mencegah terjadinya infeksi, menjaga kekuatan otot/mencegah

kontraktur, mempertahankan intaks jaringan, dan persiapan untuk penggunaan

protese ( mungkin ) pada amputasi jenis ini, ujung stum ditutup dengan flap

kulit. Amputasi jenis ini memerlukan pemasangan drain yang biasanya

dibiarkan selama 48-72 jam setelah operaasi. Ujung stump akan memiliki

bentuk yang lebih baik dengan letak parut yang diatur tidak pada ujung stump

sehingga memudahkan pemakaian prostesis kemudian. Amputasi seperti ini

19
dilakukan pada keadaan yang tidak disertai infeksi berat dengan kerusakan

jaringan lunak atau kontaminasi yang minimal.

3.5 Indikasi Amputasi

Indikasi amputasi adalah 3D

a. Dead (dying), penyakit pembuluh darah perifer bertanggung jawab terhadap

hampir 90% dari seluruh amputasi. Penyebab lainnya adalah trauma parah,

luka bakar, dan frost bite.

b. Dangerous, penyakit yang tergolong berbahaya adalah tumor ganas, sepsis

yang potensial lethal dan crush injury. Pada crush injury pelepasan torniquet

atau penekanan lain akan berakibat pada kegagalan ginjal (crush syndrome).

c. Damn nuisance, ada keadaan dimana mempertahankan anggota gerak dapat

lebih buruk daripada tidak mempunyai anggota gerak sama sekali. Hal ini

mungkin dapat disebabkan oleh nyeri, malformasi berat, sepsis berulang atau

kehilangan fungsi yang berat. Kombinasi antara deformitas dan kehilangan

sensasi khususnya merupakan masalah yang berat dan pada alat gerak bawah

cenderung untuk menyebabkan ulserasi karena tekanan.

Adapun suatu penilaian apakah suatu ekstremitas dapat dipertahankan atau

harus diamputasi dapat dilakukan dengan penilaian Mangled Extremity Severity

Score (MESS) yang dapat dihitung dengan melakukan evaluasi terhadap

ektremitas yang terluka. Adapun evaluasi yang dilakukan ialah sebagai berikut:

20
Dimana poin kurang dari 7 menandakan bahwa ekstremitas dapat dipertahankan

dan skor 7 atau lebih mengindikasikan amputasi ekstremitas.

21
3.6 Prinsip Teknik Amputasi

Torniquet selalu digunakan kecuali jika terdapat insufisiensi arterial. Flap kulit

dibuat sedemikian rupa sehingga panjang gabungan keseluruhan flap sama

dengan 1,5 x lebar anggota gerak pada level amputasi. Sebagai suatu ketetapan,

flap anterior dan posterior dengan panjang yang sama dipakai untuk amputasi

pada anggota gerak atas dan amputasi transfemoral (above knee), untuk

amputasi below knee falp posterior dibuat lebih panjang.

Otot dipotong distal dari tempat pemotongan tulang, kelompok otot yang saling

berhadapan kemudian dijahit diatas ujung tulang dan juga keperiosteum

(myoplasty) sehingga memberikan kontrol otot yang lebih baik dan juga

sirkulasi yang lebih baik. Saraf dipotong proksimal dari tempat pemotongan

tulang. Harus benar-benar diperhatikan agar ujung saraf yang terpotong tidak

mendapatkan tekanan karena tumpuan berat badan.

Tulang dipotong pada tempat yang telah ditentukan. Pada amputasi transtibial

bagian depan tibia biasanya dibuat serong dan dikikir agar terbentuk tepi yang

halus dan membulat. Fibula dipotong 3 cm lebih pendek. Pembuluh darah

utama diikat, dan setiap sumber perdarahan diikat dengan baik. Pada closed

amputation kulit dijahit tanpa tegangan, drain dipasang dan kemudian stump

dibalut erat. Jika terbentuk hematoma, harus segera dievakuasi. Pembalutan

berulang dengan pembalut elastis dilakukan untuk membantu pengerutan

stump dan menciptakan bentuk ujung yang konikal. Otot-otot harus tetap

22
dilatih, sendi tetap dijaga agar bergerak dan pasien diajarkan untuk

menggunakan prosthesisnya.

3.7 Level Amputasi

Prinsip penentuan level amputasi adalah menyelamatkan alat gerak sepanjang

mungkin dan fungsi yang paling baik. Batas amputasi ditentukan oleh luas dan

jenis penyakit. Batas amputasi pada cedera ditentukan oleh peredaran darah

yang adekuat. Batas amputasi pada tumor maligna ditentukan oleh daerah

bebas tumor dan bebas resiko kekambuhan lokal. Sedangkan pada penyakit

pembuluh darah ditentukan oleh vaskularisasi sisa ekstremitas dan daya

sembuh luka sisa tungkai (puntung). Amputasi dilakukan pada titik paling

distal yang masih dapat mencapai penyembuhan dengan baik.

Penentuan level yang optimum untuk amputasi secara akurat sulit dilakukan

hanya berdasarkan pemeriksaan klinis (tidak adanya denyut nadi) dan

viabilitas (vaskularisasi) jaringan saja selama operasi. Saat ini, penilaian

selain dilakukan secara klinis dan pada saat operasi juga diperkuat dengan

sejumlah metode-metode uji pra operasi seperti; arteriografi pra amputasi,

pengukuran tekanan darah segmental dengan mempergunakan ultrasound

Doppler dan teknik lainnya, penentuan aliran darah ke kulit yang diukur oleh

xenon radioactive clearance, dan pengukuran tekanan oksigen secara

transcutaneous. Seluruh hal tersebut bila dilakukan akan memberikan hasil

yang baik untuk menilai keberhasilan penyembuhan luka.

23
Level amputasi ditentukan 2 faktor:

a. Sirkulasi pada bagian yang diamputasi

b. Functional usefulness (seperti, kebutuhan pemakaian prosthesis).

Level Amputasi Ekstremitas Atas

24
Level Amputasi Ekstremitas Atas dan Bawah

25
26
a. Ekstremitas atas

Amputasi pada ekstremitas atas dapat mengenai tangan kanan atau kiri. Hal ini

berkaitan dengan aktivitas sehari-hari seperti makan, minum, mandi,

berpakaian dan aktivitas yang lainnya yang melibatkan tangan.

b. Ekstremitas bawah

Amputasi pada ekstremitas ini dapat mengenai semua atau sebagian dari jari-

jari kaki yang menimbulkan seminimal mungkin kemampuannya.Adapun

amputasi yang sering terjadi pada ekstremitas ini dibagi menjadi dua letak

amputasi yaitu :

1) Amputasi dibawah lutut (below knee amputation).

Amputasi bawah lutut secara statistik merupakan jenis amputasi yang paling

sering dilakukan pada alat gerak bawah. Ada 2 metode pada amputasi jenis ini

yaitu amputasi pada nonischemic limb dan inschemic limb. Luka amputasi

pada level ini akan sembuh dengan baik pada sebagian besar pasien dengan

iskemia yang memerlukan ablasi alat gerak.

Amputasi bawah lutut merupakan suatu prosedur rekonstruktif yang

memerlukan perhatian cermat terhadap detail tekniknya. Level ini dipilih

berdasarkan ketersediaan jaringan yang sehat termasuk pemahaman potensi

penyembuhan dari daerah yang iskemi. Sisi pemotongan adalah level dimana

terdapat cukup jaringan lunak untuk menghasilkan puntung yang dapat

sembuh dengan baik dan mempunyai toleransi yang baik terhadap prostetik.

Panjang puntung sebaiknya dipertahankan setinggi hingga pertemuan 1/3

tengah dan bawah tibia-fibula.

27
Titik optimum untuk amputasi adalah 14 cm dari tibial plateau, fibula

dipotong 2 cm proksimal dari ini. Beri tanda insisi, dengan flap anterior

berakhir tepat distal dari garis pemotongan tulang pada tibia dan flap posterior

meluas ke bawah sampai tendon Achilles. Buat insisi sepanjang garis yang

telah diberi tanda. Di posterior potong tendon Achilles dan perdalam insisi

untuk memotong sisa otot dan tendon sampai tulang. Potong otot ke dalam

sampai melintasi bagian depan. Fibula dipotong miring dengan gergaji Gigli,

kemudian belah tibia 2 cm distal dari ini. Bersihkan otot dari tulang dengan

elevator periosteum. Potong bevel anterior pertama kali dengan gergaji

diagonal kemudian potong tegak lurus tibia. Bentuk sudut pada ujung bawah

tibia ke arah atas dan pisahkan massa otot dari aspek posteriornya. Ikat

rangkap semua pembuluh darah dan potong setiap saraf yang tegang. Lepas

tungkai bagian distal. Flap posterior ditarik ke atas membungkus puntung

tulang dan dijahit ke flap anterior. Flap posterior mungkin perlu dikurangi

dengan eksisi jaringan otot. Tempatkan benang serap di antara otot di bagian

posterior dan jaringan subkutan di anterior dan meninggalkan suction drain di

bawah otot. Satukan pinggir kulit dengan jahitan putus benang non-serap 2/0.

Pangkas sudut-sudut flap posterior jika perlu agar bentuknya rapi. Tutup

puntung dengan katun dan balut ketat dengan crepe bandage.

2) Amputasi diatas lutut

Amputasi ini memegang angka penyembuhan tertinggi pada pasien dengan

penyakit vaskuler perifer. Tempat terbaik untuk membagi femur adalah 8-10

cm ( selebar satu tangan). Gunakan spidol kulit untuk merencanakan insisi,

28
yang harus membuat flap anterior maupun flap posterior memiliki panjang

sama atau yang anterior sedikit lebih panjang. Bagi kulit dan jaringan

subkutan sepanjang garis yang direncanakan. Hemostasis biasanya tidak sukar

pada anggota gerak yang iskemik namun bisa terjadi perdarahan hebat pada

anggota gerak yang septik. Ikat semua vena dengan menggunakan jarum serap

2/0. Perdalam insisi anterior sampai tulang, sambil memotong tendon

quadriceps femoris. Vasa femoralis bersama-sama nervus poplitea media dan

lateral dijumpai pada posisi posteromedial. Ikat rangkap pembuluh darah

dengan benang serap.

Sebelum memotong saraf, beri tegangan pada saraf sehingga saraf tertarik ke

dalam puntung pada amputasi. Jika amputasi dilakukan pada tingkat yang

lebih tinggi, nervus sciaticus bisa dijumpai. Nervus sciaticus diikuti oleh arteri

yang harus didiseksi secara terpisah dan diikat sebelum saraf dipotong.

Setelah memotong semua otot di sekeliling femur, ikat pembuluh yang tinggal

dan hindari pemakaian diatermi. Periksa titik amputasi yang tepat dari femur

dan kerok periosteum dari tulang di daerah ini. Otot-otot paha harus diretraksi

ke arah proksimal untuk memberikan cukup ruang dalam menggunakan

gergaji. Ini bisa dilakukan dengan bantuan beberapa pembalut abdomen atau

retraktor khusus. Setelah memotong femur dan melepas tungkai bawah,

tempatkan handuk bersih di bawah puntung dan istirahatkan puntung pada

mangkok yang dibalik.

29
Gunakan kikir untuk menghaluskan pinggir femur, kemudian bawa otot-otot

depan dan belakang bersamaan menutup tulang dengan jahitan terputus

benang serap ukuran 1. Pasang suction drain Insisi kulit Titik pemotongan

tulang di bawah lapisan otot. Tempatkan jahitan lapis kedua yang lebih

superfisial dalam otot dan jaringan subkutan karena ini akan membantu

mendekatkan flap kulit. Jahit pinggir kulit dengan beberapa jahitan putus

dengan benang non serap 2/0. Hindari memetik pinggir kulit dengan forsep

bergigi. Tutup puntung dengan kasa dan kapas dan balut dengan crepe

bandage.

3.8 Penatalaksanaan Amputasi

Amputasi dianggap selesai setelah dipasang prostesis yang baik dan berfungsi.

Ada 2 cara perawatan post amputasi yaitu :

a. Rigid dressing

Yaitu dengan menggunakan plaster of paris yang dipasang waktu dikamar

operasi. Pada waktu memasang harus direncanakan apakah penderita harus

immobilisasi atau tidak. Bila tidak diperlukan pemasangan segera dengan

memperhatikan jangan sampai menyebabkan konstriksi stump dan memasang

balutan pada ujung stump serta tempat-tempat tulang yang menonjol.

Keuntungan cara ini bisa mencegah oedema, mengurangi nyeri dan

mempercepat posisi berdiri. Setelah pemasangan rigid dressing bisa dilanjutkan

dengan mobilisasi segera, mobilisasi setelah 7 – 10 hari post operasi setelah

luka sembuh, setelah 2 – 3 minggu, setelah stump sembuh dan mature. Namun

30
untuk mobilisasi dengan rigid dressing ini dipertimbangkan juga faktor usia,

kekuatan, kecerdasan penderita, tersedianya perawat yang terampil, therapist

dan prosthetist serta kerelaan dan kemauan dokter bedah untuk melakukan

supervisi program perawatan. Rigid dressing dibuka pada hari ke 7 – 10 post

operasi untuk melihat luka operasi atau bila ditemukan cast yang kendor atau

tanda-tanda infeksi local atau sistemik.

Balutan rigid tertutup sering digunakan untuk mendapatkan kompresi yang

merata, menyangga jaringan lunak dan mengontrol nyeri, dan mencegah

kontraktur. Segera setelah pembedahan balutan gips rigid dipasang dan

dilengkapi tempat memasang ekstensi prostesis sementara (pylon) dan kaki

buatan. Kaus kaki steril dipasang pada sisi anggota. Bantalan dipasang pada

daerah peka tekanan. Puntung kemudian dibalut dengan balutan gips elastis

yang ketika mengeras akan mempertahankan tekanan yang merata. Tekanan

balutan rigid ini digunakan sebagai cara membuat socket untuk pengukuran

protesis pasca operatif segera. Panjang prostesis disesuaikan dengan individu

klien. Gips diganti dalam sekitar sepuluh sampai empat belas hari. Bila ada

peningkatan suhu tubuh, nyeri berat, atau gips yang mulai longgar harus segera

diganti

b. Soft dressing

Yaitu bila ujung stump dirawat secara konvensional, maka digunakan pembalut

steril yang rapi dan semua tulang yang menonjol dipasang bantalan yang

cukup. Harus diperhatikan penggunaan elastik verban jangan sampai

31
menyebabkan konstriksi pada stump. Ujung stump dielevasi dengan

meninggikan kaki tempat tidur, melakukan elevasi dengan mengganjal bantal

pada stump tidak baik sebab akan menyebabkan fleksi kontraktur. Biasanya

luka diganti balutan dan drain dicabut setelah 48 jam. Ujung stump ditekan

sedikit dengan soft dressing dan pasien diizinkan secepat mungkin untuk

berdiri setelah kondisinya mengizinkan. Biasanya jahitan dibuka pada hari ke

10 – 14 post operasi. Pada amputasi diatas lutut, penderita diperingatkan untuk

tidak meletakkan bantal dibawah stump, hal ini perlu diperhatikan untuk

mencegah terjadinya kontraktur.

Balutan lunak dengan atau tanpa kompresi dapat digunakan bila diperlukan

inspeksi berkala puntung sesuai kebutuhan. Bidai immobilisasi dapat

dibalutkan dengan balutan. Hematoma (luka) puntung dikontrol dengan alat

drainase luka untuk meminimalkan infeksi.

3.9 Perawatan Pasca Amputasi

a. Perawatan luka pada umumnya dan penggunaan balutan yang halus akan

mengontrol udem, mencegah trauma, menurunkan nyeri, dan membuat

mobilisasi lebih awal demikian juga rehabilitasinya

b. Rehabilitasi dengan pembuatan prostesis yang sesuai

3.10 Komplikasi

Terdapat beberapa komplikasi akibat amputasi, komplikasinya dapat dibagi

menjadi 2 yaitu, komplikasi dini dan komplikasi lanjut.

32
a. Komplikasi dini meliputi:

Disamping komplikasi operasi yang lazim (khususnya perdarahan sekunder),

terdapat 2 komplikasi khusus yaitu hematoma, terbukanya kembali flap.

1. Hemostasis

Hemostasis yang baik sebelum penutupan luka serta pemakaian drainase

akan memperkecil frekuensi terjadinya hematoma. Hematoma dapat

memperlambat penyembuhan luka dan menjadi media yang baik bagi

pertumbuhan bakteri. Hematoma harus diaspirasi, dan kemudian dibalut

dengan erat. Hematoma harus dievakuasi di ruang operasi.

2. Terbukanya flap kulit

Terbukanya kembali flap dapat disebabkan oleh iskemia, jahitan yang

terlalu tegang, atau (pada amputasi below knee) disebabkan oleh tibia yang

ditinggalkan terlalu panjang dan menekan flap. Clostridia dan spora

penyebab gas gangren yang berasal dari perineum dapat menginfeksi

amputasi above knee letak tinggi (atau re-amputasi) khususnya jika

dilakukan pada jaringan yang sudah iskemik.

3. Infeksi

Infeksi paling sering terjadi pada penyakit vaskular perifer, terutama pasien

diabetes, dibandingkan sekunder dari tumor dan trauma. Seluruh luka yang

dalam harus di debridemen segera dan irigasi di kamar operasi dan

manajemen luka terbuka. Antibiotik yang diberikan harus sesuai dengan

hasil kultur. Smith dan Burgess menjelaskan suatu metode yaitu menutup

(menjahit) sepertiga tengah luka dan membiarkan sisi-sisi lainnya tetap

terbuka, metode ini mempermudah manajemen luka terbuka yang

33
berkelanjutan, sambil mempertahankan flap yang adequat pada distal tulang

yang ditutup.

Gambar 5. Penutupan parsial pada amputasi transtibial yang infeksi

b. Komplikasi Lanjut

Komplikasi lanjut dapat terjadi pada kulit, otot, arteri, saraf, sendi, dan tulang.

1. Kulit

Pada kulit komplikasi yang sering terjadi adalah eksim yang disertai

pembengkakan purulen yang nyeri di inguinal. Pada keadaan ini diindikasikan

untuk tidak memakai prothesis untuk sementara. Ulkus biasanya terjadi karena

sirkulasi yang tidak baik, dan untuk itu diperlukan amputasi pada level yang

lebih tinggi. Jika sirkulasi baik dan kulit disekitar ulkus sehat, maka eksisi 2,5

cm tulang yang dilanjutkan dengan penjahitan kembali, hal tersebut sudah

cukup memadai.

Pasien diinstruksikan untuk mencuci stump dengan sabun ringan setidaknya

satu kali sehari. Stump sebaiknya dicuci dengan bersih dan dikeringkan

sebelum memakai protesis. Protesis harus selalu dijaga kebersihannya.

34
Beberapa masalah kulit yang dapat terjadi seperti dermatitis kontak, ketika

kulit bersentuhan dengan bahan-bahan yang membentuk protesis. Folikulitis

bakterialis, selulitis, kista epidermoid.

2. Otot

Jika terlalu banyak otot yang disisakan diujung stump, efek bantalan yang tidak

stabil akan menyebabkan pemakaian protesis terganggu. Pada keadaan ini

jaringan lunak yang berlebihan harus dibuang.

3. Suplai darah

Sirkulasi yang tidak baik akan menyebabkan stump yang dingin dan kebiruan

yang mudah membentuk ulkus. Masalah seperti ini sering terjadi pada

amputasi bawah lutut dan karenanya diperlukan amputasi ulang.

4. Saraf

Saraf yang terpotong selalu membentuk gumpalan (neuroma) dan kadangkala

ini terasa nyeri. Dengan mengeksisi 3 cm saraf diatas neuroma kadangkala

akan menghilangkan keluhan. Cara lain adalah dengan mengelupas seluruh

epidural dan fasikulus saraf sepanjang 5 cm. Dan kemudian ditutup dengan

perekat jaringan sintesis atau ditanam kedalam otot atau tulang jauh dari titik

yang mendapat tekanan.

5. Phantom limb

Phantom limb adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu

sensasi dimana kaki yang telah dipotong masih dirasakan keberadaannya.

Pasien harus diberitahukan tentang kenyataan sebenarnya dan pada akhirnya

sensasi tersebut akan berkurang dan menghilang. Phantom limb yang terasa

35
nyeri akan sulit ditanagani. Menekuk-nekuk ujung limb secara intermiten dapat

dilakukan untuk mengatasi gangguan phantom limb dan nyeri karena neuroma.

6. Sendi

Sendi diatas level amputasi mungkin akan kaku atau mengalami deformitas.

Deformitas yang sering terjadi adalah fixed flexion atau fixed abduction pada

sendi panggul karena amputasi above knee (disebabkan otot adduktor dan

hamstring yang telah dipotong). Deformitas ini dapat dicegah dengan

melakukan latihan. Jika deformitas ini telah terlanjur terjadi, osteotomi

subtrokanterik mungkin diperlukan. Fixed flexion pada lutut juga dapat akan

menyebabkan kesulitan berjalan dan karenanya harus dicegah.

7. Tulang

Spur sering terbentuk diujung tulang, tetapi biasanya tidak nyeri. Jika terdapat

infeksi spur mungkin akan berukuran besar dan nyeri sehingga mungkin

diperlukan eksisi ujung tulang bersamaan spur. Jika tulang akan menyebabkan

sedikit pembebanan maka akan terjadi osteoporosis yang dapat menimbulkaan

fraktur. Fraktur seperti ini paling baik ditangani dengan fiksasi interna.

36
BAB III

KESIMPULAN

Amputasi adalah hilangnya sebagian alat gerak yang menyebabkan

ketidakmampuan seseorang untuk melakukan aktivitas dalam derajat yang

bervariasi, tergantung dari bagian alat gerak yang hilang, usia, dan penanganan

operasi. Kegiatan amputasi merupakan tindakan yang melibatkan beberapa sistem

tubuh seperti sistem integumen, sistem persarafan, sistem muskuloskeletal dan

sistem kardiovaskular. Lebih lanjut dapat menimbulkan masalah psikologis.

Keputusan untuk mengamputasi melewati suatu proses emosional. Guna

mencapai fungsi yang maksimal, amputasi kedepan memerlukan pemahaman

yang jelas tentang operasi amputasi itu sendiri, penggunaan prostetik post

operatif, rehabilitasi amputasi dan jenis prostetiknya, untuk itu dibutuhkan suatu

tim yang dapat melakukan pendekatan, termasuk perawat, ahli prostetik,

kelompok pendorong para amputama, yang dapat memberi dorongan dan

pengertian sehingga para amputama dapat hidup layak.

37
DAFTAR PUSTAKA

Apley A G, Solomon L. 1993. Apley’s System of Orthopaedics and Fractures 7th

ed. Butterworth Heinmann; London.

Bentley G. 2014. European Surgical Orthopaedics and Traumatology. London:

Effort

Brunicardi FC. 2010. Schwartz’s Principles of Surgery, Ninth Edition. Access

Surgery

Demet, K., Martinet, N., Guillemin, F., Paysant, J., & Andre, J. M. (2003). Health

related quality of life and related factors in 539 persons with amputation of

upper and lower limb. Disabil Rehabil, 25 (9), 480-6.

Glass, H., Vincent, L., Douglas, B., & Albert, E. (2004). Influenza of

transmetatarsal amputation in patients requiring lower extremity distal

revascularization, The American Surgeon, 70, 10.

Kilic B, Yucel A S, Yaman C, Herguner G, Korkmaz M. 2014. Methods of

determining the amputation level of lower extremity. Pelagia Research Library.

4(3):55-60

Lipsky, B. A., Weigelt, J. A., Sun, X., & Johannes, R. (2011). Developing and

validating a risk score for lower extremity amputation in patients hospitalized

for a diabetic food infection. Diabetes Care, 34, 8.

Smeltzer, S. C. (2010). Brunner and suddarth’s textbook of Medical-Surgical

nursing (12th ed). Philadelphia, Lippincott Williams & Wilkins.

Sjamsuhidajat R, Jong W D. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. 2008: Jakarta; EGC.

38
Syaifuddin M. 2016. Hubungan panjang puntung dan indeks massa tubuh dengan

keseimbangan berjalan pada pasien pasca amputasi anggota gerak bawah.

Momentum. 2(12):13-6

Wrobel, J. S., Mayfield, J. A., & Reiber, G. E. (2001). Geographic variation of

lower extremity major amputation in individuals with and without diabetes and

the medicare population, 24, 5.

39

Anda mungkin juga menyukai