Gang Refraksi
Gang Refraksi
GANGGUAN REFRAKSI
Dokter Pembimbing :
Dr. Rani Himayani, Sp.M
Disusun Oleh :
Analia 1618012145
Penyakit mata sampai saat ini masih merupakan masalah kesehatan di dunia, terutama
yang menyebabkan kebutaan. Kelainan refraksi (0,14%) merupakan penyebab utama
kebutaan ketiga setelah katarak (0,78%) dan glaukoma (0,20%). Dari 153 juta orang
di dunia yang mengalami kelainan refraksi, delapan juta orang diantaranya
mengalami kebutaan.
Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina, dimana
terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata sehingga menghasilkan
bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada retina, tetapi dapat di depan
atau di belakang retina dan/ atau tidak terletak pada satu titik fokus. Kelainan refraksi
dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan kornea dan lensa, perubahan
indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.
Kelainan refraksi dapat dengan mudah dideteksi, diobati dan dievaluasi dengan
pemberian kaca mata. Namun demikian kelainan refraksi menjadi masalah serius jika
tidak cepat ditanggulangi. Oleh karena itu setiap pasien wajib dilakukan pemeriksaan
visus sebagai bagian dari pemeriksaan fisik mata umum. Pemeriksaan visus
merupakan pengukuran obyek terkecil yang dapat diidentifikasi terhadap seseorang
dalam jarak yang ditetapkan dari mata. Pemeriksaan visus jarak jauh juga harus
dilakukan terhadap semua anak-anak sesegera mungkin setelah usia 3 tahun, karena
penting untuk deteksi dini terhadap ambylopia.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Proses melihat bermula dari masuknya seberkas cahaya dari benda yang diamati
ke dalam mata melaui lensa yang kemudian dibiaskan pada retina (makula).
Terjadi perubahan proses sensasi cahaya menjadi impuls listrik yang diteruskan
ke otak melalui saraf optik untuk kemudian diinterpretasikan. Kemampuan
seseorang untuk melihat tajam (fokus) atau disebut juga tajam penglihatan (acies
visus) tergantung dari media refraktif di dalam bola mata.
Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi biasa. Mata
memiliki sususan lensa, sistem diafragma yang dapat berubah- ubah (pupil), dan
retina yang dapat disamakan dengan film. Susunan lensa mata terdiri atas empat
perbatasan refraksi:
perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara
perbatasan antara permukaan posterior kornea dan aqueous humor
perbatasan antara aqueous humor dan permukaan anterior lensa
perbatasan antara permukaan posterior lensa dan vitreous humor.
Masing-masing memiliki indeks bias yang berbeda-beda, indek bias udara adalah
1, kornea 1.38, aqueous humor 1.33, lensa 1.40, dan vitreous humor 1.34.
Derajat refraksi ditentukan oleh dua faktor, yaitu: rasio indeks bias dari kedua
media transparan dan derajat kemiringan antara bidang peralihan dan permukaan
gelombang yang datang. Pada permukaan yang melengkung seperti lensa,
semakin besar kelengkungan, semakin besar derajat pembiasan dan semakin kuat
lensa. Suatu lensa dengan permukaan konveks (cembung) menyebabkan
konvergensi atau penyatuan berkas–berkas cahaya, yaitu persyaratan untuk
membawa suatu bayangan ke titik fokus. Dengan demikian, permukaan refraktif
mata bersifat konveks. Lensa dengan permukaan konkaf (cekung) menyebabkan
divergensi (penyebaran) berkas–berkas cahaya.
Punctum remotum (R) adalah titik terjauh yang dapat dilihat dengan nyata tanpa
akomodasi. Pada emetrop letak R adalah tak terhingga. Punctum proksimum (P)
adalah titik terdekat yang dapat dilihat dengan akomodasi maksimal. Daerah
akomodasi adalah daerah di antara titik R dan titik P. Lebar akomodasi (A) adalah
tenaga yang dibutuhkan untuk melihat daerah akomodasi. Lebar akomodasi
dinyatakan dengan dioptri, besarnya sama dengan kekuatan lensa konfeks yang
harus diletakkan di depan mata yang menggantikan akomodasi untuk punctum
proksimum.
A = 1/P – 1/R
Kekuatan akomodasi makin berkurang dengan bertambahnya umur dan punctum
proksimumnya (P) semakin menjauh. Hal ini disebabkan oleh karena
berkurangnya elastisitas dari lensa dan berkurangnya kekuatan otot siliarnya.
Pada saat seseorang melihat suatu objek pada jarak dekat, maka terjadi trias
akomodasi yaitu: (i) kontraksi dari otot siliaris yang berguna agar zonula Zinii
mengendor, lensa dapat mencembung, sehingga cahaya yang datang dapat
difokuskan ke retina; (ii) konstriksi dari otot rektus internus, sehingga timbul
konvergensi dan mata tertuju pada benda itu, (iii) konstriksi otot konstriksi pupil
dan timbullah miosis, supaya cahaya yang masuk tak berlebih, dan terlihat dengan
jelas.
Kelainan refraksi atau ametropia merupakan kelainan pembiasan sinar pada mata
sehingga sinar tidak difokuskan pada retina atau bintik kuning, tetapi dapat di
depan atau di belakang retina dan mungkin tidak terletak pada satu titik yang
fokus. Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem optik pada mata
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Kelainan refraksi dikenal dalam
bentuk miopia, hipermetropia, astigmat, dan presbiopia.
Kelainan refraksi ditandai dengan mengedip yang kurang dibanding mata normal.
Normalnya, seseorang akan mengedip 4-6 kali dalam 1 menit, jika kurang
mengedip maka mata akan melotot atau mulai juling. Seseorang dengan kelainan
refraksi sebaiknya sering mengedip agar tidak timbul penyulit lain. Penderita
dengan kelainan refraksi akan memberikan keluhan sebagai berikut: sakit kepala
terutama di daerah tengkuk atau dahi; mata berair; cepat mengantuk; mata terasa
pedas; pegal pada bola mata; dan penglihatan kabur. Untuk mencegah terjadinya
penyulit diusahakan memberikan istirahat pada mata dan mencegah pupil
berkontraksi. Tajam penglihatan penderita kelainan refraksi kurang dari normal.
Gambar 1. Pembiasaan cahaya pada mata normal dan mata dengan kelainan refraksi
A. Miopia
Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang
sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata
tidak berakomodasi. Pasien dengan myopia akan menyatakan melihat lebih
jelas bila dekat sedangkan melihat jauh kabur atau pasien adalah rabun jauh.
Pasien miopia mempunyai pungtum remotum (titik terjauh yang masih dilihat
jelas) yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan konvergensi
yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan mata
ini menetap maka penderita akan terlihat juling ke dalam atau esotropia.
Pada mata dengan miopia tinggi akan terdapat kelainan pada fundus okuli
seperti degenerasi makula, degenerasi retina bagian perifer, dengan myopik
kresen pada papil saraf optik. Pengobatan pasien dengan miopia adalah
dengan memberikan kaca mata sferis negative terkecil yang memberikan
ketajaman penglihatan maksimal. Bila pasien dikoreksi dengan -3.0
memberikan tajam penglihatan 6/6, dan demikian juga bila diberi -3.25, maka
sebaiknya diberikan lensa koreksi -3.0 agar untuk memberikan istirahat mata
dengan baik sesudah dikoreksi.
Pada miopia tinggi sebaiknya koreksi dengan sedikit kurang atau under
correction. Lensa kontak dapat dipergunakan pada penderita myopia. Pada
saat ini myopia dapat dikoreksi dengan tindakan bedah refraksi pada kornea
atau lensa. Penyulit yang dapat timbul pada pasien dengan miopia adalah
terjadinya ablasi retina dan juling. Bila terdapat juling ke luar mungkin fungsi
satu mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.
Gambar 2. Miopia
Klasifikasi
a) Klasifikasi Berdasarkan Etiologi
Miopia aksial
Miopia tipe ini disebabkan oleh diameter anteroposterior bola mata
yang bertambah panjang. Komponen refraktif lainnya berada dalam
batas normal.
Miopia refraksional
Miopia ini disebabkan kelainan pada komponen-komponen refraktif
pada mata. Menurut Borish, miopia refraktif dapat disubklasifikasikan
menjadi :
Curvature myopia
Terdapat peningkatan pada satu atau lebih kelengkungan
permukaan refraktif mata, terutama kornea
Index myopia
Terjadi perbedaan indeks refraksi dari satu atau lebih media
okuler.
Miopia posisional
Terjadi akibat posisi lensa yang anterior.
Myopia akibat akomodasi yang berlebihan
Penatalaksanaan
a. Kacamata
Koreksi miopia dengan kacamata dapat dilakukan dengan menggunakan
lensa konkaf (cekung/negatif) karena berkas cahaya yang melewati suatu
lensa cekung akan menyebar. Bila permukaan refraksi mata mempunyai
daya bias terlalu tinggi atau bila bola mata terlalu panjang seperti pada
miopia, keadaan ini dapat dinetralisir dengan meletakkan lensa sferis
konkaf di depan mata. Lensa cekung yang akan mendivergensikan berkas
cahaya sebelum masuk ke mata, dengan demikian fokus bayangan dapat
dimundurkan ke arah retina.
b. Lensa kontak
Lensa kontak yang biasanya digunakan ada 2 jenis yaitu, lensa kontak
keras yang terbuat dari bahan plastik polymethacrylate (PMMA) dan
lensa kontak lunak terbuat dari bermacam-macam plastik hydrogen
hydroxymethylmethacrylate (HEMA). Lensa kontak keras secara spesifik
diindikasikan untuk koreksi astigmatisma ireguler, sedangkan lensa
kontak lunak digunakan untuk mengobati gangguan permukaan kornea.
Salah satu indikasi penggunaan lensa kontak adalah untuk koreksi miopia
tinggi, dimana lensa ini menghasilkan kualitas bayangan lebih baik dari
kacamata. Namun komplikasi dari penggunaan lensa kontak dapat
mengakibatkan iritasi kornea, pembentukan pembuluh darah kornea atau
melengkungkan permukaan kornea. Oleh karena itu, harus dilakukan
pemeriksaan berkala pada pemakai lensa kontak.
c. Terapi Pembedahan
Radial Keratotomy
Untuk membuat insisi radial yang dalam pada pinggir kornea dan
ditinggalkan 4 mm sebagai zona optik. Pada penyembuhan insisi ini
terjadi pendataran dari permukaan kornea sentral sehingga
menurunkan kekuatan refraksi. Prosedur ini sangat bagus untuk miopi
derajat ringan dan sedang.
Kelemahan
Kornea menjadi lemah, bisa terjadi ruptur bola mata jika terjadi trauma
setelah RK, terutama bagi penderita yang berisiko terjadi trauma
tumpul, seperti atlet, tentara. Bisa terjadi astigmat irreguler karena
penyembuhan luka yang tidak sempurna,namun jarang terjadi. Pasien
Post RK juga dapat merasa silau saat malam hari.
Gambar 6. Radial keratotomy
Photorefractive Keratectomy (PRK)
Pada teknik ini zona optik sentral pada stroma kornea anterior
difotoablasi dengan menggunakan laser excimer (193 nm sinar UV)
yang bisa menyebabkan sentral kornea menjadi flat. Sama seperti RK,
PRK bagus untuk miopi -2 sampai -6 dioptri.4
Kelemahan
Penyembuhan postoperatif yang lambat
Keterlambatan penyembuhan epitel menyebabkan keterlambatan
pulihnya penglihatan dan pasien merasa nyeri dan tidak nyaman
selama beberapa minggu.
Dapat terjadi sisa kornea yang keruh yang mengganggu
penglihatan
PRK lebih mahal dibanding RK
Gambar 7. Photorefractive keratotomy
- Laser in-situ Keratomileusis (LASIK)
Pada teknik ini, pertama sebuah flap setebal 130-160 mikron dari
kornea anterior diangkat. Setelah Flap diangkat, jaringan midstroma
secara langsung diablasi dengan tembakan sinar excimer laser ,
akhirnya kornea menjadi flat. Sekarang teknik ini digunakan pada
kelainan miopi yang lebih dari - 12 dioptri.
Kriteria pasien untuk LASIK
Umur lebih dari 20 tahun.
Memiliki refraksi yang stabil,minimal 1 tahun.
Motivasi pasien
Tidak ada kelainan kornea dan ketebalan kornea yang tipis
merupakan kontraindikasi absolut LASIK.
Gambar 8. LASIK
Keuntungan LASIK
Minimimal atau tidak ada rasa nyeri post operatif
Kembalinya penglihatan lebih cepat dibanding PRK.
Tidak ada resiko perforasi saat operassi dan ruptur bola mata
karena trauma setelah operasi,
Tidak ada gejala sisa kabur karena penyembuhan epitel.
Baik untuk koreksi miopi yang lebih dari -12 dioptri.
Kekurangan LASIK
LASIK jauh lebih mahal
Membutuhkan skill operasi para ahli mata.
Dapat terjadi komplikasi yang berhubungan dengan flap, seperti
flap putus saat operasi, dislokasi flap postoperatif, astigmat
irreguler.
B. Hipermetropia
Hipermetropia atau rabun dekat merupakan suatu kelainan refraksi dimana
sinar sejajar yang datang dari jarak tak terhingga oleh mata dalam keadaan
istirahat atau tanpa akomodasi di fokuskan di belakang retina. Pada
hipermetropia bayangan terbentuk di belakang retina, yang menghasilan
penglihatan penderita hipermetropia menjadi kabur. Hal ini dikarenakan bola
mata penderita terlalu pendek atau daya pembiasan kornea dan lensa terlalu
lemah. Banyak anak lahir dengan hiperopia, dan beberapa mereka tumbuh
normal dengan pemanjangan bola mata. Terkadang sulit dibedakan hiperopia
dengan presbiopia, yang juga menyebabkan masalah penglihatan dekat namun
karena alasan yang berbeda.
Gejala Klinis
Gejala Subyektif
Penglihatan jauh kabur, terutama pada hipermetropia 3 D atau lebih,
hipermetropia pada orang tua dimana amplitudo akomodasi menurun
Penglihatan dekat kabur lebih awal, terutama bila lelah, bahan cetakan kurang
terang atau penerangan kurang
Sakit kepala terutama daerah frontal dan makin kuat pada penggunaan mata
yang lama dan membaca dekat
Penglihatan tidak enak (asthenopia akomodatif = eye strain) terutama bila
melihat pada jarak yang tetap dan diperlukan penglihatan jelas pada jangka
waktu yang lama, misalnya menonton TV, dll
Mata sensitif terhadap sinar
Spasme akomodasi yang dapat menimbulkan pseudomiopia
Perasaan mata juling karena akomodasi yang berlebihan akan diikuti
konvergensi yang berlebihan pula
Gejala Obyektif
Karena akomodasi yang terus menerus, akan terjadi hipertrofi dari otot–otot
akomodasi di corpus ciliare.
Akomodasi, miosis dan konvergensi adalah suatu trias dari saraf parasimpatik
N III.
Karena seorang hipermetropia selalu berakomodasi, maka pupilnya kecil
(miosis).
Karena akomodasi yang terus menerus, juga timbul hiperraemi dari mata.
Mata kelihatan terus merah. Juga fundus okuli, terutama N II kelihatan merah,
hingga memeberi kesan adanya radang dari N II.
Karena ini bukan radang yang sebenarnya, maka kemerahan N II juga
dinamakan pseudo-neuritis optica atau pseudo-papillitis.
Komplikasi
1. Blefaritis atau chalazia
2. Accommodative convergent squint
3. Ambliopia
4. Predisposisi untuk terjadi glaucoma sudut tertutup
Penatalaksanaan
1. Hiperopia dikoreksi dengan lensa positif yang terkuat. Bisa dengan
memakai kaca mata atau lensa kontak.
2. Pembedahan refraktif juga bisa dilakukan untuk membaiki hipermetropia
dengan membentuk semula kurvatura kornea. Metode pembedahan
refraktif termasuk
o Laser-assisted in-situ keratomileusis (LASIK)
o Laser-assisted subepithelial keratectomy (LASEK)
o Photorefractive keratectomy (PRK)
o Conductive keratoplasty (CK)
C. Astigmatisma
Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea
atau lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya
tidak difokuskan pada satu titik. Astigmat merupakan akibat bentuk kornea
yang oval seperti telur, makin lonjong bentuk kornea makin tinggi astigmat
mata tersebut. Dan umumnya setiap orang memiliki astigmat yang ringan.
Klasifikasi Astigmatisma
1. Astigmatisma Reguler
Astigmatisma regular merupakan astigmatisma yang memperlihatkan
kekuatan pembiasan bertambah atau berkurang perlahan-lahan secara teratur
dari satu meridian ke meridian berikutnya. Bayangan yang terjadi dengan
bentuk yang teratur dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.
Etiologi
- Corneal astigmatisme
Abnormalitas kelengkungan kornea
- Lenticular astigmatisme
Jarang. Bisa akibat :
Kurvatur - abnormalitas kelengkungan lensa
Posisional – peralihan atau posisi lensa yang oblik
Indeks – indeks bias yang bervariasi pada meridian yang berbeda
Retinal – posisi macula yang oblik.
Klasifikasi
- Simple astigmatism, dimana satu dari titik fokus di retina. Fokus lain
dapat jatuh di dapan atau dibelakang dari retina, jadi satu meridian adalah
emetropik dan yang lainnya hipermetropia atau miopia. Yang kemudian
ini dapat di rumuskan sebagai Simple hypermetropic astigmatism dan
Simple myopic astigmatism.
- Compound astigmatism, dimana tidak ada dari dua focus yang jatuh tepat
di retina tetapi keduanya terletak di depan atau dibelakang retina. Bentuk
refraksi kemudian hipermetropi atau miop. Bentuk ini dikenal dengan
Compound hypermetropic astigmatism dan Compound miopic
astigmatism.
- Mixed Astigmatism, dimana salah satu focus berada didepan retina dan
yang lainnya berda dibelakang retina, jadi refraksi berbentuk hipermetrop
pada satu arah dan miop pada yang lainnya.
Gambar 10. Jenis astigmatisma
Apabila meridian-meridian utamanya saling tegak lurus dan sumbu-
sumbunya terletak di dalam 20 derajat horizontal dan vertical, maka
astigmatisme ini dibagi menjadi astigmatism with the rule (astigmatisme
direk), dengan daya bias yang lebih besar terletak di meridian vertikal,
dan astigmatism against the rule (astigmatisma inversi) dengan daya bias
yang lebih besar terletak dimeridian horizontal. Astigmatisme lazim lebih
sering ditemukan pada pasien berusia muda dan astigmatisme tidak lazim
sering pada orang tua.
2. Astigmatisma irregular
Astigmatisma yang terjadi tidak memiliki 2 meridian saling tegak lurus.
Astigmat ireguler dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian
yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Pada keadaan ini
daya atau orientasi meridian utamanya berubah sepanjang bukaan pupil.
Astigmatisma ireguler bisa terjadi akibat infeksi kornea, trauma dan distrofi
atau akibat kelainan pembiasan.
Gejala Klinis
Seseorang dengan astigmatisma akan memberikan keluhan :
1. Memiringkan kepala untuk melihat
2. Penglihatan akan kabur untuk jauh atau pun dekat
3. Bentuk benda yang dilihat berubah (distorsi)
4. Mengecilkan celah kelopak jika ingin melihat
5. Sakit kepala
6. Mata tegang dan pegal
7. Astigmatisma tinggi (4-8 D) yang selalu melihat kabur sering
mengakibatkan ambliopia.
Diagnosis
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa dan pemeriksaan fisik. Pasien
akan datang dengan gejala klinis seperti yang tersebut di atas. Pada
pemeriksaan fisik, terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan dengan
menggunakan kartu Snellen. Periksa kelainan refraksi miopia atau
hipermetropia yang ada, tentukan tajam penglihatan.
Dengan menggunakan juring atau kipas astigmat, garis berwarna hitam yang
disusun radial dengan bentuk semisirkular dengan dasar yang putih
merupakan pemeriksaan subyektif untuk menilai ada dan besarnya derajat
astigmat.
Gambar 12.Gambaran Kornea normal dan kornea astigmat dengan tes Plasido
Penatalaksanaan
Astigmatisma ringan, yang tidak mengalami gangguan ketajaman
penglihataan (0,5 D atau kurang) tidak perlu dilakukan koreksi. Pada
astigmatsma yang berat dipergunakan kacamata silinder, lensa kontak atau
pembedahan.
- Kacamata Silinder
Pada astigmatism againts the rule, koreksi dengan silender negatif
dilakukan dengan sumbu tegak lurus (90o +/- 20o) atau dengan selinder
positif dengan sumbu horizontal (180o +/- 20o). Sedangkan pada
astigmatism with the rule diperlukan koreksi silinder negatif dengan
sumbu horizontal (180o +/- 20o) atau bila dikoreksi dengan silinder positif
sumbu vertikal (90o +/- 20o). Pada koreksi astigmatisma dengan hasil
keratometri digunakan hukum Jawal :
a. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism with the rule
dengan selinder minus 180 derajat, dengan astigmatisma hasil
keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan
dikurangi dengan 0,5 D.
b. Berikan kacamata koreksi astigmatisma pada astigmatism againts the
rule dengan selinder minus 90 derajat, dengan astigmatisma hasil
keratometri yang ditemukan ditambahkan dengan ¼ nilainya dan
ditambah dengan 0,5 D.
- Lensa Kontak
Pada penderita astigmatisma diberikan lensa rigid, yang dapat
menetralisasi astigmat yang terjadi di permukaan kornea.
- Pembedahan
Untuk mengoreksi astigmatisma yang berat, dapat digunakan pisau
khusus atau dengan laser untuk mengoreksi kornea yang irreguler atau
anormal. Ada bebrapa prosedur pembedahan yang dapat dilakukan,
diantaranya :
a. Photorefractive Keratectomy (PRK), laser dipergunakan unutk
membentuk kurvatur kornea.
b. Laser in Situ Keratomileusis (lasik), laser digunakan untuk merubah
kurvatur kornea dengan membuat flap (potongan laser) pada kedua
sisi kornea.
c. Radial keratotomy, insisi kecil dibuat secara dalam dikornea.
D. Presbiopi
Makin berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin
meningkatnya umur. Kelainan ini terjadi pada mata normal berupa gangguan
perubahan kecembungan lensa yang dapat berkurang akibat berkurangnya
elastisitas lensa atau menurunnya kekuatan otot badan siliar sehingga terjadi
gangguan akomodasi. Berikut ini gambar ilustrasi pembentukan bayangan
pada penderita presbiopia.
Patofisiologi
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi
mata karena adanya perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa
dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan meningkatnya umur
maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk
menjadi cembung, dengan demikian kemampuan melihat dekat makin
berkurang.
Klasifikasi
1. Presbiopia Insipien
Tahap awal perkembangan presbiopia, dari anamnesa didapati pasien
memerlukan kaca mata untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan
bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan menolak preskripsi kaca
mata baca.
2. Presbiopia Fungsional
Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan
kelainan ketika diperiksa.
3. Presbiopia Absolut
Peningkatan derajat presbiopia dari presbiopia fungsional, dimana proses
akomodasi sudah tidak terjadi sama sekali.
4. Presbiopia Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya
berhubungan dengan lingkungan, nutrisi, penyakit, atau obat-obatan.
5. Presbiopia Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh
peningkatan diameter pupil.
Gejala Klinis
Akibat gangguan akomodasi ini maka pada pasien berusia lebih dari 40
tahun, akan memberikan keluhan setelah membaca yaitu berupa mata
lelah, berair dan sering terasa pedas.
Karena daya akomodasi berkurang maka titik dekat mata makin menjauh
dan pada awalnya akan kesulitan pada waktu membaca dekat huruf
dengan cetakan kecil.
Dalam upayanya untuk membaca lebih jelas maka penderita cenderung
menegakkan punggungnya atau menjauhkan obyek yang dibacanya
sehingga mencapai titik dekatnya dengan demikian obyek dapat dibaca
lebih jelas.
Presbiopia timbul pada umur 45 tahun untuk ras Kaukasia dan 35 tahun
untuk ras lainnya.
Penatalaksanaan
Diberikan penambahan lensa sferis positif sesuai pedoman umur yaitu umur
40 tahun (umur rata – rata) diberikan tambahan sferis + 1.00 dan setiap 5
tahun diatasnya ditambahkan lagi sferis + 0.50. Lensa sferis (+) yang
ditambahkan dapat diberikan dalam berbagai cara:
1. Kacamata baca untuk melihat dekat saja
2. Kacamata bifokal untuk sekaligus mengoreksi kelainan yang lain
BAB III
KESIMPULAN
1. Kelainan refraksi adalah keadaan dimana bayangan tegas tidak dibentuk pada
retina (macula lutea). Pada kelainan refraksi terjadi ketidakseimbangan sistem
optik pada mata sehingga menghasilkan bayangan kabur.
2. Dikenal istilah emetropia yang berarti tidak adanya kelainan refraksi dan
ametropia yang berarti adanya kelainan refraksi seperti miopia,
hipermetropia,astigmat, dan presbiopia
3. Miopia adalah salah satu bentuk kelainan refraksi dimana sinar yang datang
sejajar dari jarak yang tak berhingga difokuskan di depan retina saat mata tidak
berakomodasi. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan menggunakan lensa sferis
negatif.
4. Hipermetropia atau rabun dekat merupakan keadaan gangguan kekuatan
pembiasan mata dimana sinar sejajar jauh tidak cukup dibiaskan sehingga titik
fokusnya terletak di belakang retina. Kelainan ini dapat dikoreksi dengan
menggunakan lensa sferis positif.
5. Astigmatisma adalah keadaan dimana terdapat variasi pada kurvatur kornea atau
lensa pada meridian yang berbeda yang mengakibatkan berkas cahaya tidak
difokuskan pada satu titik.
6. Presbiopia merupakan kelainan penglihatan yang diakibatkan makin
berkurangnya kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya
umur.
DAFTAR PUSTAKA
Artini W, Hutauruk JA, Yudisianil. Pemeriksaan Dasar Mata. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta. 2011. Hal 34 -36.
Charman, N, 2011, Myopia: Its Prevalence, Origins, and Control, Ophthalmic and
Physiological Optics, 31: 3–6. doi: 10.1111/j.1475-1313.2010.00808.x
Curtin, B.J, 2002, The Myopia, The Philadelphia Harper & Row: pp 348
Langston, D.P; Manual of Ocular Diagnosis and Therapy; 5th Edition; Lippincott
Wlliams & Wilkins; Philadelphia; p 344-346.
Saw, S.M, Gus Gazzard, David Koh, 2002, Prevalence Rates of Refractive Errors in
Sumatra Indonesia, Investigative Ophthalmology & Visual Science, Vol.43:10
Sloane, A.E, 2008, Manual of Refraction, USA: Brown and Company, pp 39-47