Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

Anemia Aplastik

Disusun oleh:
Nur Muhammad Luthfi
030.13.150

Pembimbing:
dr. Irwin, Sp.PD

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KARAWANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
PERIODE 30 APRIL – 6 JULI 2018
Laporan kasus:
Anemia Aplasik
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Ilmu
Penyakit Dalam RSUD Karawang periode 30 April – 6 Juli 2018

Disusun oleh:
Nur Muhammad Luthfi
030.13.150

Telah diterima dan disetujui oleh dr.Irwin, Sp. PD selaku pembimbing Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Dalam RSUD Karawang

Karawang, 2018

Dr. Irwin, Sp.PD


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu Wa Ta’ala karena atas berkat,
rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini yang
berjudul “Anemia Aplastik” dengan baik dan tepat waktu. Laporan kasus ini dibuat untuk
memenuhi tugas Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu Penyakit Dalam di RSUD Karawang
Periode 30 April – 6 Juli 2018. Dalam menyelesaikan laporan kasus, penulis mendapatkan
bantuan dan bimbingan, untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Irwin, Sp.PD, selaku pembimbing yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis untuk menimba ilmu dan menjalani Kepaniteraan Klinik Stase Ilmu
Penyakit Dalam di RSUD Karawang.
2. Staf dan paramedis yang bertugas di RSUD Karawang.
3. Serta rekan-rekan Kepaniteraan Klinik selama di RSUD Karawang.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih memiliki kekurangan, maka dari itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak agar
laporan kasus ini dapat menjadi lebih baik lagi. Semoga pembuatan referat ini dapat
memberikan manfaat, yaitu menambah ilmu pengetahuan bagi seluruh pembaca, khususnya
untuk rekan-rekan kedokteran maupun paramedis lainnya dan masyarakat pada umumnya.

Karawang, 2018

Nur Muhammad Luthfi


030.13249 FK Trisakti
BAB I
PENDAHULUAN

Anemia aplastik merupakan suatu kelainan dari sindrom klinik yang diantaranya ditandai
oleh defisiensi sel darah merah, neutrophils, monosit dan platelet tanpa adanya bentuk kerusakan
sumsum lainnya. Dalam pemeriksaan sumsum dinyatakan hampir tidak ada hematopoetik sel
perkusi dan digantikan oleh jaringan lemak. Kerusakan ini bisa disebabkan oleh zat kimia
beracun, virus tertentu, atau bisa juga karena faktor keturunan. (1)
Anemia aplastik tergolong penyakit yang jarang dengan insiden di negara maju 3-6
kasus/ 1 juta penduduk/ tahun. Manifestasi anemia aplastik juga sangat beragam dimulai dari
kasus yang bersifat ringan hingga berat, dan juga sampai menimbulkan kematian. Penyakit
anemia aplastik pertama kali di deskripsikan oleh Ehrlich tahun 1888, sampai sekarang penyakit
ini mempunyai reputasi yang rnenakutkan. Banyak pasien anemia aplastik meninggal karena
proses penyakitnya yang progresif.(2)
Pada tujuh puluh persen kasus penyebab anemia aplastik didapat tidak dapat diterangkan,
sedangkan sisanya diduga akibat radiasi, bahan kimia termasuk obat-obatan, infeksi virus, dan
lain-lain.5 Gejala-gejala yang timbul pada pasien anemia aplastik merupakan gejala pansitopenia
seperti pucat, perdarahan, dan infeksi. Etiologi penyakit ini kebanyakan tidak diketahui maka
tata laksananya juga belum optimal dan seringkali menimbulkan masalah-masalah baru pada
pasien, bukan hanya memperburuk kondisi pasien atau bahkan dapat mengancam jiwa pasien.(3)
BAB 2
LAPORAN KASUS

Nama : Ny. M

No. RM : 00.71.52.82

Jenis kelamin :P

Usia : 36 tahun 4 bulan 18 hari

Tempat, Tanggal Lahir : Karawang, 02 Januari 1982

Alamat : Jatipeureuh RT/RW 013/04 Kecamatan RengasDengklok,


Kabupaten Karawang.

Agama : Islam

Suku bangsa : Sunda

Pekerjaan : IRT

Pendidikan Terakhir : SD

Status Pernikahan : Menikah

Tanggal Masuk : 20 Mei 2018 dari Instalasi Gawat Darurat

Ruangan : Rengasdengklok
1.2 ANAMNESIS

Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 21 Mei 2018, pukul 07.30 WIB

Keluhan Pasien datang ke IGD dengan keluhan BAB cair sejak 1 minggu
Utama SMRS.

Keluhan BAB Hitam, BAB Cair > 10x / hari, mual, lemas sejak 3 hari
Tambahan SMRS
Riwayat Pasien mengeluh BAB cair sejak 1 mgg SMRS keluhan disertai
Penyakit dengan lemas sejak hri SMRS. BAB cair >10x/hari. Tidak disertai
Sekarang ampas. BAB Hitam sejak 3 hari SMRS. Pasien juga mengeluh
nyeri pada ulu hati, lemas, pucat, mual, nafsu makan pasien relatif
menurun semenjak 3 hari SMRS. BAK dalam batas normal.
Keluhan batuk, pilek, demam, muntah, sesak nafas disangkal
pasien. Keluhan mimisan, bintik kemerahan, dan gusi berdarah
juga disangkal
Riwayat Keluhan yang sama (-), DM, HT, penyakit ginjal, penyakit paru,
Penyakit penyakit hati dan penyakit jantung pada keluarga disangkal.
Dahulu
Riwayat Keluhan yang sama, DM, HT, penyakit ginjal, penyakit paru,
Penyakit penyakit hati dan penyakit jantung pada keluarga disangkal.
Keluarga
Riwayat Pasien berobat menggunakan BPJS.
Sosio
Ekonomi
Riwayat Pasien tidak mengkonsumsi obat-obatan
Pengobatan
Riwayat Merokok, alkohol dan NAPZA disangkal pasien
Kebiasaan

1.3 PEMERIKSAAN FISIK

Keadaan Kesadaran: Compos Mentis


umum Kesan sakit: Tampak sakit sedang

Tanda vital Tekanan darah: 80/60 mmHg


Nadi: 90 x/menit
Respirasi: 20 x/menit
Suhu: 36,2°C
SpO2: 98%
Kepala Normosefali, rambut hitam, tidak rontok, terdistribusi merata, tidak
terdapat jejas
Mata: Pupil isokor, reflex pupil +/+, konjungtiva anemis +/+,
sklera ikterik -/-,
Telinga: Deformitas (-), hiperemis (-), oedem (-), serumen (-), nyeri
tekan tragus (-), nyeri tarik (-)
Hidung: Deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), pernapasan
cuping hidung (-)
Tenggorokan: Uvula di tengah, arcus faring simetris, T1/T1,
hiperemis (-)
Mulut: Sianosis (-), mulut kering (+), gusi berdarah (-), gusi
hiperemis (-), lidah tidak kotor, plak gigi (-)
Leher Tidak terdapat pembesaran KGB & pembesara tiroid, JVP 5+0cm
H2O
Thorax Paru-paru:
Inspeksi: bentuk dada fusiformis, pergerakan dinding dada
simetris, retraksi intercostal (-), sela iga melebar (-), kelainan kulit
(-), tipe pernapasan thorakoabdominal
Palpasi: gerak dinding dada simetris, nyeri tekan (-), benjolan (-),
vocal fremitus tidak melemah atau meningkat di kedua lapang paru
depan dan belakang
Perkusi: batas paru hepar dan batas paru lambung dalam batas
normal.
Auskultasi: Suara nafas vesikuler +/+ ronkhi -/-, wheezing -/-

Jantung:
Inspeksi: pulsasi ictus cordis tidak tampak
Palpasi: thrill (-), ictus cordis tidak teraba
Perkusi: batas paru hepar dan batas paru lambung dalam batas
normal
Auskultasi: bunyi jantung I dan II reguler, gallop (-), murmur (-)
Abdomen Inspeksi: bentuk datar, ikterik (-), hiperemis (-), spider nevi (-),
benjolan (-), jejas (-)
Auskultasi: bising usus meningkat , arterial bruit (-)
Palpasi: teraba supel, massa (-), nyeri tekan diregio epigastrium
,hepar dan lien tidak membesar, ballottement ginjal (-), undulasi (-),
splenomegalid dengan linea schuffner 3.
Perkusi: shifting dullness (-), timpani seluruh kuadran
Ekstremitas Ekstremitas Atas
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit 2 detik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/- , jejas -/-

Ekstremitas Bawah
Simetris kanan dan kiri, turgor kulit 2 detik, deformitas -/-, CRT < 2
detik, akral hangat +/+, oedem -/-, ptekie -/-, jejas -/-

1.4 PEMERIKSAAN PENUNJANG

PEMERIKSAAN LABORATORIUM

HEMATOLOGI DAN KIMIA (09/05/2018)


Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
Hemoglobin 4,4 g/dL 11,7 – 15,5
Eritrosit 1,61 x106/µl 4,1 – 5,1
Leukosit 1,53 x103/µl 4,4 – 11,3
Trombosit 61 x103/µl 150 – 400
Hematokrit 13,8 % 35 - 47
MCV 86 Fl 80 – 100
MCH 27 Pg 26 - 34
MCHC 22 g/dl 32 -36
RDW-CV 16,7 % 12,0-14,8%
Glukosa Darah Sewaktu 125 mg/dl 70 - 110
Ureum 22,2 mg/dl 15,0 – 50,0
Creatinin 0,45 mg/dl 0,50 – 0,90

1.5 DIAGNOSIS
WD:

 Anemia Aplastik
 GEA
 Syok Hipovolemik

DD:

 Idiophatic Myelofibrosis
 Agranulocytosis
 Myelodisplstik Syndrome

TALAKSANA

• Tirah Baring
• Nacl 0,9% 20 tpm
• Ceftriaxon 2 x 1gr i.v
• Biodar 3 x 1 gr
• Omeprazol 2 x 1 gr i.v
• Dobutamin 5mikro/menit
• Transfusi PRC 4 kolf

1.7 PROGNOSIS

 Ad vitam : bonam
 Ad functionam : dubia ad malam
 Ad sanationam : dubia ad malam
1.8 FOLLOW UP

Hari 1 (21/05/2018)
S BAB 4x sehari, BAB cair tidk terdapat ampas, warna kehitaman, disertai lemas, nafsu
makan menurun.
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan darah: 80/60 mmHg Nadi: 98x/menit SpO2: 99%
Suhu : 36,5 ˚C Pernapasan: 20 x/menit
Kepala: normocefali, CA +/+, SI -/-
Leher: KGB dbn, tidak teraba pembesaran tiroid, JVP 5+0cm H2O
Thorax: Pul: SNV +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-
Cor: BJ I/II reg, m(-), g(-)
Abdomen: BU (+), Nyeri tekan (-).
Supel
- -
Ekstremitas: AH (+) OE - -
A  Anemia Aplastik
 GEA
 Syok Septik

P  Tirah baring
 Nacl 0,9% 20 tpm
 O2 3-4 L/menit
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Biodiar 3x1 tab
 Zink 1x1 tab
 OMZ 2x1 inj
 Dobutamin 5mikro/menit
Hari 2 (30/05/2018)
S BAB mencret 3x/hari, warna kehitaman, lemas.
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan darah: 90/60 mmHg Nadi: 93 x/menit SpO2: 96%
Suhu : 36,6 ˚C Pernapasan: 20 x/menit
Kepala: normocefali, CA +/+, SI -/-
Leher: KGB dbn, tidak teraba pembesaran tiroid, JVP 5+0cm H2O
Thorax: Pul: SNV +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-
Cor: BJ I/II reg, m(-), g(-)
Abdomen: BU (+), Nyeri tekan (-)
Supel
- -
Ekstremitas: AH (+) OE - -
A  Anemia Aplastik
 GEA
 Syok Septik

P  Tirah baring
 Nacl 0,9% 20 tpm
 O2 3-4 L/menit
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Biodiar 3x1 tab
 Zink 1x1 tab
 OMZ 2x1 inj
 Dobutamin 10mikro/menit
 Tansfusi PRC 4 kolf
Hari 3 (31/05/2018)
S Hanya mengeluh lemas, BAB hanya 2x sehari
O Keadaan umum: Tampak sakit sedang
Kesadaran: Compos Mentis
Tekanan darah: 110/60 mmHg Nadi: 85 x/menit SpO2: 97%
Suhu : 36,7 ˚C Pernapasan: 20 x/menit
Kepala: normocefali, CA +/+, SI -/-
Leher: KGB dbn, tidak teraba pembesaran tiroid, JVP 5+0cm H2O
Thorax: Pul: SNV +/+, Rhonki -/-, wheezing -/-
Cor: BJ I/II reg, m(-), g(-)
Abdomen: BU (+), Nyeri tekan (-)
Supel
- -
Ekstremitas: AH (+) OE - -
A  Anemia Aplstik
 GEA
 Syok Septik

P  Tirah baring
 Nacl 0,9% 20 tpm
 O2 3-4 L/menit
 Ceftriaxone 2x1 gr
 Biodiar 3x1 tab
 Zink 1x1 tab
 OMZ 2x1 inj
ANALISIS KASUS

Ny. M 36 tahun datang ke IGD RSUD Karawang dan dirawat dengan keluhan lemas
sejak 3 hari SMRS keluhan disertai dengan BAB cair sejak 1 mgg SMRS. BAB cair >10x/hari.
Tidak disertai ampas. BAB Hitam sejak 3 hari SMRS. Pasien juga mengeluh nyeri pada ulu hati,
pucat, mual, nafsu makan pasien relatif menurun semenjak 3 hari SMRS. BAK dalam batas
normal. Keluhan batuk, pilek, demam, muntah, sesak nafas disangkal pasien. Keluhan mimisan,
bintik kemerahan, dan gusi berdarah juga disangkal
Keluhan yang sama, DM, HT, penyakit ginjal, hati, jantung, alergi obat / makanan
disangkal oleh pasien. Keluhan yang serupa, DM, HT, penyakit ginjal, hati, jantung, alergi obat /
makanan pada keluarga disangkal oleh pasien. Pasien sering mengkonsumsi obat warung yaitu
obat montalin untuk mengurangi rasa pegal.
Merokok, alkohol dan penggunaan NAPZA disangkal oleh pasien.
Hasil penemuan LAB ditemukan PANSIOPENIA.

2.1 Dasar Diagnosis


2.1.1 Temuan Pemeriksaan
1. Anamnesis
Pada anamnesis didapatkan:
 Lemas sejak 3 hari SMRS
 BAB cair 10 x dalam sehari sejak 1 mgg SMRS
 BAB Hitam
 Nafsu makan menurun sejak 3 hari yll
 Nyeri ulu hati
 Mual
2. Pemeriksaan Fisik
 Hipotensi 80/60 mmHg
 Nyeri tekan di epigastrium
 Splenomegali
3. Pemeriksaan Penunjang
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan:
 Hb menurun (4,4 g/dL)
 Eritrosit menurun (1,61 x 106l)
 Leukosit menurun (1,53 x 103/l)
 Trombosit menurun (61 x 103/l)
 Hematokrit menurun (13,8%)

Rencana Peranjakan
 Morfologi Darah tepi (MDT)
BAB 3
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Anemia Aplastik


3.1.1 Definisi
Anemia aplastik merupakan hasil dari kegagalan produksi sel darah pada sumsum
tulang belakang. Anemia aplastik juga merupakan anemia yang disertai oleh pansitopenia
pada darah tepi yang disebabkan oleh kelainan primer pada sumsum tulang dalam bentuk
aplasia atau hipoplasia. Karena sumsum tulang pada sebagian besar kasus bersifat
hipoplastik, bukan aplastik total, maka anemia ini disebut juga sebagai anemia hipoplastik.
Kelainan ini ditandai oleh sumsum hiposelular dan berbagai variasi tingkat anemia,
granulositopenia, dan trombositopenia.(4)

3.1.2 Etiologi dan Patogenesis (5,8)


Penyebab anemia aplastik sebagian besar tidak diketahui atau bersifat idiopatik.
Kesulitan dalam mencari penyebab penyakit ini disebabkan oleh proses penyakit yang
berlangsung perlahan-lahan. Penulusuran penyebab dilakukan melalui penelitian 3
epidemiologik . Penyebab anemia aplastik dapat dibagi dua sebagai berikut 1,3-6 : Penyebab
Kongenital (20% dari kasus) antara lain : (a) anemia fanconi, (b) non fanconi Seperti cartilage
hair hypoplasia, pearson syndrome, amegakaryotic thrombocytopenia, scwachman-diamond
syndrome, dubowitz syndrome, diamond blackfan syndrome, familial aplastic anemia, dan (c)
dyskeratosis congenital. Penyebab yang didapat (80% dari kasus) antara lain : (a) akibat infeksi
Seperti virus hepatitis, epstein barr virus, HIV, parovirus, dan mycobacteria, (b) akibat
terpaparnya radiasi, bahan kimia seperti Benzene, Chlorinated hycrocarbons, dan
organophospates, (c) akibat pemakaian obat-obatan seperti chloramphenicol, phenylbutazone, (d)
akibat penyakit jaringan ikat seperti rheumatoid arthritis dan systemic lupus erythematosus
(SLE), dan (e) akibat kehamilan.
Patofisiologi timbulnya anemia dapat digambarkan secara skematik. Akibat adanya
kerusakan sel induk (seed theory), kerusakan lingkungan mikro (soil theory), dan adanya
mekanisme imunologik menyebabkan kerusakan sel induk hemopoetik yang menyebabkan
pansitopenia. Pada pansitopenia, eritrosit menurun akan menyebabkan sindrom anemia,
leukosit menurun akan menyebabkan tubuh mudah infeksi, dan trombosit menurun akan
menyebabkan pendarahan

3.1.3 Gejala Klinis

Gejala klinis yang timbul akibat anemia aplastik adalah anemia, leukopenia dan
trombositopenia. Gejala anemia bervariasi dari ringan sampai berat. Leukopenia akan
menyebabkan infeksi berupa ulserasi mulut, febris dan sepsis atau syok septik. Trombositopenia
akan menyebabkan pendarahan pada kulit seperti petechie dan echymosis, perdarahan pada
mukosa seperti epistaksis, perdarahan subkonjungtiva, perdarahan gusi dan lain-lain. Tidak
dijumpai adanya organomegali.(6)

3.1.4 Klasifikasi (4)

Berdasarkan derajat pansitopenia darah tepi, anemia aplastik didapat diklasifikasikan


menjadi tidak berat, berat atau sangat berat. Risiko morbiditas dan mortalitas lebih berkorelasi
dengan derajat keparahan sitopenia daripada selularitas sumsum tulang. Angka kem
atian setelah dua tahun dengan perawatan suportif saja untuk pasien anemia aplastik
berat atau sangat berat mencapai 80% dengan infeksi jamur dan sepsis bakterial merupakan
penyebab kematian utama. Anemia aplastik tidak berat jarang mengancam jiwa dan sebagian
besar tidak membutuhkan terapi
Anemia Aplastik berat -Selularitas sumsum tuang <25% atau 25-
50% dengan <30% sel hematopoietic
residu dan
-Dua diantara tiga kriteria berikut :
• Netroufil <500/mikroL
• Trombosit <20.000/mikroL
• Hitung retikulosit absolut
<60.000/mikroL

Anemia Aplastik sangat berat Sama seperti aplastic berat kecuali netrofil
<200/mikroL

Anemia Apastik ringan Sumsun tulang hiposeluler dann tidak memenui


krteria anemia aplastic yang berat

3.1.5 Epidemiologi(7)
Ditemukan lebih dari 70% anak – anak menderita anemia aplastik derajat berat padasaat
didiagnosis. Tidak ada perbedaan secara bermakna antara anak laki – laki dan
perempuan,n a m u n d a l a m b e b e r a p a p e n e l i t i a n t a m p a k i n s i d e n s p a d a a n a k l a k i
– l a k i l e b i h b a n ya k dibandingkan anak perempuan. Penyakit ini termasuk penyakit yang
jarang dijumpai di negara barat dengan insiden 1 – 3 / 1 juta / tahun. Namun di Negara Timur
seperti Thailand, negaraAsia lainnya termasuk Indonesia, Taiwan dan Cina, insidensnya jauh
lebihtinggi.Penelitian pada tahun 1991 di Bangkok didapatkan insidens 3.7/1 juta/tahun. Perbeda
an insiden ini diperkirakan oleh karena adanya faktor lingkungan seperti pemakaian obat – obat
yang tidak pada tempatnya, pemakaian pestisida serta insidens virus hepatitis yang lebih tinggi

3.1.6 Patofisiologi (10)


Apabila pajanan terhadap agen penyebab berlangsung lama maka akan terjadi
supresi pada sumsum tulang. Apabila pajanan ini dilanjutkan setelah tanda hipoplasia muncul,
maka depresi sumsum tulang akan berkembang sampai titik dimana terjadi kegagalan sempurna
dan ireversibel. Disinilah pentingnya pemeriksaan angka darah sesering mungkin pada pasien
yang mendapat pengobatan atau terpajan secara teratur pada bahan kimia yang dapat
menyebabkananemia aplastik. Karena terjadi penurunan jumlah sel dalam sumsum tulang,
aspirasi sumsumtulang sering hanya menghasilkan beberapa tetes darah. Maka perlu dilakukan
biopsy untuk menentukan beratnya penurunan elemen sumsum normal dan pergantian oleh
lemak.Abnormalitas mungkin terjadi pada :
1. Defek sel induk hematopoetik (sel stem, prekusor granulosit, eritrosit dan trombosit).
2. Defek lingkungan mikro sumsum tulang
Microenvironment:
Kelainan microenvironmet memegang peranan terjadinya anemia aplastik. Akibat radiasi,
pemakaian kemoterapi yang lama atau dosis tinggi, dapat menyebabkan microarchitecture
mengalami sembab yang fibrinus dan infiltrasi sel. Faktor humoral misalnya eritropoitin,
ternyata tidak mengalami penurunan.
3.Proses imunologi
Cell Inhibitors:
Pada beberapa penderita anemia aplastik, dapat dibuktikan adanya T-limfosit yangmenghambat
pertumbuhan sel-sel sumsum tulang pada biakan. limfosit T pasien anemia aplastik
menghasilkan interferon ϒ, TNF, IL 2 secara berlebihan. factor-faktor inilah yang kemudian
berperan dalam destruksi sel CD34 dan sel induk progenitor.
Kurang lebih 70% penderita anemia aplasticmempunyai penyebab yang tidak
jelas,dinamakan idiopatik. Defek sel induk yang didapat(acquired)diduga disebabkan oleh
obatobat: busulfan, kloramfenikol, asetaminofen, klorpromazina, benzenebenzol, metildopa, peni
silin,streptomisin, sulfonamid dan lain-lain.

3.1.7 Penegakkan Diagnosis (9,10)


Tanda pasti yang menunjukkan seseorang menderita anemia aplastik adalah pansitopenia
dan hiposelular sumsum tulang, serta dengan menyingkirkan adanya infiltrasi atau supresi pada
sumsum tulang. Anemia aplastik dapat digolongkan menjadi ringan, sedang, dan berat
berdasarkan tingkat keparahan pansitopenia.
Menurut International Agranulocytosis and Aplastic Anemia Study Group (IAASG)
kriteria diagnosis anemia aplastik dapat digolongkan sebagai satu dari tiga sebagai berikut : (a)
hemoglobin kurang dari 10 g/dl, atau hematocrit <30%. (b) trombosit kurang dari 50  109 /L;
dan (c) leukosit kurang dari 3.5  109 /L, atau neutrofil kurang dari 1.5  109 /L. Retikulosit <
30  109 /L (<1%). Gambaran sumsum tulang (harus ada spesimen adekuat) : (a)
penurunan selularitas dengan hilangnya atau menurunnya semua sel hemopoetik atau selularitas
normal oleh hyperplasia eritroid fokal dengan deplesi segi granulosit dan megakarosit; dan (b)
tidak adanya fibrosis yang bermakna atau infiltrasi neoplastik. Pansitopenia karena obat
sitostatika atau radiasi terapeutik harus dieksklusi.
Setelah diagnosis ditegakkan maka perlu ditentukan derajat penyakit anemia aplastik.
Hal ini sangat penting dilakukan karena mengingat strategi terapi yang akan diberikan. Kriteria
yang dipakai pada umumnya adalah kriteria Camitra et al. Tergolong anemia aplastik berat
(severe aplastic anemia) bila memenuhi kriteria berikut : paling sedikit dua dari tiga : (a)
granulosit < 0.5  109 /L; (b) trombosit < 20  109 /L ; (c) corrected retikulosit < 1%.
Selularitas sumsum tulang < 25% atau selularitas < 50% dengan < 30% sel-sel hematopoetik.
Tergolong anemia aplastik sangat berat bila neutrofil < 0.2  109 /L. Anemia aplastik
yang lebih ringan dari anemia aplastik berat disebut anemia aplastik tidak berat (nonserve
aplastic anemia)

3.1.8 Diagnosis Banding (11,2,13)


Pansitopenia merupakan ciri-ciri yang sering muncul dari kebanyakan penyakit.
Walaupun anamnesis, pemeriksaan fisik, dan studi laboratorium dasar sering dapat mengeksklusi
anemia aplastik dari diagnosis, perbedaan merupakan hal yang lebih susah dalam penyakit
hematologi tertentu, dan tes lanjutan sangat diperlukan. 11 Penyebab dari pansitopenia perlu
dipertimbangkan dalam diagnosis banding yang meliputi Fanconi’s anemia, paroxysmal
nocturnal hemoglobinuria (PHN), myelodysplastic syndrome (MDS), myelofibrosis, aleukemic
leukemia, agranulocytosis, dan pure red cell aplasia. Berikut ini merupakan penjelasan lebih
lanjut mengenai penyakit-penyakit tersebut.
• Fanconi’s anemia.

Ini merupakan bentuk kongenital dari anemia aplastik dimana merupakan kondisi
autosomal resesif yang diturunkan sekitar 10% dari pasien dan terlihat pada masa anak-anak.
Tanda-tandanya yaitu tubuh pendek, hiperpigmentasi pada kulit, mikrosefali, hipoplasia pada ibu
jari atau jari lainnya, abnormalitas pada saluran urogenital, dan cacat mental. Fanconi’s anemia
dipertegas dengan cara analisis sitogenetik pada limfosit darah tepi, yang dimana menunjukkan
patahnya kromosom setelah dibiakkan menggunakan zat kimia yang meningkatkan penekanan
kromosom (seperti diepoxybutane atau mitomycin C).
• Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria.

PNH adalah sebuah kerusakan yang didapat yang dikarakteristikan dengan anemia yang
disebabkan oleh hemolisis intravaskular dan dimanifestasikan dengan hemoglobinuria yang
bersifat sementara dan life-threatening venous thromboses. Suatu kekurangan CD59, antigen
pada permukaan eritrosis yang menghambat lisis reaktif, sangat bertanggung jawab terhadap
hemolisis. Kira-kira 10% sampai 30% pada pasien anemia aplastik mengalami PNH pada
rangkaian klinis nantinya. Ini menunjukkan bahwa sangat mungkin bahwa mayoritas pasien
dengan PHN dapat mengalami proses aplastik. Diagnosis PNH biasanya dibuat dengan
menunjukkan pengurangan ekpresi dari sel antigen CD59 permukaan dengan cara aliran 12
sitometri, mengantikan tes skrining yang sebelumnya dipergunakan seperti tes hemolisis sukrosa
dan pemeriksaan urin untuk hemosiderin.
• Myelodiysplastic Sindrome.

MDSs adalah sebuah kumpulan dari kerusakan sel batang hematopoetik klonal yang
ditandai oleh diferensiasi dan maturasi abnormal sumsum tulang, dimana dapat menyebabkan
kegagalan sumsum tulang dengan peripheral sitopenias, disfungsional elemen darah, dan
memungkinkan perubahan leukemi. Sumsum tulang pada MDS memiliki tipe hiperselular atau
normoselular, walaupun hiposelular biasanya juga ditemukan. Sangat penting membedakan
hiposelular MDS dengan anemia aplastik karena diagnosis yang ditegakkan untuk penanganan
dan prognosis.
• Idiopathic Myelofibrosis.

Dua keistimewaan idiopathic myelofibrosis adalah hematopoesis ekstramedulari


menyebabkan hepatosplenomegali pada kebanyakan pasien. Biopsi spesimen sumsum tulang
menunjukkan berbagai tingkat retikulin atau fibrosis kolagen, dengan megakariosit yang
mencolok.
• Aleukemic Leukemia.

Aleukemic leukemia merupakan suatu kondisi yang jarang yang ditandai oleh tidak
adanya sel blast pada darah tepi pasien leukemia, terjadi kurang dari 10% dari seluruh pasien
leukemi dan penyakit ini biasanya terjadi pada remaja atau pada orang tua. Aspirasi sumsum
tulang dan biopsy menunjukkan sel blast.
• Pure red cell aplasia.

Kerusakan ini jarang terjadi dan hanya melibatkan produksi eritrosit yang ditandai oleh
anemia berat, jumlah retikulosit kurang dari 1%, dan normoselular sumsum tulang kurang dari
0.5% eritroblast yang telah matang.
• Agranulocytosis.

Agranulocytosis adalah kerusakan imun yang mempengaruhi produksi granulosit darah


tetapi tidak pada platelet atau eritrosit

3.1.9 Tatalaksana (14,15)


Anemia aplastik memiliki tingkat kematian yang lebih besar dari 70% dengan perawatan
suportif saja. Ini adalah darurat hematologi, dan perawatan harus diputuskan segera. Obat-
obatan tertentu diberikan tergantung pada pilihan terapi dan apakah itu perawatan suportif saja,
terapi imunosupresif, atau BMT. Rawat inap untuk pasien dengan anemia aplastik mungkin
diperlukan selama periode infeksi dan untuk terapi yang spesifik, seperti globulin antithymocyte
(ATG).
Secara garis besarnya terapi untuk anemia apalstik dapat dibagi menjadi 4 yaitu terapi
kausal, terapi suportif, dan terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang (terapi ini untuk
merangsang pertumbuhan sumsum tulang), serta terapi definitif yang terdiri atas pemakaian anti-
lymphocyte globuline, transplantasi sumsum tulang. Berikut ini akan bahas satu persatu tentang
terapi tersebut.
• Terapi Kausal

Terapi kausal adalah usaha untuk menghilangkan agen penyebab. Hindarkan pemaparan
lebih lanjut terhadap agen penyebab yang diketahui, tetapi sering hal ini sulit dilakukan karena
etiologinya yang tidak jelas atau penyebabnya tidak dapat dikoreksi.
• Terapi suportif

Terapi ini diberikan untuk mengatasi akibat pansitopenia. Mengatasi infeksi. Untuk
mengatasi infeksi antara lain : menjaga higiene mulut, identifikasi sumber infeksi serta
pemberian antibiotik yang tepat dan adekuat. Sebelum ada hasil, biarkan pemberian antibiotika
berspektrum luas yang dapat mengatasi kuman gram positif dan negatif. Biasanya dipakai derivat
penicillin semisintetik (ampisilin) dan gentamisin. Sekarang lebih sering dipakai sefalosporin
generasi ketiga. Jika hasil biakan 14 sudah datang, sesuaikan hasil dengan tes sensitifitas
antibiotika. Jika dalam 5-7hari panas tidak turun maka pikirkan pada infeksi jamur. Disarankan
untuk memberikan ampotericin- B atau flukonasol parenteral.
• Transfusi granulosit konsentrat.

Terapi ini diberikan pada sepsis berat kuman gram negatif, dengan nitropenia berat yang
tidak memberikan respon pada antibiotika adekuat. Granulosit konsentrat sangat sulit dibuat dan
masa efektifnya sangat pendek.
• Usaha untuk mengatasi anemia.

Berikan tranfusi packed red cell atau (PRC) jika hemoglobin <7 gr/dl atau ada tanda paah
jantung. Koreksi sampai Hb 9-10% dan tidak perlu sampai normal karena akan menekan
eritropoesis internal. Pada penderita yang akan dipersiapkan untuk transplantasi sumsusm tulang
pemberian transfusi harus lebih berhati-hati.
• Usaha untuk mengatasi pendarahan.

Berikan transfusi konsentrat trombosit jika terdapat pendaran major atau jika trombosit
kurang dari 20.000/mm3 . Pemberian trombosit berulang dapat menurunkan efektifitas trombosit
karena timbulnya antibodi anti-trombosit. Kortikosteroid dapat mengurangi pendarahan kulit.
• Terapi untuk memperbaiki fungsi sumsum tulang.

Beberapa tindakan di bawah ini diharapkan dapat merangsang pertumbuhan sumsum


tulang, meskipun penelitian menunjukkan hasil yang tidak memuaskan.
• Anabolik steroid.

Anabolik steroid dapat diberikan oksimetolon atau stanozol. Oksimetolon diberikan dalam dosis
2-3mg/kg BB/hari. Efek terapi tampak setelah 6-12 minggu. Awasi efek samping berupa firilisasi
dan gangguan fungsi hati. 15
• Kortikosteroid dosis rendah-menengah.

Fungsi steroid dosis rendah belum jelas. Ada yang memberikan prednisone 60-100mg/hari, jika
dalam 4 minggu tidak ada respon sebaiknya dihentikan karena memberikan efek samping yang
serius.
• Granulocyte Macrophage - Colony Stimulating Factor (GM-CSF) atau
Granulocyte - Colony Stimulating Factor G-CSF.
Terapi ini dapat diberikan untuk meningkatkan jumlah netrofil, tetapi harus diberikan terus
menerus. Eritropoetin juga dapat diberikan untuk mengurangi kebutuhan transfusi sel darah
merah.
• Terapi definitif

Terapi definitif adalah terapi yang dapat memberikan kesembuhan jangka panjang. Terapi
definitif untuk anemia apalstik terdiri dari 2 jenis pilihan yaitu : 1.) Terapi imunosupresif; 2.)
Transplantasi sumsum tulang.
• Terapi imunosupresif.

Terapi imunosupresif merupakan lini pertama dalam pilihan terapi definitif pada pasien tua dan
pasien muda yang tidak menemukan donor yang cocok.3 Terdiri dari (a) pemberian anti
lymphocyte globulin : Anti lymphocyte globulin (ALG) atau anti tymphocyte globulin (ATG)
dapat menekan proses imunologi. ALG mungkin juga bekerja melalui peningkatan pelepasan
haemopoetic growth factor sekitar 40%-70% kasus memberi respon pada ALG, meskipun
sebagian respon bersifat tidak komplit (ada defek kualitatif atau kuantitatif). Pemberian ALG
merupakan pilihan utama untuk penderita anemia aplastik yang berumur diatas 40 tahun; (b)
terapi imunosupresif lain : pemberian metilprednisolon dosis tinggi dengan atau siklosforin-A
dilaporkan memberikan hasil pada beberapa kasus, tetapi masih memerlukan konfirmasi lebih
lanjut. Pernah juga dilaporkan keberhasilan pemberian siklofosfamid dosis tinggi
• Transplantasi sumsum tulang.

Transplantasi sumsum tulang merupakan terapi definif yang memberikan harapan kesembuhan,
tetapi biayanya sangat mahal, memerlukan peralatan canggih, serta adanya kesulitan mencari
donor yang kompatibel sehingga pilihan terapi ini sebagai pilihan pada kasus anemia aplastik
berat. Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan untuk kasus yang berumur dibawah 40
tahun, diberikan siklosforin-A untuk mengatasi graft versus host disease (GvHD), transplantasi
sumsum tulang memberikan kesembuhan jangka panjang pada 60%-70% kasus, dengan
kesembuhan komplit.2 Meningkatnya jumlah penderita yang tidak cocok dengan pendonor
terjadi pada kasus transplantasi sumsum tulang pada pasien lebih muda dari 40 tahun yang tidak
mendapatkan donor yang cocok dari saudaranya.

3.1.10 Prognosis (16)


Prognosis berhubungan dengan jumlah absolut netrofil dan trombosit. Jumlah
absolut netrofil lebih bernilai prognostik dari pada yang lain. Jumlah netrofil
kurangdari 500/l (0,5x10 9/liter) dipertimbangkan sebagai anemia aplastik berat dan jumlah
netrofil kurang dari 200/l (0,2x10 9/liter) dikaitkan dengan respon buruk terhadap
imunoterapi dan prognosis yang jelek bila transplantasi sumsum tulang
allogenik tidak tersedia. Anak-anak memiliki respon yang lebih baik daripada orang
dewasa.A n e m i a a p l a s t i k k o n s t i t u s i o n a l m e r e s p o n s e m e n t a r a t e r h a d a
p a n d r o g e n d a n glukokortikoid akan tetapi biasanya fatal kecuali pasien
mendapatkan transplantasi sumsum tulang.
Transplantasi sumsum tulang bersifat kuratif pada sekitar 80% pasien
yang berusia kurang dari 20 tahun, sekitar 70% pada pasien yang berusia 20-40 tahun dansekitar
50% pada pasien berusia lebih dari 40 tahun. Celakanya, sebanyak 40% pasien
ya n g b e r t a h a n k a r e n a m e n d a p a t k a n t r a n s p l a n t a s i s u m s u m t u l a n g a k a n m e n
d e r i t a gangguan akibat GVHD kronik dan resiko mendapatkan kanker sekitar 11%
pada pasien usia tua atau setelah mendapatkan terapi siklosporin sebelum
transplanta sistem sel. Hasil yang terbaik didapatkan pada pasien yang belum mendapatkan
terapi imunosupresif sebelum transplantasi, belum mendapatkan dan belum
tersensitisasi dengan produk sel darah serta tidak mendapatkan iradiasi dalam hal
conditioning untuk transplantasi.
Sekitar 70% pasien memiliki perbaikan yang bermakna denga
n t e r a p i kombinasi imunosupresif (ATG dengan siklosporin). Walaupun beberapa p
asiens e t e l a h t e r a p i m e m i l i k i j u m l a h s e l d a r a h ya n g n o r m a l , b a n ya k ya n g k e
mudianm e n d a p a t k a n a n e m i a s e d a n g a t a u t r o m b o s i t o p e n i a . P e n
y a k i t i n i j u g a a k a n berkembang dalam 10 tahun menjadi proxysmal nokturnal
hemoglobinuria,sindromm ye l o d i s p l a s t i k a t a u a k u t m ye l o g e n o u s l e u k i m i a p a d a 4
0 % p a s i e n ya n g p a d a m u l a n y a m e m i l i k i r e s p o n t e r h a d a p i m u n o s u
p r e s i f . P a d a 1 6 8 p a s i e n y a n g mendapatkan transplantasi sumsum tulang, hanya
sekitar 69% yang bertahan selama 15 tahun dan pada 227 pasien yang mendapatkan
terapi imunosupresif, hanya 38% yang bertahan dalam 15 tahun.
Pengobatan dengan dosis tinggi siklofosfamid menghasilkan hasil awal
yangs a m a d e n g a n k o m b i n a s i A T G d a n s i k l o s p o r i n . N a m u n , s i k l o f o s f a m i d
m e m i l i k i toksisitas yang lebih besar dan perbaikan hematologis yang lebih lambat
walaupunmemiliki remisi yang lebih bertahan lama
DAFTAR PUSTAKA

1. Young NS. Acquired aplastic anemia. Ann Intern Med 2002;136. h. 534-46 2.
2. Young NS, Barrett AJ. The treatment of severe acquired aplastic anemia. Blood 1995;85:3367-
77.
3. Young NS, Maciejewski J. The pathofisiology of acquired aplastic anemia. N engl J Med
1997;336:1365-72.
4. Bakta IM : Hematologi Klinik ringkas. Penerbit Buku Kedokteran EGC Jakarta. 2003; P, 98-109.
5. Montane E, Luisa I, Vidal X, Ballarin E, Puig R, Garcia N, Laporte JR, CGSAAA : Epidemiology of
aplastic anemia: a prospective multicenter study. Haematologica. 2008; 98:518-23. 9
6. Sameer B, Esteban : Aplastic Anemia. Emedicine Medscape 2010. Available from
http://emedicine.medscape.com/articl e/198759. Accessed on 22 January 2011
7. Nabiel A, Solveig GE : Aplastic Anemia: review of etiology and treatment. Hospital physician.
1999; 1:46-52.
8. J Martin J : Myelofibrosis. Emedicine Medscape 2009. Available from http://emedicine.
medscape.com/article/956806. Accessed on 23 January 2011
9. George BS, Marshall AL : Aplastic Anemia: acquired and inherited. William Hematology. 2010;
34:463- 83.
10. Neal SY, Jaroslaw M : The patophysiology of acquired aplastic anemia. N Engl J Med 1997;
336:1365-72.
11. Blood Journal : Incidence of aplastic anemia: the relevance of diagnostic criteria. By the
international agranulocytosis and aplastic anemia study. Blood Journal. 1987; 70:1718- 21.
12. Blanche PA, Jeffrey ML : Fanconi Anemia. Emedicine Medscape 2009. Available from
http://emedicine.medscape.com/articl e/960401. Accessed on 22 January 2011.
13. Emmanuel CB, Ulrich W : Paroxymal Nocturnal Hemoglobinuria. Emedicine Medscape 2009.
Available from http://emedicine.medscape.com/articl e/207468. Accessed on 23 january 2011.
14. Alkhouri N, Ericson SG. Aplastic Anemia:Review of Etiology and Treatment. [serial
online]1999;70:46-52. Avaiable from: http://bloodjournal.hematologylibrary.org/cgi
/reprint/103/11/46. Accessed July 07, 2008.
15. Emmanuel CB, Ulrich W : Myelodysplastic Syndrome. Emedicine Medscape 2009. Available from
http://emedicine.medscape.com/articl e/207347. Accessed on 23 January 2011.
16. Kamus Kedokteran Dorland.Edisi ke 27.Jakarta:EGC.2005

Anda mungkin juga menyukai