2. PATOFISIOLOGI
Pada balita jaringan limfoid dalam cincin waldeyer sangat kecil. Pada
anak berumur 4 tahun bertambah besar karena aktivitas imun, karena tonsil
dan adenoid ( pharyngeal tonsil) merupakan organ limfoid pertama di dalam
tubuh yang memfagosit kuman – kuman pathogen. Jaringan tonsil dan
adenoid mempunyai peranan penting sebagai organ yang khusus dalam respon
imun humoral maupun selular, seperti pada bagian epithelium kripte, folikel
limfoid dan bagian ekstrafolikuler. Oleh karena itu, hipertrofi dari jaringan
1
merupakan respons terhadap kolonisasi dari flora normal itu sendiri dan
mikroorganisme pathogen.
Adenoid dapat membesar seukuran bola ping – pong yang
mengakibatkan tersumbatnya jalan udara yang melalui hidung sehingga
dibutuhkan adanya usaha yang keras untuk bernafas sebagai akibat terjadinya
ventilasi melalui mulut yang terbuka. Adenoid dapat menyebabkan obstruksi
pada jalan udara pada nasal sehingga mempengaruhi udara.
Pembesaran adenoid dapat menyebabkan obstruksi pada tuba
eustachius yang akhirnya menjadi tuli konduktif karena adanya cairan dalam
telinga tengah akibat tuba eustachius yang tidak bekerja efisien karena adanya
sumbatan.
3. ADENOIDITIS AKUT
a. Definisi
Radang dari adenoid pada bayi – anak < 12 tahun
b. Diagnosis ;
1. Keluhan ( dari ibunya ) :
- Panas tinggi → konvulsi
- Buntu hidung → bayi tidak dapat menyusu → gelisah, lapar, berat
badan turun
2. Pemeriksaan ( dikerjakan pada anak besar & kooperatif )
- Rhinoskopi anterior ; adenoid edem, hiperemi, secret + , fenomena
palatum –
- Rhinoskopi Posterior : Adenoid hiperemi
- Biasanya bersamaan dengan tonsillitis akut
c. Terapi ;
- Antibiotika
- Simtomatis
d. Komplikasi :
- Melalui tuba auditiva → kavum timpani → OMA
- Ke bawah → laring, trakeitis, bronchitis, bronkopneumonia
4.ADENOIDITIS KRONIK
a. Etiologi :
- Post nasal drip → secret kavum nasi jatuh ke belakang
- Sekret berasal dari : sinus maksilaris & ethmoid
b. Gejala klinis
2
Disebabkan oleh hipertrofi adenoid → buntu hidung, menyebabkan :
- Rinolalia oklusa ( bindeng ) karena koane tertutup
- Mulut terbuka untuk beernafas → muka terkesan bodoh ( adenoid
face )
- Aproseksia nasalis
- Sefalgia
- Pilek dan batuk
- Nafsu makan menurun
- Oklusio tuba
c. Terapi
- Adenoidektomi ( ADE )
- Bila disertai tonsilektomi ( TE ) → adenotonsilektomi ( ATE )
Indikasi adenotonsilektomi :
- Sumbatan → sumbatan hidung yang menyebabkan bernafas
melalui mulut, sleep apnea, gangguan menelan, gangguan
berbicara, kelainan bentuk wajah muka dan gigi ( adenoid face )
- Infeksi → adenoiditis berulang / kronik, otitis media efusi
berulang/ kronik, otitis media akut berulang
- Kecurigaan neoplasma jinak / ganas
Tekhnis adenoidektomi terbagi menjadi atas dua cara yaitu :
a. Eksisi melalui mulut
Merupakan teknik yang paling banyak di gunakan. Adenoid di
keluarkan melalui mulut setelah mulut dibuka dengan menggunakan
suatu alat dan menarik langit – langit mulut. Suatu cermin digunakan
untuk melihat adenoid karena adenoid teletak pada rongga hidung
bagian belakang melalui pendekatan ini beberapa instrument dapat
dimasukkan.
3
● Adenoid Punch : Penekanan pada adenoid dengan menggunakan
satu instrument bengkok yang mempunyai celah dan ditempatkan
di atas adenoid kemudian celah itu ditutup dan pisau bedah
mengangkat adenoid.
4
8. DIFTERI FARING / TONSIL
Dosis Pemberian :
Untuk antibiotika :
Penisilin procain im. ( 1 vial = 3 juta IU ) BB<50 kg : 1,2 juta x 2 perhari, BB>50 kg
: 1,5 juta x 2 perhari (pagi dan sore), selama 10 hari. over PPC : terjadi hipotonia
yang dapat melemahkan gerak otot respirasi. Bila alergi terhadap Penisilin, dapat
digunakan Eritromisin 500 mg tiap 6 jam per oral, selama 10 hari.
Cara Pemberian :
5
9. LARINGITIS AKUT PADA ANAK
1.1.DEFINISI
Laringitis akut (non spesifik) pada anak adalah infeksi akut pada mukosa laring.
Laryngitis akut biasanya terjadi mendadak dan berlangsung dalam kurun waktu
kurang lebih 3 minggu. Bila gejala lebih dari 3 minggu dinamakan laryngitis
kronis.
1.2.ETIOLOGI
Laringitis dapat disebabkan oleh virus, bakteri atau jamur. Virus merupakan
etiologi laryngitis yang paling sering, yaitu rhinovirus, virus influenza, virus
parainfluenza, adenovirus, coxsackievirus, coronavirus, dan respiratory synsitial
virus (RSV).
- Histoplasma
- Blastomyces ; biasanya menyebabkan laryngitis sebagai komplikasi dari
inflamasi sistemik
- Candida ; biasanya menyebabkan laryngitis dan esofagitis pada pasien
imunosupresi
- Coccidioides
- Cryptococcus
6
1.3. PATOFISIOLOGI
Laringitis akut merupakan proses inflamasi pada mukosa pita suara dan laring
yang berlangsung kurang dari 3 minggu. Bila etiologi dari laringitis akut
disebabkan oleh adanya suatu infeksi, maka sel darah putih akan bekerja
membunuh mikroorganisme selama proses penyembuhan. Pita suara kemudian
akan menjadi tampak edema, dan proses vibrasi juga umumnya ikut mengalami
gangguan. Hal ini juga dapat memicu timbulnya suara yang parau disebabkan
oleh gangguan fonasi. Membran yang meliputi pita suara juga terlihat berwarna
kemerahan dan membengkak.
1.4.DIAGNOSIS
1. Hetero-anamnesis
- Biasanya didahului dengan panas badan ( subfebril), batuk, dan pilek
- Kemudian diikuti dengan suara membesar, kemudian parau dapat sampai
afoni ( tidak ada suara sama sekali)
- Sering didapatkan sesak nafas
2. Pemeriksaan Fisik
- Suara parau, bila berat dapat afoni
- Panas badan subfebris
- Sering terdapat gejala sumbatan jalan nafas atau, yaitu :
● Stridor inspirasi
● Sesak nafas inspirasi
● Retraksi supraklavikuler, interkostal, epigastrium
3. Pemeriksaan Tambahan
Tampak :
1.5.DIAGNOSIS BANDING
7
- Laringitis difteri
● Terdapat pseudomembran
● Sesak tidak berkurang dengan kortikosteroid
1.6. KOMPLIKASI
- Penyumbatan laring
- Trakeitis
- Bronkitis
- Pneumoni
1.7. TERAPI
● Oksigen
8
13. CORPUS ALIENUM TRAKEA-BRONKUS
1. BATASAN
Corpus alienum adalah benda aSing yang berasal dari luar atau dalam tubuh yang
dalam keadaan normal tidak ada pada tubuh.
2. JENIS-JENIS
Benda asing yang berasal dari luar tubuh disebut benda asing eksogen, biasanya
masuk melalui hidung atau mulut. Sedangkan yang berasal dari dalam tubuh
disebut benda asing endogen. Benda asing eksogen terdiri dari benda padat, cair,
atau gas. Benda asing eksogen terdiri dari zat organic seperti kacang-kacangan
(yang berasal dari tumbuh-tumbuhan), tulang (yang berasal ari kerangka
binatang) dan zat anorganik seperti paku, jarum, peniti, batu, dan lain-lain. Benda
asing eksogen cair dibagi dalam benda cair yang bersifat iritatif, seperti zat kimia,
dan benda cair non-iritatif, yaitu cairan dengan pH 7,4. Benda asinng endogen
dapat berupa sekret kental, darah atau bekuan darah, nanah, krusta, perkijuan,
membran difteri, bronkolit.
3. GEJALA
Gejala orofaring biasanya terdaat sensasi benda asing terutama setelah memakan
ayam ataupun ikan. Rasa tidak nyaman dari ringan sampai berat. Pasien biasanya
mengeluh sulit menelan atau tidak dapat mengontrol air liur. Biasanya pasien
dapat melokalisir benda asing tersebut. Disfagia biasa dikeluhkan oleh pasien
dewasa dengan ketidakmampuan mengendalikan sekresi air liur. Pada pasien anak
biasanya tidak terdapat gejala yang khas. Orangtua biasanya memberitahu kepada
dokter bahwa anaknya telan menelan sesuatu. Rasa tersumbat ditenggorok,
muntah, dan sakit tenggorokan biasanya muncul. Jika benda asing berlangsung
lama maka biasanya anak menjadi tidak ingin makan, rewel, gagal tumbuh, dan
demam,
4. DIAGNOSIS
Benda asing pada orofaring dan hipofaring dapat tersangkut antara lain di tonsil,
dasar lidah, valekula, sinus piriformis yang menyebabkan rasa nyeri pada waktu
menelan (odinofagi), baik makanan maupun ludah, terutama bila benda asing
tajam seperti duri ikan. Benda asing pada ororfaring biasanya dapat terlihat dan
mudah diambil. Untuk memeriksa dan mencari benda di dasar lidah, valekula dan
9
sinus piriformis diperlukan kaca tenggorok besar (no. 8-10). Pada pasien yang
kooperatif dapat dilakukan laringoskopi indirek atau nasofaringoskopi serat optik.
5. PENATALAKSANAAN
Benda asing di tonsil dapat diambil dengan memakai pinset atau cunam. Benda
asing dapat dilihat dengan kaca tenggorok yang besar. Pasien diminta menarik
lidahnya sendiri dan pemeriksa memegang kaca tenggorok dengan tangan kiri,
sedangkan tangan kanan memegang cunam untuk mengambil benda tersebut. Bila
pasien sangat perasa sehingga menyukarkan tindakan, maka sebelumnya dapat
disemprotkan obat anastesikum, seperti xylocain atau pantocain.
10
13. KARSINOMA LARING
1.1.BATASAN
Karsinoma yang mengenai laring ( supraglotik, glotik, subglotik)
1.2.ETIOLOGI
Diduga rokok dan alcohol berpengaruh besar terhadap timbulnya karsinoma laring.
Merupakan keganasan daerah kepala dan leheer. Umumnya tersering 40 – 50 tahun,
laki – laki lebih banyak dari pada wanita dengan perbandingan 10:1.
1.3. DIAGNOSIS
1. Anamnesis
Gejala dini : suara parau, suara parau pada orang tua lebih dari 2 minggu perlu
pemeriksaan laring yang seksama.
Gejala lanjut : sesak nafas dan stridor inspirasi, sedikit demi sedikit progresif.
Kesulitan menelan terjadi pada tumor supraglotik, atau apabila tumor sudah
meluas ke faring atau esophagus. Pembesaran kelenjar leher ( kadang –
kadang ).
2. Pemeriksaan fisik :
- Pemeroksaan YHT : pada laringoskopi indirekta (LI) dan laringoskopi
direkta (LD) atau laringoskopi serat optic (LSO) dapat diketahui tumor di
laring.
- Pemeriksaan leher :
a. Inspeksi : terutama untuk melihat pembesaran kelenjar leher, laring
dan tiroid.
b. Palpasi : untuk memeriksa pembesaran pada membrane krikotiroid
atau tirohioid yang merupakan tanda ekstensi tumor ke ekstra
laryngeal. Infiltrasi tumor ke kelenjar tiroid menyebabkan tiroid
membesar dank eras. Memeriksa pembesaran kelenjar getah bening
leher..
3. Pemeriksaan penunjang :
Pemeriksaan radiologic :
- X-foto leher AP dan lateral ( jaringan lunak )
- Tomogram laring atau “CT Scan” ( bila tersedia fasilitas )
Biopsi : dilakukan dengan LI, LD, atau FOL
11
1.4.DIAGNOSIS BANDING
- Tuberkulosis laring
- Tumor jinak laring ( papiloma,kista,polip)
- Nodul vocal
-
1.5.PENATALAKSANAAN
- Trakeotomi : dilakukan pada penderita yang mengalami sesak nafas.
- Pembedahan :
a. Laringektomi parsial ( LP )
b. Laringektomi total ( LT )
Dapat dikombinasikan dengan :
Deseksi leher fungsional ( DLF )
Deseksi leher radikal ( DLR )
- Radioterapi dan kemoterapi :
a. Stadium I : radiasi, bila gagal, diteruskan dengan tindakan
pembedahan (LP/LT)
b. Stadium II : LP/LT
c. Stadium III : dengan/tanpa NI : LT dengan/tanpa DLF/DLR diikuti
radiasi.
d. Stadium IV : tanpa N/M : LT+DLF diikuti radiasi.
e. Stadium IV lainnya : radioterapi dan kemoterapi.
12
15. LARINGITIS DIFTERI
1.1 Definisi
1.2 Patofiiologi
1.4 Diagnosis
13
banyak fibrin dan melekat dengan mukosa dibawahnya. Biula diangkat terjadi
perdarahan. Biasanya dimulai dari tonsil dan menyebar ke uvula.
1.5 Penatalaksanaan
1.6 Pengobatan
1.7 Prognosis
14