Anda di halaman 1dari 3

1

Rizkha Elfany,seorang perempuan pemilik kucing betina bernama “Diding” memulai

petisi untuk menutup klinik happiness milik drh. Alexander Saba karena membuat kucing

yang telah dirawat selama 2 tahun mati setelah mengalami perdarahan akibat operasi yang

dilakukan dokter hewan tersebut tanpa ijin pemiliknya. Cerita berawal saat tanggal 17 Mei,

wanita tersebut membawa kucingnya ke drh.Alexander untuk dilakukan steril. Tiga hari

kemudian, setelah dioperasi Diding sudah boleh dibawa pulang. Namun, pada saat

pertengahan bulan Agustus pemilik tersebut melihat kejanggalan karena perut Diding yang

membesar. Kemudian, dia memutuskan untuk membawa Diding ke dokter hewan tersebut

lagi pada tanggal 19 Agustus. Berhubung drh.Alexander sedang diluar kota, oleh dokter

tersebut si Diding diminta untuk dirawat inapkan terlebih dahulu di kliniknya. Tanggal 20

Agustus, wanita tersebut mendapatkan kabar jika Diding telah selesai dioperasi pengangkatan

anaknya dan memanggil kucingnya dengan sebutan “kucing galak”. Tanggal 21 sore,

si Diding meninggal dunia setelah drh.Alexander mengatakan jika kondisinya ngedrop dan

butuh diinfus. Itulah yang membuat pemilik wanita tersebut merasa kecewa dan membuat

pernyataan jika drh.Alexander melakukan malpraktek karena tidak melakukan ijin saat

melalukan operasi yang menyebabkan meninggal dunia hewan kesayangannya tersebut.

Berdasarkan artikel diatas, dokter hewan tersebut diduga telah melakukan beberapa

pelanggaran berdasarkan kode etik kedokteran hewan berdasarkan TAP. Nomor 07 / Kongres

Ke-16 / PDHI / 2010. Diantaranya :

Pertama, berdasarkan BAB IV tentang kewajiban terhadap klien pasal 26 yang

berbunyi “Dokter Hewan melakukan client education dan memberikan penjelasan mengenai

penyakit yang sedang diderita hewannya dan kemungkinan – kemungkinan lainnya yang

dapat terjadi. Dalam segala hal yang penting dan harus dilakukan demi kebaikan pasien

dengan segala resikonya maka dokter hewan menyampaikan secara transparan termasuk

segala resiko yang terburuk sekalipun.”


2

Berdasarkan pasal tersebut jika dikaitkan dengan dengan kasus, drh.Alexander tidak

melakukan edukasi atau inform concent terlebih dahulu kepada pemilik kucing mengenai

kondisi dan rencana tindakan operasi pengangkatan anak yang akan dilakukan terhadap

Diding sehingga klien merasa terkejut dan marah ketika mendapat informasi jika Diding

sudah dioperasi dan kondisinya ngedrop akibat perdarahan sehingga meninggal dunia.

Kedua, berdasarkan BAB III tentang kewajiban terhadap pasien Pasal 18 yang

berbunyi “Dokter Hewan memperlakukan pasien dengan penuh perhatian dan kasih sayang

sebagaimana arti tersebut bagi pemiliknya, dan menggunakan segala pengetahuannya,

keterampilannya dan pengalamannya untuk kepentingan pasiennya”.

Berdasarkan pasal tersebut, yang bertentangan dengan kode etik adalah ketika

drh. Alexander memanggil Diding dengan “kucing galak” dihadapan klien karena sampai 3

orang yang membantu memegang saat proses pembiusan. Padahal operasi sebelumnya hanya

membutuhkan satu orang pemegang. Seharusnya dokter hewan tersebut tidak boleh

mengatakan hal demikian terutama dihadapan klien, sebagaimana kode etik sebagai dokter

hewan harus menyanyangi dan siap dengan keadaan yang ada. Selain itu, drh.Alexander tidak

memasang infus ketika dilakukan operasi maupun setelah dioperasi hal ini yang membuat

geram pemiliknya. Berdasarkan pasal 18 tersebut, dapat ditarik kesimpulan jika

drh.Alexander tidak menggunakan segala pengetahuannya, keterampilannya dan

pengalamannya untuk kepentingan pasiennya.

Ketiga, berdasarkan BAB I tentang Kewajiban Umum Pasal 1 yang berbunyi “Dokter

Hewan merupakan Warga Negara yang baik yang memanifestasikan dirinya dalam cara

berpikir, bertindak dan menampilkan diri dalam sikap dan budi pekerti luhur dan penuh sopan

santun”. Jika sesuai kasus, drh.Alexander melanggar kode etik karena kurang dianggap

kurang sopan saat bicara dengan pemilik kucing yakni “Kalau mau ambil aja kucing betina

yang diatas tapi jangan sekarang, tenangin diri dulu aja ya”. Hal ini membuat pemilik
3

berfikiran jika dokter hewan tersebut telah meremahkan kucingnya yang merupakan jenis

kucing kampong bukan kucing rasa tau kucing hias.

Anda mungkin juga menyukai