petisi untuk menutup klinik happiness milik drh. Alexander Saba karena membuat kucing
yang telah dirawat selama 2 tahun mati setelah mengalami perdarahan akibat operasi yang
dilakukan dokter hewan tersebut tanpa ijin pemiliknya. Cerita berawal saat tanggal 17 Mei,
wanita tersebut membawa kucingnya ke drh.Alexander untuk dilakukan steril. Tiga hari
kemudian, setelah dioperasi Diding sudah boleh dibawa pulang. Namun, pada saat
pertengahan bulan Agustus pemilik tersebut melihat kejanggalan karena perut Diding yang
membesar. Kemudian, dia memutuskan untuk membawa Diding ke dokter hewan tersebut
lagi pada tanggal 19 Agustus. Berhubung drh.Alexander sedang diluar kota, oleh dokter
tersebut si Diding diminta untuk dirawat inapkan terlebih dahulu di kliniknya. Tanggal 20
Agustus, wanita tersebut mendapatkan kabar jika Diding telah selesai dioperasi pengangkatan
anaknya dan memanggil kucingnya dengan sebutan “kucing galak”. Tanggal 21 sore,
si Diding meninggal dunia setelah drh.Alexander mengatakan jika kondisinya ngedrop dan
butuh diinfus. Itulah yang membuat pemilik wanita tersebut merasa kecewa dan membuat
pernyataan jika drh.Alexander melakukan malpraktek karena tidak melakukan ijin saat
Berdasarkan artikel diatas, dokter hewan tersebut diduga telah melakukan beberapa
pelanggaran berdasarkan kode etik kedokteran hewan berdasarkan TAP. Nomor 07 / Kongres
berbunyi “Dokter Hewan melakukan client education dan memberikan penjelasan mengenai
penyakit yang sedang diderita hewannya dan kemungkinan – kemungkinan lainnya yang
dapat terjadi. Dalam segala hal yang penting dan harus dilakukan demi kebaikan pasien
dengan segala resikonya maka dokter hewan menyampaikan secara transparan termasuk
Berdasarkan pasal tersebut jika dikaitkan dengan dengan kasus, drh.Alexander tidak
melakukan edukasi atau inform concent terlebih dahulu kepada pemilik kucing mengenai
kondisi dan rencana tindakan operasi pengangkatan anak yang akan dilakukan terhadap
Diding sehingga klien merasa terkejut dan marah ketika mendapat informasi jika Diding
sudah dioperasi dan kondisinya ngedrop akibat perdarahan sehingga meninggal dunia.
Kedua, berdasarkan BAB III tentang kewajiban terhadap pasien Pasal 18 yang
berbunyi “Dokter Hewan memperlakukan pasien dengan penuh perhatian dan kasih sayang
Berdasarkan pasal tersebut, yang bertentangan dengan kode etik adalah ketika
drh. Alexander memanggil Diding dengan “kucing galak” dihadapan klien karena sampai 3
orang yang membantu memegang saat proses pembiusan. Padahal operasi sebelumnya hanya
membutuhkan satu orang pemegang. Seharusnya dokter hewan tersebut tidak boleh
mengatakan hal demikian terutama dihadapan klien, sebagaimana kode etik sebagai dokter
hewan harus menyanyangi dan siap dengan keadaan yang ada. Selain itu, drh.Alexander tidak
memasang infus ketika dilakukan operasi maupun setelah dioperasi hal ini yang membuat
Ketiga, berdasarkan BAB I tentang Kewajiban Umum Pasal 1 yang berbunyi “Dokter
Hewan merupakan Warga Negara yang baik yang memanifestasikan dirinya dalam cara
berpikir, bertindak dan menampilkan diri dalam sikap dan budi pekerti luhur dan penuh sopan
santun”. Jika sesuai kasus, drh.Alexander melanggar kode etik karena kurang dianggap
kurang sopan saat bicara dengan pemilik kucing yakni “Kalau mau ambil aja kucing betina
yang diatas tapi jangan sekarang, tenangin diri dulu aja ya”. Hal ini membuat pemilik
3
berfikiran jika dokter hewan tersebut telah meremahkan kucingnya yang merupakan jenis