Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

I. Konsep Penyakit Luka Bakar


1.1 Definisi
Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api langsung maupun
tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan
kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya
tersiram air panas banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga
(Sjamsuidajat, 2004). Luka bakar yaitu luka yang disebabkan oleh suhu
tinggi, dan disebabkan banyak faktor, yaitu fisik seperti api, air panas, listrik
seperti kabel listrik yang mengelupas, petir, atau bahan kimia seperti asam
atau basa kuat.

Menurut Precise, (2011), Luka bakar bisa berasal dari berbagai sumber, dari
api, matahari, uap, listrik, bahan kimia, dan cairan atau benda panas. Luka
bakar bisa saja hanya berupa luka ringan yang bisa diobati sendiri atau
kondisi berat yang mengancam nyawa yang membutuhkan perawatan medis
yang intensif. Luka bakar adalah suatu trauma yang disebabkan oleh panas,
arus listrik bahan kimia dan petir yang mengenai kulit, mukosa dan jaringan
yang lebih dalam.

Berdasarkan bebera pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa luka bakar


adalah luka/trauma yang disebabkan oleh pajanan langsung atau tidak
langsung oleh benda panas, arus listrik, bahan kimia, petir dll, yang
mengenai kulit atau organ tubuh dan menyebabkan kerusakan pada kulit atu
organ tersebut.

1.2 Etiologi
Luka bakar (Combustio) dapat disebabkan oleh paparan api, baik secara
langsung maupun tidak langsung, misal akibat tersiram air panas yang
banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. Selain itu, pajanan suhu tinggi
dari matahari, listrik maupun bahan kimia juga dapat menyebabkan luka
bakar. Secara garis besar, penyebab terjadinya luka bakar dapat dibagi
menjadi:

1
2

1.2.1 Paparan api


Flame: Akibat kontak langsung antara jaringan dengan api terbuka,
dan menyebabkan cedera langsung ke jaringan tersebut. Api dapat
membakar pakaian terlebih dahulu baru mengenai tubuh. Serat alami
memiliki kecenderungan untuk terbakar, sedangkan serat sintetik
cenderung meleleh atau menyala dan menimbulkan cedera tambahan
berupa cedera kontak. Benda panas (kontak): Terjadi akibat kontak
langsung dengan benda panas. Luka bakar yang dihasilkan terbatas
pada area tubuh yang mengalami kontak. Contohnya antara lain
adalah luka bakar akibat rokok dan alat-alat seperti solder besi atau
peralatan masak.
1.2.2 Scalds (air panas)
Terjadi akibat kontak dengan air panas. Semakin kental cairan dan
semakin lama waktu kontaknya, semakin besar kerusakan yang akan
ditimbulkan. Luka yang disengaja atau akibat kecelakaan dapat
dibedakan berdasarkan pola luka bakarnya. Pada kasus kecelakaan,
luka umumnya menunjukkan pola percikan, yang satu sama lain
dipisahkan oleh kulit sehat. Sedangkan pada kasus yang disengaja,
luka umumnya melibatkan keseluruhan ekstremitas dalam pola
sirkumferensial dengan garis yang menandai permukaan cairan.
1.2.3 Uap panas
Terutama ditemukan di daerah industri atau akibat kecelakaan
radiator mobil. Uap panas menimbulkan cedera luas akibat kapasitas
panas yang tinggi dari uap serta dispersi oleh uap bertekanan tinggi.
Apabila terjadi inhalasi, uap panas dapat menyebabkan cedera hingga
ke saluran napas distal di paru.
1.2.4 Gas panas
Inhalasi menyebabkan cedera thermal pada saluran nafas bagian atas
dan oklusi jalan nafas akibat edema.
1.2.5 Aliran listrik
Cedera timbul akibat aliran listrik yang lewat menembus jaringan
tubuh. Umumnya luka bakar mencapai kulit bagian dalam. Listrik
yang menyebabkan percikan api dan membakar pakaian dapat
menyebabkan luka bakar tambahan.
3

1.2.6 ` Zat kimia (asam atau basa)


1.2.7 Radiasi
12.8 Sunburn sinar matahari.

1.3 Tanda dan Gejala


Kedalaman dan Bagian Kulit
Gejala Tanda
Penyebab Luka Bakar Yang terkena
Derajat Satu Epidermis Kesemuta Memerah;menjadi
Tersengat matahari Hiperestesia (super putih jika ditekan
Terkena Api dengan sensitive) Minimal atau tanpa
intensitas rendah Rasa nyeri mereda edema
jika didinginkan
Derajat Dua Epidermis dan Nyeri Melepuh, dasar luka
Tersiram air mendidih Bagian Dermis Hiperestesia berbintik – bintik
Terbakar oleh nyala api Sensitif terhadap merah,epidermis
udara yang dingin retak, permukaan
luka basah
Edema
Derajat Tiga Epidermis, Tidak terasa nyeri Kering ;luka
Terbakar nyala api Keseluruhan Syok bakarberwarna putih
Terkena cairan Dermis dan Hematuri dan seperti badan kulit
mendidihdalam waktu kadang – kemungkinan atau berwarna
yang lama kadang jaringan hemolisis gosong.
Tersengat arus listrik subkutan Kemungkin terdapat Kulit retak dengan
luka masuk dan bagian kulit yang
keluar (pada luka tampak
bakar listrik)a edema

1.4 Patofisiologi
Luka bakar (Combustio) disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu
sumber panas kepada tubuh. Panas dapat dipindahkan lewat hantaran atau
radiasi elektromagnetik. Destruksi jaringan terjadi akibat koagulasi,
denaturasi protein atau ionisasi isi sel. Kulit dan mukosa saluran nafas atas
merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam termasuk organ
visceral dapat mengalami kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak
yang lama dengan burning agent. Nekrosis dan keganasan organ dapat
terjadi.

Kedalam luka bakar bergantung pada suhu agen penyebab luka bakar dan
lamanya kontak dengan gen tersebut. Pajanan selama 15 menit dengan air
panas dengan suhu sebesar 56.10 C mengakibatkan cidera full thickness yang
serupa. Perubahan patofisiologik yang disebabkan oleh luka bakar yang berat
selama awal periode syok luka bakar mencakup hipoperfusi jaringan dan
hipofungsi organ yang terjadi sekunder akibat penurunan curah jantung
dengan diikuti oleh fase hiperdinamik serta hipermetabolik. Kejadian
4

sistemik awal sesudah luka bakar yang berat adalah ketidakstabilan


hemodinamika akibat hilangnya integritas kapiler dan kemudian terjadi
perpindahan cairan, natrium serta protein dari ruang intravaskuler ke dalam
ruanga interstisial. Curah jantung akan menurun sebelum perubahan yang
signifikan pada volume darah terlihat dengan jelas. Karena berkelanjutnya
kehilangan cairan dan berkurangnya volume vaskuler, maka curah jantung
akan terus turun dan terjadi penurunan tekanan darah. Sebagai respon,
system saraf simpatik akan melepaskan ketokelamin yang meningkatkan
vasokontriksi dan frekuensi denyut nadi. Selanjutnya vasokontriksi
pembuluh darah perifer menurunkan curah jantung.

Umumnya jumlah kebocoran cairan yang tersebar terjadi dalam 24 hingga 36


jam pertama sesudah luka bakar dan mencapai puncaknya dalam tempo 6-8
jam. Dengan terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan
menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen vaskuler,
volume darah akan meningkat. Karena edema akan bertambah berat pada
luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap pembuluh darah kecil dan
saraf pada ekstremitas distal menyebabkan obstruksi aliran darah sehingga
terjadi iskemia. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen.

Volume darah yang beredar akan menurun secara dramatis pada saat terjadi
syok luka bakar. Kehilangan cairan dapat mencapai 3-5 liter per 24 jam
sebelum luka bakar ditutup. Selama syok luka bakar, respon luka bakar
respon kadar natrium serum terhadap resusitasi cairan bervariasi. Biasanya
hipnatremia terjadi segera setelah terjadinya luka bakar, hiperkalemia akan
dijumpai sebagai akibat destruksi sel massif. Hipokalemia dapat terhadi
kemudian dengan berpeindahnya cairan dan tidak memadainya asupan
cairan. Selain itu juga terjadi anemia akibat kerusakan sel darah merah
mengakibatkan nilai hematokrit meninggi karena kehilangan plasma.
Abnormalitas koagulasi yang mencakup trombositopenia dan masa
pembekuan serta waktu protrombin memanjang juga ditemui pada kasus luka
bakar. Kasus luka bakar dapat dijumpai hipoksia. Pada luka bakar berat,
konsumsi oksigen oleh jaringan meningkat 2 kali lipat sebagai akibat
hipermetabolisme dan respon lokal. Fungsi renal dapat berubah sebagai
akibat dari berkurangnya volume darah. Destruksi sel-sel darah merah pada
5

lokasi cidera akan menghasilkan hemoglobin bebas dalam urin. Bila aliran
darah lewat tubulus renal tidak memadai, hemoglobin dan mioglobin
menyumbat tubulus renal sehingga timbul nekrosis akut tubuler dan gagal
ginjal.

Kehilangan integritas kulit diperparah lagi dengan pelepasan faktor-faktor


inflamasi yang abnormal, perubahan immunoglobulin serta komplemen
serum, gangguan fungsi neutrofil, limfositopenia. Imunosupresi membuat
pasien luka bakar bereisiko tinggi untuk mengalmai sepsis. Hilangnya kulit
menyebabkan ketidakmampuan pengaturan suhunya. Beberapa jam pertama
pasca luka bakar menyebabkan suhu tubuh rendah, tetapi pada jam-jam
berikutnya menyebabkan hipertermi yang diakibatkan hipermetabolisme.

1.5 Pemeriksaan Penunjang


1.5.1 Laboratorium :
a. Hb (Hemoglobin) turun menunjukkan adanya pengeluaran darah
yang banyak sedangkan peningkatan lebih dari 15%
mengindikasikan adanya cedera
b. Ht (Hematokrit) yang meningkat menunjukkan adanya kehilangan
cairan sedangkan Ht turun dapat terjadi sehubungan dengan
kerusakan yang diakibatkan oleh panas terhadap pembuluh darah.
c. Leukosit : Leukositosis dapat terjadi sehubungan dengan adanya
infeksi atau inflamasi
d. GDA (Gas Darah Arteri) : Untuk mengetahui adanya kecurigaaan
cedera inhalasi. Penurunan tekanan oksigen (PaO2) atau
peningkatan tekanan karbon dioksida (PaCO2) mungkin terlihat
pada retensi karbon monoksida.
e. Elektrolit Serum : Kalium dapat meningkat pada awal
sehubungan dengan cedera jaringan dan penurunan fungsi ginjal,
natrium pada awal mungkin menurun karena kehilangan cairan,
hipertermi dapat terjadi saat konservasi ginjal dan hipokalemi
dapat terjadi bila mulai diuresis.
f. Glukosa Serum : Peninggian Glukosa Serum menunjukkan respon
stress.
6

g. Albumin Serum : Untuk mengetahui adanya kehilangan protein


pada edema cairan.
h. BUN atau Kreatinin : Peninggian menunjukkan penurunan perfusi
atau fungsi ginjal, tetapi kreatinin dapat meningkat karena cedera
jaringan.
i. Ureum
j. Protein
k. Hapusan Luka
l. Urine Lengkap, dll
1.5.2 Rontgen : Foto Thorax, dll
1.5.3 EKG : Untuk mengetahui adanya tanda iskemia miokardial atau
distritmia.
1.5.4 CVP : Untuk mengetahui tekanan vena sentral, diperlukan pada luka
bakar lebih dari 30% dewasa dan lebih dari 20% pada anak

1.5 Komplikasi
1.5.1 Gagal jantung kongestif dan edema pulmonal
1.5.2 Sindrom kompartemen. Sindrom kompartemen merupakan proses
terjadinya pemulihan integritas kapiler, syok luka bakar akan
menghilang dan cairan mengalir kembali ke dalam kompartemen
vaskuler, volume darah akan meningkat. Karena edema akan
bertambah berat pada luka bakar yang melingkar. Tekanan terhadap
pembuluh darah kecil dan saraf pada ekstremitas distal menyebabkan
obstruksi aliran darah sehingga terjadi iskemia.
1.5.3 Adult Respiratory Distress Syndrome.
Akibat kegagalan respirasi terjadi jika derajat gangguan ventilasi dan
pertukaran gas sudah mengancam jiwa pasien.
1.5.4 Ileus Paralitik dan Ulkus Curling. Berkurangnya peristaltic usus dan
bising usus merupakan tanda-tanda ileus paralitik akibat luka bakar.
Distensi lambung dan nausea dapat mengakibatnause. Perdarahan
lambung yang terjadi sekunder akibat stress fisiologik yang massif
(hipersekresi asam lambung) dapat ditandai oleh darah okulta dalam
feces, regurgitasi muntahan atau vomitus yang berdarha, ini
merupakan tanda-tanda ulkus curling.
7

1.5.5 Syok sirkulasi terjadi akibat kelebihan muatan cairan atau bahkan
hipovolemik yang terjadi sekunder akibat resusitasi cairan yang
adekuat. Tandanya biasanya pasien menunjukkan mental berubah,
perubahan status respirasi, penurunan haluaran urine, perubahan pada
tekanan darah, curah janutng, tekanan cena sentral dan peningkatan
frekuensi denyut nadi.
1.5.6 Gagal ginjal akut. Haluran urine yang tidak memadai dapat
menunjukkan resusiratsi cairan yang tidak adekuat khususnya
hemoglobin atau mioglobin terdektis dalam urine.

1.6 Penatalaksanaan Medis


Pada penanganan penderita dengan trauma luka bakar, seperti pada penderita
trauma-trauma lainnya harus ditangani secara teliti dan sistematik
1.6.1 Evaluasi Pertama (Triage)
a. Airway, sirkulasi, ventilasi
Prioritas pertama penderita luka bakar yang harus dipertahankan
meliputi airway, ventilasi dan perfusi sistemik. Kalau diperlukan
segera lakukan intubasi endotrakeal, pemasangan infuse untuk
mempertahankan volume sirkulasi
b. Pemeriksaan fisik keseluruhan.
Pada pemeriksaan penderita diwajibkan memakai sarung tangan
yang steril, bebaskan penderita dari baju yang terbakar, penderita
luka bakar dapat pula mengalami trauma lain, misalnya
bersamaan dengan trauma abdomen dengan adanya internal
bleeding atau mengalami patah tulang punggung / spine.
c. Anamnesis
Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini penting, apakah
penderita terjebak dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan
adanya trauma inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan
napas. Kapan kejadiannya terjadi, serta ditanyakan penyakit –
penyakit yang pernah di alami sebelumnya.
d. Pemeriksaan luka bakar
Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar
sedang atau ringan.
8

1. Ditentukan luas luka bakar. Dipergunakan Rule of Nine untuk


menentukan luas luka bakarnya.
2. Ditentukan kedalaman luka bakar (derajat kedalaman)

1.6.2 Penanganan di Ruang Emergency


a. Diwajibkan memakai sarung tagan steril bila melakukan
pemeriksaan penderita.
b. Bebaskan pakaian yang terbakar.
c. Dilakukan pemeriksaan yang teliti dan menyeluruh untuk
memastikan adanya trauma lain yang menyertai.
d. Bebaskan jalan napas. Pada luka bakar dengan distress jalan napas
dapat dipasang endotracheal tube. Traheostomy hanya bila ada
indikasi.
e. Pemasangan intraveneous kateter yang cukup besar dan tidak
dianjurkan pemasanga scalp vein. Diberikan cairan ringer Laktat
dengan jumlah 30-50 cc/jam untuk dewasa dan 20-30 cc/jam untuk
anak – anak di atas 2 tahun dan 1 cc/kg/jam untuk anak dibawah 2
tahun.
f. Dilakukan pemasangan Foley kateter untuk monitor jumlah urine
produksi. Dicatat jumlah urine/jam.
g. Di lakukan pemasangan nosogastrik tube untuk gastric dekompresi
dengan intermitten pengisapan.
h. Untuk menghilangkan nyeri hebat dapat diberikan morfin intravena
dan jangan secara intramuskuler.
i. Timbang berat badan
j. Diberikan tetanus toksoid bila diperlukan. Pemberian tetanus toksoid
booster bila penderita tidak mendapatkannya dalam 5 tahun terakhir.
k. Pencucian Luka di kamar operasi dalam keadaan pembiusan umum.
Luka dicuci debridement dan di disinfektsi dengan salvon 1 : 30.
Setelah bersih tutup dengan tulle kemudian olesi dengan Silver Sulfa
Diazine (SSD) sampai tebal. Rawat tertutup dengan kasa steril yang
tebal. Pada hari ke 5 kasa di buka dan penderita dimandikan dengan
air dicampur Salvon 1 : 30
l. Eskarotomi adalah suatu prosedur atau membuang jaringan yang
mati (eskar) dengan teknik eksisi tangensial berupa eksisi lapis demi
lapis jaringan nekrotik sampai di dapatkan permukaan yang
berdarah. Fasiotomi dilakukan pada luka bakar yang mengenai kaki
9

dan tangan melingkar, agar bagian distal tidak nekrose karena


stewing.
m. Penutupan luka dapat terjadi atau dapat dilakukan bila preparasi bed
luka telah dilakukan dimana didapatkan kondisi luka yang relative
lebih bersih dan tidak infeksi. Luka dapat menutup tanpa prosedur
operasi. Secara persekundam terjadi proses epitelisasi pada luka
bakar yang relative superficial. Untuk luka bakar yang dalam pilihan
yang tersering yaitu split tickness skin grafting. Split tickness skin
grafting merupakan tindakan definitive penutup luka yang luas.
1.6.3 Penanganan Sirkulasi
Beberapa penelitian membuktikan bahwa penatalaksanaan syok dengan
metode resusutasi cairan konvensional (menggunakan regimen cairan
yang ada) dengan penatalaksanaan syok dalam waktu singkat,
menunjukkna perbaikkan prognosis, derajat kerusakan jaringan
diperkecil (pemantauan kadar asam laktat), hipotermi dipersingkat dan
koagulatif diperkecil kemungkinannya, ketiganya diketahui memiliki
nilai prognostic terhadap angka mortalitas.
Pada luka bakar berat penanganannya sama seperti diatas namun bila
terjadi syok segera di lakukan resusitasi ABC.
a. Airway Management
1) Bersihkan jalan napas dengan tangan dan mengangkat dagu
pada pasien tidak sadar.
2) Lindungi jalan napas dengan nasofarigeal.
3) Pembedahan (krikotiroldotomi) bila indikasi trauma
silafasial/gagal intubasi.
b. Breathing/Pernapasan
1) Berikan supplement O2.
2) Nilai frekuensi napas dan pergerakkan dinding toraks.
3) Pantau oksimetri nadi dan observasi.
c. Circulation
1) Nilai frekuensi nadi dan karakternya
2) Ambil darah untuk cross match, DPL, ureum dan elektrolit.
3) Perawatan local
Untuk luka bakar derajat I dan II biasa dilakukan perawatan lokal
yaitu dengan pemberian obat topical seperti salep antiseptic
10

contoh golongan: silver sulfadiazine, moist exposure burn


ointment, ataupun yodium providon.
1. Infus, kateter, CVP, oksigen, Laboratorium, kultur luka.
2. Resusitasi cairan Baxter.
Untuk pemberian cairan intravena pada pasien luka bakar bias
menggunakan rumus yang di rekomendasikan oleh Envans,
yaitu:

Luas luka dalam persen x BB(kg) = mL NaCl /24 jam


Luas luka dalam persen x BB (kg) = mL Plasma/24 jam
2000 cc gluksosa 5%/24 jam

Dewasa : Baxter. ( RL 4 cc x BB x % LB/24 jam. )


Anak: jumlah resusitasi+kebutuhan faal (RL: Dextran=17 : 3)
2 cc x BB x % LB.
Kebutuhan faal:
< 1 tahun : BB x 100 cc
1 – 3 tahun : BB x 75 cc
3 – 5 tahun : BB x 50 cc
½ diberikan 8 jam pertama
½ diberikan 16 jam berikutnya.
Hari kedua :
Dewasa : Dextran 500 – 2000 + D5% / albumin.
( 3-x) x 80 x BB gr/hr
100
(Albumin 25% = gram x 4 cc) 1 cc/mnt.
Anak : Diberi sesuai kebutuhan faal.
3. Monitor urine dan CVP.
4. Topikal dan tutup luka
a. Cuci luka dengan savlon : NaCl 0,9% ( 1 : 30 ) + buang
jaringan nekrotik.
b. Tulle.
c. Silver sulfa diazin tebal.
d. Tutup kassa tebal.
e. Evaluasi 5 – 7 hari, kecuali balutan kotor.
5. Obat – obatan:
a. Antibiotika : tidak diberikan bila pasien datang < 6 jam
11

sejak kejadian.
b. Bila perlu berikan antibiotika sesuai dengan pola kuman
dan sesuai hasil kultur.
c. Analgetik : kuat (morfin, petidine)

1.7 Pathway
12

II. Rencana asuhan keperawatan klien dengan gangguan fraktur femur


2.1 Pengkajian
2.1.1 Riwayat Keperawatan
2.1.1.1 Anamnesis : (Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat,
agama, bahasa yang dipakai,status perkawinan, pendidikan,
pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis)
2.1.1.2 Keluhan Utama
Keluhan utama yang dirasakan oleh klien luka
bakar (Combustio) adalah nyeri, sesak nafas. Nyeri dapat
disebabakna kerena iritasi terhadap saraf. Dalam melakukan
pengkajian nyeri harus diperhatikan paliatif, severe, time,
quality (p,q,r,s,t). sesak nafas yang timbul beberapa jam /
hari setelah klien mengalami luka bakar dan disebabkan
karena pelebaran pembuluh darah sehingga timbul
penyumbatan saluran nafas bagian atas, bila edema paru
berakibat sampai pada penurunan ekspansi paru.
2.1.1.3 Riwayat Kesehatan Sekarang
Gambaran keadaan klien mulai tarjadinya luka bakar,
penyabeb lamanya kontak, pertolongan pertama yang
dilakuakn serta keluhan klien selama menjalan perawatan
ketika dilakukan pengkajian. Apabila dirawat meliputi
beberapa fase : fase emergency (±48 jam pertama terjadi
perubahan pola bak), fase akut (48 jam pertama beberapa
hari / bulan ), fase rehabilitatif (menjelang klien pulang).
2.1.1.4 Riwayat Kesehatan Dahulu
Merupakan riwayat penyakit yang mungkin pernah diderita
oleh klien sebelum mengalami luka bakar. Resiko kematian
akan meningkat jika klien mempunyai riwaya penyakit
kardiovaskuler, paru, DM, neurologis, atau penyalagunaan
obat dan alcohol.
13

2.1.1.5 Riwayat Kesehatan Keluarga


Merupakan gambaran keadaan kesehatan keluarga dan
penyakit yang berhubungan dengan kesehatan klien,
meliputi : jumlah anggota keluarga, kebiasaan keluarga
mencari pertolongan, tanggapan keluarga mengenai masalah
kesehatan, serta kemungkinan penyakit turunan.
2.1.1.6 Riwayat Psikososial
Pada klien dengan luka bakar sering muncul masalah
konsep diri body image yang disebabkan karena fungsi kulit
sebagai kosmetik mengalami gangguan perubahan. Selain
itu juga luka bakar juga membutuhkan perawatan yang laam
sehingga mengganggu klien dalam melakukan aktifitas. Hal
ini menumbuhkan stress, rasa cemas, dan takut.

2.1.2 Pemeriksaan Fisik: Data fokus


2.1.2.1 Primer survey
a. Airway: Memastikan kepatenan jalan napas tanpa
adanya sumbatan atau obstruksi,
b. Breathing: memastikan irama napas normal atau cepat,
pola napas teratur, tidak ada dyspnea, tidak ada napas
cuping hidung,dan suara napas vesikuler,
c. Circulation: nadi lemah/ tidak teraba, cepat >100x/mt,
tekanan darah dibawah normal bila terjadi syok, pucat
oleh karena perdarahan, sianosis, kaji jumlah perdarahan
dan lokasi, capillary refill >2 detik apabila ada
perdarahan.
d. Disability: kaji tingkat kesadaran sesuai GCS, respon
pupil anisokor apabila adanya diskontinuitas saraf yang
berdampak pada medulla spinalis.
2.1.2.2 Secondary survey
a. Fokus Asesment
1. Kepala: Wajah, kulit kepala dan tulang tengkorak,
mata, telinga, dan mulut. Temuan yang dianggap
kritis:
14

Pupil tidak simetris, midriasis tidak ada respon


terhadap cahaya ?
2. Leher: lihat bagian depan, trachea, vena jugularis,
otot-otot leher bagian belakang. Temuan yang
dianggap kritis: Distensi vena jugularis, deviasi
trakea atau tugging, emfisema kulit
3. Dada: Lihat tampilan fisik, tulang rusuk,
penggunaan otot-otot asesoris, pergerakan dada,
suara paru. Temuan yang dianggap kritis: Luka
terbuka, sucking chest wound, Flail chest dengan
gerakan dada para doksikal, suara paru hilang atau
melemah, gerakan dada sangat lemah dengan pola
napas yang tidak adekuat (disertai dengan
penggunaaan otot-otot asesoris).
4. Abdomen:
Inspeksi bentuk perut membuncit karena kembung,
palpasi adanya nyeri pada area epigastrium yang
mengidentifikasi adanya gastritis.
5. Urogenital
Kaji kebersihan karena jika ada darah kotor /
terdapat lesi merupakantempat pertumbuhan kuman
yang paling nyaman, sehingga potensi sebagai
sumber infeksi dan indikasi untuk pemasangan
kateter.
6. Muskuloskletal
Catat adanya atropi, amati kesimetrisan otot, bila
terdapat luka baru pada muskuloskleletal, kekuatan
oto menurun karen nyeri
7. Pemeriksaan neurologi
Tingkat kesadaran secara kuantifikasi dinilai dengan
GCS. Nilai bisa menurun bila supplay darah ke otak
kurang (syok hipovolemik) dan nyeri yang hebat
(syok neurogenik)
8. Pemeriksaan kulit
a. Luas luka bakar
15

Untuk menentukan luas luka bakar dapat


digunakan salah satu metode yang ada, yaitu
metode “rule of nine” atau metode “Lund dan
Browder”
b. Kedalaman luka bakar
Kedalaman luka bakar dapat dikelompokan
menjadi 4 macam, yaitu luka bakar derajat I,
derajat II, derajat III dan IV, dengan ciri-ciri
seperti telah diuraikan dimuka.
c. Lokasi/area luka
Luka bakar yang mengenai tempat-tempat
tertentu memerlukan perhatian khusus, oleh
karena akibatnya yang dapat menimbulkan
berbagai masalah. Seperti, jika luka bakar
mengenai derah wajah, leher dan dada dapat
mengganggu jalan nafas dan ekspansi dada yang
diantaranya disebabkan karena edema pada
laring. Sedangkan jika mengenai ekstremitas
maka dapat menyebabkan penurunan sirkulasi ke
daerah ekstremitas karena terbentuknya edema
dan jaringan scar.

Bagian tubuh 1 th 2 th Dewasa

Kepala leher 18% 14% 9%

Ekstrimitas atas (kanan 18% 18% 18 %


dan kiri)

Badan depan 18% 18% 18%

Badan belakang 18% 18% 18%

Ektrimitas bawah (kanan 27% 31% 30%


dan kiri)

Genetalia 1% 1% 1%
16

2.2 Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1: Nyeri akut ( NANDA NIC-NOC, 2015:317)
2.2.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosional tidak menyenangkan dan muncul
akibat kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau
digambarkan dalam hal kerusakan sedemikian rupa (International
Association for the study of Pain), awitan yang tiba-tiba atau lambat
dari intensitas ringan hingga berat dengan akhir yang dapat
diantisipasi atau diprediksi dan berlangsung < 6 bulan.
2.2.2 Batasan karakteristik
a. Perubahan selera makan
b. Perubahan tekanan darah
c. Perubahan frekuensi jantung
d. Perubahan frekuensi pernafasan
e. Laporan isyarat
f. Diaforesis
g. Mengekspresikan prilaku (mis. Gelisah, merengek,menangis)
h. Sikap melindungi area nyeri
i. Ganguan tidur
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Agen cidera (mis. Biologis, zat kimia, fisik, psikologis)

Diagnosa 2: Kekurangan volume cairan (00027)


2.2.4 Definisi
Penurunan cairan intravaskuler, interstitial, dan/atau intaseluler, ini
mengacu pada dehidrasi, kehilangan cairan saja tanpa perubah pada
natrium
2.2.5 Batasan karakteristik
1. Perubahan status mental
2. Perubahan tekanan darah
3. Perubahan tekanan nadi
17

4. Penurunan volume nadi


5. Penurunan turgor kulit
6. Penurunan haluaran urine
7. Penurunan pengisian vena
8. Membrane mukosa kering
9. Peningkatan hematokrit
10. Peningkatan suhu tubuh
11. Peningkatan frekuensi nadi
12. Kelemahan
2.2.6 Faktor Resiko
1. Kehilangan cairan aktif
2. Kegagalan mekanisme regulasi

2.3 Perencanaan
Diagnosa 1 : Nyeri akut
2.3.2 Tujuan Dan Kriteria Hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24 jam
diharapkan pasien tidak mengalami nyeri dengan kriteria hasil :
1. Memperlihatkan teknik relaksasi secara individual yang efektif
untuk mencapai keamanan.
2. Mempertahankan tingkat nyeri pada atau kurang
3. Melaporkan nyeri pada penyedia layanan kesehatan
4. Tidak mengalami gangguan pada frekuensi pernafasan, frekuensi
jantung atau tekanan darah.
2.3.3 Intervensi keperawatan
1. Pemberian analgesik
Rasional: menggunakan agen-agen farmakologi untuk
mengurangi atau menghilangkan nyeri.
2. Manajemen medikasi
Rasional: memfasilitasi penggunaan obat resep atau obat bebas
secara aman dan efektif
3. Manajemen nyeri
Rasional: meringankan atau mengurangi nyeri sampai pada
tingkat kenyamanan yang dapat diterima oleh pasien
4. Manajemen sedasi
18

Rasional: memberikan sedative, memantau respon pasien, dan


memberikan dukungan fisiologis yang dibutuhkan selama
prosedur diagnostik atau terapeutik.

Diagnosa 2: kekurangan volume cairan (00027)


2.3.4 Tujuan dan kriteria hasil
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam, volume cairan
tidak mengalami kekurangan.
NOC
 Fluid balance
 Hydration
 Nutritional Status: Food and Fluid Intake
Kriteria Hasil :
1. Mempertahankan urine output sesuai dengan usia dan BB, BJ
urine normal, HT normal
2. Tekanan darah, nadi, suhu tubuh dalam batas normal
3. Tidak ada tanda-tanda dehidrasi, elastisitas turgor kulit baik,
membran mukosa lembab, tidak ada rasa haus yang berlebihan.
2.3.5 Intervensi keperawatan dan rasional
1. Pantau tanda-tanda vital dan observasi kesadaran serta gejala syok
Rasional: Takikardi dan hipotensi dapat mengindikasikan syok
hipovolemi. Perubahan ortostatik (tekanan darah menurun 10
mmhg atau lebih dan nadi meningkat 20 kali/menit atau lebih)
mengindikasikan hipovolemik.
2. Kaji keadaan kulit sebagai tanda-tanda dehidrasi, turgor kulit
jelek, kulit dan membrane mukosa kering, pucat. Kaji juga
kehausan, khususnya pada lansia
Rasional: Turgor kulit jelek, kulit dan membrane mukosa kering,
peningkatan kehausan dapat mengindikasikan hipovolemia
sehingga terjadi penurunan volume cairan ekstraseluler.
3. Monitor dan perbaiki intake output, antara setiap jam dan
perbandingkan. Ukur dan dokumentasikan output urine setiap 1-4
jam. Laporkan sebagai berikut :
- Urine output lebih dari 200ml/jam selama 2 jam
- Urine output kurang dari 30ml/jam selama 2 jam
19

Rasional: Terapi diuretik, hipertermia, pembatasan intake cairan


dapat menimbulkan kekurangan cairan. Pengukuran tiap jam dan
perbandingannya dapt mendeteksi kekurangan.
- Urine output lebih dari 200ml/jam biasanya menunjukan
diabetes insipidus. Pasien dengan peningkatan TIK. Diabetes
insipidus dihasilkan dari kegagalan gland pituitary dalam
mensekresi ADH karena kerusakan hipotalamus. Seperti
gangguan karena neurosurgery, tapi hal itu juga dapat terjadi
sebagai sekunder dari lesi vaskuler atau trauma kepala berat.
- Indikasi adanya deficit volume cairan
4. Berikan terapi sesuai indikasi, biasanya cairan isotonic dengan
penambahan potassium klorida jika serum potassium rendah.
Pantau akses IV , antisipasi peningkatan pemberian cairan jika
hipertermia atau adanya infeksi.
Rasional: Penurunan tekanan menunjukan hipovolemia dan
penurunan kardiak output menunjukan preload
insuffisiensi.Cairan isotonic adalah pengganti cairan untuk
kehilangan cairan tubuh. Produk darah, koloid, atau albmin, dapat
digunakan untuk peningkatan MAP. Monitor digunakan untuk
mencegah overload volume cairan. Cairan dengan potassium
harus dipantau dengan seksama karena potassium mengiritasi
vena dan infus potassium yang cepat dapat menyebabkan
hiperkalemia. Hipertermia dan infeksi terjadi akibat kehilangan
cairan karena peningkatan metabolic, peningkatan keringat dan
ekskresi cairan melalui pernafasan.
5. Pantau cairan perenteral dengan elektrolit, antibiotic, dan vitamin.
Rasional: Pengawasan akurat intake output menandakan
keseimbangan pemberian sehingga tidak terjadi syok
hipovolemik.
20

III. Daftar Pustaka


Heather, H.T. 2014. Nanda Internasional DIAGNOSA KEPERAWATAN Definisi
dan Klasifikasi 2012-2014. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Price &Wilson. 2007. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.


Edisi 6, Volume1. Jakarta: EGC.

Sjamsuhidajat, Wim de Jong. 2004. Buku Ajar Ilmu Beda. Jakarta: EGC.

http://www.academia.edu/8441098/Penanganan_Luka_Bakar (diakses pada 10


November 2016)

Banjarmasin, Desember 2017

Preseptor Akademik Preseptor Klink

(.................................................) (..................................................)

Anda mungkin juga menyukai