Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Epistaksis adalah perdarahan dari hidung. Epistaksis banyak dijumpai


pada anak-anak dan usia lanjut. Epistaksis merupakan gejala atau manifestasi
penyakit lain. Epistaksis dapat disebabkan oleh: kelainan lokal dan kelainan
sistemik. Kebanyakan epistaksis dapat ringan dan sering dapat berhenti sendiri
tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi epistaksis yang berat dapat berakibat
fatal meskipun jarang.

Prinsip penatalaksanaan epistaksis adalah memperbaiki keadaan umum,


cari sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk
mencegah berulangnya perdarahan. Oleh karena itu pada beberapa kasus
epistaksis harus ditangani secara cepat, tepat dan benar.

1.2 Tujuan Penulisan

Mampu melakukan anamnesa dan pemeriksaan fisik mengenai epistaksis,


sehingga sebagai calon dokter dapat mengetahui serta dapat menegakkan diagnosa
dan manangani secara lebih dini, cepat dan tepat.

1.3 Manfaat Penulisan

1. Sebagai bahan acuan dalam mendiagnosis dan menangani epistaksis


sebagai salah satu kegawat daruratan di stase THT.
2. Sebagai tambahan wawasan tentang penyakit epistaksis.

1
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi Pendarahan Hidung

a. Bagian atas rongga hidungàa.etmoid anterior dan posteriorà cabang dari


a.oftalmika yang berasal dari a.karotis interna.
b. Bagian bawah rongga hidungà a.palatina mayor dan a. sfenopalatinaà
cabang dari a. maksilaris interna.
c. Hidung luar à cabang a.fasialis

Gambar 1. Pendarahan bagian atas dan bawah rongga hidung

d. Bagian depan septumà pleksus Kiesselbach, anastomosis dari :


 a. sfenopalatina
 a. etmoid anterior
 a labialis superior
 a. palatina mayor
e. Vena hidung bermuara ke v.optalmikaàsinus kavernosus.
f. Vena hidung tidak memiliki katup

2
Gambar 2. Pleksus Kiesselbach

2.2 Pengertian Epistaksis

Epistaksis adalah perdarahan dari hidung. Epistaksis banyak dijumpai


pada anak-anak dan usia lanjut. Epistaksis merupakan gejala atau manifestasi
penyakit lain. Kebanyakan ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa
memerlukan bantuan medis, tetapi epistaksis yang berat dapat berakibat fatal
meskipun jarang.

2.3 Etiologi Epistaksis

Epistaksis dapat disebabkan oleh:

A. Kelainan Lokal

a. Trauma
b. Kelainan anatomi
c. Kelainan pembuluh darah
d. Infeksi lokal
e. Benda asing
f. Tumor
g. Pengaruh udara lingkungan

B. Kelainan Sistemik

3
a. Penyakit kardiovaskular
b. Kelainan darah
c. Infeksi sistemik
d. Perubahan tekanan atmosfer
e. Kelainan hormonal
f. Kelainan kongenital

2.4 Klasifikasi Epistaksis

Melihat asal perdarahan, epistaksis dibagi menjadi:

a. Epistaksis Anterior

Kebanyakan berasal dari pleksus Kisselbach di septum bagian anterior


atau dari arteri etmoidalis anterior. Perdarahan pada septum anterior biasanya
ringan karena keadaan mukosa yang hiperemis atau kebiasaan mengorek hidung
dan kebanyakan terjadi pada anak, seringkali berulang dan dapat berhenti sendiri.

b. Epistaksis Posterior

Dapat berasal dari arteri etmoidalis posterior atau arteri sfenoplatina.


Perdarahan biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Sering
ditemukan pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan
penyakit kardiovaskular karena pecahnya arteri splenopalatina.

2.5 Pemeriksaan

a. Anamnesa yang lengkap

 Onset: spontan atau trauma akibat kuku jari


 Durasi dan frekuensi perdarahan
 Jumlah darah yang keluar
 Lokasi hidung tempat perdarahan terjadi
 Tipe perdarahan: anterior atau posterior
 Riwayat kecendrungan perdarahan pada pasien dan keluarganya
 Riwayat menderita penyakit (hipertensi, leukimia, penyakit katup mitral,
sirosis nefritis)
 Riwayat mengkonsumsi obat-obatan tertentu (analgesik, antikoagulan)

b. Tanda-tanda vital, kesadaran, dan laboratorium.

4
c. Alat-alat: head lamp, spekulum hidung, dan suction.

2.6 Penatalaksanaan Epistaksis

Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah perbaiki keadaan umum, cari


sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk mencegah
berulangnya perdarahan.

Bila pasien datang dengan epistaksis, perhatikan tanda-tanda vital nya.


Bila ada kelainan, atasi terlebih dahulu kelainan tersebut.

Untuk dapat menghentikan perdarahan perlu dicari sumbernya.

Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan ialah lampu kepala,


spekulum hidung, dan alat penghisap. Anamnesis yang lengkap sangat membantu
dalam menentukan sebab perdarahan.

Pasien dengan epistaksis di periksa dalam posisi duduk, biarkan darah


mengalir keluar dari hidung sehingga bisa dimonitor. Kalau keadaannya lemah
sebaiknya setengah duduk atau berbaring dengan kepala ditinggikan. Harus
diperhatikan jangan sampai darah mengalir ke saluran napas bawah.

Pasien anak duduk dipangku, badan dan tangan dipeluk, kepala dipegangi
agar tegak dan tidak bergerak-gerak.

Sumber perdarahan dicari untuk membersihkan hidung dari darah dan


bekuan darah dengan bantuan alat penghisap. Kemudian pasang tampon
sementara yaitu kapas yang telah dibasahi dengan adrenalin 1/5000-1/10.000 dan
pentocain atau lidocain 2% dimasukkan ke dalam rongga hidung untuk
menghentikan perdarahan mengurangi rasa nyeri pada saat dilakukan tindakan
selanjutnya. Tampon ini dibiarkan selama 10-15 menit. Setelah terjadi
vasokontriksi biasanya dapat dilihat apakah perdarahan berasal dari bagian
anterior atau posterior hidung.

Menghentikan Perdarahan

5
a. Perdarahan Anterior

Perdarahan anterior seringkali berasal dari pleksus Kisselbach di septum


bagian depan. Apabila tidak berhenti dengan sendirinya, perdarahan anterior,
terutama pada anak, dapat dicoba dihentikan dengan menekan hidung dari luar
selama 10-15 menit, seringkali berhasil.

Bila sumber perdarahan dapat terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik


dengan larutan Nitras Argenti (AgNO3) 25-30%. Sesudahnya area tersebut diberi
krim antibiotik.

Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka perlu
dilakukan pemasangan tampon anterior yang dibuat dari kapas atau kasa yang
diberi pelumnas vaselin atau salep antibiotik. Tampon dimasukkan sebanyak 2-4
buah, disusun dengan teratur dan harus menekan asala perdarahan. Tampon
dipertahankan selama 2 hari, harus dikeluarkan untuk mencegah infeksi hidung.
Selama 2 hari dilakukan pemeriksaan penunjang untuk mencari faktor penyebab
epistaksis. Bila perdarahan masih belum berhenti, dipasang tampon baru.

b. Perdarahan Posterior

Perdarahan dari bagian posterior lebih sulit diatasi, sebab biasanya


perdarahan hebat dan sulit dicari sumbernya dengan pemeriksaan rinoskopi
anterior.

Untuk menanggulangi perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon


posterior (tampon Bellocq). Tampon ini dibuat dari kasa padat dibentuk kubus
atau bulat dengan diameter 3 cm. Pada tampon ini terikat 3 utas benang, 2 buah di
satu sisi dan sebuah di sisi berlawan. .
Sebagai pengganti tampon Bellocq, dapat digunakan kateter Folley dengan
balon. Akhir-akhir ini juga dikembangkan teknik kauterisasiatau atau ligasi a.
Sfenopalatina dengan panduan endoskop.

6
Gambar 3. Pemasangan Tampon Posterior

2.7 Komplikasi dan Pencegahannnya

1. Perdarahan yang hebat dapat terjadi aspirasi darah ke dalam saluran nafas
bawah, syok, anemia, dan gagal ginjal.

7
2. Turunnya tekanan darah secara mendadak menimbulkan hipoteni,
hipoksia, iskemia serebri, insufisiensi koroner, infark miokard dan
kematian. Dalam hal ini infus atau transfusi darah dapat dilakukan
secepatny.
3. Pembuluh darah yang terbuka dapat terjadi infeksi, sehingga perlu diberi
antibiotik.
4. Pemasangan tampon dapat menyebabkan rinosinusitis, otitis media,
septikemia atau toxic shock syndrome. Sehingga perlu diberi antibiotik
pada setiap pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus
dicabut. Bila perdarahan masih berlanjut dipasang tampon baru.
5. Terjadi hemotimpanum sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba
Eustachius, dan airmata berdarah (bloody tears), akibat mengalirnya darah
secara retrograd melalui duktus nasolakrimalis.
6. Pemasangan tampon posterior dapat menyebabkan laserasi palatum mole
atau sudut bibir, jika benang yang keluar dari mulut terlalu ketat dilekatkan
pada pipi. Kateter balon dan tampon balon tidak boleh dipompa terlalu
keras dapat menyebabkan nekrosis mukosa hidung atau septum.

2.8 Mencegah Perdarahan Berulang

Setelah perdarahan untuk sementara dapat diatasi dengan pemasangan


tampon, selanjutnya perlu dicari penyebabnya. Perlu dilakukan pemeriksaan
laboratorium darah lengkap, pemeriksaan fungsi hepar dan ginjal, gula darah, dan
hemostasis. Pemeriksaan foto polos atau CT scan sinus bila dicurigai ada sinusitis.
Konsul ke Penyakit Dalam atau Kesehatan Anak bila dicurigai ada kelainan
sistemik.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

8
1. Epistaksis banyak dijumpai pada anak-anak dan usia lanjut. Epistaksis
merupakan gejala atau manifestasi penyakit lain.

2. Epistaksis yang berat dapat berakibat fatal meskipun jarang.

3. Epistaksis dapat berasal dari pleksus kisselbach, sifat perdarahannya yaitu


perdarahan nya ringan dan epistaksis yang berasal dari arteri etmoidalis
posterior atau arteri sfenoplatina, sifat perdarahan adalah perdarahan berat.

4. Prinsip penatalaksanaan epistaksis ialah perbaiki keadaan umum, cari


sumber perdarahan, hentikan perdarahan, cari faktor penyebab untuk
mencegah berulangnya perdarahan.

5. Penanganan sementara untuk mengatasi perdarahan adalah dengan


pemasangan tampon, selanjutnya perlu dicari penyebabnya.

3.2 Saran

1. Epistaksis yang berat harus ditangani secara cepat, tepat dan benar.

2. Dalam menangani epistaksis, harus sesuai dengan prinsipnya.

DAFTAR PUSTAKA

1. Soepardi, Efiaty Arsyad, dkk. 2007. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga,
Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher Edisi Ke-enam. Jakarta : FKUI
2. Adams, et al. 1997. Boies Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6. Jakarta : EGC

9
3. Cody, D. 1991. Penyakit Telinga Hidung dan Tenggorokan. Jkarta: EGC

4. Rifki, N. 2004. Panduan Penatalaksanaan Gawat Darurat Telinga


Hidung Tenggorokan. Jakarta: EGC

5. Thaller. 1991. Diagram Diagnostik Penyakit Telinga Hidung dan


Tenggorokan. Jakarta: EGC

6. Harold, L. 1996. Petunjuk Penting pada Penyakit THT. Jakarta: Hipokrates

7. Syamsuhidayat, R. 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta: EGC

10

Anda mungkin juga menyukai