Anda di halaman 1dari 5

BAB 1

PENDAHULUAN

Shock Management dan Resusitasi Cairan

A. Latar Belakang
Shock adalah keadaan klinis dengan tanda dan gejala yang muncul ketika terjadinya
ketidakseimbangan antara kebutuhan dengan suplai oksigen, dan hal ini menimbulkan
terjadinya hipoksia jaringan. Bila keadaan hipoksia jaringan ini tidak segera diatasi akan
mengakibatkan terjadinya kegagalan organ. Hal ini bukan lah persoalan penurunan
tekanan darah semata tetapi persoalan tidak adekuatnya perfusi jaringan. Keadaan tidak
adekuatnya perfusi jaringan dapat terjadipada setiap organ tubuh, seperti terlihat pada
gambar berikut.

Gangguan Perfusi Jaringan

Kulit Jantung Otak Ginjal Organ Lain

B. Pengenalan Shock
Syok lanjut yang ditandai oleh perfusi jaringan yang kurang ke kulit, ginjal dan susunan
saraf pusat (SSP) mudah dikenal. Namun masalah airway dab breathing teratasi,
penilaian yang teliti dari keadaan sirkulasi penting untuk mengenal syok secara dini.
Ketergantungan dapa tekana darah sebagai satu-satunya indikator syok akan
menyebabkan terlambatnya diagnosis syok. Ingat : mekanisme kompensasi tubuh dapat
menjaga tekanan darah sampai pasien kehilangan 30% volume darah. Perhatian harus
diarahkan pada nadi, laju pernafasan, sirkulasi kulit dan tekanan darah nadi, perbedaan
antara tekanan sistolik dan diastolik.
Gejala penting dini adalah tachykardia dan vasokontriksi perifer. Dengan demikian,
setiap pasien vang mengalami perdarahan dengan denyut nadi mengalami tachycardia
dan kulit dingin dianggap dalam keadaan syok. Kecepatan denyut jantung tergantung
pada usia. Dikatanan tachycardia, bila denyut jantung lebih dari 160 pada bayi, lebih dari
140 pada balita, lebih dari 120 anak usia sekolah, dan lebih dari 100 pada orang dewasa.
Orang tua dengan syok mungkin tidak menunjukan tachycardia.
Pemakaian pemeriksaan hematokrit atau kadar Hb tidak dapat dipercaya, dan tidak dapat
dipakai untuk mengukur kehilangan darah, ataupun untuk diagnosis syok. Kadar
hematokrit ang rendah menunjukan kehilangan darah dalam jumlah cukup besar atau
anemia yang sebelumtrauma sudah ada. Sedangkan hematokrit normal dapat saja terjadi
walaupun sudah ada kehilangan darah cukup banyak.

C. Klasifikasi Shock
Setiap pasien dengan perdarahan yang dating ke fasilitas laanan kesehatan tentunya tidak
sama jumlah kehilangan darahnya, sehingga derajat syokna juga berbeda. Untuk itu ada
suatu standar penilaian yang simple dan mudah untuk menentukan derajat atau kelas
syok yang dibuat oleh American College of Surgeon (ACS). ACS membagi kelas svok
menjadi 4,dilihat dari tanda dan gejala klinisna:
KELAS 1 KELAS 2 KELAS 3 KELAS 4
Kehilangan darah Sampai < 750 750-1500 1500-2000 >2000
(ml)
Kehilangan darah Sampai < 15% 15%-30% 30%-40% >40%
(%vol darah)
Denyut nadi <100 >100 >120 >140
Tekanan darah Normal Normal Menurun Menurun
Tekanan nadi Normal atau Menurun Menurun Menurun
naik
Frekuensi nafas 14-20 20-30 30-40 >35
Produksi urin >30 20-30 5-15 Tidak berarti
CNS Sedikit cemas Agak cemas Cemas, bingung Bingung

D. Membedakan Penebab Shock


Perdarahan adalah sebeb tersering syok pada trauma atau pasca persalinan, dan hamper
semua korban gawat darurat multi-trauma ada svok. Keadaan bukan perdarahan, yang
dapat menyebabkan svok antara lain:
1. Neurogenik
2. Tamponade jantung
3. Syok septik
E. Syok Hemoragik pada trauma
Gejala syok hemoragik pada trauma terbagi menjadi tiga yaitu ringan, sedang dan berat.
Syok hemoragik yang sangat ringan hanya memberikan gejala minimal yaitu: mafas
sedikit lebih cepat dan nadi sedikit lebih cepat. Syok hemoragik yang sedang akan
mengakibatkan gejala tachycardia dan akral dingin. Pada keadaan initekanan darah
belum turun. Sedangkan pada syok hemoragik berat, yaitu jumlah darah yang hilang
lebih dari 30% volume darah. Hal ini akan menebabkan gejala jelas, antara lain tekanan
darah turun.
F. Lokasi Perdarahan
Lokasi perdarahan ada dua dilihat dari eksternal dan internal:
a. Perdarahan eksternal : jelas dilihat karena diluar
b. Perdarahan internal : tidak jelas terlihat karena tidak diluar.
Perdarahan dalam dapat terjadi pada organ tubuh seperti: Toraks, Abdomen, Pelvis
(fraktur), patahna tulang panjang.
G. Pengelolaan Shock
Diagnosis dan terapi harus dilakukan dengan cepat. Untuk kebanyakan korban gawat
darurat akibat trauma dilakukan terapi terhadap syok karena perdarahan, sampai terbukti
sebaliknya, atau bukan syok karena perdarahan.
a. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik ditujukan terhadap diagnosis kelainan yang mengancam nyawa
dan meliputi penilaian terhadap ABC (Airway, Breathing, Circulate).pencatatan data
penting untuk monitoring lebih lanjut. Tanda vital, jumlah urin dan tingkat kesadaran
penting untuk dicatat.
b. Airway dan Breathing
Jalan nafas dan pernafasan tetap merupakan prioritas pertama, untuk mendapatkan
oksigen yang cukup. Tambahan oksigen diberikan bila perlu untuk menjaga tekanan
O2 antara 80-100 nnHg.
c. Sirkulasi dan kontrol perdarahan
Proiritas adalah : kontrol perdarahan luar, dapatkan akses vena yang cukup besar dan
nilai perfusi jaringan. Perdarahan dari luka eksternal biasana dapat dikontrol dengan
melakukan bebat tekan pada daerah luka, seperti dikepala, leher dan ekstrimitas.
Perdarahan internal dalam ronggathoraks dan abdomen pada fase para-RS biasana
tidak banyak yang dapat dilakukan. PSAG (gurita) dapat dipakai mengontrol
perdarahan pervis dan ekstremitas inferior, tetapi alat ini tidak boleh mengganggu
pernafsan infuse. Pembidaian dan spalk-traksi dapat membantu mengurangi
perdarahan pada tulang panjang.
d. Disability-pemeriksaan neurologis
Pemeriksaan neurologis singkat yang dilakukan adalah menentukan tingkat
kesadaran, pergerakan bola mata dan reaksipupil, fungsi motorik dan sensorik. Data
ini diperlukan untuk menilai perfusi otak.
e. Exposure-pe,eriksaan menyeluruh
Setelah menentukan prioritas terhadap keadaan yang mengancam nyawa, korban
gawat darurat dilepa seluruh pakaian untuk mendapatkan gambaran menyeluruh
mengenai kelainan yang ada, tatapi harus dicegah hipotemi.
f. Dilatasi gaster-dekompresi
Dilatasi gaster kerap kali terjadi pada korban gawat darurat trauma, dan mungkin
menvebabkan hipotensi. Keadaan ini mempersulit terapi syok dan mungkin
menyebabkan aspirasi- suatu komplikasi yang mungkin fatal. NGT harus terpasang
dengan baik, terpasang pada alat suction dan berfungsi baik.
g. Kateter uretra
Pemasanagn kateter uretra untuk membantu produksi urin dan mengetahui belance
cairan dalam tubuh pasien. Pemasangan kateter uretra memungkinkan untuk
pemeriksaan urin akan adanya hematuria, serta penilaian perfusi akan hasil resusitasi
cairan. Produksi urin diharapkan mencapai 0,5 mm/KgBB/jam untuk orang dewasa,
dengan demikian artina keseimbangan cairan dalam tubuh tercukupi. Sebelum
dilakukan pemasangan kateter diperhatikan adana kontra indikasi. Adana darah pada
orifisum uretra eksternal (OUE) atau prostat yang tak teraba atau adanya hematom
pada scrotum adalah kontra indikasi mutlak pemasangan kateter uretra.
h. Akses vaskular
Akses vaskular harus segera, dan sebaiknya memakai 2 kateter intravena ang besar
(minimum no. 16 G). Tempat untuk vena adalah berturut-turut; 1) vena perifer, 2)
vena sectie (venous cut down, venoclysis) dan 3) vena sentral. Pada anak kecil
kurang dari 6 tahun, cara intraoseus dapat dicoba sebelum vena sentral. Yang paling
menentukan untuk akses vena dalah keterampilan petugas
i. Pemberian cairan awal
Cairan elektrolit yang isotonic dipakai pada awal resusitasi adalah golongan
kristaloid. Cairan jenis ini (sementara) akan menambah volume intravascular lebih
stabil karenaakan mengatasi cairan interselular serta intraselular. Dari penelitian yang
sudah dilakukan saat ini cairan Asering yang direkomendasikan sebagai
j. Evaluasi resusitasi cairan dan perfusi organ
H. xsnkxn
I.

Anda mungkin juga menyukai