Anda di halaman 1dari 6

Analisa Industri Makro

Bursa saham domestik menunjukan pertumbuhan yang tinggi semenjak tahun 2014
dan mencapai titik tertinggi pada awal tahun 2015, sebelum akhirnya mulai melemah pada
pertengahan tahun 2015. Pertumbuhan dan pelemahan indeks yang terjadi disokong oleh
sektor-sektor yang menunjukan rata-rata pertumbuhan berbeda serta risiko yang berbeda yang
tercermin dari volatilitas masing-masing sektor. Dihitung dari pertumbuhan indeks bulanan
selama 10 tahun semenjak 2005:11 hingga 2015:11, sektor properti merupakan sektor dengan
rata-rata pertumbuhan indeks tertinggi namun tingkat volatilitas atau risikonya menduduki
urutan keempat sebagai sektor yang memiliki risiko melebihi risiko IHSG. Sementara itu
risiko yang paling tinggi dimiliki oleh sektor pertambangan meskipun rata-rata tingkat
pertumbuhan imbal hasil yang dimiliki oleh sektor pertambangan lebih rendah ketimbang
rata-rata pertumbuhan imbal hasil IHSG. Sektor barang konsumsi menjadi satu satunya sektor
yang memiliki tingkat rata-rata pertumbuhan imbal hasil tinggi namun tingkat volatilitas atau
risikonya rendah.

Dari pergerakan indeks selama 10 tahun belakangan ini secara keseluruhan dapat
dipetakan per-sektor industry berdasarkan rata-rata pertumbuhan imbal hasil dan volatilitas
atau risikonya dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan imbal hasil IHSG dan volatilitas
IHSG. Sektor keuangan, perdagangan, properti, aneka industri, industri dasar, pertanian
menunjukan rata-rata tingkat pertumbuhan imbal hasil yang tinggi namun juga diikuti dengan
tingkat risiko yang tinggi, termasuk dalam kelompok 1. Sedangkan sektor barang konsumsi
dengan rata-rata pertumbuhan imbal hasil yang melebihi rata-rata imbal hasil IHSG namun
memiliki risiko yang lebih rendah ketimbang IHSG masuk ke dalam kelompok 2. Sektor
infrastruktur memiliki volatilitas lebih rendah ketimbang IHSG yang berarti risiko sektor
infrastruktur lebih rendah dibandingkan dengan IHSG yang juga diikuti dengan rata-rata
pertumbuhan imbal hasil yang di bawah IHSG masuk ke dalam kelompok 3. Sektor
pertambangan dengan risiko melebihi IHSG dan tingkat rata-rata pertumbuhan di bawah
IHSG masuk dalam kelompok 4.
Industri sawit merupakan industri pertanian di kelompok 1 dimana memiliki
pertumbuhan dan imbal hasil tinggi. Ini memberi potensi terhadap peningkatan perindustrian
sawit kedepannya yang saat ini sedang mengalami perlambatan akibat perlambatan
perekonomian global, permintaan dan harga komoditas.

Produk Domestik Bruto

Perekonomian Indonesia yang diukur berdasarkan besaran Produk Domestik Bruto


(PDB) atas dasar harga berlaku triwulan III-2016 mencapai Rp3.216,8 triliun dan atas dasar
harga konstan 2010 mencapai Rp2.428,7 triliun.

Ekonomi Indonesia triwulan III-2016 terhadap triwulan III-2015 (y-on-y) tumbuh


5,02 persen, melambat dibanding triwulan II-2016 yang tumbuh 5,19 persen. Dari sisi
produksi, pertumbuhan didorong oleh hampir semua lapangan usaha, dimana pertumbuhan
tertinggi dicapai Lapangan Usaha Informasi dan Komunikasi sebesar 9,20 persen. Dari sisi
pengeluaran pertumbuhan tertinggi dicapai oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi LNPRT
sebesar 6,65 persen diikuti oleh Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dan
Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto.

Ekonomi Indonesia triwulan III-2016 terhadap triwulan sebelumnya (q-to-q) tumbuh


3,20 persen. Dari sisi produksi, pertumbuhan tertinggi dicapai Lapangan Usaha Transportasi
dan Pergudangan sebesar 5,34 persen, sedangkan dari sisi Pengeluaran pada Komponen
Pengeluaran Konsumsi LNPRT sebesar 4,26 persen dan Komponen Pengeluaran Konsumsi
Rumah Tangga sebesar 3,48 persen.

Ekonomi Indonesia sampai dengan triwulan III-2016 (c-to-c) tumbuh 5,04 persen.
Dari sisi produksi, pertumbuhan didorong oleh semua lapangan usaha kecuali Pertambangan
dan Penggalian yang mengalami penurunan sebesar 0,24 persen. Sedangkan dari sisi
pengeluaran terutama didorong oleh Komponen LNPRT yang tumbuh 6,59 persen dan
Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga yang tumbuh 5,01 persen.

Struktur ekonomi Indonesia secara spasial pada triwulan III-2016 didominasi oleh
kelompok provinsi di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera. Pulau Jawa memberikan kontribusi
terbesar terhadap Produk Domestik Bruto, yakni sebesar 58,40 persen, diikuti oleh Pulau
Sumatera sebesar 22,02 persen, dan Pulau Kalimantan 7,72 persen.

Bank Indonesia memproyeksikan angka pertumbuhan ekonomi nasional pada 2017


sebesar 5,2%-5,6% atau lebih rendah dari asumsi pemerintah sebesar 5,3%-5,9%.

Meski demikian, Gubernur BI DW Agus Martowardojo mengatakan proyeksi


pencapaian Produk Domestik Bruto (PDB) 2017 itu lebih tinggi dibandingkan dengan
proyeksi tahun ini yang hanya 5,0%-5,4%.

Melihat optimisme pemerintah meningkatkan pertumbuhan PDB tahun 2017


dibanding tahun 2016 maka kami berpendapat akan ada peningkatan terhadap transaksi
perdagangan yang akan memberikan dampak positif terhadap penjualan komoditas sawit. Ini
berdampak pada meningkatnya kesehatan ekonomi perusahaan karena diharapkan adanya
peningkatan penjualan.
Tingkat Inflasi
Bagi perekonomian, inflasi memiliki dampak positif dan dampak negatif yang
tergantung pada besarnya tingkat inflasi yang terjadi pada negara tersebut. Apabila yang
terjadi merupakan inflasi ringan, justru memberikan dampak positif dalam arti dapat
mendorong perekonomian menjadi lebih baik, yaitu dengan meningkatkan pendapatan
nasional dan membuat orang lebih bersemangat untuk bekerja, menabung dan mengadakan
investasi.
Peningkatan inflasi diharapkan dapat meningkatkan daya beli konsumen yang
menyebabkan penjualan komoditas sawit juga diharapkan meningkat. Target inflasi indonesia
pada tahun 2017 yang dicanangkan oleh Presiden Jokowi yaitu dijaga pada tingkat 4 persen
dimana diharapkan adanya peningkatan dari tahun 2016. Ini memberikan harapan akan
adanya peningkatan penjualan CPO di masa mendatang.

Analisa five forces

Berikut analisa industri kelapa sawit berdasarkan kerangka five forces:

- Kekuatan pembeli dan penjual


Minyak sawit, baik dalam bentuk mentah maupun sudah diolah, merupakan
komoditas yang diperdagangkan secara kompetitif di pasar komoditas dunia dan
melibatkan banyak pembeli dan penjual. Tidak ada satupun produsen / penjual,
atau kelompok produsen/penjual, yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi
harga CPO di pasar. Demikian pula dengan pembeli tidak mempunyai kekuatan
untuk dapat bertindak secara nyata dalam mempengaruhi harga pasar CPO.

- Persaingan antar perusahaan dalam industri


Persaingan antar perusahaan dalam industri sawit terbilang ketat. Ini disebabkan
sering terjadinya isu-isu persaingan tidak sehat seperti kebakaran hutan dan lahan
yang disebabkan oleh perusahaan sawit. Ini disebabkan karena kebutuhan
perusahaan untuk bertahan dari gejolak menurunnya permintaan dan harga
minyak sawit dunia dengan membuka lahan baru agar dapat mendapatkan
produksi lebih banyak untuk mengambil pangsa pasar pesaing.

Perusahaan memiliki saingan bisnis Kelapa Sawit besar di Indonesia diantaranya


yaitu :

1 PT Astra Agro Lestari Tbk


2 PT Austindo Nusantara Jaya Tbk
3 PT Dharma Satya Nusantara Tbk
4 PT Provident Agro Tbk
5 Sampoerna Agro Tbk
6 PT Salim Ivomas Pratama Tbk
7 PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk
8 Tunas Baru Lampung Tbk
9 Sinarmas Agro Resources and Technology Tbk
10 PT PP London Sumatra Indonesia Tbk

- Halangan masuknya pesaing baru


Perusahaan yang ingin masuk kedalam industri perkebunan kelapa sawit
dituntut untuk mengeluarkan investasi yang besar karena skala usaha di
perkebunan kelapa sawit yang besar dan padat karya, sehingga sektor perkebunan
kelapa sawit memberikan barrier to entry yang besar. Beberapa faktor utama yang
perlu diperhatikan dalam pengembangan perkebunan kelapa sawit adalah
ketersediaan lahan yang luas, kebutuhan tenaga kerja yang cukup banyak dan
produksi perkebunan kelapa sawit akan optimal dan efisien apabila dilakukan di
daerah tropis. Oleh karenanya tidak banyak wilayah yang dapat mengembangkan
perkebunan kelapa sawit dengan skala yang sangat besar.

- Potensi pengembangan produk substitusi


Minyak kelapa sawit digunakan sebagai bahan dasar untuk minyak pangan
maupun untuk kebutuhan industri. Minyak sawit bersaing denganminyak bumi,
minyak kedelai, minyak biji sesawi. Dengan menurunnya harga minyak mentah
dunia yang mengakibatkan menurunnya harga dan permintaan minyak sawit.
Meskipun demikian minyak sawit masih menjadi komoditas terbarukan yang
perlu dipandang sebagai pengganti pesaing utama yaitu minyak bumi jika terjadi
peningkatan harga secara signifikan karena potensi produk sawit yang besar juga.

Proyeksi peningkatan harga minyak mentah 2017 diharapkan akan menyebabkan


harga CPO juga meningkat.

Anda mungkin juga menyukai