Anda di halaman 1dari 8

Review Imunoterapi

Imunoterapi merupakan suatu pengobatan penyakit dengan cara menginduksi, memperbanyak atau
menghambat respon imun. Antibodi monoklonal adalah antibodi buatan identifik karena diproduksi
oleh salah satu jenis sel imun saja dan semua klon merupakan sel single parent. Antibodi monoklonal
mempunyai sifat khusus yang unik yaitu dapat mengenal suatu molekul, memberikan informasi
tentang molekul spesifik dan sebagai terapi target tanpa merusak sel sehat sekitarnya.

Beberapa jenis antibodi monoklonal :

1. Antibodi Monoklonal Murni


Antibodi monoklonal murni adalah antibodi yang penggunaannya tanpa dikombinasikan
dengan obat lain atau material radioaktif. Anti bodi ini akan mengikatkan pada antigen spesifik
yang dimiliki sel-sel kanker dengan berbagai cara.

Antibodi monoklonal murni ini akan menempel pada sel kanker lalu sel imun akan ditandai
dengan antibodi monoklonal dan sel imun tersebut akan mulai menyerang sel kanker.
Contoh : Trastuzumab, tuximab, dan alemtuzumab.
2. Antibodi Monoklonal Kombinasi
Jenos antibodi ini dikombinasikan dengan berbagai jenis obat, toksin dan materi radioaktif.
Obat ini hanya berperan sebagai pengantar molekul obat langsung menuju sel kankes. Contoh
obat ini yaitu Ibritumomab tiuxetan (Zevalin) yang digunakan untuk terapi kankes B
lymphocytes. Obat ini telah disetuji oleh FDA pada tahun 2002 sebagai radiolabeled.
3. Antibodi Monoklonal Generasi Baru
Antibodi monoklonal yang berasal dari sel mencit atau tikus sering menimbulkan reaksi alergi
pada pasien yang menerima terapi antibodi monoklonal tersebut. Hal ini diisebabkan karena
protein mencit dikenal sebagai antigen asing oleh tubuh pasien, sehingga meninmbulkan
reaksi respon imun antara lain alergi, inflamasi dan penghancuran atau destruksi antibodi
monoklonal itu sendiri. Untuk mengatasi hal tersebut mulai dikembangkan antibodi
monoklonal rekombinan manusia, yaitu antibodi monoklonal yang sebagian atau seluruhnya
terdiri dari protein yang berasal dari manusia untuk mengurangi efek penolakan oleh sistem
imun pasien.
Beberapa jenis antibodi monoklonal generasi baru yang telah dikembangkan antaralain :
a. Murine Monoclonal Antibodies
Yaitu Antibodi murni yang didapatkan dari tikus. Antibodi ini dapat menyebabkan human
anti mouse antibodies (HAMA). Biasanya antibodi ini memiliki akhiran dengan nama
“momab” (contohnya Ibritumomab® )
b. Chimaric Monoclonal Antibodies
Antibodi monoklonal ini dibuat melalui teknik rekayasa genetika untuk menciptakan galur
mencit atau tikus transgenik yang dapat memproduksi sel hybrid mencitmanusia yang
disebut kimera (chimaric). Bagian variabel molekul antibodi (Fab), 49 termasuk bagian
antigen binding site, berasal dari mencit, sedangkan bagian lainnya, yaitu bagian yang
constant (Fc) berasal dari manusia. Memiliki akhiran dengan nama “ximab” (Rituximab® ).
c. Humanized Monoclonal Antibodies
Antibodi ini dibuat secara rekayasa genetika dimana bagian protein yang berasal dari
mencit hanya terbatas pada antigen binding site saja, sedangkan bagian yang lainnya yaitu
bagian variable dan bagian konstan berasal dari manusia. Antibodi ini memiliki akhiran
nama “zumab” (Transtuzumab® ).
d. Fully Human Monoclonal Antobodies
Antibodi ini merupakan antibodi yang paling ideal untuk menghindari terjadinya respon
imun karena protein antibodi yang disuntikkan kedalam tubuh seluruhnya merupakan
protein yang berasal dari manusia. Salah satu pendekatan yang dilakukan untuk
merancang pembentukan antibodi monoklonal yang seluruhnya mengandung protein
manusia tersebut adalah dengan teknik rekayasa genetika untuk menciptakan mencit
transgenik yang membawa gen yang berasal dari manusia, sehingga mampu
memproduksi antibodi yang diinginkan. Pendekatan lainnya adalah merekayasa suatu
binatang transgenik yang dapat mensekresikan antibodi manusia dalam air susu yang
dikeluarkan oleh binatang tersebut. Antibodi yang 100% mengandung protein manusia
memiliki akhiran nama “mumab”

Pembuatan Antibodi Monoklonal

Kőhler dan Milstein menjelaskan bagaimana caranya mengisolasi dan mengembangkan antibodi
monoklonal murni spesifik dalam jumlah banyak yang didapat dari campuran antibodi hasil respons
imun. Tikus yang telah diimunisasi dengan antigen khusus ke dalam sumsum tulang akan
menghasilkan sel limfosit B yang memiliki masa waktu hidup terbatas dalam kultur, hal ini dapat
diatasi dengan cara menggabungkan dengan sel limfosit B tumor (myeloma) yang abadi. Hasil
campuran heterogen sel hybridomas dipilih hybridoma yang memiliki 2 kemampuan yaitu dapat
menghasilkan antibodi khusus dan dapat tumbuh di dalam kultur. Hybridoma ini diperbanyak sesuai
klon individualnya dan setiap klon hanya menghasilkan satu jenis antibodi monoklonal yang permanen
dan stabil. Hybridoma yang berasal dari satu limfosit akan menghasilkan antibodi yang akan mengenali
satu jenis antigen. Antibodi inilah yang dikenal sebagai antibodi monoklonal

Proses pembuatan antibodi monoklonal melalui 5 tahapan yaitu:

1. Imunisasi tikus dan seleksi tikus donor untuk pengembangan sel hybridoma Tikus diimunisasi
dengan antigen tertentu untuk menghasilkan antibodi yang diinginkan. Tikus dimatikan jika
titer antibodinya sudah cukup tercapai dalam serum kemudian limpanya digunakan sebagai
sumber sel yang akan digabungkan dengan sel myeloma.
2. Penyaringan produksi antibodi tikus Serum antibodi pada darah tikus itu dinilai setelah
beberapa minggu imunisasi. Titer serum antibodi ditentukan dengan berbagai macam teknik
seperti enzyme link immunosorbent assay (ELISA) dan flow cytometry. Fusi sel dapat dilakukan
bila titer antibodi sudah tinggi jika titer masih rendah maka harus dilakukan booster sampai
respons yang adekuat tercapai. Pembuatan sel hybridoma secara in vitro diambil dari limpa
tikus yang dimatikan.
3. Persiapan sel myeloma Sel myeloma yang didapat dari tumor limfosit abadi tidak dapat
tumbuh jika kekurangan hypoxantine guanine phosphoribosyl transferase (HGPRT) dan sel
limpa normal masa hidupnya terbatas. Antibodi dari sel limpa yang memiliki masa hidup
terbatas menyediakan HGPRT lalu digabungkan dengan sel myeloma yang hidupnya abadi
sehingga dihasilkan suatu hybridoma yang dapat tumbuh tidak terbatas. Sel myeloma
merupakan sel abadi yang dikultur dengan 8- azaguanine sensitif terhadap medium seleksi
hypoxanthine aminopterin thymidine (HAT). Satu minggu sebelum fusi sel, sel myeloma
dikultur dalam 8-azaguanine. Sel harus mempunyai kemampuan hidup tinggi dan dapat
tumbuh cepat. Fusi sel menggunakan medium HAT untuk dapat bertahan hidup dalam kultur.
4. Fusi sel myeloma dengan sel imun limpa Satu sel limpa digabungkan dengan sel myeloma yang
telah dipersiapkan. Fusi ini diselesaikan melalui sentrifugasi sel limpa dan sel myeloma dalam
polyethylene glycol suatu zat yang dapat menggabung-kan membran sel. Sel yang berhasil
mengalami fusi dapat tumbuh pada medium khusus. Sel itu kemudian didistribusikan ke dalam
tempat yang berisi makanan, didapat dari cairan peritoneal tikus. Sumber makanan sel itu
menyediakan growth factor untuk pertumbuhan sel hybridoma.
5. Pengembangan lebih lanjut kloning sel hybridoma kelompok kecil sel hybridoma dapat
dikembangkan pada kultur jaringan dengan cara seleksi ikatan antigen atau dikembangkan
melalui metode asites tikus. Kloning secara limiting dilution akan memastikan suatu klon itu
berhasil. Kultur hybridoma dapat dipertahankan secara in vitro dalam tabung kultur (10-60
ug/ml) dan in vivo pada tikus, hidup tumbuh di dalam suatu asites tikus. Konsentrasi antibodi
dalam serum dan cairan tubuh lain 1-10 ug/ml.

Prinsip Pembuatan Antibodi Monoklonal :

1. Berdasarkan pada proses yang terdiri dari beberapa tahapan(imunisasi mencit; fusi sel limfa
kebal dan mieloma; eliminasi sel induk yang tidak berfusi; isolasi dan pemilihan klon
hibridoma).
2. Berdasarkan sifat khusus yang unik (dapat mengenal suatu molekul spesifik dan sebagai terapi
target tanpa merusak sel sehat disekitarnya).

Beberapa Produk Antibodi Monoklonal diantaranya :


a. Radioimmunotherapy : Membatasi paparan radiasi, murine antibodi secara khusus
dipilih sebagai imunogenitas tinggi. Tositumomab  limfoma
b. Antibodi-enzim diarahkan produk terapi (mahir) : antibodi monoklonal terkait dengan obat
yang mengaktifkan enzim. menghasilkan efek sitotoksik yang dapat ditargetkan pada sel-sel
ganas.
c. Obat dan terapi gen:immuno-liposomes : Immunoliposomes adalah antibodi-conjugated
liposomes. Liposomes dapat membawa obat-obatan dan dikonjugasikan dengan antibodi
monoklonal dan diarahkan untuk melawan antibodi monoklonal.

Mekanisme Kerja Antibodi Monoklonal :

1. Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC)

Antibody dependent cellular cytotoxicity (ADCC) terjadi jika antibodi mengikat


antigen sel tumor dan Fc antibodi melekat dengan reseptor Fc pada permukaan sel imun
efektor. Interaksi Fc reseptor ini berdasarkan kemanjuran antitumor dan sangat penting pada
pemilihan suatu antibodi monoklonal. Sel efektor yang berperan masih belum jelas tapi
diasumsikan sel fagosit mononuklear dan atau natural killer (NK). Struktur Fc domain
dimanipulasi untuk menyesuaikan jarak antibodi dan interaksi dengan Fc reseptor. Antibody
dependent cellular cytotoxicity (ADCC) dapat meningkatkan respons klinis secara langsung
menginduksi destruksi tumor melalui presentasi antigen dan menginduksi respons sel T
tumor. Antibodi monoklonal berikatan dengan antigen permukaan sel tumor melalui Fc
reseptor permukaan sel NK. Hal ini memicu penglepasan perforin dan granzymes untuk
menghancurkan sel tumor. Sel-sel yang hancur ditangkap antigen presenting cell (APC) lalu
dipresentasikan pada sel B sehingga memicu penglepasan antibodi kemudian antibodi ini akan
berikatan dengan target antigen Sel cytotoxic T lymphocytes (CTLs) dapat mengenali dan
membunuh sel target antigen
2. Complement Dependent Cytotoxicity (CDC)
Pengikatan antibodi monoklonal dengan antigen permukaan sel akan mengawali kaskade
komplement. Complement dependent cytotoxicity (CDC) merupakan suatu metode
pembunuh sel tumor yang lain dari antibodi. Imunoglobulin G1 dan G3 sangat efektif pada
CDC melalui jalur klasik aktivasi komplemen. Formasi kompleks antigen antibodi merupakan
komplemen C1q berikatan dengan IgG sehingga memicu komplemen protein lain untuk
mengawali penglepasan proteolitik sel efektor kemotaktik/agen aktivasi C3a dan C5a. Kaskade
komplemen ini diakhiri dengan formasi membrane attack complex (MAC) sehingga terbentuk
suatu lubang pada sel membran. Membrane attack complex (MAC) memfasilitasi keluar
masuknya air dan Na+ yang akan menyababkan sel target lisis.
3. Perubahan transduksi signal

Reseptor growth factor merupakan suatu antigen target tumor, ekspresinya berlebihan pada
keganasan. Aktivasi transduksi signal pada kondisi normal akan menginduksi respons
mitogenik dan meningkatkan kelangsungan hidup sel, hal ini diikuti dengan ekspresi
perkembangan sel tumor yang berlebihan yang juga menyebabkan tumor tidak sentitif
terhadap zat kemoterapi. Antibodi monoklonal sangat potensial menormalkan laju
perkembangan sel dan membuat sel sensitif terhadap zat sitotoksik dengan menghilangkan
signal reseptor ini. Target antibodi EGFR merupakan inhibitor yang kuat untuk transduksi
signal. Terapi antibodi monoklonal memberikan efek penurunan densitas ekspresi target
antigen contohnya penurunan konsentrasi EGFR permukaan sel tumor atau membersihkan
ligan seperti VEGF. Pengikatan ligand reseptor growth factor memicu dimerisasi dan aktivasi
kaskade signal sehingga terjadi proliferasi sel dan hambatan terhadap zat sitotoksik. Antibodi
monoklonal menghambat signal dengan cara menghambat dimerisasi atau mengganggu
ikatan ligand.
4. Penghantaran Muatan Sitotoksik
Antibodi monoklonal pada terapi kanker akan melawan target sel tumor dengan cara
mengikat sel spesifik tumor dan menginduksi respons imun. Modifikasi antibodi monoklonal
dilakukan dengan tujuan sebagai zat penghantar radioisotop, toksin katalik, obat-obatan,
sitokin, enzim atau zat konjugasi aktif lainnya.
5. Imunomodulasi
Beberapa percobaan menunjukkan antibodi yang langsung melawan cytotoxic T lymphocyte
antigen 4 (CTLA 4) terbukti dapat menginduksi regresi imun. Gabungan antibodi anti-CTLA 4
dengan antibodi monoklonal menginduksi ADCC, kemoterapi sitotoksik atau radioterapi
sehingga dapat meningkatkan respons imun terhadap antigen spesifik tumor.
6. Antibodi directed enzyme prodrug therapy (ADEPT)

Konjugasi antibodi monoklonal dan enzim mengikat antigen permukaan sel tumor kemudian
zat sitotoksik dalam bentuk inaktif prodrug akan mengikat konjugasi antibodi monoklonal dan
enzim permukaan sel tumor akhirnya inaktivasi prodrug terpecah dan melepaskan active drug
di dalam tumor

Stem Cell / Sel Punca

Sel punca atau sel induk (bahasa inggris: stem cell) merupakan sel yang belum berdiferensiasi dan
mempunyai potensi untuk dapat berdiferensiasi menjadi jenis sel lain atau memperbaharui dirinya
sendiri.

Jenis Stem Cell terdiri dari 2 :

1. Bedasarkan potensi atau kemampuan berdiferensiasi


a. Totipotent (Semua Jenis Sel )
Sel punca yang mempunyai kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi semua jenis sel.
Sel punca ini merupakan sel embrionik awal yang masih mempunyai kemampuan untuk
membentuk berbagai jenis sel. Sel punca jenis ini mempunyai kemampuan untuk
membentuk satu individu yang utuh. Adapun yang termasuk dalam sel punca dengan
kemampuan totipotent adalah zigot dan morula.
b. Pluripotent (Lapisan Germinal)
Sel punca yang mempunyai kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi 3 lapisan
embrional: ektoderm, mesoderm, dan endoderm, tapi tidak dapat menjadi jaringan ekstra
embryonik seperti plasenta dan tali pusat. Adapun yang termasuk sel punca pluripotent
adalah sel pada innercell mass pada stadium Blastocyst. embryonic sel punca yang didapat
dari inner cell mass, mempunyai kapasitas untuk berdiferensiasi secara in vitro menjadi
semua sel somatik.
c. Multipotent (Banyak Jenis Sel)
Sel punca yang dapat berdiferensiasi menjadi berbagai jenis sel. Sebagai contoh,
hemopoetic stem cell yang terdapat pada sumsum tulang mempunyai kemampuan untuk
berdifferensiasi menjadi berbagai jenis sel darah seperti eritrosit, lekosit dan trombosit.
Contoh lainnya neural stem cell mempunyai kemampuan berdifferensiasi menjadi sel
saraf dan sel glia. Pada jaringan dewasa, sel punca multipoten terdapat pada jaringan dan
organ untuk menggantikan sel yang hilang atau terluka.
d. Unipotent (Satu Jenis Sel)
Sel punca yang hanya dapat menghasilkan satu jenis sel. Tetapi berbeda dengan non-sel
punca, sel punca unipote mempunyai sifat dapat memperbaharui atau meregenerasi diri
(self-regenerate/self-renew
2. Bedasarkan Sumbernya
a. Zygote
b. Embryonic Stem Cell
Sel punca ini berasal dari inner cell mass pada blastocyst (stadium embrio yang terdiri dari
50 – 150 sel, kira-kira hari ke-5 pasca pembuahan). Embryonic sel punca biasanya
didapatkan dari sisa embrio yang tidak terpakai pada IVF (in vitro fertilization). Penelitian
dengan menggunakan embryonic sel punca masih terbatas karena isu etik Tapi saat ini
telah dikembangkan teknik pengambilan embryonic stem cell yang tidak membahayakan
embrio tersebut, sehingga dapat terus hidup dan bertumbuh. Untuk masa depan hal ini
mungkin dapat mengurangi kontroversi etik terhadap embryonic stem cell.
c. Fetus
d. Stem Cell darah tali pusat
e. Adult Stem Cell

Proses Pengobatan Stem Cell :

1.Pengambilan sumsum tulang dari tubuh pasien

2.Pemisahan, pemeliharaan dan pengembangbiakan sel induk di luar tubuh

3.Kemudian stem sel dimasukkan ke organ tubuh yang hendak dilakukan intervensi
4.Stem sel akan bekerja di dalam organ tubuh dan berdiferensiasi menjadi sel yang baru

Anda mungkin juga menyukai