Anda di halaman 1dari 5

Golden Section

Semilir angin sore ini menemani aku dan 2 orang temanku. Tiupan angin tak biasa
yang begitu dingin, hari ini menjadi sesuatu tantangan bagi kami. Yah, inilah hidup kami saat
ini. Mencari ilmu untuk kelangsungan hidup kami dimasa depan yang akan datang. Tugas
yang menumpuk sudah menjadi sahabat bagi kami. Ballpoin dan kertas sudah seakan menjadi
saudara kami. Tugas baru menanti kami, tugas yang sudah biasa namun kali ini berbeda dari
biasanya. Tugas yang butuh kerjasama dan rasa bertanggung jawab. Ketika guru kami
mengatakan dengan tenang akan tugas ini. Tugas mewawancarai sesuatu hal yang akan
membantu kami dimasa depan. Jangan dilihat dari susah dan beratnya tapi lihatlah apa
manfaat dari tugas itu. Kalimat itu memang mudah dipahami tapi amat susah untuk
dikerjakan, butuh motivasi lebih untuk mau mengerjakan tugas-tugas yang kita tak merasakan
manfaatnya sekarang. Hari ini kadang terasa berat tapi hari ini penuh dengan cerita dan
manfaat yang besar.

Hari terus bergulir kami sejenak melupakan tugas itu, tapi bayang-bayang wajah
beliau selalu membuat kami ingin mengerjakan tugas itu tapi lelah ini seakan lebih besar dari
pada keinginan itu. Hari yang selalu kami tunggu adalah hari minggu. Tapi kami tak bisa
merakan ketenangan ketika tugas itu terus menghantui kami. Tugas-tugas yang harus kami
selesaikan. “mewawancarai” kadang itu sulit, kita harus punya keberanian lebih. Terkadang
beberapa orang tak ingin kita wawancarai. Dengan dalih itu privasi. Tapi, apakah itu privasi?
Bukankah kalau menyruruh kita untuk berbagi? Kadang manusia lupa akan apa yang allah
perintahkan ketika mata dan telinganya telah tertutup uang. Padahal kami hanyalah siswa
yang ingin tahu apa yang terjadi dan kami hanya ingin menjadi penerus mereka. Tapi suatu
hal dapat terjadi bahkan mungkin kita harus berderai air mata untuk menyelesaikan tugas itu.
Hari minggu ini kadang aku hanya ingin tidr, menghabiskan hari didalam istanaku, berbaring
diatas busa yang empuk. Mungkin, banyak orang akan berkata hari minggu itu seakan kita
disurga. Tapi kali ini mungkin hari minggu yang tak biasa, aku harus menyusun strategi
dimana dan bagaimana aku bisa mendapatkan informasi-informasi tersebut. Aku tak bosan
bertanya dn meminta saran dimana aku harus melakukan wawancara yang informasi-
informasinya akan memadai.
Hari surga itu berlalu begitu saja tanpa meninggalkan jejak-jejak kebahagian yang
besar. Hari ini aku telah siap untuk mengerjakan tugas itu. Dengan alasan yang cukup kuat,
aku berencana untuk mewawancarai budidaya ikan. Usulan yang berasal dari temanku yang
bernama Hanifah, seakan menjadi sebuah diamond kali ini. Dengan diskusi yang begitu
panjang namun menyenangkan kali ini, kami putuskan sore ini kami akan membuat janji
dengan beliau. Tiba-tiba hanifah yang mengetahui tempat itu mendapat nomor telepon beliau,
yah memang anak beliau merupakan teman dekat hanifah. Karena hari ini memang hari yang
cukup melelahkan dan memang ternyata pemilik dari budidaya tersebut hari ini tidak ada
dirumah, kami berencana untuk menelpon beliau.

Kriing.. kring.. bel sekolah berbunyi. Menandakan waktunya murid-murid pulang.


Begitu riangnya ketika murid-murid itu seperti anak kecil berlari riang hendak membeli
permen. Kadang aku ingin menjadi seorang anak kecil kembali, yang hanya tahu permen
tanpa harus memikirkan tugas. Tapi, itu hanyalah selintas dipikiranku karena aku menikmati
hidupku saat ini.

“hiday, udah ditelpon belum?” suara itu memecah lamunanku. Suara yang tidak begitu merdu
tapi kadang suara itu menjadi boomerang bagi dirinya sendiri, itulah suara hanifah yang
sedikit lantang.

“belum, kamu aja ya..” aku mencoba membujuk dia, bujukanku memang selalu bisa menjadi
hal yang tak bisa ditolak. Walaupun dengan wajah yang sedikit asam, akhirnya dia mau untuk
melakukan itu.

Akhirnya keputusanpun diambil, wawancara yang akan kami laksanakan adalah hari
selasa setelah pulang sekolah, walaupun kami belum periapan apapun tapi kami harus siap.
Itulah hal yang selalu aku genggam. Memastikan sesuatu hal dan percaya bahwa hal itu akan
kita wujudkan, walau hanya dalam waktu yang singkat. Kata-kata orang memang kadang
benar, jika anak sekolah itu belajarnya biasanya SKS(Sistem Kebut Semalam) itu memang
kebiasaan buruk. Tapi jika memang itu harus terjadi tentunya kita bisa melakukan itu. Malam
ini aku harus kerja ekstra karena bnyak tugas yang harus aku kerjakan. Beginilah sifat
burukku yang belum bisa aku hilangkan sampai saat ini, menunda sesuatu hal sampai
akhirnya menumpuk dan pada akhirnya akan mempersulit diri sendiri. Kadang aku ingin
mengubah hidupku tapi itu sulit. Walaupun begitu aku selalu tak ingin mempersulit orang
lain. Tapi, aku selalu mau membantu orang lain.
Gerimis hujan kali ini menjadi temanku, dingin yang sejuk bagiku kali ini seakan
mebiuskan semangat untuk diriku membereskan tugas-tugas yang sudah menumpuk ini.
Suara-suara hewan nokturnal seakan bernyanyi untuku memberi semangat untuk sikecil ini
membuat persiapan besok mewawancarai seseorang yang hebat. Gerimis itu terhenti ketika
aku mulai menguap. Rasa ngantuk itu ini menyerangku hebat. Kelopak mata ini seakan lupa
padaku, tak bersahabat padaku lagi. Aku terus berusaha untuk membereskan tugas itu. Aku
tak ingin membuat anggota kelompokku kecewa. Itu adalah hal yang haram bagi aku. Sebisa
mungkin aku harus menyelesaikan tugas ini. Tengah malam aku baru beres mempersiapkan
apa saja yang akan aku tanyakan besok. Aku berharap akuakan termotivasi setelah aku
mewawancarai beliau. Mungkin aku bisa menjadi seperti dirinya, tapi aku bercita-cita untuk
membudidayakan tanaman bukan hewan. Dan pada akhirnya kelopak mata ini tak mampu
lagi membukan untuk menerima cahayanya.

Pagi ini aku sangat bersemangat sekali, aku ingin segera bertemu dengan beliau.
Cahaya matahari yang menerobos masuk melalui celah-celah gorden itu membangunkanku
untuk segera bersiap. Dengan langkah yang pasti aku terus berjalan menyusuri lika-liku hidup
yang saat ini aku rasakan. Kadang kemiringan itu harus aku daki.

“day gimana sudah beres?” baru saja aku duduk dikursi temanku satu ini sudah bertanya.

“sudah.. siap..” dengan suara yang yakin aku menjawabnya.

“hebattt” dengan senyum yang manis dia menjwab dan seakan memujiku.

Dia sendiri tak lupa membawa handycame yang telah dia janjikan kemarin.

Belpulang telh berbunyi seperti biasa murid-murid ini berhamburan keluar kelas,
pulang menuju istananya. Kali ini tak kusangka ada rapat ekskul, aku bigung harus
bagaimana. Aku putuskan untuk membujuk guruku agar aku dijinkan untuk ijin terlebih
dahulu. Walau dengan wajah yang tak menentu aku pergi bersama 2 temanku untuk
mewawancarai. Walaupun dengan uang yang pas-pasan tapi kami memaksakan diri untuk
mengunjungi tempat budidaya tersebut.

Beberapa menit kemudian kami bertemu dengan beliau. Wajah yang belum begitu
tua, badan yang tinggi dan kekar memberi kesan sedikit menakutkan, belum kami
mengatakan sesuatu, beliau berkata
“maaf, saya tidak bisa untuk hari ini, mungkin besok saya bisa” kata itu seakan membuat
pikiran saya buyar begitu saja. Walau hati menangis tapi kami tetap senyum dan
menanggapinya dengan santai. Kami pergi meninggalkan temapt itu, walau dengan hati yang
sakit kami tetap mencari akal agar kami tetap bisa berwawancara. Kami berjalan tanpa arah
tujuan, entah kemana kami akan sampai. Dengan perut yang lapar kami tetap bisa tertawa,
lelucon-lelucon yang lucu menemani perjalanan kami. Diperjalanan kami menemukan tulisan
“budiddaya telur asin” dengan harapan yang begitu kuat. Kami mencoba mnegunjungi tempat
tersebut, tetapi yang kami dapatkan bukan telur bebek tetap sepeda motor bebek,
menjengkelkan tetapi itu cukup membuat kami tertawa kembali. Kami terus berjalan
walaupun tenaga kami hanya tersisa beberapa saja.

Langkah demi langkah terus kami tapaki, aku merasa bersalah dan merasa gagal
menjadi ketua dari kelompok ini, aku sempat menyerah, aku ingin menangis disana tetapi aku
tak ingin mereka melihatku menangis disini. Setelah beberapa menit kemudia, kami
menemukan kembali tulisan “budidaya ikan”, aku sempat takut untu mencobanya karena aku
tak ingin menelan kepahitan kembali, walaupun begitu aku emaksakan diri. Dan ternyata
pemilik budidaya tersebut adalah saudara teman kami. Aku berusaha meyakinkan diri sendiri.
Dan ternyata pil pahit itu harus aku telan kembali. Pemilik budidaya tersebut tengah mengisi
pengajian disamping rumahnya. Jika kami menunggu mungkin kami akan kehabisan waktu
tapi disisi lain aku telah lelah mencari narasumber yang cukup baik untun saya wawancarai.

“teng.. teng..” suara pedagang bakso seakan memanggil, aku masih punya sisa uang
walaupun hanya sedikit tapi cukup untuk semangkuk bakso. Aku membeli semangkuk bakso
namun aku mengambil 3 sendok, kami makan bersama setidaknya ini untuk menggajal perut
kami. Setelah beberapa menit kemudia, acara pengajian tersebut tak kunjung datang. Karena
kita telah mengganjal perut kami dengan bakso, akhinya perut ini bersahabat kembali.
Semangatpun kembali menyala. Kami terus berjalan, entah sudah seberapajauh kami telah
berjalan. Dan akhirnya kami menemukan sebuag pengusaha sale. Walaupun saya ragu untuk
mewawancarainya, karena jujur saja saya tidak begitu menyukai pisang.

Kami sudah takut jika kami tidak diterima disini karena kami tahu kami tidak
membuat jadwal terlebih dahulu. Tiba-tiba seseorang berkulit mirip orang jepang keluar dan
bicara menggunakan bahasa jepang. Tentu kami tidak mengerti apa yang mereka katakan.
Orang jepang itu masuk dan keluarlah seorang ibu muda. Kami disana dijamu dengan baik,
ibu yang begitu baik ini ingin diwawancarai oleh kami.
Kami terus merekam berbagai kejadian hingga pada akhirnya wawancra itupun
selesai. Namun apa yang terjadi? Wawancara yang sejak dari tadi kami laksanakan tidak
terekam. Akhirnya kami memulainya kembali pertanyaan demi pertanyaan. Itupun menjadi
sesuatu hal yang lucu, bukan malah menjadi marah.

Setelah kami wawancara kami meminta foto dan membeli sebuah produk yang
diproduksi dsana. Setelah itu kami pulang dengan kata “hati.. hati” kata- kata yang kami
ambil setelah mewawancarai ibu tersebut adalah “jangan malu melanjutkan sebuah usaha
karena iu akan menghasilkan sesuatu hal yang halal”. Aku harus balik lagi kesekolah dan
ketika saya sampai disekolah ternyata rapatnya telah selesai, dengan hati yang dongkol, aku
pulang sendiri.

Hari itu tidak akan saya lupakan karena banyak hal yang telah terjadi dan disanalah
sayang menemukan seseuatu yang berkilau bagai emas yang mahal, dan itu adalah sebuah
persahabatan. Sesulit apapun itu sahabat akan selalu ada dibelakangmu menjadi perisai
untukmu.

Anda mungkin juga menyukai