Anda di halaman 1dari 19

AKUNTANSI PUBLIK DAN AKUNTANSI BISNIS: DUA

HULU YANG BERBEDA


Oleh: Irwan Taufiq Ritonga1

Abstraksi
Artikel ini merupakan suatu esai persuasif yang ditulis dengan motivasi untuk mengubah
persepsi pembaca tentang akuntansi untuk organisasi publik, khususnya organisasi
pemerintah. Artikel ini bertujuan untuk memberikan argumen-argumen berikut penjelasan
detilnya bahwa akuntansi organisasi publik dan akuntansi organisasi bisnis merupakan dua
dunia akuntansi yang berbeda. Perbedaan-perbedaan di antara keduanya telah dimulai
sejak awal pembentukan masing-masing organisasi, yaitu perbedaan motif dan latar
belakang terbentuknya organisasi, tujuan pendirian organisasi dan cara pencapaian tujuan
organisasi, serta sumber dan sifat pendanaan organisasi. Perbedaan-perbedaan ini
memberikan konsekuensi perbedaan yang signifikan di antara kedua dunia akuntansi
tersebut pada aspek perencanaan dan penganggaran, sistem pelaporan keuangan
(akuntansi keuangan), maupun akuntansi manajemen.

BAGIAN I: PENGANTAR
Sampai dengan saat tulisan ini disusun akuntansi yang berfokus pada organisasi-organisasi
yang tidak berorientasi laba (not-for-profit organization) disebut dengan Akuntansi Sektor
Publik. Penyebutan dengan menggunakan kata “sektor” menempatkan akuntansi untuk
organisasi tidak berorientasi laba ini sebagai subordinat atau cabang dari akuntansi yang
lebih besar, dalam hal ini adalah akuntansi untuk organisasi bisnis.

Mengapa akuntansi untuk organisasi bisnis tidak disebut dengan Akuntansi Sektor Bisnis?
Penulis menduga bahwa sebagian besar akademisi meyakini bahwa Akuntansi Bisnis adalah
“induk” dari semua “anak” akuntansi sehingga tidak menggunakan kata “sektor” dalam
penyebutannya. Hal ini memang tidak dapat dipungkiri karena Akuntansi Bisnis berkembang
lebih pesat daripada akuntansi untuk organisasi-organisasi lainnya. Akibatnya, jika terdapat
akuntansi untuk suatu organisasi lain yang sedang tumbuh dan berkembang, maka
disebutlah sebagai akuntansi sektor organisasi yang sedang berkembang tersebut. Sebagai

1
Dosen Departemen Akuntansi FEB UGM. Berspesialisasi pada penelitian, pengajaran, dan pemberian
konsultasi pada bidang akuntansi pemerintahan. Penulis dapat dihubungi melalui irwanritonga@ugm.ac.id
atau abangupi@yahoo.com.
contoh, di Indonesia, sejak terjadinya reformasi di pemerintah daerah dengan
diterapkannya otonomi daerah mengakibatkan timbulnya kebutuhan akan akuntansi
sebagai alat untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan keuangan pemerintah daerah
yang lebih akuntabel dan transparan. Pertumbuhan dan perkembangan akuntansi pada
organisasi pemerintah ini selanjutnya memunculkan istilah Akuntansi Sektor Publik. Di
Indonesia, karena organisasi yang berorientasi bukan laba didominasi oleh organisasi
pemerintah, maka istilah Akuntansi Sektor Publik menjadi identik dengan istilah Akuntansi
(Sektor) Pemerintahan.

Sekali lagi, penggunaan kata “sektor” pada Akuntansi Sektor Publik atau Akuntansi Sektor
Pemerintahan terasa mengecilkan akuntansi pada organisasi ini. Fenomena ini menunjukkan
seolah-olah akuntansi publik merupakan cabang dari suatu “dunia” akuntansi yang lebih
besar. Penulis berargumen bahwa seharusnya penyebutan yang paling tepat adalah
Akuntansi Publik, yaitu dengan menghilangkan kata sektor. Akuntansi Publik adalah
akuntansi yang memiliki hulu sendiri yang terpisah dari hulu Akuntansi Bisnis. Penulis akan
memaparkan argumen-argumen di bagian berikut untuk mendukung pernyataan di atas.

BAGIAN II: DUA HULU YANG BERBEDA


1. MOTIF DAN LATAR BELAKANG PEMBENTUKAN ENTITAS
1.1. Motif dan Latar Belakang Pembentukan Negara
Terdapat beberapa teori yang mengemukakan tentang motivasi pembentukan sebuah
negara. Diantara teori-teori tersebut adalah Teori Kesukarelaan (Voluntary Theory) dan
Teori Perjanjian/Teori Kontrak Sosial. Teori Kesukarelaan menyatakan bahwa kelompok
masyarakat bersama-sama membentuk negara sebagai hasil dari kesamaan kepentingan
yang rasional (Carneiro, 1970) . Masyarakat membentuk kelompok dalam bentuk negara
didasari oleh kesamaan kepentingan. Kepentingan tersebut bisa berupa kepentingan untuk
memperoleh kesejahteraan, melawan kolonialisme, atau mewujudkan kejayaan. Sementara
itu, Teori Perjanjian/Kontrak Sosial menyatakan bahwa negara dapat terbentuk melalui
kesepakatan antara kelompok masyarakat yang mengadakan perjanjian untuk mendirikan
suatu organisasi yang dapat melindungi dan menjamin kelangsungan hidup bersama. Teori
ini dianut oleh Thomas Hobbes, John Locke, J.J. Rousseau, dan Montesquieu.
Pada konteks Indonesia, proses pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia
berhubungan erat dengan sejarah panjang perjuangan bangsa-bangsa yang mendiami
wilayah Nusantara. Sejarah panjang tersebut dimulai sejak masa Kerajaan Sriwijaya,
Kerajaan Majapahit hingga peristiwa Sumpah Pemuda. Berdasarkan kesamaan ideologi,
latar belakang sejarah, maupun rasa senasib seperjuangan, para pendiri Negara Indonesia
menuangkan kesamaan ideologi tersebut ke dalam Pancasila dan UUD 1945 yang mendasari
berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam bentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia seluruh komponen bangsa Indonesia secara sukarela mengikatkan dirinya dengan
aturan-aturan dan konsekuensi sebagai bagian dari sebuah negara. Konsekuensi tersebut di
antaranya adalah dalam hal pengelolaan sumber daya ekonomi pada bangsa dan wilayah
Indonesia. Penduduk Indonesia memandang dirinya sebagai satu kesatuan entitas sehingga
seluruh potensi dan manfaat ekonomi yang meliputi sumberdaya ekonomi, sumberdaya
manusia, dan sumberdaya alam yang terkandung di wilayah Indonesia digunakan bersama
sama untuk untuk mencapai tujuan bersama sebagai sebuah negara

Jika mengulas kembali mengenai sejarah terbentuknya negara Indonesia, dimana beberapa
tokoh secara sukarela berkumpul, memiliki ideologi yang sama agar Indonesia dapat
merdeka, maka kondisi tersebut dapat dikaitkan dengan voluntaristic theories yang
diusulkan oleh Carneiro (1970). Beberapa individu yang memiliki latar belakang sejarah yang
sama, secara spontan, rasional, dan sukarela menyerahkan kedaulatannya dan bersatu
dengan komunitas lain untuk membentuk unit politik yang disebut dengan negara. Teori ini
sesuai dengan kondisi Indonesia saat awal terbentuk, dimana tokoh-tokoh baik dari pejuang
muda maupun tua saling bekerja sama, untuk membentuk negara atau memproklamasikan
kemerdekaan Indonesia, dan secara sukarela menunjuk Ir. Soekarno sebagai Presiden
Indonesia. Teori tersebut didukung oleh Teori Kontrak Sosial yang memandang moral
seseorang dan atau kewajiban politik bergantung pada kontrak atau perjanjian diantara
mereka untuk membentuk suatu organisasi.

1.2. Motif dan Latar Belakang Pembentukan Perusahaan


Bisnis atau perusahaan adalah sebuah entitas organisasi yang terlibat dalam penyedian
barang atau jasa kepada konsumen ( Sullivan dan Sheffrin, 2003) . Entitas bisnis merupakan
unit ekonomi yang dibentuk oleh pihak-pihak atau individu-individu yang memiliki kesamaan
tujuan untuk mempereloh manfaat ekonomi atas aktivitas bisnis perusahaan. Setiap pihak
dalam entitas memiliki peran yang berbeda, sebagian sebagai penyedia sumber daya modal
dan sebagian yang lain sebagai pihak yang mengelola sumberdaya untuk memberikan
manfaat ekonomi bagi kesejahteraan anggota kelompok bisnis.

1.3. Perbandingan Motif dan Latar Belakang Pembentukan Negara dan Perusahaan
Negara dibentuk berdasarkan kerelaaan untuk secara bersama-sama berbagi kekuatan
(strenght) , kelemahan (weakness), kesempatan (opportunity) dan ancaman (threat). Dalam
konsep negera, semua anggota (penduduk) memiliki hak dan kewajiban yang sama dan
tidak bergantung pada kontribusi individu/kelompok terhadap negera. Hal yang sama juga
berlaku pada aspek hukum maupun admistratif. Pada konteks yang lebih luas, setiap
wilayah di negara wajib bersama-sama memberikan kontribusi ekonomi maupun non
ekonomi kepada negara. Negara tidak memberikan keistimewaan tertentu kepada suatu
wilayah berdasarkan besarnya kontribusi wilayah tersebut.

Perusahaan dibentuk berdasarkan motif ekonomi. Setiap pihak yang terlibat dalam entitas
bisnis dinilai dan diposisikan sesuai dengan besarnya porsi kontribusi yang diberikan
mereka. Peran, fungsi, tanggungjawab dan kesempatan untuk mendapatkan manfaat
ekonomi maupun kewajiban untuk menanggung resiko/kerugian bergantung kepada
besarnya kontribusi/andil dari setiap pihak yang terlibat dalam entitas bisnis tersebut.

Perbedaan yang signifikan pada motif dan proses pembentukan negara dan perusahaan
tersebut kemudian akan berpengaruh terhadap tata kelola kedua entitas ini dalam
memandang hubungan antara entitas dengan pemiliknya.

2. TUJUAN PENDIRIAN ENTITAS DAN CARA PENCAPAIANNYA


2.1. Tujuan Pendirian Negara dan Cara Pencapaiannya
Secara umum, tujuan pendirian negara adalah agar tercapainya kemakmuran bagi rakyatnya
(Republik Indonesia, 1945). Untuk Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tujuan
bernegara ini dinyatakan dalam Pembukaan UUD 1945 alinea kedua yang berbunyi:
“…Mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Indonesia, yang merdeka,
bersatu, berdaulat, adil, dan makmur”.

Untuk mencapai tujuan tersebut, pemerintah harus memberikan layanan kepada rakyatnya.
Secara prinsip, NKRI menyatakan layanan-layanan wajib yang harus diberikan oleh
pemerintah kepada rakyatnya dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. Layanan-
layanan tersebut adalah melindungi segenap Bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut
melaksanakan ketertiban dunia.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat dinyatakan bahwa tujuan pendirian negara adalah
terwujudnya masyarakat yang adil dan makmur. Untuk mewujudkan tujuan tersebut maka
pemerintah memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya kepada rakyat di semua aspek
kehidupan.

2.2. Tujuan Pendirian Perusahaan dan Cara Pencapaiannya


Secara umum perusahaan didirikan oleh sekelompok individu yang memiliki tujuan yang
sama, yaitu untuk meningkatkan kemakmurannya. Peningkatan kemakmuran pemilik
dicapai melalui perolehan laba atas sejumlah sumber daya yang telah diserahkan ketika
membentuk perusahaan.

Shareholder theory menyatakan bahwa tujuan utama perusahaan adalah memaksimalkan


nilai untuk pemegang saham. Nilai pemegang saham mengacu pada nilai ekuitas, yaitu nilai
sekarang dari manfaat (arus kas) yang dapat diharapkan oleh pemegang saham dari
perusahaan. Teori ini dapat dikaitkan dengan tujuan memaksimalkan laba, nilai pemegang
saham, volume penjualan, pangsa pasar.

Tujuan pendirian perusahaan bisnis adalah untuk memberikan manfaat ekonomi kepada
pihak-pihak yang terlibat dalam proses bisnis. Manfaat ekonomi utama yang diharapkan
adalah peningkatan kemakmuran (wealth) para pemilik perusahaan. Walaupun beberapa
perusahaan bisnis juga beraktifitas dalam aspek-aspek sosial, namun tujuan besar dan
jangka panjangnya tetap pada usaha untuk memperoleh laba sebesar-besarnya untuk
memberikan manfaat ekonomi pada pemilik perusahaan bisnis atau meminimalkan kerugian
yang diderita pemilik ketika terjadi hal-hal negatif pada perusahaan bisnis.

2.3. Perbandingan Tujuan Entitas dan Cara Pencapaiannya antara Pemerintah dan
Perusahaan
Pada dasarnya tujuan entitas publik maupun entitas bisnis adalah sama, yaitu meningkatkan
kesejahteraan pemiliknya. Namun, cara yang ditempuh oleh kedua entitas adalah berbeda.
Entitas bisnis menempuh cara memaksimalkan laba agar kesejahteraan pemiliknya
meningkat. Oleh karena itu, entitas bisnis disebut sebagai entitas dengan orientasi laba. Di
sisi lain, untuk mencapai tujuannya, entitas publik menempuh cara dengan memberikan
layanan yang sebaik-baiknya kepada rakyat. Oleh karena itu, entitas publik disebut sebagai
entitas yang tidak berorientasi laba (not-for-profit organization). Lebih jauh lagi, pegawai-
pegawai yang bekerja di instansi pemerintah dijuluki sebagai pelayan masyarakat/abdi
masyarakat.

Perbedaan cara mencapai tujuan antara perusahaan bisnis berpengaruh terhadap tata
kelola pada kedua entitas tersebut. Negara berorientasi kepada terpenuhinya hak-hak
kesejahteraan rakyat sementara perusahaan berorientasi pada laba/keuntungan.

3. SUMBER PENDANAAN ENTITAS DAN KEPEMILIKAN ENTITAS


3.1. Pendanaan Entitas Publik dan Kepemilikan Entitas Publik
Pada awal berdirinya, Negara membutuhkan “modal awal”. Modal awal ini tentunya berasal
dari kontribusi seluruh rakyatnya yang menyatakan bergabung dengan Negara tersebut.
Kontribusi tersebut dapat berupa dana, sumber daya manusia, sumber daya alam, dan lain
sebagainya. Besaran kontribusi tidak berkaitan dengan porsi kepemilikan atas Negara. Suatu
daerah dengan sumber daya alam yang berlimpah tidak berarti bahwa daerah tersebut
memiliki porsi kewenangan yang lebih besar daripada daerah yang lain. Sebagai contoh,
dalam konteks Indonesia, pada awal pendiriannya, Sultan Hamengkubuwono IX
menyumbangkan seluruh cadangan emas Kraton Yogyakarta agar Pemerintah RI saat itu
dapat memenuhi persyaratan penerbitan mata uang sendiri (Tempo, 2015). Kontribusi dari
Sultan Hamengkubuwono yang demikian besar tersebut tidak berarti bahwa Daerah
Istimewa Yogyakarta atau rakyat DIY memiliki wewenang yang lebih besar daripada rakyat
di daerah lain di Indonesia. Negara memandang bahwa semua rakyat adalah pemilik negara
dengan hak dan kewajiban yang sama. Kondisi ini terjadi karena kerelaan untuk bersama-
sama membentuk negara yang didasari oleh kesamaan ideologi, rasa senasib seperjuangan,
maupun kesamaan latar belakang (sharing the pain).

Setiap pelayanan yang diberikan tentunya memerlukan sumber pendanaan. Pertanyaannya


adalah dari manakah pemerintah pusat/daerah mendapatkan sumber pendanaannya?
Jawabannya tentu saja dari rakyat dan semua sumber kekayaan yang dimiliki oleh negara
(yang tentunya milik rakyat secara bersama-sama). Hal ini merupakan konsekuensi dari
semangat yang melandasi pendirian negara, yaitu ikatan rasa senasib dan sepenanggungan
diantara semua rakyat.

Setelah suatu negara berdiri maka negara memerlukan sumber-sumber pendapatan untuk
memberikan pelayanan – seperti pelayanan kesehatan, pendidikan, infrastuktur, ketertiban,
dan lain sebagainya - kepada rakyatnya. Jones dan Pendleburry (2000) menjelaskan bahwa
pemerintah suatu negara dapat memperoleh pendapatan dari masyarakat melalui dua cara,
yaitu pajak (tax) dan retribusi (charges). Kedua metode perolehan dana masyarakat ini tidak
mutually exclusive, sehingga dapat dilakukan secara kombinasi (mixed).

Dari semua sumber pendanaan yang dimiliki oleh negara, sumber pendanaan operasional
yang berasal dari pajak merupakan pendapatan negara yang dominan. Dalam konteks
Indonesia, pendapatan terbesar dan dominan pemerintah dari tahun ke tahun berasal dari
pendapatan pajak. Kontribusi pajak terhadap total pendapatan adalah sebesar 84,8% di
tahun anggaran 2016 (Republik Indonesia, 2015) dan sebesar 85,64% di tahun anggaran
2017 (Republik Indonesia, 2016). Di dunia, rata-rata kontribusi pajak terhadap total
pendapatan adalah 90% (Antara, 2017).

Di sisi lain, pajak merupakan pendapatan yang berasal dari iuran rakyat yang tidak berkaitan
langsung dengan layanan yang diterima oleh rakyat. Penarikan dana berupa pajak tersebut
bersifat mengikat dan wajib. Bahkan, kewajiban untuk membayar pajak dapat dipaksakan
oleh pemerintah. Secara umum, sifat pajak inilah yang menyebabkan adanya keengganan
masyarakat untuk membayarnya. Rakyat dikenakan pajak sesuai dengan kapasitas ekonomi
masing-masing. Walaupun besarnya dana yang diserahkan kepada negera berbeda-beda,
tidak ada konsekuensi bagi rakyat untuk mendapatkan layanan manfaat dari negara sesuai
dengan proporsi dana yang disetorkan kepada negera tersebut. Oleh karena itu harus ada
mekanisme pertanggungjawaban tertentu yang dilakukan oleh pemerintah atas dana yang
dipercayakan oleh rakyat melalui pembayaran pajak, dan secara lebih luas harus ada suatu
mekanisme laporan pertanggungjawaban atas keseluruhan sumberdaya ekonomi
rakyat/negara yang dikelola oleh pemerintah.

3.2. Pendanaan Entitas Bisnis dan Kepemilikan Entitas Bisnis


Pada awal berdirinya, perusahaan memperoleh dana yang berasal dari para investornya.
Penyerahan dana tersebut bukanlah merupakan iuran wajib seperti yang diberlakukan
untuk pajak, melainkan diserahkan secara sukarela kepada perusahaan dengan harapan
akan memperoleh pengembalian atas dana yang diinvestasikan. Manajemen perusahaan
kemudian mengelola dana tersebut. Penyerahan dana tersebut mencerminkan adanya
kepemilikan investor terhadap perusahaan, sehingga posisi investor atau pemegang saham
adalah sebagai pemilik perusahaan. Berdasarkan teori keagenan, pemegang saham sebagai
principal memberikan kepercayaannya kepada pihak manajemen untuk mengelola
perusahaan. Disamping itu, orientasi terhadap perolehan return mendominasi motivasi
pemegang saham.

Setelah perusahaan berdiri, perusahaan melakukan aktifitas operasionalnya. Untuk


mendanai keberlanjutan operasionalnya, maka perusahaan harus mendapatkan
pendapatan dengan menjual barang atau jasa kepada pelanggannya (bukan pemilik).
Penjualan barang dan jasa kepada pelanggan bersifat tidak mengikat dan tidak dapat
dipaksakan oleh perusahaan.

3.3. Perbandingan Pendanaan Entitas dan Kepemilikan Entitas antara Entitas Publik dan
Entitas Bisnis
Pada aspek pembentukan modal, baik negara maupun perusahaan memiliki kesamaan.
Kesamaan tersebut dapat dilihat dari aspek kesukarelaan untuk menyerahkan dana atau
sumberdaya ekonomi kepada pengelola yang ditunjuk oleh entitas. Pada konsep bernegara,
hal ini dapat diidentifikasi dari kesediaan menyerahkan seluruh potensi/manfaat
sumberdaya ekonomi, sumber daya alam, maupun sumber daya manusia kepada pengelola
negara oleh masyarakat di suatu wilayah/daerah yang menyatakan diri untuk bergabung
dalam negara. Besar kecilnya kontribusi sumber daya yang diserahkan dalam rangka
pembentukan Negara tidak mempengaruhi porsi kepemilikan atas Negara. Semua rakyat
sama di mata Negara, baik hak maupun kewajibannya. Lebih jauh lagi, kepemilikan Negara
adalah kolektif yang tidak dapat dibagi-bagi ke masing-masing individu atau golongan
masyarakat. Dengan demikian, kepemilikan Negara tidak dapat diperjualbelikan.

Pada sisi perusahaan, besar kecilnya kontribusi sumber daya yang diserahkan oleh pemilik
modal akan mempengaruhi porsi kepemilikan atas perusahaan. Semakin besar kontribusi
sumber daya yang diberikan, maka semakin besar pula porsi kepemilikan atas perusahaan.
Selain itu, kepemilikan atas perusahaan dapat dibagi-bagi dalam satuan tertentu, misalnya
lembar saham. Akibatnya, kepemilikan atas perusahaan dapat diperjualbelikan.

Perbedaan utama pendanaan operasional antara entitas bisnis dan entitas publik adalah
dari siapa pendapatan berasal. Sumber pendanaan utama entitas publik berasal dari iuran
wajib rakyatnya (pemiliknya) maupun dari pemanfaatan kekayaan alamnya. Disisi lain,
entitas bisnis mendanai operasionalnya melalui penjualan barang dan jasa kepada
pelanggannya (bukan pemilik). Penjualan ini tidak dapat dipaksakan oleh perusahaan.

BAGIAN III: IMPLIKASI DARI DUA HULU YANG BERBEDA


Perbedaan motivasi dan latar belakang pendirian entitas, cara pencapain tujuan entitas, dan
sumber pendanaan entitas sebagaimana dijelaskan pada Bagian II di atas, berimplikasi
terhadap pengelolaan keuangan entitas publik dan entitas bisnis. Aspek pengelolaan
keuangan yang terimplikasi, antara lain, adalah pada aspek perencanaan dan penganggaran
serta akuntansi (akuntansi keuangan, akuntansi manajemen, maupun analisis laporan
keuangan).
1. PERENCANAAN DAN PENGANGGARAN KEUANGAN
1.1. Perencanaan dan Penganggaran Keuangan Negara
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa untuk melaksanakan program
dan kegiatannya, pemerintah mendapatkan sumber pendanaan yang berasal dari berbagai
sumber. Dua sumber utama pendapatan pemerintah adalah pajak dan hasil dari
pengelolaan kekayaan alam. Kedua sumber tersebut sangatlah berkaitan langsung dengan
rakyat sebagai pemilik negara. Perlu ditekankan lagi bahwa pajak adalah iuran wajib dari
rakyat kepada pemerintah yang tidak terdapat hubungan langsung antara iuran yang
diserahkan oleh rakyat dan layanan yang didapatkan oleh rakyat; sedangkan kekayaan alam
adalah milik rakyat secara kolektif yang diserahkan secara suka rela kepada negara karena
kesamaan ideologi. Berdasarkan sifat-sifat sumber pendanaan yang demikian muncullah
kebutuhan untuk transparansi dan akuntabilitas dalam setiap pengalokasiannya dan cara
penggunaannya. Rakyat harus dilibatkan di dalam setiap penggunaan dana tersebut.
Sebagai konsekuensinya, setiap rupiah penggunaannya harus mendapatkan persetujuan
rakyat. Oleh karena itu, pada tahap awal penentuan perencanaan penggunaan sumber daya
ekonomi (belanja pemerintah) dilakukanlah serangkaian proses untuk memastikan bahwa
terdapat peran rakyat sebagai pemilik dana dalam penentuan kebijakan belanja pemerintah.
Struktur dan mekanisme pengelolaan keuangan negara disusun untuk menjamin partisipasi
rakyat sebagai pemilik negara dalam pengelolaan dana dan sumber daya ekonomi; dan
sekaligus mengkontrol/mengawasi pemerintah sebagai pengelola sumber daya ekonomi.
Struktur dan mekanisme tersebut diwujudkan dalam bentuk peraturan perundang-
undangan.

Dalam aspek perencanaan pembangunan jangka panjang maupun menengah, setiap


rencana pembangunan, misalnya Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD)
maupun Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), harus mendapatkan
persetujuan rakyat melalui DPRD dalam bentuk peraturan daerah. Dalam aspek
penganggaran tahunan, Kebijakan Umum Anggaran (KUA) harus merupakan kesepakatan
bersama antara Pemerintah dan DPRD. Lebih jauh lagi, setiap APBN/APBD harus melalui
persetujuan DPR/DPRD.
Dengan demikian, APBN/APBD merupakan kontrak kerja tahunan antara rakyat dan
pemerintah/eksekutif yang telah dipercaya rakyat sebagai pengelola dana. Kontrak kerja ini
berisi rencana penggunaan dana rakyat untuk pelaksanaan program dan kegiatan untuk
kepentingan rakyat. Bagi pemerintah, APBN/APBD berperan sebagai pedoman tentang apa
yang akan dilakukan dan dapat dijadikan sebagai media pertanggungjawaban atas
kepelayanan (stewardship) yang telah dilakukannya. Dari sisi rakyat, APBN/APBD dijadikan
sebagai alat kontrol untuk mengukur dan mengevaluasi kinerja pemerintah dalam
mengelola dana rakyat untuk mencapai tujuan bernegara, yaitu mewujudkan kesejahteraan
bagi rakyat.

Dalam konteks Indonesia, penyusunan kontrak kerja ini berdasarkan basis kas. Selanjutnya,
realisasi pelaksanaan program dan kegiatan ini harus dilaporkan kepada rakyat pada akhir
masa pelaksanaan anggaran tersebut.

1.2. Perencanaan dan Penganggaran di Entitas Bisnis


Agency theory menyatakan bahwa pemilik (principles) melakukan perikatan kerjasama
dengan manajemen (agent) untuk melakukan pengelolan atas modal pemilik. Pemilik modal
mendelegasikan kewenangannya kepada agent agar agent dapat bekerja memaksimalkan
sumberdaya perusahaan untuk keuntungan perusahaan yang kemudian berdampak pada
manfaat ekonomi yang diperoleh oleh pemilik modal.

Menurut Chartered Institute of Management Accountants (2005) , anggaran adalah


pernyataan kuantitatif dari rencana untuk periode tertentu, termasuk perencanaan volume
penjualan dan peneriman, kuantitas sumber daya, biaya dan pengeluaran, aset, utang dan
arus kas. Anggaran menyatakan perencanaan unit bisnis, organisasi, aktifitas dan kegiatan
dalam satuan yang terukur. Berdasarkan hal tersebut, anggaran di perusahaan lebih
berperan sebagai instrumen untuk memaksimalkan laba, bukan sebagai alat
pertanggungjawaban. Anggaran merupakan dokumen internal manajemen yang tidak perlu
mendapatkan persetujuan pemilik. Tata kelola perencanaan dan penganggaran di
perusahaan lebih diutamakan untuk tujuan internal dalam rangka maksimalisasi
laba/keuntungan perusahaan.
1.3. Perbandingan Perencanaan dan Penganggaran Keuangan antara Entitas Negara dan
Entitas Bisnis
Peran-serta/partisipasi pemilik entitas pada perencanaan dan penganggaran pada entitas
bisnis tidaklah sepenting dan sekrusial di entitas publik. Kondisi ini disebabkan karena
perbedaan sifat (nature) pendanaan dari pemilik entitas. Sifat pendanaan entitas publik
menjadikan anggaran sebagai kontrak kerja antara rakyat dan pemerintah. Sementara itu,
entitas bisnis tidak membutuhkan akuntansi anggaran karena anggaran merupakan
instrumen internal yang disusun oleh manajemen. Alasan lainnya adalah sebagai berikut:
 Perencanaan dan penganggaran di perusahaan tidak mencerminkan aspirasi dari
pemilik modal. Perencanaan dan penganggaran lebih mencerminkan strategi yang
digunakan oleh manajemen dalam mencapai tujuan organisasi. Aspirasi pemilik
modal lebih tercermin dalam target-target di setiap tujuan perusahaan, misalnya
target laba. Situasi ini sangatlah berbeda dengan entitas publik dimana perencanaan
dan penganggaran harus mencerminkan aspirasi masyarakat. Oleh karena itu,
anggaran di entitas publik merupakan kontrak antara rakyat dan pemerintah,
sedangkan di entitas bisnis anggaran bukanlah suatu kontrak antara manajemen dan
pemilik.
 Bocornya informasi proses penganggaran dan besaran anggaran ke pesaing dapat
menyebabkan strategi manajemen menjadi tidak efektif dan gagal. Pada dasarnya,
strategi merupakan kunci kesuksesan organisasi yang harus dirahasiakan dari
pesaingnya. Pada entitas publik, informasi penganggaran dan besaran anggaran
justru perlu diketahui oleh semua rakyat agar tercipta transparansi dan akuntabilitas
dalam pengelolaan dana masyarakat.

2. AKUNTANSI KEUANGAN DAN PELAPORAN KEUANGAN


2.1. Akuntansi dan Pelaporan di Entitas Publik
Untuk mempertanggungjawabkan kontrak kerja pelaksanaan program dan kegiatan di
APBN/APBD, entitas publik harus membuat laporan pelaksanaan anggaran. Laporan
pelaksanaan anggaran ini menginformasikan kepada masyarakat tentang kemampuan
eksekutif untuk memenuhi janjinya/kontraknya kepada rakyat.
Untuk menyusun laporan pelaksanaan anggaran diperlukan akuntansi. Dengan demikian,
diperlukanlah suatu sistem akuntansi yang dapat menyajikan informasi yang dapat
menyandingkan antara kontrak/janji dengan realisasinya. Sistem akuntansi inilah yang
disebut sebagai Akuntansi Anggaran (Budgetary Accounting) (Mardiasmo, 2009). Sistem ini
dikenal juga sebagai sistem pelaporan pelaksanaan anggaran. Di Indonesia, laporan
keuangan yang dihasilkan dari sistem pelaporan pelaksanaan anggaran ini adalah Laporan
Realisasi Anggaran dan Laporan Perubahan Sisa Anggaran Lebih (Presiden Republik
Indonesia, 2010) Dalam konteks Indonesia, karena APBN/APBD disusun berdasarkan basis
kas, maka sebagai konsekuensinya, akuntansi anggarannya dilaksanakan berdasarkan basis
kas juga. Dengan demikian, penyajian antara realisasi kontrak/janji dan rencana
kontrak/janji dapat diperbandingkan (comparable).

Dalam melaksanakan amanah yang diberikan oleh rakyat kepadanya, Pemerintah tidak
hanya menggunakan dana/kas yang dianggarkan dalam APBN atau APBD saja, tetapi juga
menggunakan aset/kekayaan yang “dititipkan” oleh rakyat kepadanya. Selain itu, dalam
proses memberikan pelayanan kepada rakyat, timbul pula hak dan kewajiban antara
pemerintah dan pihak-pihak lain. Aspek-aspek ini tentunya juga harus
dipertanggungjawabkan oleh pemerintah kepada masyarakat. Oleh karena Laporan
Pelaksanaan Anggaran tidak dapat menginformasikan hal-hal yang demikian (dalam hal ini
aspek-aspek di luar APBN/APBD), maka muncullah kebutuhan akan laporan operasional,
laporan perubahan ekuitas, neraca, dan laporan arus kas. Laporan-laporan ini hanya akan
dapat disusun dengan menggunakan sistem akuntansi berbasis akrual. Sistem ini dikenal
juga sebagai sistem pelaporan finansial. Di Indonesia, kewajiban pelaksanaan sistem
pelaporan finansial berbasis akrual telah dilaksanakan selambat-lambatnya pada tahun
anggaran 2015 (Presiden Republik Indonesia, 2015).

Dengan demikian, di entitas pemerintahan berjalan dua sistem pelaporan secara


bersamaan, yaitu sistem pelaporan pelaksanaan anggaran dan sistem pelaporan finansial.
Namun, dalam konteks entitas publik sistem pelaporan pelaksanaan anggaran lebih penting
- karena merupakan kontrak antara rakyat-pemerintah - daripada sistem pelaporan
finansial. Sebagai bukti tambahan, tidak ada ketentuan yang mengatur tentang “kontrak”
akan laporan operasional, neraca, laporan perubahan ekuitas, maupun laporan arus kas
antara DPR/DPRD dan pemerintah.

2.2. Akuntansi dan Pelaporan Keuangan di Perusahaan


Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian sebelumnya bahwa anggaran bukanlah suatu
kontrak antara manajemen dan pemilik perusahaan. Perencanaan dan penganggaran di
perusahaan berperan sebagai instrumen untuk memaksimalkan laba, bukan sebagai alat
pertanggungjawaban. Tata kelola perencanaan dan penganggaran di perusahaan lebih
diutamakan untuk tujuan internal dalam rangka maksimalisasi laba/keuntungan
perusahaan. Oleh karena itu, anggaran dijadikan sebagai dokumen internal manajemen
yang tidak perlu dilaporkan dalam laporan keuangan perusahaan. Dengan demikian, pihak
pemilik modal tidak menjadikan laporan tentang perencanaan anggaran dan realisasinya
sebagai alat utama untuk menilai kinerja keuangan perusahaan. Sebagai konsekuensinya,
entitas bisnis tidak memerlukan adanya sistem pelaporan pelaksanaan anggaran atau
akuntansi anggaran.

Pemilik modal akan berkonsentrasi pada aspek-aspek capaian kinerja keuangan,


perkembangangan bisnis, ekspansi pasar dan hal-hal lain yang terkait langsung dengan
perolehan laba perusahaan dan keuntungan yang akan diperoleh oleh pemilik modal. Oleh
karena itu, sistem pelaporan yang dibutuhkan adalah sistem pelaporan finansial yang
menghasilkan laporan rugi laba, laporan perubahan ekuitas, neraca, dan laporan arus kas.

2.3. Perbandingan Akuntansi dan Pelaporan antara Entitas Publik dan Entitas Bisnis
Baik entitas pemerintahan maupun entitas bisnis melakukan akuntansi walaupun dengan
sistem pelaporan yang berbeda. Kedua-duanya menerapkan sistem pelaporan finansial yang
menghasilkan laporan rugi laba (setara dengan laporan operasional untuk entitas
pemerintahan), laporan perubahan ekuitas, dan laporan arus kas. Namun, karena
perbedaan fungsi dan peran anggaran pada masing-masing entitas, maka entitas
pemerintahan harus menerapkan sistem pelaporan pelaksanaan anggaran – dikenal sebagai
akuntansi anggaran - sedangkan entitas bisnis tidak menerapkannya. Sistem pelaporan
pelaksanaan anggaran ini menghasilkan laporan realisasi anggaran dan laporan sisa
anggaran lebih yang tidak dikenal pada entitas bisnis.
3. AKUNTANSI MANAJEMEN
Perbedaan cara mencapai tujuan antara entitas bisnis dan entitas publik juga berdampak
pada akuntansi manajemen. Perlu diingatkan kembali bahwa untuk mencapai tujuannya
mensejahterakan pemegang saham, maka perusahaan menggunakan cara maksimasi laba.
Di sisi lain, entitas publik menggunakan cara maksimasi pelayanan kepada rakyat untuk
mencapai tujuannya. Dua aspek akuntansi manajemen yang akan dibahas adalah penilaian
investasi dan penilaian kinerja.

3.1. Penilaian Investasi


Perbedaan cara untuk mencapai tujuan mengakibatkan entitas publik dan entitas bisnis
berbeda dalam melakukan penilaian investasi. Untuk menilai kelayakan suatu investasi,
entitas publik akan mempertimbangkan baik aspek keuangan maupun aspek sosial (non-
keuangan), sedangkan entitas bisnis mempertimbangkan aspek keuangan saja.

Bagi entitas publik, suatu investasi dinyatakan layak dilakukan jika total manfaat investasi,
baik aspek keuangan maupun aspek sosial, lebih besar daripada pengorbanan investasi (baik
aspek keuangan maupun aspek sosial). Aspek sosial yang dipertimbangkan dalam penilaian
investasi antara lain adalah bertambah tidaknya tingkat kriminalitas, bertambah tidaknya
tingkat pengangguran, bertambah tidaknya polusi lingkungan, dan lain sebagainya. Aspek-
aspek ini tidak dipertimbangkan dalam penilaian kelayakan investasi di entitas bisnis. Lebih
jauh lagi, pertimbangan tingkat discount rate yang digunakan dalam analisis investasi publik
maupun investasi bisnis juga berbeda. Entitas publik mempertimbangkan aspek sosial,
sedangkan entitas bisnis hanya mempertimbangkan aspek keuangan, yaitu sebesar the best
opportunity cost-nya. Entitas publik menggunakan social opportunity cost rate (Jones dan
Pandleburry, 2000).

Oleh karena itu, kelayakan penilaian investasi di entitas bisnis menggunakan metoda yang
didesain untuk maksimasi laba, seperti Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return
(IRR), dan lain sebagainya. Di sisi lain, untuk menganalisis kelayakan investasi, entitas publik
menggunakan metoda yang didesain untuk maksimasi pelayanan kepada rakyat, antara lain
Net Present Benefit (NPB), Cost-Benefit Ratio yang memperhitungkan semua manfaat
maupun ongkos sosial.

3.2. Penilaian Kinerja


Perbedaan cara mencapai tujuan entitas juga mengakibatkan perbedaan dalam melakukan
penilaian kinerja entitas. Perlu diingatkan kembali bahwa untuk mencapai tujuannya
mensejahterakan pemegang saham, maka perusahaan menggunakan cara maksimasi laba.
Di sisi lain, entitas publik menggunakan cara maksimasi pelayanan kepada rakyat untuk
mencapai tujuannya. Oleh karena itu, prestasi kinerja eksekutif di perusahaan akan dinilai
berdasarkan kemampuan untuk mendapatkan laba, sedangkan prestasi kinerja eksekutif di
pemerintahan akan dinilai berdasarkan kemampuan untuk memberikan pelayanan.

Sudah menjadi pengetahuan umum bagi para insan yang belajar akuntansi manajemen
bahwa kinerja organisasi bisnis akan diukur dengan indikator profitability index, return on
assets (ROA), return on equity (ROE) dan lain sebagainya. Indikator-indikator itu semua
mengacu pada kemampuan entitas bisnis untuk menghasilkan laba. Tentu saja indikator-
indikator tersebut tidak dapat digunakan sebagai indikator untuk mengukur kinerja entitas
publik.

Ritonga (2014) telah mengusulkan indikator-indikator untuk mengukur kinerja entitas


publik, diantaranya adalah total aset tetap per kapita, belanja publik per kapita, rasio beban
penyusutan aset tetap terhadap belanja pemeliharaan aset tetap, dan lain sebagainya.
Indikator-indikator tersebut mengukur kemampuan entitas publik untuk memberikan
layanan kepada masyarakat.

BAGIAN IV: KESIMPULAN DAN IMPLIKASI BAGI DUNIA AKADEMIK


KESIMPULAN
Berdasarkan argumen-argumen di atas, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah sebagai
berikut:
1. Perbedaan motif dan latar belakang terbentuknya entitas, tujuan pendirian entitas
dan cara pencapaian tujuan entitas, dan sumber dan sifat pendanaan entitas,
mengakibatkan perbedaan yang signifikan pada partisipasi pemilik entitas pada sisi
perencanaan dan penganggaran keuangan.
2. Makna dokumen perencanaan dan penganggaran bagi entitas publik dan entitas
bisnis sangatlah berbeda. Bagi entitas publik, dokumen perencanaan dan
penganggaran adalah kontrak pelayanan antara rakyat dan eksekutif, sedangkan bagi
entitas bisnis, dokumen perencanaan dan penganggaran adalah pedoman bagi
eksekutif dalam menjalankan strategi bisnisnya.
3. Entitas publik membutuhkan akuntansi anggaran untuk melaporkan realisasi
pelaksanaan anggaran yang merupakan kontrak kerja antara rakyat dan pemerintah.
Sementara itu, entitas bisnis tidak membutuhkan akuntansi anggaran karena
anggaran merupakan instrumen internal yang disusun oleh manajemen.
4. Entitas publik melaksanakan sistem pelaporan pelaksanaan anggaran dan sistem
pelaporan finansial secara bersama-sama dalam satu kesatuan terintegrasi. Entitas
bisnis hanya melaksanakan sistem pelaporan finansial. Sebagai konsekuensinya,
teknik akuntansi antara entitas publik dan entitas bisnis menjadi berbeda.
5. Perbedaan cara mencapai tujuan entitas mengakibatkan entitas publik dan entitas
bisnis berbeda dalam melakukan penilaian kelayakan investasi. Entitas publik akan
mempertimbangkan aspek keuangan maupun aspek non-keuangan (dalam hal ini
aspek sosial), sedangkan entitas bisnis hanya mempertimbangkan aspek keuangan
saja.
6. Perbedaan cara mencapai tujuan juga akan mengakibatkan perbedaan dalam menilai
kinerja entitas. Kinerja manajemen entitas bisnis akan diukur dengan menggunakan
indikator-indikator kemampuan menghasilkan laba, seperti Profitability Index, Return
on Assets, Return on Equities, dan lain sebagainya. Di sisi lain, kinerja eksekutif
entitas publik diukur dengan indikator-indikator kemampuan memberikan layanan
kepada masyarakat, seperti total aset tetap per kapita, belanja publik per kapita,
rasio beban penyusutan aset tetap terhadap belanja pemeliharaan aset tetap, dan
lain sebagainya.
IMPLIKASI BAGI DUNIA AKADEMIK
Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa akuntansi publik dan akuntansi bisnis
berasal dari dua hulu yang berbeda yang membentuk “sungainya” masing-masing.
Akuntansi Bisnis dan Akuntansi Publik bukanlah akuntansi yang berhulu pada sumber yang
sama yang kemudian membentuk dua percabangan “sungai”. Oleh karena itu, kurikulum
pengajaran akuntansi publik sebaiknya dipisahkan dari kurikulum akuntansi bisnis.
Contohnya, pengajaran Mata Kuliah Akuntansi Pengantar, yang saat ini berorientasi pada
entitas perusahaan, tidak dapat dijadikan mata kuliah hulu untuk semua mahasiswa yang
belajar akuntansi. Semestinya sejak awal Mata Kuliah Akuntansi Pengantar untuk
konsentrasi akuntansi publik dan akuntansi bisnis sudah dipisahkan. Demikian pula dengan
mata kuliah-mata kuliah lainnya, seperti akuntansi manajemen, manajemen keuangan,
sistem pengendalian manajemen, analisis laporan keuangan, yang saat ini di-share oleh
semua mahasiswa yang belajar akuntansi di perguruan tinggi. Jika akuntansi publik masih
diperlakukan sebagai salah satu konsentrasi dari pengajaran akuntansi, maka kompetensi
mahasiswa dengan konsentrasi akuntansi publik tidaklah memadai.
DAFTAR PUSTAKA

1. Carneiro, R.L., 1970. A Theory of the Origin of the State: Traditional Theories of State
Origins Are Considered and Rejected in Favor of a New Ecological Hypothesis.
2. Sullivan, A. and Sheffrin, S.M., 2003. Economics: Principles in Action. Upper Saddle
River, New Jersey 07458: Pearson Prentice Hall.
3. Chartered Institute of Management Accountants, 2005. CIMA Official Terminology.
Elsevier.
4. Jones, R. and Pendlebury, M., 2000. Public Sector Accounting. Pearson Education.
5. Mardiasmo. 2009. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi Offset.
6. Ritonga, I.T., 2014. Analysing Service-Level Solvency of Local Governments from
Accounting Perspective: A Study of Local Governments in the Province of Yogyakarta
Special Territory, Indonesia. International Journal of Governmental Financial
Management, 14(2), pp.19-33.
7. Republik Indonesia,1945. Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945
8. Presiden Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No 71 Tahun 2010
tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
9. Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No 15 Tahun 2015 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahun Anggaran 2016
10. Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No 18 Tahun 2016 tentang
Anggaran Pendapatan dan Belanja Tahun Anggaran 2017
11. http://www.antaranews.com/print/100731/porsi-penerimaan-pajak-di-apbn-baru-70-
persen diakses pada tanggal 17 Januari 2017 Jam 15:09.
12. https://m.tempo.co/read/news/2008/04/30/056122275/lembaga-bantuan-hukum-pajak-
indonesia-terbentuk diakses pada tanggal 17 Januari 2017 Jam 16:35.
13. https://m.tempo.co/read/news/2015/08/18/058692958/untuk-republik-sultan-hb-ix-
sumbang-6-5-juta-gulden diakses pada tanggal 19 Pebruari 2017 Jam 17.29

Anda mungkin juga menyukai