Anda di halaman 1dari 8

Farmakologi

Prinsip umum terapi adalah pemberian cairan, eletrolit, antipiretik, analgesik, dan terapi
penunjang lain yang penting untuk pasien penderita meningitis akut. Terapi antibiotika
empirik harus diberikan sesegera mungkin untuk menghilangkan mikroba penyebab.
Terapi antibiotik harus paling tidak selama 48-72 jam atau sampai diagnosa
ditegakkan. Meningitis yang disebabkan oleh S pneumonia, N meningitidis, H influenza dapat
sukses diterapi dengan antibiotik selama 7-14 hari. Pemberian lbih lama, 14-21 hari
direkomendasikan untuk pasien yang terinfeksi L monocytgees, Group B streptococci dan basil
G enterik. Terapi seharusnya secara idividu dan beberapa pasien mungkin memerlukan terapi
antibiotik lebih lama. Penanganan penderita meningitis bakterial akut harus segera
diberikan begitu diagnosa ditegakkan.

PENANGANAN AWAL
a. Pemberian antibiotik
Pemberian antibiotik harus tepat dan cepat sesuai dengan bakteri penyebabnya dalam
dossis yang cukup tinggi. Sambil menunggu hasil biakan sebaiknya diberikan antibiotik dengan
spectrum luas. Antibiotik diberikan selama 10-14 hari atau sekurang-kurangnya 7 hari
setelah demam bebas. Pemberian antibiotik sebaiknya secara parental.
Pemilihan obat-obatan antibiotika, harus terlebih dahulu dilakukan kultur darah dan
Lumbal Punksi guna pembrian antibiotika disesuaikan dengan kuman penyebab.
Berikut ini beberapa pilihan antibiotika beserta dosisnya:
1) Berikan pengobatan antibiotik lini pertama sesegera mungkin.
a) Seftriakson: 100 mg/kgBB IV-drip/kali, selama 30-60 menit setiap 12 jam; atau
b) Sefotaksim: 50 mg/kgBB/kali IV, setiap 6 jam.
c) Vancomycin: IV: 15-20 mg/kg IV setiap 8-12 jam
Durasi: 10-14 hari atau minimal 1 minggu setelah pasien tidak demam dan cairan serebrospinal
kembali normal
Intraventrikular, intrathecal: 5-20 mg preservative-free formulation diberikan hingga setiap 24
jam
d) Penisilin G: injeksi intravena lambat atau infus, 2,4 gram setiap 4 jam; (otitis media, penyakit
meningokokus
e) Ampisilin: Septikemia dan bakterial meningitis : 150 - 200 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi
setiap 3 - 4 jam, diberikan secara i.v. selama 3 hari selanjutnya secara i.m.
f) Sefalosporin generasi III: 250-500 mg per 8 jam. Maks. 4000 mg per hari
g) Kloramfenikol: oral, injeksi intravena atau infus: 50 mg/kg bb/hari dibagi dalam 4 dosis (pada
infeksi berat seperti septikemia dan meningitis, dosis dapat digandakan dan segera diturunkan
bila terdapat perbaikan klinis).
h) Meropenem: 2000 mg tiap 8 jam (Meropenem diberikan secara injeksi bolus intravena atau infus
intravena selama 15 menit - 3 jam, diberikan 3 kali sehari)

2) Pada pengobatan antibiotik lini kedua berikan:


a) Kloramfenikol: 25 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam
b) ditambah ampisilin: 50 mg/kgBB/kali IM (atau IV) setiap 6 jam
3) Jika diagnosis sudah pasti, berikan pengobatan secara parenteral selama sedikitnya 5 hari,
dilanjutkan dengan pengobatan per oral 5 hari bila tidak ada gangguan absorpsi. Apabila ada
gangguan absorpsi maka seluruh pengobatan harus diberikan secara parenteral. Lama
pengobatan seluruhnya 10 hari.
4) Jika tidak ada perbaikan:
a) Pertimbangkan komplikasi yang sering terjadi seperti efusi subdural atau abses serebral. Jika
hal ini dicurigai, rujuk.
b) Cari tanda infeksi fokal lain yang mungkin menyebabkan demam, seperti selulitis pada daerah
suntikan, mastoiditis, artritis, atau osteomielitis.
c) Jika demam masih ada dan kondisi umum pasien tidak membaik setelah 3–5 hari, ulangi
pungsi lumbal dan evaluasi hasil pemeriksaan CSS
5) Jika diagnosis belum jelas, pengobatan empiris untuk meningitis TB dapat ditambahkan.
Untuk Meningitis TB diberikan OAT minimal 4 rejimen:
a) INH: 10 mg/kgBB /hari (maksimum 300 mg) - selama 6–9 bulan
b) Rifampisin: 15-20 mg/kgBB/hari (maksimum 600 mg) – selama 6-9 bulan
c) Pirazinamid: 35 mg/kgBB/hari (maksimum 2000 mg) - selama 2 bulan pertama
d) Etambutol: 15-25 mg/kgBB/hari (maksimum 2500 mg) atau Streptomisin: 30-50 mg/kgBB/hari
(maksimum 1 g) – selama 2 bulan
Pemilihan antimikrobial pada meningitis otogenik tergantung pada pemilihan antibiotika
yang dapat menembus sawar darah otak, bakteri penyebab serta perubahan dari sumber dasar
infeksi. Bakteriologikal dan respons gejala klinis kemungkinan akan menjadi lambat, dan
pengobatan akan dilanjutkan paling sedikit 14 hari setelah hasil kultur CSF akan menjadi negatif.
b. Steroid
Efek anti inflamasi dari terapi steroid dapat menurunkan edema serebri, mengurangi
tekanan intrakranial, akan tetapi pemberian steroid dapat menurunkan penetrasi antibiotika ke
dalam abses dan dapat memperlambat pengkapsulan abses, oleh karena itu penggunaaan secara
rutin tidak dianjurkan. Oleh karena itu kortikosteroid sebaiknya hanya digunakan untuk tujuan
mengurangi efek masa atau edema pada herniasi yang mengancam dan menimbulkan defisit
neurologik fokal.
1) Prednison
Prednison 1–2 mg/kgBB/hari dibagi 3-4 dosis, diberikan selama 2–4 minggu, dilanjutkan
tapering off. Bila pemberian oral tidak memungkinkan dapat diberikan deksametason dengan
dosis 0.6 mg/kgBB/hari IV selama 2–3 minggu.
2) Deksamethason
Pemberian terapi deksamethason dapat terjadi potensi penurunan tekanan CSF,
peningkatan kadar glukosa CSF dan penurunan kadar protein CSF. Dianjurkan bahwa pemberian
deksamethason hanya pada penderita dengan resiko tinggi, atau pada penderita dengan status
mental sangat terganggu, edema otak atau tekanan intrakranial tinggi. Hal ini mengingat efek
samping penggunaan deksamethason yang cukup banyak seperti perdarahan traktus
gastrointestinal, penurunan fungsi imun seluler sehingga menjadi peka terhadap patogen lain dan
mengurangi penetrasi antibiotika kedalam CSF.

Secara umum, tata laksana MB dapat dilihat pada gambar 1 Pemilihan antibiotik yang
tepat adalah langkah yang krusial, karena harus bersifat bakterisidal pada organisme
yang dicurigai dan dapat masuk ke CSS dengan jumlah yang efektif. Pemberian antibiotikharus
segera dimulai sambil menunggu hasil tes diagnostik dan nantinya dapat diubah setelah ada
temuan laboratorik. Pada suatu studi, didapatkan hasil jika pemberian antibiotik ditunda lebih
dari 3 jam sejak pasien masuk RS, maka mortalitas akan meningkat secara bermakna.
Gambar 1 Algoritma tatalaksana meningitis bakterial
Pilihan antibiotik empirik pada pasien meningitis harus berdasarkan epidemiologi lokal,
usia pasien, dan adanya penyakit yang mendasari atau faktor risiko penyerta (tabel 1). Antibiotik
harus segera diberikan bila ada syok sepsis. Jika terjadi syok sepsis, pasien harus diterapi dengan
cairan dan mungkin memerlukan dukungan obat inotropik. Jika terjadi peningkatan tekanan
intrakranial, pertimbangkan pemberian manitol.

Tabel 1. Terapi empirik pada meningitis bakterialis

Antibiotik empirik bisa diganti dengan antibiotik yang lebih spesifik jika hasil
kultur sudah ada. Panduan pemberian antiobiotik spesifik bisa dilihat di tabel 2. Durasi
terapi antibiotik bergantung pada bakteri penyebab, keparahan penyakit, dan jenis
antibiotik yang digunakan. Meningitis meningokokal epidemik dapat diterapi secara
efektif dengan satu dosis ceftriaxone intramuskuler sesuai dengan rekomendasi WHO.
Namun WHO merekomendasikan terapi antibiotik paling sedikit selama 5 hari pada
situasi nonepidemik atau jika terjadi koma atau kejang yang bertahan selama lebih dari 24 jam.
Autoritas kesehatan di banyak negara maju menyarankan terapi antibiotik minimal 7 hari untuk
meningitis meningokokal dan haemofilus; 10-14 hari untuk terapi antibiotik pada meningitis
pneumokokal.
Tabel 2. Terapi antibiotik spesifik pada meningitis bakterial
Terapi dexamethasone yang diberikan sebelum atau bersamaan dengan dosis pertama
antibiotik dapat menurunkan morbiditas dan mortalitas secara bermakna, terutama pada
meningitis pneumokokal. Dexamethasone dapat menurunkan respons inflamasi di ruang
subaraknoid yang secara tak langsung dapat menurunkan risiko edema serebral,
peningkatan tekanan intrakranial, gangguan aliran darah otak, vaskulitis, dan cedera neuron.
Dexamethasone diberikan selama 4 hari dengan dosis 10 mg setiap 6 jam
secara intravena. Sejumlah pakar berpendapat pemberian dexamethasone harus dihentikan jika
hasil kultur CSS menunjukkan penyebab MB bukan H. infl uenzae atau S. pneumoniae, namun
kelompok pakar lain merekomendasikan pemberian dexamethasone apapun etiologi MB
yang ditemukan. Pemberian dexamethasone padapasien MB dengan sepsis berat atau syok sepsis
dapat meningkatkan kesintasan. Pada penelitian lain, pemberian dexamethasone tidak
menurunkan angka mortalitas dan morbiditas secara bermakna. Pasien MB harus dipantau ketat.
Kejadian kejang sering muncul dan terapi antikonvulsan sering kali diperlukan. Jika kesadaran
pasien menurun setelah kejang, maka pasien terindikasi untuk pemeriksaanelektroensefalografi.
Kondisi pasien harus dipertahankan dalam status normoglikemia dan normovolemia. Proton
pump inhibitor perlu diberikan untuk mencegah stressinduced gastritis. Jika kondisi klinis
pasien belum membaik dalam 48 jam setelah terapi antibiotik dimulai, maka analisis CSS
ulang harus dilakukan. Pada pasien MB dengan hidrosefalus akut, prosedur ventrikulostomi
dapat dipertimbangkan. Pada pasien dengan pembesaran sistem ventrikel ringan
tanpa perburukan klinis, resolusi spontan dapat terjadi, sehingga prosedur invasif dapat ditunda.
Perawatan Penunjang
Pada pasien yang tidak sadar:

 Jaga jalan napas


 Posisi miring untuk menghindari aspirasi
 Ubah posisi pasien setiap 2 jam
 Pasien harus berbaring di alas yang kering
 Perhatikan titik-titik yang tertekan.

Tatalaksana pemberian cairan dan Nutrisi


Berikan dukungan nutrisi dan cairan sesuai dengan kebutuhan. Lihat tata laksana pemberian
cairan dan nutrisi.

Pemantauan
Pasien dengan kondisi ini harus berada dalam observasi yang sangat ketat.

 Pantau dan laporkan segera bila ada perubahan derajat kesadaran, kejang, atau perubahan
perilaku.
 Pantau suhu badan, denyut nadi, frekuensi napas, tekanan darah setiap 6 jam, selama
setidaknya dalam 48 jam pertama.
 Periksa tetesan infus secara rutin.

Pada saat pulang, nilai masalah yang berhubungan dengan syaraf, terutama gangguan
pendengaran. Jika terdapat kerusakan saraf, rujuk untuk fisioterapi, jika mungkin; dan berikan
nasihat sederhana untuk melakukan latihan pasif. Tuli sensorineural sering terjadi setelah
menderita meningitis. Lakukan pemeriksaan telinga satu bulan setelah pasien pulang dari rumah
sakit.
DAFTAR PUSTAKA

Ropper AH, Brown RH. Adam and Victor’s principles of neurology. 8th ed. New York: McGraw-
Hill; 2005.
2. Clarke C, Howard R, Rossor M, Shorvon S. Neurology: A queen square textbook. London:
Blackwell Publishing; 2009.
3. Shay K. Infectious complications of dental and periodontal diseases in elderly populations.
Clinical Infectious Diseases 2002;34:1215-23.
4. Van De Beek D, De Gans J, Tunkel AR, Wijdicks EFM. Community-acquired bacterial
meningitis in adults. N Eng J Med. 2006;354:44-53.

Anda mungkin juga menyukai