Anda di halaman 1dari 5

Faktor Risiko

Tidak semua orang akan mengalami Acute Drug Reaction (ACDR). Terdapat
beberapa faktor risiko yaitu sebagai berikut:10
1. Usia
Pasien dengan lanjut usia dan anak- anak rentang untuk mengalami
ACDR. Hal ini diakibatkan oleh terbatasnya penelitian mengenai cara
kerja obat dan metabolisme serta absorbsi obat bervariasi dan susah untuk
diprediksi.
2. Jenis Kelamin
Perbedaan biologis antara perempuan dan laki- laki mempengaruhi kerja
obat. Perempuan memiliki berat badan dan ukuran organ yang lebih kecil
dibandingkan laki- laki dan memiliki lemak tubuh yang lebih banyak.
Selain itu terdapat perbedaan pada motilitas gaster dan laju filtrasi
glomerulus yang lebih lambat. Keadaan tersebut akan mempengaruhi
absorbsi, distribusi, metabolisme dan eliminasi dari suatu obat. Perempuan
lebih berisiko mengalami ACDR.
3. Creatinine clearance
Creatinine clearance menggambarkan kemampuan ginjal dalam ekstresi
obat sehingga pada pasien dengan insufisiensi ginjal lebih berisiko
mengalami ACDR.
4. Alkohol dan merokok
Alkohol dan merokok dapat mengganggu metabolisme banyak obat dan
memperparah ACDR yang terjadi.
5. Polifarmasi
Semakin banyak seorang pasien mengkonsumsi obat maka semakin besar
risiko pasien untuk mengalami ACDR. Polifarmasi terkait dengan interaksi
obat dimana kehadiran suatu obat dapat merubah efek dari obat lainnya.
6. Penyakit komorbid
Pasien dengan penyakit seperti diabetes melitus, tekanan darah tinggi atau
rendah, ulkus dan glaukoma akan lebih rentan mengalami interaksi antar
obat sehingga berisiko mengalami ACDR. Pasien dengan
imunocompromised juga rentan mengalami ACDR.

Berdasarkan uraian diatas, pasien pada kasus ini memiliki beberapa faktor
risiko yaitu lanjut usia, mengkonsumsi beberapa obat dan memiliki penyakit
komorbid.

Tipe Erupsi Obat


Selain itu perlu diketahui bahwa erupsi alergi obat memiliki beberapa tipe
dan akan mempunyai kemiripan dengan gangguan kulit lain pada umumnya. Berikut
adalah beberapa tipe erupsi obat:

a. Exantema Erupsi/ Makulopapular


Eksanthemata yang diinduksi oleh obat adalah sekelompok ruam yang
sebagian dapat menyerupai urtikaria tetapi memiliki hubungan yang berbeda
yang mencerminkan penyebabnya dengan mekanisme mediasi sel T. Terdapat
perubahan warna pada kulit yaitu makula eriteme tanpa adanya blister atau
pustul. Erupsi pertama kali muncul pada trunkus dan menyebar secara perifer.
Biasanya disertai gatal yang keparahannya bervariasi. Dapat disertai demam
ringan. Rentang ruam atau exanthemata termasuk 'erupsi makulo-papular'
yang terdiri dari lesi eritematosa yang bervariasi mulai dari titik dalam ukuran
hingga beberapa milimeter, melalui berbagai ruam yang lebih luas yang terdiri
dari lesi oval atau lesi yang lebih besar. Ini menyerupai urtikaria di mana
eritema paling terang berada di pinggiran lesi tetapi biasanya tidak jelas di
pusat dan lesi berlangsung apa pun dari 5 hingga 10 hari. Erupsi biasanya
muncul sekitar 1 minggu setelah mengkonsumsi obat dan hilang 1- 2 hari
setelah berhenti konsumsi obat. Resolusi terjadi pada hari ke 7- 14 dengan
tanda perubahan warna dari merah terang menjadi merah kecoklatan yang
dapat disertai deskuamasi. Banyak dari reaksi ini hanya melibatkan kulit tetapi
beberapa pasien memiliki gejala sistemik termasuk demam, eosinofilia,
limfadenopati dan disfungsi organ yang mungkin dapat mempengaruhi hati,
sumsum tulang dan atau ginjal. Kombinasi dari erupsi yang meluas dengan
disfungsi sistemik disebut sebagai DRESS (Drug Reaction with Eosinophilia
and Systemic Symptoms) atau DIHS (Drug-Induced Hypersensitivity
Syndrome).7
b. Urtikaria Erupsi
Urtikaria terdiri dari lesi individu yang berevolusi dengan cepat selama
beberapa jam, menyebabkan pembengkakan (pembengkakan) berwarna merah
(erythematous) yang biasanya gatal. Edema eriteme gatal pada kulit yang
bertahan kurang dari 24 jam. Pemeriksaan yang cermat menunjukkan eritema
paling terang berada di tepi luar lesi, yang dapat meluas meninggalkan area
sentral yang lebih pucat yang dapat kembali ke warna kulit normal setelah
beberapa jam. Serangan itu mungkin berlangsung beberapa hari. Ketika
dermis kulit lebih dalam dan aringan subkutan uga mengalami edema disebut
sebagai angioedema. Angioedeme biasanya muncul unilateral, tidak gatal
bertahan selama 1-2 jam atau dapat bertahan dua sampai lima hari. Erupsi
tersebut merupakan IgE mediated immediete hypersensitivity reaction apabila
diinduksi oleh antibiotik. Jika diinduksi oleh NSAID maka erupsi disebabkan
oleh non IgE mediated immediete hypersensitivity reaction. Pasien sering
membuat diagnosis sendiri karena reaksi dimulai dengan cepat setelah
terpapar obat atau agen penyebab. Namun, beberapa individu mengembangkan
urtikaria atau anafilaksis setelah paparan pertama terhadap obat-obatan
tertentu, biasanya aspirin atau non-steroid anti-peradangan, opiat, anestesi
relaksan otot dan media radiocontrast. Ini adalah reaksi 'pseudo-allergic'
karena mereka meniru gejala alergi tetapi tidak diperantarai oleh mekanisme
kekebalan. Sebaliknya, ini adalah reaksi intoleransi di mana individu yang
terkena dampaknya sangat rentan terhadap efek kimia dari obat yang secara
langsung menginduksi pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrien dari
sel mast atau basofil. 7
c. Pustular erupsi
Ada beberapa jenis pustular erupsi, yaitu Erupsi akneiformis dan Acute
Generalized Exhantematous Pustulosis (AGEP).
Erupsi akneiformis biasanya timbul pada daerah lengan dan kaki disertai
dengan paronikia, kulit kering dan fisura. Erupsi Akneiformis dihubungkan
dengan penggunaan obat seperti iodida, bromida, ACTH, glukokortikoid,
isoniazid, androgen, litium dan actinomisin. Erupsi timbul pada daerah-daerah
yang atipikal seperti lengan dan kaki berbentuk monomorf berbentuk akne
tanpa disertai komedo (fitzpatrick).
Acute Generalized Exhantematous Pustulosis (AGEP) merupakan erupsi
febris akut yang disertai leukositosis. Tampakannya adalah pustul non-
foliculer pada kulit eritem dan edeme. Predileksi awal adalah wajah. Muncul
1- 3 minggu setelah mengkonsumsi obat dan mengaami deskuamasi 2 minggu
sesudahnya. Pada pemeriksaan histopatologis didapat pustul intraepidermal
atau subcorneal yang dapat disertai edema dermis, vaskulitis, infiltrat
polimorfonuklear perivaskuler dengan eosinofil atau nekrosis fokal sel-sel
keratinosit. Walaupun demikian, penyakit ini sangat jarang terjadi.6,7
d. Bullous Erupsi
Erupsi bulosa ini ditemukan pada; pemphigus foliaceus, fixed drug eruption
(FDE), erythema multiforme major (EM-major), SSJ dan TEN.
Lesi eritema multiforme (EM) dapat disalahartikan sebagai exanthemata yang
diinduksi obat di atas, tetapi pengamatan yang cermat menunjukkan lesi
melingkar yang mencolok dengan organisasi dan distribusi warna yang
berbeda.
Lesi bisa datar atau timbul dan biasanya berdiameter 1-2 cm. Mereka biasanya
lebih gelap di pusat dan pucat perifer; kadang-kadang lesi yang lebih besar
terbentuk dan mereka menunjukkan lingkaran warna konsentris, yang disebut
target atau lesi iris. EM dapat terjadi dalam bentuk-bentuk kecil dengan lesi
yang tersebar di perifer pada tungkai dan wajah, pola yang biasanya
disebabkan oleh infeksi virus herpes simpleks. Kejadian utama adalah
eksantem yang lebih luas yang terkait dengan lepuh dari beberapa lesi. Sering
ada beberapa gangguan sistemik termasuk demam, malaise dan disfungsi
organ, tetapi ada keterlibatan mukosa minimal. Blistering dan kehilangan kulit
antara 1 dan 10% dari luas permukaan tubuh (Body Surface Area/ BSA)
bersama dengan mukosa atau erosi mukosa disebut sindrom Stevens Johnson
(SJS). Jika mempengaruhi 10 -30% BSA, ini disebut SJS / toxic epidermal
necrolysis (TEN) tumpang tindih dan jika peluruhan kehilangan kulit melebihi
30% BSA, disebut TEN Sistem penilaian klinis yang kuat (SCORTEN) telah
dirancang yang memberikan 1 poin untuk masing-masing dari tujuh fitur
klinis. Setelah SCORTEN mencapai 3 maka prediksi mortalitas adalah sekitar
35%.7
Gambar 1. Erupsi urtikaria (A); Drug induced exanthema (B); DRESS (C); Erythema
multiforme (D)
Pada pemeriksaan fisik pada pasien, ditemukan makula eritem multiple
berbatas tegas bentuk ireguler disertai skuama halus dan makula hiperpigmintasi
multiple batas tegas bentuk ireguler disertai liekenifikasi dan skuama halus yang
tersebar secara generalisata. Hal ini mengarahkan kita ke erupsi obat dengan tipe
maculopapular. Erupsi makulopapular sering dikaitkan dengan penggunaan
ampisillin, NSAID, sulfonamid, antikonvulsan, allopurinol, tetrasiklin, eritromisis,
fenobarbital, dan bahkan retinoid. Erupsi dapat hilang tanpa penghentian obat, namun
hal ini sangat jarang terjadi.

Anda mungkin juga menyukai