Anda di halaman 1dari 11

Patofisiologi penyakit jantung reumatik (pjr)

Patofisiologi secara utuh dari terjadinya penyakit jantung reumatik belum diketahui secara jelas tetapi ada penelitian yang mendapatkan bahwa
demam rematik yang mengakibatkan penyakit jantung rematik terjadi akibat sensitisasi dari tantigen Streptokokus sesudah satu sampai empat minggu
infeksi Streptokokus di faring. Lebih kurang 95% pasien menunjukkan peninggian titer antistreptoksisn O (ASTO), antideoksiribonukleat B (anti DNA-ase
B) yang merupakan dua macam tes yang biasa dilakukan untuk infeksi kuman Streptokokus grup A. Beberapa faktor yang didiga menjadi komplikasi pasca
Streptokokus ini kemungkinan utama adalah pertama Virulensi dan Antigenisitas Streptokokus ddan kedua besarnya responsi umum dari host dan
persistensi organisme yang menginfeksi faring. Dan tidak diketemukannya faktor predisposisi dari kelainan genetik.

Infeksi dari Streptokokus ini pada awalnya akan mengaktifkan sistem imun. Seberapa
besar sistem imun yang aktif ini sangat dipengaruhi oleh faktor virulensi dari kuman itu sendiri
yaitu kejadian terjadinaya bakteriemia. Beberapa protein yang cukup penting dalam faktor
antigenisitas antara lain adalah protein M dan N asetil glukosamin pada dinding sel bakteri
terserbut. Kedua faktor antigen terserbut akan dipenetrasikan oleh makrofak ke sel CD4+naif.
Selanjutnya sel CD4 akan menyebabkan poliferasi dari sel T helper 1 dan Thelper 2 melalui
berbagai sitokin antara lain interleukin 2, 12, dll. Thelper 1 akan menghasilkan interferon yang
berfungsi untuk merekrut makrofak lain datang ke tempat terjadinya infeksi terserbut. Dan juga
keberadaan IL 4 dan IL 10 juga menjadi salah satu faktor perekrutan makrofak ke tempat lesi
terserbut. Selain itu T helper juga akan mengaktifasi sel palasma menjadi sel B yang merupakan
sel memori dengan memprodukksi IL4. Keberadaan sel memori ini lah yang memungkinkan
terjadinya autoimun ulang apabila terjadi pajanan terhadap streptokokus lagi. Setelah sel B aktif
akan menghasilkan IgG dan IgE. Apabila terpajan kembali dengan bakteri penyebab teserbut
akan terjadi pengaktifan jalur komplemen yang menyebabkan kerusakan jaringan dan
pemanggilan makrofag melalui interferon
Pada penderita jantung remmatik, sel B, IgG dan IgE akan memiliki raksi silang dengan
beberapa protein yang terdapat di dalam tubuh. Hal ini disebabkan M protein dan N asetil
glukosamin pada bakteri mirip dengan protein miosin dan tropomiosin pada jantung, laminin
pada katup jantung, vimentin pada sinovial, keratin pada kulit, dan lysogangliosida pada
subtalamikus dan caudate nuclei di otak. Reaksi imun yang terjadi akan menyebabkan pajanan
sel terus menerus dengan makrofag. Kejaidan ini akan meningkatkan sitoplasma dan organell
dari makrofagsehingga mirip seperti sel epitel. Sel epitel teserbut disebut dengan sel epiteloid,
pengabungan dari granuloma ini disebut dengan aschoff body. Sedangkan jariangan yang lisis
atau rusak karena reaksi autoimun baik yang disebabkan oleh karena reaksi komplemen atau
fagositosis oleh makrofak akan digantikan dengan jaringan fibrosa atau scar. Terbentuknya scar
ini lah yang dapat menyebabkan stenosis ataupun insufisiensi dari katup-katup pada jantung.

Perubahan struktur yang paling sering terjadi pada demam jantung rematik adalah insufisiensi katup mitral. Hal ini disebabkan karena kelihalngan dan
pemendekan serta penebalan kordae tendinea. Pada awal terjadinya demam jantung rematik akan terjadi pembesaran ventrikel kiri karena adanya beban
volume yang besar dan proses radang. Setelah itu biasanya terjadi dilatasi atrium kiri karena terjadi regurgitasi ke dalam ruangan ini. Kenaikan tekanan
atrium kiri mengakibatkan kongesti pulmonal dan gejala-gejala gagal jantung sisi kiri. Pada kebanyakan kasus insufisiensi mitral ada dalam kisaran ringan
sampai sedang. Bahkan, pada penderita-penderita yang pada permulaannya insufiseiensi berat, biasanya kemudian ada perbaikan spontan. Hasilnya lesi
kronis paling sering ringan atau sedang, dan penderita akan tidak bergejala. Lebih separuh penderita dengan insufisiensi mitral selama serangan akut akan
tidak lagi mempunyai bising akibat mitral setahun kemudian. Namun pada penderita dengan insufisiensi mitral kronis, berat, tekanan arteria pulmonalis
menjadi naik, pembesaran ventrikel dan atrium kanan yang selanjutnya akan terjadi gagal jantung sisi kanan.
Komplikasi kedua tersering yang diktemui adalah stenosis katup mitral. Stenosis ini adalah akibat fibrosis cincin mitral, perlekatan komisura, dan
kontraktur daun katup, korda, dan muskulus papilare selama periode waktu yang lama. Akibat yang biasanaya diketemukan pada stenosis katup mitral
adalah dilatasi atau hipertrophy dari atrium kiri, hal ini terjadi karena hambatan aliran darah dari atrium kiki menuju ventrikel kiri. Hambatan ini
menyebabkan kurangnya aliran darah sistemik yang menyebabkan anak terserbut mudah lelah. Hal lain yang disebabkan oleh stenosis katup mitral adalah
peningkatan tekanan pada paru-paru, sehingga mungkin didapatkan efusi ringan air menuju paru-paru ataupun ke pleura. Apabila terjadi peningkatan
tekanan pulmonal dalam waktu yang cukup lama akan menyebabkan hipertrofi dengan disertai gagal jantung sisi kanan. Manifestasi dari gagal jantung sisi
kanan yaitu adanya edema perifer, dilatasi dari vena jugularis, dan hepatomegali.
Komplikasi berikutnya adalah insufisiensi aorta reumatik kronis, sklerosis katup aorta yang menyebabkan penympangan dan retraksi katup.
Regurgitasi darah menybabkan beban volume berlebih dalam dilatasi dan hipertrofi ventrikel kiri. Kombinasi insufisiensi mitral dan aorta lebih sering
daripada keterlibatan aorta saaja, gagal ventrikel kiri akhirnya dapat terjadi. Untuk kelainan yang menyebabkan penyakit katup trikuspidal dan katup
pulmonal sangat jarang ditemui. Untuk katup trikuspidalis yang paling sering adalah insufisiensi trikuspidal karena dilatasi ventrikel akan akibat lesi sisi
kiri yang beradat dapat terjadi pada penderita yang tidak dilakukan pembedahan. Tanda-tanda yang ditimbulkan oleh insufisiensi trikuspidalis adalah
pulsasi vena jugularis dengan gelombang “c-v” yang mencolok. Biasanya kelainan ini timbul bersamaan dengan kelainan katup mitral dan aorta.
Insufisiensi pulmonal terjadi atas dasar fungsional akibat hipertensi pulmonal atau dilatasi arteria pulmonalis. Kelainan ini merupakan tanda akhir pada
stenosis mitral berat. Bising serupa dengan bising insufisiensi aorta tetapi tanda-tanda arteri perifer tidak ada.

INI NORMAL

Pada dasarnya bagi yang berpengalaman, tidaklah sulit membedakan antara kompleks
EKG normal dan yang ada kelainan. Tetapi kadang-kadang ditemukan adanya gambaran EKG
yang tidak khas dan membingungkan kita. Oleh karena itu sebagai patokan, maka berikut ini
disajikan kelainan kompleks P-QRS-T pada beberapa penyakit.
1. Kelainan gelombang P.
Kelainan penampilan (amplitudo, lamanya, bentuknya) gelombang P pada irama dan
kecepatan yang normal. Misalnya P mitrale yang ditandai dengan gelombang P yang tinggi, lebar
dan “not ched” pada sandapan I dan II : gelombang P lebar dan bifasik pada VI dan V2. adanya
hipertrofi atrium kiri terutama pada stenosis mitralis. Sedangkan P pulmonale ditandai dengan
adanya gelombang P yang tinggi, runcing pada sandapan II dan III, dan mungkin disertai
gelombang P tinggi dan bifasik pada sandapan VI dan V2. Ditemukan pada korpulmonale dan
penyakit jantung kogenital.
Kelainan penampilan, irama dan kecepatan gelombang P yang dapat berupa kelainan
tunggal gelombang P misalnya “atrial premature beat” yang bisa ditemukan pada penyakit
jantung koroner (PJK), intoksikasi digitalis. Selain itu dapat ditemukan kelainan pada semua
gelombang P disertai kelainan bentuk dan iramanya misalnya fibrilasi atrium yang dapat
disebabkan oleh penyakit jantung rematik (PJR), pada infark miokard. Kelainan gelombang P
lainnya berupa tidak adanya suatu gelombang P, kompleks QRS-T timbul lebih cepat dari pada
biasanya. Misalnya “ AV nodal premature beat” pada PJK, intoksikasi digitalis, dimanabentuk
kompleks QRS normal, dan terdapat masa istirahat kompensatoir. Kelainan lain berupa
ekstrasistole ventrikel pada PJK, intoksikasi digitalis.
Seluruh gelombang P tidak nampak, tetapi bentuk dan lamanya kompleks QRS adalah
normal. Misalnya irama nodal AV, takikardi nodal AV, atrial takikardi yang timbul akibat
intoksikasi digitalis, infark miokard, penyakit jantung hipertensi (PJH). Gelombang P seluruhnya
tidak tampak dengan kelainan bentuk dan lamanya kompleks QRS. Misalnya ventrikel takikardi,
fibrilasi atrium yang dapat timbul pada PJR. Penyakit jantung hipertensi (PJH).

INI KELAINAN

Masalah Umum

pada Anjing dan Kucing

ANOREKSIA

Keluhan yang paling sering disampaikan oleh pemilik anjing dan kucing

yang membawa hewan kesayangannya ke klinik hewan adalah hewannya tidak

mau makan atau makannya hanya sedikit. Banyak proses penyakit sistemik

dan bahkan lokal yang mempengaruhi masukan pakan (food intake).

Anoreksia adalah tidak adanya selera makan atau hewan tidak tertarik

untuk menelan pakan. Pada istilah klinik, anoreksia total adalah hilangnya rasa

lapar yang patologik. Anoreksia berkaitan dengan banyak proses penyakit

yang secara langsung menghambat atau menekan aktivitas pusat lapar atau

merangsang aktivitas pusat kenyang. Anoreksia bisa bersifat parsial atau total,

patologik, fisiologik, atau psikologik. Oleh karena anoreksia berkaitan dengan

banyak proses penyakit, maka tugas utama seorang klinikus adalah

menentukan apakah anoreksia yang terjadi pada pasiennya bersifat patologik

atau fisiologik/psikologik, dan mengoreksi penyebab utamanya.

Anoreksia dapat terjadi karena penurunan selera makan (anoreksia

sejati) atau terjadi karena faktor lain yang tidak mempengaruhi selera makan

(pseudoanoreksia, anoreksia semu). Anoreksia dapat merefleksikan keparahan


suatu penyakit.

Penurunan selera makan yang bersifat sementara dapat terjadi karena

rasa takut, latihan berat atau bahkan karena adanya perubahan pakan.

Penurunan selera makan yang berlangsung lama dapat terjadi karena

gangguan emosional. Kucing menolak makanannya bila ditempatkan jauh dari

lingkungan rumahnya. 2

Masalah Umum

pada Anjing dan Kucing

PATOFISIOLOGI

Selera makan dikontrol oleh “pusat lapar” atau “pusat makan” di nuklei

hipotalamus lateral (LHN), dihambat oleh “pusat kenyang” yang berlokasi di

nuklei ventromedial (VMN) hipotalamus. Mediator kimia yang dihasilkan oleh

rangsangan vagal atau simpatetik pada reseptor perifer dan pusat memberikan

masukan pada LHN dan VMN yang akan merubah selera makan. Rangsangan

pada LHN secara langsung akan memicu perangsangan psikik untuk mencari

dan menelan pakan dan menyebabkan hewan makan dengan lahap.

Sedangkan rangsangan pada VMN menyebabkan hewan merasa kenyang,

bahkan dalam keadaan ada rangsangan yang secara normal menimbulkan

lapar. Pusat kenyang dipercaya menghambat pusat lapar. Lesi neuronal yang

merusak VMN menyebabkan hewan tidak tertarik terhadap pakan dan

mengakibatkan hilang berat (weight loss) secara progresif.

Banyak penyakit atau gangguan mengakibatkan anoreksia. Pada

gangguan tertentu, misalnya kanker, mekanisme sesungguhnya tidak diketahui

secara keseluruhan. Untuk tujuan diagnosis, anoreksia dikatagorikan menjadi:

primer, skunder, atau semu (pseudo). 3


Masalah Umum

pada Anjing dan Kucing

Anoreksia Primer

Anoreksia primer diakibatkan oleh proses penyakit yang langsung

melibatkan pusat selera makan di hipotalamus. Kerusakan pusat selera makan

mengakibatkan anoreksia total. Kondisi yang menimbulkan ketakutan,

kecemasan, dan depresi dapat mengakibatkan anoreksia. Perubahan

lingkungan yang mengganggu aktivitas normal sehari-hari dapat juga

menyebabkan anoreksia, terutama pada kucing.

Rasa sakit yang hebat yang muncul dari bagian tubuh tertentu dapat

mengakibatkan anoreksia, karena dapat menghambat pusat selera makan.

Anoreksia Skunder

Penyakit yang menimbulkan anoreksia skunder terjadi di luar otak,

mempengaruhi saraf dan endokrin yang mengatur lapar. Pada banyak

penyakit, senyawa yang dihasilkan menghambat aktivitas pusat selera makan.

Anoreksia skunder merupakan penyebab utama dari anoreksia pada hewan.

Anoreksia umumnya berkaitan dengan mual dan muntah, karena pusatnya

saling berhubungan. Tipe rangsangan anoreksia, mual, dan muntah adalah

identik, perbedaannya hanya pada besarnya rangsangan. Rasa sakit dapat

menyebabkan anoreksia dengan menghambat rangsangan saraf pada pusat

selera makan. Rasa sakit juga menimbulkan abnormalitas psikologik yang

menghambat lapar.

Gangguan di dalam rongga abdomen seperti distensi serosa berbagai

organ abdominal menyebabkan anoreksia melalui alur saraf atau mekanisme

yang juga menimbulkan muntah. Distensi lambung dan usus halus (paling 4
Masalah Umum

pada Anjing dan Kucing

nyata distensi duodenum) akibat obstruksi menyebabkan anoreksia. Radang

hati, pankreas, lambung, usus halus, dan ginjal paling umum menyebabkan

anoreksia selain muntah. Pada kasus pyometra, senyawa toksik dari uterus

dapat menghambat pusat selera makan.

Anoreksia Semu (Pseudoanorexia)

Penyebab anoreksia pada katagori ini tidak langsung menekan keinginan

untuk makan tetapi karena akibat dari ketidakmampuan untuk mengambil,

mengunyah, atau menelan pakan. Kondisi ini begitu menyiksa karena hewan

tidak dapat makan walaupun sangat lapar. Penyebab pseudoanorexia

biasanya dapat diidentifikasi melalui pemeriksaan fisik.

Radang lokal atau luka pada bibir atau mulut, faring, atau esofagus

dapat menyebabkan penurunan masukan pakan karena adanya rasa sakit saat

makan.

PENANGANAN

Anamnesis dan pemeriksaan klinik secara cermat sangat diperlukan

untuk menentukan penyebab dari perubahan selera makan seekor hewan dan

membedakan antara perubahan yang sifatnya sementara yang disebabkan oleh

komposisi pakan, lingkungan, atau keadaan fisiologik atau psikik hewan

tersebut, dan perubahan yang disebabkan oleh penyakit.

Pada kebanyakan kasus, selera makan tidak akan kembali normal

apabila penyebabnya tidak ditangani. Oleh karena itu, tujuan pertama terapi

anoreksia adalah mengoreksi penyebab pokoknya. Walaupun penanganan 5

Masalah Umum
pada Anjing dan Kucing

definitif membutuhkan diagnosis definitif, hewan yang telah mengalami

anoreksia selama 3-5 hari harus mendapatkan nutrisi enteral atau parenteral

terlebih dahulu sampai diagnosis definitif dapat ditegakkan.

Cara yang paling efektif untuk mempertahan nutrisi bagi seekor hewan

adalah melalui komsumsi pakan. Oleh karena itu, harus dilakukan upaya agar

anjing dan kucing mau makan sebelum upaya rangsangan kimia terhadap

selera makan dilakukan, misalnya dengan mengatur komposisi diet, interval

makan, dan faktor lingkungan.

Diet

Kucing lebih memilih pakannya dibandingkan dengan anjing.

Kebanyakan kucing menyukai pakan yang basah dan hangat, walaupun ada

juga yang menyukai pakan yang kering atau agak basah. Pakan yang berbau

daging, ikan, atau keju merangsang selera makan kucing. Pakan untuk kucing

sebaiknya disediakan dalam jumlah kecil dalam beberapa kali sehari. Kucing

lebih menyukai tempak makan yang terisolasi, karena itu harus diupayakan

untuk menghindari keributan. Anjing menyukai pakan yang lebih bervariasi,

paling suka pakan yang memiliki kandungan protein dan lemak yang tinggi.

Disarankan memberikan pakan dengan bau yang kuat, misalnya pakan kucing

dalam kaleng atau pakan anjing yang dihangatkan. Beberapa anjing menyukai

makan bersama, sedangkan yang lain suka makan sendiri. Seperti pada

kucing, pakan sebaiknnya diberikan dalam jumlah kecil dalam beberapa kali. 6

Masalah Umum

pada Anjing dan Kucing

Rangsangan Kimia
Beberapa obat dikenal untuk merangsang selera makan pada anjing dan

kucing. Derivat benzodiazepin dan ciproheptadin memiliki aktivitas

merangsang selera makan jangka pendek. Diazepam efektif diberikan secara

intravena pada dosis 0,2 mg/kg, tetapi total pemberian tidak melebihi 5 mg.

Diazepam diberikan dua kali sehari. Rangsangan selera makan pada hewan

anorektik cendrung menurun dengan injeksi diazepam berkali-kali. Oksazepam

telah juga digunakan pada kucing untuk merangsang selera makan pada dosis

2,5 mg/ekor kucing PO. Efek samping diazepam dan oksazepam adalah

sedasi dan ataksia.

Ciproheptadin merangsang selera makan kucing dengan dosis 2-4

mg/kg/hari secara oral, tetapi tidak merangsang selera makan anjing. Pada

beberapa kucing dapat timbul efek samping berupa keterujuan (excitability) dan

tingkah laku agresif.

Glukokortikod merangsang selera makan secara tidak spesifik pada

anjing dan kucing. Bila tidak kontraindikasi terhadap penyakit utamanya,

prednisolon efektif merangsang selera makan pada dosis 0,25 mg/kg/hari PO.

Terapi dipertahankan selama 5-7 hari. Steroid anabolik seperti stanozolol

merangsang selera makan pada beberapa hewan, direkomendasikan pada

dosis 1-2 mg PO dua kali sehari atau 25-50 mg IM sekali seminggu.

Walaupun sedikit bukti terhadap efisiensi klinik, vitamin B telah

digunakan secara klinik untuk merangsang selera makan pada kucing. Oleh

karena memiliki kebutuhan yang tinggi terhadap vitamin B, maka penting untuk

menambahkan vitamin B secara parenteral pada kucing yang anorektik. 7

Masalah Umum

pada Anjing dan Kucing


DAFTAR PUSTAKA

Ettinger, S. J. dan E. C. Feldman. 2005. Textbook of Veterinary Internal

Medicine Vol. 1. 6th Ed. St. Louis, Missouri: Elsevier Inc.

Kahn, C. M. dan S. Line. 2008. The Merck Veterinary Manual (E-book). 9th Ed.

Whitehouse Station, N.J., USA: Merck and Co., Inc.

Lorenz, M. D., L. M. Cornelius, dan D. C. Ferguson. 1997. Small Animal

Medical Therapeutics. Philadelphia: Lippincott Raven Publisher.

Lorenz, M. D. dan L. M. Cornelius. 2006. Small Animal Medical Diagnosis. 2nd

Ed. Iowa, USA: Blackwell Publishing.

STEPTOCOCCUS PYOGENES

(STREPTOCOCCUS BETA HEMOLYTICUS GROUP A)

Anggun Aji Mukti

078114105 - kelas: C

FAMILI : Streptococcaceae

GENUS : Streptococcus

SPESIES : Streptococcus pyogenes

Manusia termasuk salah satu mahluk yang paling rentan terhadap infeksi

Streptokokus dan tidak ada alat tubuh atau jaringan dalam tubuhnya yang betul-betul

kebal. Kuman ini dapat menyebabkan penyakit epidemik antara lain scarlet fever,

erisipelas, radang tenggorokan, febris puerpuralis, rheumatic fever, dan bermacammacam penyakit
lainnya. Pasteur dan Koch menemukannya dalam nanah pada luka yang

terkena infeksi. Biakan murni baru dapat dibuat pada tahun 1883.

Morfologi dan identifikasi

Kuman berbentuk bulat atau bulat telur, kadang menyerupai batang, tersusun

berderet seperti rantai. Panjang rantai bervariasi dan sebagian besar ditentukan oleh
faktor lingkungan. Rantai akan lebih panjang pada media cair dibanding pada media

padat. Pada pertumbuhan tua atau kuman yang mati sifat gram positifnya akan hilang dan

menjadi gram negatif

Streptokokus terdiri dari kokus yang berdiameter 0,5-1 μm. Dalam bentuk rantai

yang khas, kokus agak memanjang pada arah sumbu rantai. Streptokokus patogen jika

ditanam dalam perbenihan cair atau padat yang cocok sering membentuk rantai panjang

yang terdiri dari 8 buah kokus atau lebih.

Streptokokus yang menimbulkan infeksi pada manusia adalah positif gram, tetapi

varietas tertentu yang diasingkan dari tinja manusia dan jaringan binatang ada yang

negatif gram. Pada perbenihan yang baru kuman ini positif gram, bila perbenihan telah

Anda mungkin juga menyukai