Anda di halaman 1dari 5

Osteodistrofi Ginjal1

Gangguan remodelling tulang (osteodistrofi ginjal) adalah salah satu komplikasi penyakit
ginjal kronis yang lazim. Ketergangguan ini akan tampak ketika fungsi ginjal telah separuh-
nya lenyap (HH Malluche dan MC Faugere, 1990). Keterpangkasan fungsi ginjal jelas ber-
dampak, salah satunya, mengganggu keseimbangan fosfor; dan yang lebih utama lagi ialah
penurunan kadar calcitriol dan fosfor yang tersaring (M. Yamamoto et al., 1989). Penyusutan
kadar calcitriol menyebabkan serapan kalsium berkurang, perangsangan produksi PTH, dan
kondisi hipokalsemia. Sementara, penurunan fosfor yang tersaring mengakibatkan bukan ha-
nya hipokalsemia, tetapi juga hiperfosfatemia serta perangsangan produksi PTH dan FGF-23
(K/DOQI, 2003).
Gambaran khas osteodistrofi ginjal berupa osteitis fibrosa, osteomalasia, adynamic
bone disease, atau kombinasi ketiganya. Tanda dan gejala patologis itu bukan hanya hampir
tertemukan pada semua pengidap penyakit ginjal kronis, tetapi juga sudah mulai tampak pada
penyandang CKD yang belum mencapai stadium 3. Itulah sebabnya mengapa penanganan
masalah tulang akibat gangguan ginjal ini mesti disegerakan meskipun nilai kreatinin belum
meninggi.
Osteodistrofi ginjal adalah dampak sekunder hiperparatiroidism; yang dipresipitasi
oleh pengaruh gabungan retensi fosfat, keadaan hipokalsemia, dan defisiensi vitamin D.
Namun demikian, ketiga faktor ini juga berkemampuan menimbulkan gangguan secara
sendiri-sendiri. Bagaimanapun, mekanisme keterjadian osteodistrofi ginjal ini sebetulnya
belum terjelaskan secara sempurna.
Namun demikian, perlenyapan fungsi ini bukan tidak mungkin tercegah. Dengan me-
mantau keseimbangan kalsium dan fosfat, mengendalikan kondisi hiperparatiroidism, menen-
tukan kadar kalsium dan fosfor di dalam serum, serta memeriksa derajat hormon paratiroid
yang masih utuh (intact), laju perjalanan osteodistrofi pun (setidaknya) bisa diperlambat (NA
Hamdy et al., 1995). ….(caranya…?)

Frekuensi pengukuran PTH, Ca, P


berdasarkan stadium PGK
Frekuensi pengukuran
PGK GFR
PTH Ca/P
3 30-59 Tiap 12 bulan Tiap 12 bulan
4 15-29 Tiap 3 bulan Tiap 12 bulan
5 <15/dialisis Tiap 3 bulan Tiap bulan

Kadar hormon paratiroid yang utuh dapat diperiksa dengan immunoradiometric


assay (IRMA) atau immunochemiluminometric assay (ICMA). Lazimnya, pemeriksaan
dengan ke-dua cara ini diberlakukan jika gradasi kerusakan ginjal telah sampai pada stadium
3 hingga 4. Penyakit tulang ini sudah sangat kasat mata bila PGK telah tercampak pada
stadium 5, dan seluruh penderita PGK pasti mengalami osteodistrofi manakala dialisis sudah
terjalani.
Kadar PTH mulai naik ketika nilai GFR telah turun di bawah angka 60 mL/min/1,73
2
m , sementara penanda penyakit tulang akibat keadaan hiperparatiroidism ini akan terlihat
bila PGK telah memasuki stadium 3. Hiperparatiroidism ini semakin menggejala sejalan
dengan pemburukan fungsi ginjal. Oleh karena itu, pemeriksaan kadar PTH, kalsium, dan
1
Daerah spesifik yang biasanya terkena, antara lain, ialah leher, persendian, paha, dan tulang belakang
wilayah lumbal.

1
fosfor harus dilakukan begitu GFR telah terjun ke bawah angka 60 mL/min/1,73 m 2. Semen-
tara frekuensi pengukuran bergantung pada derajat kerusakan ginjal (lihat tabel “Frekuensi
pengukuran PTH, Ca, P berdasarkan stadium PGK”).
Kondisi gagal ginjal bersisian dengan perubahan kerja dan metabolism calcitriol.
Perubahan ini berperan penting dalam patogenesis osteodistrofi ginjal, serta gejala lain aki-
bat penyakit ginjal. Fungsi kalsitriol menyusut begitu fungsi ginjal tereduksi karena interaksi
reseptor-hormon berubah, jumlah reseptor berkurang, atau

Patogenesis
Banyak faktor yang tertali dengan keterjadian osteodistrofi pada penderita PGK (lihat tabel
”Faktor yang sangat berpengaruh dalam terjadinya osteodistrofi pada penderita PGK”.
Namun demikian, masih ada faktor lain (bukan PGK) yang juga berperan dalam pencitraan
kelainan ini. Faktor-faktor itu ialah usia tua, pascamenopause, ras, defisiensi vitamin D, obat
yang mengganggu metabolisme vitamin D, proses keganasan (kanker yang bermetastasis atau
tidak), dan terlalu lama tidak bergerak.

Faktor yang berpengaruh dalam keterjadian


osteodistrofi pada penderita PGK
Keterpaparan dengan aluminium jangka panjang
Pengobatan dengan glukokortikoid
Pernah menjalani paratiroidektomi
Pengobatan dengan vitamin D
Diabetes mellitus
β2-Mikroglobulinemia amiloidosis
Metabolik asidosis
Hipofosfatemia sekunder akibat pembatasan fosfat
secara agresif, atau penggunaan phosphate binder
secara berlebihan.
Sumber: DJ Sherrard et al, 1993;

Hiperparatiroidism sekunder beserta peningkatan kadar PTH darah sebagai imbas da-
ri keberlebihan fosfat (hiperfosfatemia) terjadi melalui, paling tidak, 3 jalur. Ketiga jalur itu
ialah (1) penurunan kadar ion kalsium, (2) gangguan produksi 1,25(OH) 2D3, dan (3) penga-
ruh langsung terhadap sekresi PTH (E Slatopolsky et al., 1996). Hiperfosfatemia yang ber-
langsung lama mengakibatkan kalsifikasi jaringan lunak dan sel-sel otot polos buluh darah.
Angka kematian dan kesakitan penderita PGK meningkat sejalan dengan lamanya kondisi ke-
berlebihan fosfat ini berlangsung. Itulah sebabnya mengapa kadar fosfat dalam darah pen-
derita PGK tidak boleh dibiarkan tinggi terlalu lama, dan mesti secepatnya dikembalikan ke
nilai normal (SJ Marchais et al., 1999).
Kadar serum fosfat dan mutu kehidupan seseorang telah nyata tertaut erat. Pembesar-
an kadar serum fosfat hingga melampaui angka 6,2 mg/l berdampak sebagai peningkatan te-
kanan darah dan pertambahan beban kerja jantung (SJ Marchais et al., 1999). Dengan demi-
kian, kadar fosfat penderita PGK harus dikendalikan sampai batasan 2,7 hingga 4,6 mg/dl
(PGK stadium 3 dan 4) dan 3,5 sampai 5,5 mg/dl (PGK derajat 5).
Pada kenyataanya, target ini teramat sulit digapai: kurang dari 30% penderita PGK
yang menjalani dialisis berhasil mempertahankan nilai serum fosfat yang ditargetkan. Keber-
hasilan ini ternyata ditentukan oleh ketaatan pasien: sesuatu hal yang bergantung pada keter-
aturan konsultasi pasien dengan ahli gizi, piranti pendidikan untuk menambah ketaatan pasi-

2
en, ketersediaan dan akses terhadap phosphate binder, dan kelayakan teknik dialisis dalam
mempertahankan nilai normal fosfat.
Keterkandungan P dalam makanan berbasis protein
Rasio
Jenis makanan URT P (mg) Prt (g)
P/Prot
Kidney beans 1 cup 251 15 16,7
Lima beans 1 cup 209 15 13,9
Boiled soybeans 1 cup 421 29 14,5
Roasted soybeans 1 cup 624 61 10,2
Cheddar cheese 1 oz 145 7 20,7
Swiss cheese 1 oz 171 8 21,4
Buttermilk 1 cup 219 8 27,4
Whole Milk 1 cup 227 8 28,4
Milk 2% 1 cup 231 8 29,0
Nonfat milk 1 cup 247 8 30,9
Nonfat yogurt 1 oz 177 6 29,5
Salmon 3 oz 282 21 13,4
Shrimp 3 oz 116 18 6,4
Liver beef 3 oz 392 23 17,0
Chicken egg (large) 3 oz 86 6 14,3
Chicken (breast) 3 oz 196 27 7,3
Chicken (thigh) 3 oz 148 22 6,7
Ham 3 oz 239 19 12,6
Almond 1 oz 139 6 23,2
Peanut butter 1 tb 101 8 12,6
Walnut 1 oz 98 4 24,5
Coffe instant 1 tsp 4,5 0 -
Cola 12 oz 44 0 -
Keterangan: tb = table spoon; tsp = tea spoon
1 oz =

Pemeriksaan
Pemeriksaan kadar kalsium, fosfat, atau PTH belum diperlukan bagi pengidap PGK stadium
1 atau 2, kecuali tercurigai telah terjadi reduksi kepadatan mineral tulang (mineral bone den-
sity). Kadar kalsium dan fosfat

Penanganan
Penataan diet secara intensif, berupa penambahan, atau pengurangan, asupan pangan yang
berkadar fosfat tinggi, sesungguhnya tidak diperlukan oleh para penderita PGK yang baru
menapaki jenjang kerusakan derajat 1 hingga 3, meskipun retensi fosfat bisa terjadi begitu
dini: mungkin pada stadium1, namun pasti pada stadium 2. (ref: …?)
Serum kreatinin, atau penjernihan kreatinin (creatinine clearance) bisa dijadikan pe-
nanda kalau kadar fosfor telah meninggi: penurunan fungsi ginjal tertaut dengan peningkatan
kadar fosfat. Ketertautan ini menjadi terang benderang manakala fungsi ginjal telah terpatri
pada stadium 4, dan penjernihan kreatinin terpuruk pada angka 20-30 ml/menit/1,73m 2 (DJ
Hosking dan MJ Chamberlain, 1973). Sayang sekali, temuan ini banyak mengundang debat,
karena ada pasien yang terperiksa berserum fosfat tinggi sementara nilai penjernihan
kreatinin masih rendah, karena massa otot mereka kecil. Namun bagaimanapun, asupan fosfat
mesti segera dibatasi ketika konsentrasi PTH mulai merangkak naik, dan/atau kadar fosfat
serum meninggi pada setiap stadium PGK.

3
Agar lebih jelas, bahwa peningkatan kadar fosfat serum mencerminkan kegagalan
respons kompensasi normal ginjal untuk memperbesar eskresi fosfat akibat peningkatan hor-
mon paratiroid. Telah jelas pula, bahwa kemampuan ginjal mereabsorpsi fosfat telah menca-
pai kapasitas maksimum ketika penjernihan kreatinin menapaki angka 20–30 ml/menit/1,73
m2. Eksresi fosfat tidak akan bertambah, meskipun fosfat serum terus meninggi, manakala
fungsi ginjal semakin memburuk.
Kebanyakan (tentu saja tidak semua) penderita PGK merasakan keefektifan pemba-
tasan asupan fosfat; yang diramu dengan pemberian suplementasi kalsium, vitamin D, atau
pengikat fosfat (phosphate binder); meskipun masih bermasalah dalam hal ketaatan. Pengikat
fosfat harus digunakan seandainya kadar fosfor dan/atau PTH belum terkendali dengan hanya
pembatasan diet (lihat tabel .. : “Contoh preparat pengikat fosfat”).

Kandungan fosfat dalam makanan


Tinggi (>200 mg P/100 g) Produk susu, daging, ikan,
buah kering dan coklat.
Sedang (>100 - <200 mg P/100 g) Serealia, legume.
Rendah (<100 mg P/100 g) Sayuran dan buah.

Kefektifan pembatasan asupan fosfat dari makanan terhadap dinilai berdasarkan em-
pat kriteria, yaitu mutu kehidupan, kematian, fungsi ginjal, serta metabolisme tulang dan
mineral. Sebagian peneliti (R Schmicker et al., 1987) membuktikan kalau pembatasan ini
tidak berpengaruh kuat terhadap mutu pekerjaan. Namun peneliti lain (NC Milas et al., 1995)
menuliskan bahwa pengidap PGK derajat 3-4 dengan asupan protein rendah terlihat kurang
memiliki kemampuan sosialisasi.
Sementara pengaruh terhadap kematian belum terjelaskan, pembatasan asupan fosfat
ternyata mampu menyetabilkan fungsi ginjal (AM Wingen et al., 1997). Sayang sekali, pen-
dapat para ahli tentang pengaruh pembatasan ini terhadap metabolisme mineral dan tulang
masih kontroversi. Sebagian (MD Mahmoud et al., 1989) menyimpulkan kalau pembatasan
fosfat tidak berpengaruh secara bermakna baik terhadap kadar alkalin fosfatase; kadar PTH,
kalsium, dan fosfat serum; maupun eskresi fosfat ke dalam urin. Sementara sebagian yang
lain (F Llach F dan SG Massry, 1985) melaporkan perbaikan bermakna dalam reabsorpsi dan
mineralisasi tulang; di samping penurunan kadar PTH (meski tidak disertai dengan perubahan
kadar fosfat, pengurangan alkalin fosfatase, dan eksresi fosfat ke dalam urin secara bermak-
na), pertambahan serapan kalsium di dalam usus.

Contoh preparat pengikat fosfat


Calcium carbonate
Perkiraan % Ca yang terserap ± 20 – 30 %.
P (mg) terikat per mg Ca++ yang terserap 1 mg P per 8 mg Ca.
Perkiraan kemampuan ikat ± 39 mg P per 1 g Ca.
Hiperkalsemia, kalsifikasi jaringan
Efek sampingan lunak, konstipasi (dan gejala saluran
cerna lain).
Calcium acetate
Bersama makan utama: 21 ± 1%.
Perkiraan % Ca yang terserap
Antara 2 waktu makan: 40 ± 4%.
P (mg) terikat per mg Ca++ yang terserap 1 mg P per 1-2,9 mg Ca.
Perkiraan kemampuan ikat ± 49 mg P per 1 g Ca.
Efek sampingan Hiperkalsemia, kalsifikasi jaringan

4
lunak, gejala saluran cerna.

Untuk memerangi kelebihan fosfat dengan jalan pembatasan diet memang bukan per-
kara gampang, karena ketaatan pasien (meski diterapkan pada pasien rawat inap) terhadap
santapan dengan keterbatasan ini terbukti amat rendah. Ketidaktaatan ini berpangkal pada
keengganan pasien bersantap karena makanan yang berkandungan fosfat rendah tidak mener -
bitkan selera (lihat table “Contoh-contoh yang berkandungan fosfat rendah”). Su …
Besaran dosis binder ini tidak bisa dipastikan: mesti melalui proses trial and error.
Contoh penghitungan pada tabel didasarkan pada rataan fosfat yang terserap, penjernihan
akibat dialisis, serta kemampuan ikat binder terpilih; sementara potensi perikatan ini terpe-
ngaruh oleh keasaman (pH) lingkungan. Oleh karena itu, dosis harus dipantau dan disesuai-
kan dengan respons perorangan.

Anda mungkin juga menyukai