Anda di halaman 1dari 31

“LEASING SEBAGAI SENJATA USAHA MIKRO KECIL DAN

MENENGAH (UMKM)”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Matakuliah Bank dan Lembaga


Keuangan

DISUSUN OLEH :
LIDYA MARSELINA (21)
MARCEL RIVALDY (23)
MARGARETHA GISELLA SANDINA (25)
MIA CICILIA (27)
MUHAMAD SYOFRINALDI (29)

PPA BCA 38

2017

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan
kemampuan, kekuatan, serta keberkahan baik waktu, tenaga, maupun pikiran kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan paper yang berjudul “Leasing sebagai senjata Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM)” tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan hambatan
akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak tantangan itu bisa teratasi. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam
penyusunan paper ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada penulisan paper ini. Maka
dari itu, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan dari pembaca sekalian.
Penulis berharap semoga paper ini dapat bermanfaat bagi siapa saja yang membacanya.

Sentul, 6 Maret 2017

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Pembangunan merupakan suatu proses dalam mewujudkan cita-cita bangsa, yaitu
mewujudkan masyarakat makmur secara adil dan merata. Pembangunan ekonomi adalah
sebuah usaha untuk meningkatkan taraf hidup bangsa. Salah satu cara mengukur peningkatan
tersebut adalah dapat dilihat dari pendapatan nasional suatu negara. Ukuran pendapatan
nasional yang sering digunakan adalah produk domestik bruto. Apabila PDB-nya mengalami
peningkatan, maka dapat dikatakan bahwa perekonomian suatu negara menjadi lebih baik
dibandingkan dengan tahun sebelumnya.

Untuk menuju pada tingkat itu, saat ini mulai dikembangkan strategi-strategi
pemberdayaan. Salah satu bentuk pemberdayaan yang ada di Indonesia adalah Usaha Mikro
Kecil dan Menengah (UMKM). Sektor ini dapat menyerap tenaga kerja dengan jumlah yang
cukup besar dan memberi peluang untuk turut terjun dalam persaingan dengan perusahaan-
perusahaan yang pada awalnya menggunakan modal yang besar. UMKM mampu menjadi
penggerak perekonomian ketika krisis melanda. Namun, dilain pihak, UMKM seringkali
mengalami berbagai kendala, terutama berkaitan dengan masalah pembiayaan. Keterbatasan
modal kerja seringkali menjadi penghambat dalam perkembangan industri di Indonesia.

Berbagai upaya untuk meningkatkan pembiayaan usaha telah dilakukan dengan


adanya berbagai penetapan kebijakan oleh pihak pemerintah. Hal inilah yang membuat
UMKM merasa sangat terbantu untuk mengembangkan usaha mereka. Pemerintah, melalui
kebijakannya, memberikan kemudahan-kemudahan dalam kegiatan yang berguna untuk
pembiayaan ataupun penambahan modal untuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah.

UMKM tidak hanya bergantung pada pemerintah untuk hal pembiayaan usaha.
Terdapat pula pihak-pihak lain yang dimungkinkan memberikan bantuan kepada UMKM
tersebut. Untuk itu, dengan adanya pihak-pihak yang berpartisipasi aktif yaitu pemerintah,
swasta, dan masyarakat, maka Usaha Kecil dan Menengah dapat digunakan sebagai salah
satu alternatif masalah kemiskinan, khususnya dalam rangka menampung tenaga kerja.

Untuk mengatasi permasalahan keterbatasan dana dalam pembiayaan UMKM, banyak


cara yang dapat dilakukan. Pembiayaan untuk barang-barang modal dapat dilakukan dengan
mengadakan pinjaman. Tetapi, tidak cukup dengan jenis pembiayaan seperti itu saja. Semakin
menjamurnya UMKM membuat para pengusaha lemah menjadi sulit untuk ikut berperan
dalam pembangunan di Indonesia. Untuk itu, muncullah sebuah lembaga pembiayaan yang
seringkali dikenal dengan “leasing”.
Leasing bukan sebuah hal baru. Belakangan, leasing menjadi solusi cerdas dan tepat
untuk pembiayaan. Berbagai keuntungan yang ditawarkan kepada para pengusaha menjadi
salah satu alasan kebangkitan perekonomian di Indonesia karena kemudahan yang lebih
untuk pendanaan dalam usaha. Fitur-fitur yang disediakan dari leasing membuka pintu bagi
para pengusaha yang pandai melihat peluang untuk mengembangkan usaha mereka.

Dalam perwujudannya, leasing adalah suatu usaha dimana kegiatannya adalah


membiayai penyediaan barang-barang modal, yang digunakan perusahaan selama jangka
waktu tertentu, dengan pembayaran berkala sejumlah tertentu, dan disertai hak opsi dimana
perusahaan berkesempatan untuk memiliki barang tersebut atau memperpanjang kontrak
leasing.

Tidak hanya menawarkan beragam kelebihan, leasing juga memiliki beberapa


kelemahan yang bisa merugikan perusahaan yang kurang bisa memanfaatkan peluang dengan
adanya leasing. Ada beberapa hal yang harus dipertimbangkan dengan matang untuk memilih
alternatif pembiayaan, seperti membandingkan antara leasing dan pinjaman dari bank. Jika
kurang cermat dalam memilih alternatif, perusahaan bisa mengalami kerugian dan akan
berakibat kepada kebangkrutan. Untuk itu, penulis merasa bahwa topik ini sangat menarik
untuk dibahas karena memberikan pembaca pemahaman lebih tentang keuntungan dan
kelebihan leasing secara lebih nyata atau sesuai dengan judul paper ini, “Leasing sebagai
senjata Usaha Kecil dan Menengah.”
1.2 Rumusan Masalah
Permasalahan yang dihadapi terkait paper ini, yaitu:
1. Mengapa penting bagi UMKM untuk mempertimbangkan leasing sebagai fasilitas
pembiayaan?
2. Apakah yang menjadi hambatan UMKM dalam menggunakan fasilitas leasing dan
bagaimana cara mengatasi hambatan tersebut?
3. Bagaimanakah pertumbuhan UMKM dan juga Leasing dalam beberapa tahun terakhir
dan perkiraan di tahun 2017?
4. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia yang disebabkan oleh UMKM dan Leasing

1.3 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penulisan makalah ini ini adalah:
1. Mengetahui pentingnya UMKM untuk mempertimbangkan leasing sebagai fasilitas
pembiayaannya
2. Memahami hambatan UMKM dalam menggunakan fasilitas leasing dan menemukan
cara mengatasi hambatan tersebut
3. Mengetahui petumbuhan UMKM dan Leasing serta perkiraannya di tahun 2017.
4. Mengetahui perkembangan Ekonomi Indonesia yang disebabkan oleh UMKM dan
Leasing

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Leasing


Leasing atau sewa-guna-usaha adalah setiap kegiatan pembiayaan perusahaan dalam
bentuk penyediaan barang-barang modal untuk digunakan oleh suatu perusahaan untuk
jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-pembayaran secara berkala disertai dengan
hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli barang-barang modal yang bersangkutan
atau memperpanjang jangka waktu leasing berdasarkan nilai sisa uang yang telah disepakati
bersama. Dengan melakukan leasing perusahaan dapat memperoleh barang
modal dengan jalan sewa beli untuk dapat langsung digunakan berproduksi, yang dapat
diangsur setiap bulan, triwulan atau enam bulan sekali kepada pihak lessor.

Melalui pembiayaan leasing perusahaan dapat memperoleh barang-barang modal


untuk operasional dengan mudah dan cepat. Hal ini sungguh berbeda jika kita mengajukan
kredit kepada bank yang memerlukan persyaratan serta jaminan yang besar. Bagi perusahaan
yang modalnya kurang atau menengah, dengan melakukan perjanjian leasing akan dapat
membantu perusahaan dalam menjalankan roda kegiatannya. Setelah jangka leasing selesai,
perusahaan dapat membeli barang modal yang bersangkutan. Perusahaan yang memerlukan
sebagian barang modal tertentu dalam suatu proses produksi secara tibatiba, tetapi tidak
mempunyai dana tunai yang cukup, dapat mengadakan perjanjian leasing untuk
mengatasinya. Dengan melakukan leasing akan lebih menghemat biaya dalam hal
pengeluaran dana dibanding dengan membeli secara tunai.

Di Indonesia leasing baru dikenal melalui surat keputusan bersama Menteri Keuangan
dan Menteri Perdagangan Republik Indonesia dengan No.KEP-122/MK/IV/2/1974,
No.32/M/SK/2/1974, dan No.30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 tentang perizinan usaha
leasing. Sejalan dengan perkembangan waktu dan perekonomian Indonesia permasalahan
yang melibatkan leasing semakin banyak dan kompleks. Mulai dari jenis leasing yang paling
sederhana sampai yang rumit. Perbedaan jenis leasing menyebabkan perbedaan dalam
pengungkapan laporan keuangan, perlakuan pajak dan akibatnya pada pajak penghasilan
badan akhir tahun. Capital lease dan operating lease sama-sama dikenakan pajak
pertambahan nilai, sedangkan untuk operating lease disamping dikenakan pajak pertambahan
nilai juga dikenakan pemotongan pajak penghasilan pasal 23, hal ini karena diperlakukan
sebagai sewa menyewa biasa. Biaya-biaya yang berkaitan dengan transaksi lease dianggap
sebagai biaya usaha bagi pihak lessee.

Munculnya lembaga leasing merupakan alternatif yang menarik bagi para pengusaha
karena saat ini mereka cenderung menggunakan dana rupiah tunai untuk kegiatan operasional
perusahaan. Melalui leasing mereka bisa memperoleh dana untuk membiayai pembelian
barang-barang modal dengan jangka waktu pengembalian antara tiga tahun hingga lima tahun
atau lebih. Disamping hal tersebut di atas para pengusaha juga memperoleh keuntungan-
keuntungan lainnya seperti kemudahan dalam pengurusan, dan adanya hak opsi.
Suatu keuntungan lain jika ditinjau dari laporan keuangan fiskal adalah transaksi
capital lease diperhitungkan sebagai operational lease pembayaran lease dianggap sebagai
biaya mengurangi pendapatan kena pajak. Tetapi tidak begitu halnya jika ditinjau dari segi
komersial. Secara umum leasing artinya Equipment funding, yaitu pembiayaan
peralatan/barang modal untuk digunakan pada proses produksi suatu perusahaan baik secara
langsung maupun tidak langsung.

Pengertian leasing menurut surat Keputusan Bersama Menteri Keuangan dan Menteri
Perdagangan dan Industri Republik Indonesia No. KEP- 122/MK/IV/2/1974, Nomor
32/M/SK/2/1974, dan Nomor 30/Kpb/I/1974 tanggal 7 Februari 1974 adalah: ”Setiap
kegiatan pembiayaan perusahaan dalam bentuk penyediaan barang-barang modal untuk
digunakan oleh suatu perusahaan untuk jangka waktu tertentu, berdasarkan pembayaran-
pembayaran secara berkala disertai dengan hak pilih bagi perusahaan tersebut untuk membeli
barang-barang modal yang bersangkutan atau memperpanjang jangka waktu leasing
berdasarkan nilai sisa uang telah disepakati bersama”.

2.2 Penggolongan Perusahaan Leasing


Perusahaan leasing dalam menjalankan kegiatan usahanya dapat digolongkan ke dalam 3
kelompok, yaitu:
a) Independent Leasing Company
Perusahaan leasing jenis ini mewakili sebagian besar dari industri leasing. Perusahaan
tipe ini berdiri sendiri atau independen dari supplier yang mungkin dapat sekaligus sebagai
pihak produsen barang dan dalam memenuhi kebutuhan barang modal nasabahnya (lessee),
perusahaan dapat membelinya dari berbagai supplier atau produsen kemudian di-lease
kepada pemakai. Lembaga keuangan yang terlibat dalam kegiatan usaha leasing, misalnya
bank-bank, dapat pula disebut sebagai lessor independen. Banyak lembaga keuangan yang
bertindak sebagai lessor tidak hanya memberikan pembiayaan leasing kepada lessee tetapi
juga memberikan pendanaan kepada perusahaan leasing. Di samping itu lessor independen
dapat pula memberikan pembiayaan kepada supplier (manufacturer) yang sering disebut
dengan vendor program.
b) Captive Lessor
Captive lessor akan tercipta apabila supplier atau produsen mendirikan perusahaan
leasing sendiri untuk membiayai produk-produknya. Hal ini dapat terjadi apabila supplier
berpendapat bahwa dengan menyediakan pembiayaan leasing sendiri akan dapat
meningkatkan kemampuan penjualan melebihi tingkat penjualan dengan menggunakan
pembiayaan tradisional. Captive lessor ini sering pula disebut dengan two-party lessor. Pihak
pertama terdiri atas perusahaan induk dan anak perusahaan leasing (subsidiary) dan pihak
kedua adalah lessee atau pemakai barang.
c) Lease Broker atau Packager
Bentuk akhir dari perusahaan leasing adalah lease broker atau packager. Broker leasing
berfungsi mempertemukan calon lessee dengan pihak lessor yang membutuhkan suatu barang
modal dengan cara leasing. Broker leasing biasanya tidak memiliki barang atau peralatan
untuk menangani transaksi leasing untuk atas namanya. Di samping itu perusahaan broker
leasing memberikan satu atau lebih jasa-jasa dalam usaha leasing tergantung apa yang
dibutuhkan dalam suatu transaksi leasing.

2.3 Teknik-teknik Pembiayaan Leasing

Teknik pembiayaan leasing dapat dilihat dari jenis transaksi leasing yang secara garis besar
dapat dibagi dua kategori pembiayaan yaitu:
A. Finance Lease
Teknik pembiayaan menurut finance lease ini, perusahaan leasing sebagai lessor adalah
pihak yang membiayai penyediaan barang modal. Penyewa guna usaha (lessee) biasanya
memilih barang modal yang dibutuhkan dan atas nama perusahaan leasing, sebagai pemilik
barang modal tersebut, melakukan pemesanan, pemeriksa serta pemeliharaan barang modal
yang menjadi objek transaksi leasing. Selama masa leasing, lessee melakukan pembayaran
sewa secara berkala di mana jumlah seluruhnya ditambah dengan pembayaran nilai sisa
(residual value). Kalau ada, akan mencakup pengembalian harga perolehan barang modal
yang dibiayai serta bunganya, yang merupakan pendapatan perusahaan leasing.
Ciri-ciri Finance Lease antara lain objek leasing tetap milik lessor sampai dilakukannya
hak opsi, barang modal bisa dalam bentuk barang bergerak atau tidak bergerak, masa sewa
barang modal sama dengan umur ekonomisnya, jumlah lease payment sama dengan jumlah
biaya perolehan ditambahkan biaya-biaya lainnya dan spread, lessor tidak dapat secara
sepihak mengakhiri masa kontrak (non-cancellable), atau kena denda, disertai hak opsi beli
sesuai dengan residual value, lessor tidak boleh menyusutkan barang modal, angsuran
leasing tidak dikenakan PPN dan PPh Pasal 23. Selanjutnya, finance lease dapat dibagi dalam
beberapa bentuk transaksi sebagai berikut:
o Direct Financial Lease
Transaksi leasing dalam bentuk direct financial lease (true lease) merupakan suatu bentuk
transaksi leasing di mana lessor membeli suatu barang atas permintaan pihak lessee dan
sekaligus menyewagunausahakan barang tersebut kepada lessee yang bersangkutan.
Ciri-ciri direct financial lease adalah lessee sebelumnya tidak memilki barang modal
(kebalikan dengan sale and lease back), pembelian barang oleh lessor semata-mata untuk
kebutuhan lessee, penentuan spesifikasi barang, harga dan supplier dapat dilakukan oleh
lessee, tujuan utama lessee semata-mata untuk mendapatkan financing untuk tujuan proses
produksi atau peningkatan kapasitas produksi.
o Sale and Lease Back
Pada prinsipnya adalah pihak lessee sengaja menjual barang modalnya kepada lessor untuk
kemudian dilakukan kontrak sewa guna usaha atas barang tersebut antara lessor dengan
lessee yang dalam hal ini sebagai pihak yang menjual barang untuk digunakan selama masa
lessee yang disetujui kedua pihak. Metode leasing ini dimaksudkan untuk memperoleh
tambahan dana untuk modal kerja. Jadi transaksi leasing disini bersifat refinancing.
o Leveraged Lease
Pada prinsipnya leveraged lease merupakan salah satu teknik pembiayaan dalam finance
lease yang digunakan lessor. Dalam leveraged lease, umumnya menyangkut masalah-
masalah antara lain: merupakan direct finance lease, melibatkan 3 pihak yaitu: lessor, lessee,
pemberi kredit jangka panjang, lessor menyediakan suatu porsi pembiayaan terhadap harga
barang yang akan di-lease biasanya berkisar 20%-40%, kreditor jangka panjang, biasanya
lembaga keuangan misalnya bank yang akan menyediakan pembiayaan sebesar 60% - 80%
dari total biaya barang, dalam pengadaan barang lease, dilakukan dengan membelinya dari
pabrik atau supplier/dealer, kemudian di-lease kepada lessee.
o Syndicated Lease
Adalah pembiayaan leasing yang dilakukan oleh lebih dari satu lessor atas suatu objek
leasing. Terjadi apabila lessor karena alasan-alasan risiko tidak bersedia atau karena alasan
tidak memiliki kemampuan pendanaan untuk menutup sendiri suatu transaksi leasing yang
nilainya cukup besar yang dibutuhkan oleh lessee.
o Cross Border Lease
Adalah transaksi leasing yang dilakukan di luar batas suatu negara yaitu negara di mana
lessor berkedudukan berbeda dengan negara lessee. Jenis transaksi leasing ini kadang-kadang
disebut pula sebagai leasing lintas negara atau transaksi leasing internasional karena transaksi
yang dilakukan melibatkan dua negara yang berbeda.
o Vendor Program
Disebut juga vendor lease adalah suatu metode penjualan yang dilakukan oleh produsen
atau leader di mana perusahaan leasing memberikan atau menyediakan fasilitas leasing
kepada pembeli barang.
B. Operating Lease
Leasing dalam bentuk ini, lessor sengaja membeli barang modal dan selanjutnya di-lease-
kan kepada lessee. Berbeda dengan finance lease, dalam operating lease jumlah seluruh
pembayaran berkala tidak mencakup jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memperoleh
barang modal tersebut berikut dengan bunganya. Perbedaan ini disebabkan perusahaan
leasing mengharapkan keuntungan justru dari penjualan barang modal yang di-lease-kan atau
melalui beberapa kontrak leasing lainnya. Operating lease dalam pelaksanaannya
membutuhkan suatu keahlian khusus terutama untuik pemeliharaannya dan pemasaran
kembali barang modal yang di-lease-kan tersebut.
Digolongkan operating lease apabila memenuhi kriteria, yaitu jumlah pembayaran
leasing selama masa leasing pertama tidak dapat menutupi perolehan barang modal yang di-
lease-kan ditambah keuntungan yang diperhitungkan oleh lessor, dan perjanjian leasing tidak
memuat ketentuan mengenai hak opsi bagi lessor.

2.3 UMKM di Indonesia


Dalam menghadapi persaingan di abad ke-21, UMKM dituntut untuk melakukan
restrukturisasi dan reorganisasi dengan tujuan untuk memenuhi permintaan konsumen yang
makin spesifik, berubah dengan cepat, produk berkualitas tinggi, dan harga yang murah .
Salah satu upaya yang dapat dilakukan UMKM adalah melalui hubungan kerjasama dengan
Usaha Besar (UB). Kesadaran akan kerjasama ini telah melahirkan konsep supply chain
management (SCM) pada tahun 1990-an. Supply chain pada dasarnya merupakan jaringan
perusahaan-perusahaan yang secara bersama-sama bekerja untuk menciptakan dan
menghantarkan suatu produk ke tangan pemakai akhir. Pentingnya persahabatan, kesetiaan,
dan rasa saling percaya antara industri yang satu dengan lainnya untuk menciptakan ruang
pasar tanpa pesaing, yang kemudian memunculkan konsep blue ocean strategy.

Kemitraan dengan UB begitu penting buat pengembangan UMKM. Kunci


keberhasilan UMKM dalam persaingan baik di pasar domestik maupun pasar global adalah
membangun kemitraan dengan perusahaan-perusahaan yang besar. Pengembangan UMKM
memang dianggap sulit dilakukan tanpa melibatkan partisipasi usaha-usaha besar. Dengan
kemitraan UMKM dapat melakukan ekspor melalui perusahaan besar yang sudah menjadi
eksportir, baru setelah merasa kuat dapat melakukan ekspor sendiri. Disamping itu, kemitraan
merupakan salah satu solusi untuk mengatasi kesenjangan antara UMKM dan UB. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa tumbuh kembangnya UMKM di Indonesia tidak terlepas
dari fungsinya sebagai mitra dari UB yang terikat dalam suatu pola kemitraan usaha.

Manfaat yang dapat diperoleh bagi UMKM dan UB yang melakukan kemitraan
diantaranya adalah (1).meningkatkatnya produktivitas, (2).efisiensi, (3).jaminan kualitas,
kuantitas, dan kontinuitas, (4).menurunkan resiko kerugian, (5).memberikan social benefit
yang cukup tinggi, dan (6).meningkatkan ketahanan ekonomi secara nasional. Kemanfaatan
kemitraan dapat ditinjau dari 3 (tiga) sudut pandang. Pertama, dari sudut pandang ekonomi,
kemitraan usaha menuntut efisiensi, produktivitas, peningkatan kualitas produk, menekan
biaya produksi, mencegah fluktuasi suplai, menekan biaya penelitian dan pengembangan, dan
meningkatkan daya saing. Kedua, dari sudut moral, kemitraan usaha menunjukkan upaya
kebersamaan dam kesetaraan. Ketiga, dari sudut pandang soial-politik, kemitraan usaha dapat
mencegah kesenjangan sosial, kecemburuan sosial, dan gejolah sosial-politik. Kemanfaatan
ini dapat dicapai sepanjang kemitraan yang dilakukan didasarkan pada prinsip saling
memperkuat, memerlukan, dan menguntungkan.

Keberhasilan kemitraan usaha sangat ditentukan oleh adanya kepatuhan di antara


yang bermitra dalam menjalankan etika bisnisnya. Pelaku-pelaku yang terlibat langsung
dalam kemitraan harus memiliki dasar-dasar etikan bisnis yang dipahami dan dianut bersama
sebagai titik tolak dalam menjalankan kemitraan. Menurut Keraf (1995) etika adalah sebuah
refleksi kritis dan rasional mengenai nilai dan norma moral yang menentukan dan terwujud
dalam sikap dan pola perilaku hidup manusia, baik sebagai pribadi maupun sebagai
kelompok. Dengan demikian, keberhasilan kemitraan usaha tergantung pada adanya
kesamaan nilai, norma, sikap, dan perilaku dari para pelaku yang menjalankan kemitraan
tersebut.
Alokasi kredit kepada Korporasi dan Usaha Mikro Kecildan Menengah (UMKM),
masih dibawah threshold 20% yaitu sebesar 18,37%, meningkat dibandingkan periode
sebelumnya. Porsi penyaluran kredit UMKM terpusat pada sektor perdagangan besar dan
eceran sebesar 53,95%, diikuti oleh industri pengolahan sebesar 10,58%, dan pertanian,
perburuan dan kehutanan sebesar 8,40%.

Sementara dilihat dari rasio NPL UMKM dari ketiga sektor tersebut, NPL tertinggi
terdapat pada sektor pertanian sebesar 4,57%, diikuti sektor perdagangan besar dan eceran
serta industri pengolahan masing-masing sebesar 4,45% dan 3,92%. Penyebaran penyaluran
UMKM sebagian besar terpusat di pulau Jawa dan Sumatera, dimana total porsi lima provinsi
terbesar (DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Sumatera Utara) sebesar
58,22%. Adapun kelima provinsi tersebut yang memiliki porsi penyaluran UMKM terbesar
antara lain DKI Jakarta (15,55%), diikuti Jawa Timur (13,24%), Jawa Barat (12,31%), Jawa
Tengah (10,82%), dan Sumatera Utara (6,31%).
Sementara dilihat berdasarkan kelompok bank, kredit UMKM tersebut disalurkan oleh
kelompok BUMN (52,49%), kelompok BUSN (38,74%), kelompok BPD (6,59%) serta
kelompok KCBA dan bank Campuran sebesar 2,19%. Dibandingkan dengan triwulan
sebelumnya, penyaluran kredit UMKM dari kelompok BUMN dan Bank Asing (KCBA dan
Campuran) mengalami peningkatan, sementara pada kelompok BPD dan BUSN mengalami
penurunan.

BAB III
METODE ANALISA
3.1 Jenis Penelitian

Ditinjau dari penelitian yang dilakukan, dan bersadarkan teknik yang digunakan,
maka penelitian ini menggunakan peneliatian deskriptif dengan kualitatif. Penelitian ini
nantinya akan dibantu dengan penelitian statistik dengan data – data yang bersumber dari
website Otoritas Jasa Keuangan untuk melihat perkembangan yang terjadi terhadap
perekonomian di Indonesia terhadap perusahaan Pembiayaan dan UMKM (Usaha mikro
kecil, menengah).

Bogdan dan Taylor dalam Moloeng (2007:4) mendefinisikan penelitian kualitatif


sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati dari fenomena yang terjadi. Lebih lanjut
Moleong (2007:11) mengemukakan bahwa penelitian deskriptif menekankan pada data
berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka yang disebabkan oleh adanya penerapan
metode kualitatif.

Penelitian kuantitatif menekankan pada fenomena-fenomena objektif dan dikaji secara


kuantitatif. Maksimalisasi objektivitas desain penelitian kuantitatif menurut SUMKMadinata
(2009:530) dilakukan dengan menggunakan angka-angka, pengolahan statistik, struktur dan
percobaan terkontrol.

Dalam penelitian ini, penulis mengumpulkan data dari


http://www.depkop.go.id/berita-informasi/data-informasi/data-umkm/ untuk mendapatkan
data yang nantinya akan dijadikan alat untuk menganalisis perkembangan dan menemukan
masalah yang terjadi di UMKM di Indonesia dan juga perkembangan perusahaan leasing
yang kami lansir dari http://www.ojk.go.id/id/kanal/iknb/data-dan-statistik/lembaga-
pembiayaan/default.aspx untuk mendapatkan data akurat mengenai pertumbuhan dan
perkembang leasing yang ada di Indonesia.

Jadi penelitian dengan pendekatan kualitatif deskriptif serta metode kuantitatif


statistik merupakan penelitian yag mencoba menganalisis masalah-masalah yang terjadi
didalam UMKM dalam menganalisa apakah akan menggunakan jasa pembiayaan atau tidak
secara faktual bersdasarkan data statisktik yang aktual dan fenomena yang terjadi dalam
ekonomi Indonesia.

4.2 Metode Analisa


Analisia data merupakan suatu tahapan penting dalam sebuah penelitian. Tindak
lanjut setelah mendapatkan dan memperoleh data dari aktual yang terjadi di lapangan serta
berdasarkan sumber yang berasal dari website ojk.co.id dan kementerian UMKM. Agar
peneliti tidak berhenti langkahnya dengan kebingungan yang dilakukan selanjutnya,
sebaiknya pada waktu penyusunan penelitian langkah-langkah tersebut sudah tercermin
didalamnya. Rencana tentang menganalisa harus terpapar rapi dan sistematika sehingga
mudah dipahami oleh pelaksana penelitian, bukan hanya penanggung jwabanya saja tetapi
juga orang lain yang terlibat dalam proses analisis data.

Tujuan dari analisa data adalah untuk mendeskripsikan sebuah data sehingga bisa di
pahami, dan juga untuk membuat kesimpulan atau menarik kesimpulan mengenai
karakteristik populasi yang berdasarkan data yang diperoleh dari sampel, yang biasanya ini
dibuat dengan dasar pendugaan dan pengujian hipotesis. Nah, agar lebih paham lagi penulis
sudah merangkumkan di bawah ini.

Teknik analisa data deskriptif merupakan suatu cara dalam meneliti status sekelompok
manusia, suatu objek, kondisi, sistem pemikiran atau juga peristiwa masa sekarang. Jenis
penelitian ini berusaha menjelaskan fenomena UMKM yang terjadi pada saat tertentu.
Penelitian dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu berdasarkan kriteria pembedaan diantara
lain fungsi akhir dan pendekatannya.

Kemudian bila data sudah selesai dianalisis, kegiatan yang harus dilakukan yaitu
menafsirkan hasil analisis data tersebut. Tujuan penafsiran analisis ini adalah untuk menarik
kesimpulan dari penelitian yang telah dilakukan.

Penarikan kesimpulan ini dilakukan dengan cara mengambil intisari permasalahan


UMKM yang terjadi terhadap Leasing di Indonesia dalam perkembangan Ekonomi Indonesia
yang disebabkan karena pertumbuhan UMKM dan kredit yang diberikan kepadanya.
BAB IV
ANALISA

4.1 Pertimbangan Leasing sebagai Fasilitas Pembiayaan dalam Usaha Kecil dan
Menengah (UMKM)

Sebagai salah satu sumber dana bagi Usaha Kecil dan Menengah (UMKM), leasing
menawarkan berbagai macam keuntungan bagi para pengusaha. Tetapi, penggunaan leasing
juga tidak luput dari beberapa kerugian. Namun demikian, jika dilihat sekilas, leasing akan
terlihat memiliki lebih banyak keuntungan yangmana tidak dimiliki oleh teknik pembiayaan
lain. Hal tersebut menjadi alasan penting yang mendasari perlunya pengusaha yang bergerak
di sektor UMKM mempertimbangkan leasing untuk digunakan sebagai fasilitas pembiayaan
dalam mengembangkan usahanya.

Terdapat beberapa faktor yang mendorong leasing menjadi suatu teknik yang
menguntungkan:

1. Arus kas yang dihasilkan lebih baik

Leasing tidak mengharuskan pembayaran yang besar dimuka, artinya pada


saat barang-barang yang dileasingkan dipergunakan sebagai modal dalam sebuah
usaha, maka sangat memungkinkan bagi pihak lessee untuk membayar uang sewa dari
hasil yang diperoleh atas penggunaan barang tersebut. Misalnya, apabila jenis barang
yang dileasingkan adalah sebuah mobil dimana nantinya mobil tersebut ditujukan
untuk dipergunakan sebagai alat transportasi umum, maka pihak lessee bisa
melakukan pembayaran angsuran leasing untuk mobil tersebut dengan hasil
pemanfaatan mobil tersebut. Ini merupakan salah satu yang menjadi pemicu bahwa
leasing memberikan keuntungan dalam menjalankan UMKM.

Sehingga dalam arus kas bagi perusahaan yang menggunakan jasa sewa guna
usaha sebagai teknik pembiayaan dalam aktivitas operasional perusahaanya
pembayaran kas oleh penyewa guna usaha (lease) untuk mengurangi saldo kewajiban
yang berkaitan dengan sewa guna pembiayaan, bukan keseluruhan dari nilai aktiva
yang di sewa guna usahakan.

Secara umum jadwal pembayaran lease dapat diatur agar sesuai dengan arus
kas masuk lessee yang diharapkan dari operasi. Hal tersebut membuat biaya rutin
yang terjadi dalam arus kas sampai masa akhir perjanjian sewa guna usaha berakhir.

2. Leasing bukan merupakan pinjaman

Pada dasarnya, leasing tidak diklasifikasikan sebagai suatu pinjaman karena teknik
pembiayaan dari leasing lebih tepat dikatakan sebagai sebuah pengeluaran, bukan
pinjaman. Pengeluaran yang dilakukan perusahaan dapat berupa angsuran yang
dibayarkan ke pihak yang meminjamkan, Angsuran ini dalam sautu Neraca laporan
keuangan dapat dikategorikan sebagai pengeluaran biaya atas aktivitas operasi
perusahaan bukan merupakan pengeluaran atas pinjaman seperti pinjaman kepada bank.
Maka tidak adanya hutang yang besar akibat Leasing jika kita menggunakan Operating
lease sebagai dasar kita untuk menggunakan barang sewa guna usaha tersebut. Inilah
yang menjadi faktor pendorong maraknya penggunaan leasing akhir-akhir ini.

3. Sebagai penyedia keuangan yang lebih maksimal

Apabila menggunakan fasilitas leasing, maka biaya instalasi atau biaya-biaya


pemeliharaan dapat dialihkan kepada lessor, Lessor yang menanggung penuh atas
perawatan terhadap aktiva yang disewakan sehingga lessee bisa menghilangkan
pembebanan atas biaya-biaya tersebut dan menghasilkan tingkat cash yang lebih tinggi
dari asset tersebut dibandingkan apabila lessee memiliki kepemilikan atas barang modal
tersebut. Terutama untuk UMKM yang masih sedang berkembang, leasing menjadi
sangat berpengaruh karena UMKM yang masih sedang berkembang umumnya belum
memiliki profit yang terlalu tinggi sehingga jika terlalu banyak biaya maka
dikhawatirkan profit tersebut tidak mampu untuk meng-cover semua biaya-biaya
tersebut.

4. Manajemen likuiditas yang lebih sederhana

Sewa yang dibayarkan kepada lessor biasanya jumlahnya tetap, sehingga membuat
lessee lebih mudah dalam memperkirakan kas apabila dibandingkan dengan
pembiayaan lain yang biasanya cicilannya berubah-ubah tergantung periode tertentu.
Kas yang dapat diprediksi tersebut memberikan kemudahan untuk tiap-tiap UMKM
untuk memanfaatkan kas tersebut guna keperluan pengembangan UMKM lebih lanjut.
Selain itu, tingkat bunga yang tetap juga akan memberikan manfaat apabila tingkat
bunga mengalami kenaikan sewaktu-waktu.

5. Jangka waktu dapat ditentukan oleh lessee

Kontrak yang dibuat antara lessee dan lessor dibuat secara fleksibel karena disesuaikan
dengan kebutuhan lessee. Lessee bisa menyesuaikan lamanya kontrak tersebut dengan
usaha yang sedang dijalankan. Artinya, lessee tidak diwajibkan untuk memiliki barang
tersebut selamanya. Hal ini sangat menguntungkan dalam menjalankan usaha terutama
apabila barang modal yang diperlukan sering berubah-ubah seiring perkembangan
zaman, misalnya seperti mesin atau alat-alat elektronik.

Namun, semakin maraknhya pertumnbuhan UMKM di Indonesia terhadap penggunaan


jasa sewa guna usaha, UMKM juga harus mempertimbangan UMKM menggunakan leasing
disebabkan oleh:

1. Unsurnya yang fleksibel

Keandalan leasing yang sangat jelas terlihat adalah fleksibilitas dari leasing itu sendiri.
Unsur fleksibilitas ini terlihat dalam hal jaminan, struktur kontrak antara lessee dan
lessor, dokumentasi, jangka waktu pembayaran cicilan, nilai sisa, maupun hak opsi
yang diserahkan sepenuhnya kepada lessee

2. Ongkos yang relatif murah


Leasing bersifat lebih sederhana sehingga untuk bisa direalisasi, leasing tidak
membutuhkan biaya yang mahal termasuk pula biaya instalasi, training, atau biaya
percobaan seperti yang telah disebutkan diatas

3. Kelonggaran untuk lessee

Persyaratan untuk pihak lessee apabila menyetujui kontrak leasing akan lebih longgar
apabila dibandingkan dengan fasilitas yang disediakan bank untuk debitur. Pemberian
fasilitas leasing jauh lebih aman bagi lessor, karena setiap saat barang modal dapat
dijual, dengan harga yang tidak dibawah sisa hutang lessee. Sehingga tidak hanya
menguntungkan untuk pihak lessee tetapi juga menguntungkan dipihak lessor

4. Pemutusan kontrak

Apabila sekalipun lessee memutuskan kontrak ditengah jalan, maka lessor tidak akan
merugi karena lessor bisa menjual barang modal tersebut dengan harga yang tidak
dibawah sisa hutang lessee, justru berkemungkinan untuk menjual diatas sisa hutang
tersebut. Dengan demikian, lessor dan lesse tidak memikul begitu banyak resiko apabila
sewaktu-waktu kontrak diputus.

Untuk mewujudkan impian menjadi pengusaha sukses, mereka membangun usaha


kecil-menengah (UMKM) dengan optimisme dan semangat pantang menyerah.
Perjuangan dimulai dengan mencari modal. Perusahaan sewa guna usaha yang
menyediakan barang untuk dipinjam yang dapat digunakan untuk merintis usaha pun
menjadi salah satu pihak yang turut berkontribusi terhadap kesuksesan mereka.

Pemilihan jasa Leasing sebagai pembiayaan menurut Ibu Susi Kementerian Perikanan
dan Kelautan, “daripada meminjam uang di bank untuk membeli pesawat saya lebih
baik menggunakan Jasa Leasing sebagai pembiayaan saya membeli pesawat dengan
menggunakan hak opsi di akhir masa pernjanjian, karena saya dapat memutar kembali
uang yang saya hasilkan dari penjualan ikan untuk membayar cicilan terhadap pesawat
yang saya beli secara kredit.”

Dengan adanya Leasing di Indonesia, dapat membantu para pengusaha UMKM dalam
mendapatkan Aset untuk operasional UMKM tersebut dalam meningkatkan laba usaha,
dibanding jika kita meminjam uang di Bank dengan resiko gagal bayar karena terlalu
besarnya biaya yang kita bayar terhadap bunga yang diberikan oleh bank.
4.2 Hambatan UMKM dalam menggunakan Leasing dan cara mengatasinya

Hambatan UMKM dalam menjalankan usahanya muncul biasanya karena masalah


pembiayaan atau pengadaan modal usaha yang sulit karena terbatasnya dana dan sulit untuk
mencari pinjaman karena persyaratan pinjaman bank yang mungkin sedikit menyulitkan.

Namun, meskipun leasing terlihat lebih menguntungkan dibandingkan teknik


pembiayaan yang lainnya, terdapat pula sejumlah permasalahan yang dihadapi oleh UMKM
dalam menggunakan dan memanfaatkan fasilitas leasing tersebut. Masalah tersebut ditinjau
dari sisi UMKM adalah sebagai berikut:

1. Biaya bunga bisa saja tinggi

Perusahaan leasing juga memperoleh dana dari bank, yang artinya keberadaan lessor
merupakan perantara dengan lessee. Karena terkait dengan bunga, sudah hal pasti jika
pasti perusahaan leasing mengenakan keuntungan margin tertentu atas kegiatan leasing
ini. Konsekuensinya adalah perhitungan bunga dalam kegiatan leasing bisa saja
menjadi relatif tinggi pula jika keadaan yang terjadi adalah seperti diatas.

2. Sedikitnya perlindungan hukum yang diberikan

Leasing tidak seperti sektor perbankan. Leasing termasuk bisnis yang loosly regulated,
dimana perlindungan masing-masing pihak tidak diatur dalam suatu peraturan tertulis
resmi tertentu melainkan dari itikad baik masing-masing pihak yang dituangkan dalam
perjanjian leasing. Konsekuensi terburuknya adalah ketika pihak yang lemah akan
tertindas dan kurang terlindungi. Hal ini bisa menyebabkan masalah-masalah dalam
leasing yangmana akhir-akhir ini pemberitaan seringkali menyebut tentang kasus
leasing ilegal. Hal tersebut merupakan salah satu dampak dari kurangnya perlindungan
hukum yang diberikan.

Selain itu, kurangnya pengaturan hukum menyebabkan kurangnya fairness dan leasing
kehilangan kepastian hukum. Hal ini berdampak buruk untuk UMKM apabila tetap
menggunakan teknik pembiayaan leasing, karena malah akan merugikan UMKM itu
sendiri.

3. Proses eksekusi leasing macet yang sulit


Prosedur yang terdapat dalam leasing tidak begitu dirinci, sehingga jika sewaktu-waktu
terjadi eksekusi leasing yang macet, maka jalan formal yang dapat diikuti adalah
melalui pengadilan, dimana tentunya akan memakan biaya-biaya yang besar dan
menghabiskan waktu serta hasil yang tidak jelas karena tidak dapat diprediksi.

Menghadapi berbagai permasalahan yang bisa berdampak buruk bagi perusahaan di


sektor UMKM, maka diperlukan tindakan penanggulangan. Upaya tersebut, ditinjau dari sisi
UMKM, bisa berupa pendaftaran usahanya ke Departemen Perdagangan. Karena jika tidak
didaftarkan, maka ada kemungkinan adanya laporan keuangan yang fiktif sehingga laporan
keuangan tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan. Selain itu, upaya lain yang dapat
dilakukan untuk menghadapi permasalahan ini adalah dengan cara UMKM memastikan
perusahaan leasing yang digunakan tersebut tepat dan terpercaya atau sebaliknya. Karena,
semakin berkembangnya zaman dan semakin canggih teknologi, maka semakin berpeluang
untuk melakukan tindakan kecurangan-kecurangan yang tidak terduga, yangmana bisa
menipu UMKM, misalnya kasus leasing ilegal yang akan dibahas pada analisa selanjutnya.

Leasing illegal salah satunya didapati di kota Binjai, leasing ini telah meresahkan
seorang pelaku UMKM perakit perahu dimana ia meminjam uang tunai dengan menjaminkan
BPKB motornya. Leasing ini menjadi meresahkan ketika ia telah melunasi semua hutang-
hutangnya berikut dengan dendanya tetapi BPKP Motor yang ia jaminkan tak kunjung
kembali. Namun karena leasing ini tidak mempunyai izin, hal ini tentu saja membuat pihak
lessee menjadi resah, karena bisa saja pihak lessor (si perusahaan leasing) bisa saja tiba-tiba
menghilang dengan membawa serta barang-barang jaminan para lessee. Kemudian yang
dirugikan pun tidak hanya lessee pelaku UMKM ini saja, tetapi juga para lessee-lessee yang
lainnya yang juga menjaminkan barang-barang nya kepada lessor.

Hal ini tentu saja merugikan para pelaku UMKM, karena bisa saja selain jaminan
fidusia yang hilang dibawa kabur oleh lessor setelah pembayaran hutang dilunasi oleh pihak
lessee, tetapi selain merugikan para pihak lessee, lessor juga merugikan negara karena
mereka mempunyai omset yang tinggi, sedangkan mereka tidak mempunyai izin usaha maka
dari itu mereka tidak membayarkan kewajiban pajak mereka kepada negara, hal ini pun
member kerugian yang cukup besar kepada negara. Maka dari itu keberadaan leasing illegal
ini harus segera di legalkan (misalkan salah satunya dengan cara mendaftarkan izin usaha
kepada negara).

4.3 Perkiraan Pertumbuhan UMKM dan Leasing di tahun 2017


Jumlah pelaku usaha industri UMKM Indonesia termasuk paling banyak di antara
negara lainnya, terutama sejak tahun 2014. Jumlah umkm di Indonesia terus mengalami
perkembangan dari tahun 2015, 2016 hingga tahun 2017 jumlah pelaku UMKM di Indonesia
akan terus mengalami pertumbuhan. Beberapa tahun belakangan, populasi penduduk dengan
usia produktif lebih banyak daripada jumlah lapangan kerja yang tersedia. Hal ini memicu
khususnya para pemuda untuk menciptakan peluangnya sendiri dengan membuka bisnis.
Sebagian besar tergolong sebagai pelaku usaha sektor industri Usaha Mikro, Kecil dan
Menengah (UMKM).

Data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah pada tahun 2014, terdapat
sekitar 57,8 juta pelaku UMKM di Indonesia. Di 2017 serta beberapa tahun ke depan
diperkirakan jumlah pelaku UMKM akan terus bertambah. UMKM mempunyai peran
penting dan strategis dalam pembangunan ekonomi nasional. Selain berperan dalam
pertumbuhan ekonomi dan penyerapan tenaga kerja, UMKM juga berperan dalam
mendistribusikan hasil-hasil pembangunan.

Selama ini UMKM telah memberikan kontribusi pada Produk Domestik Bruto (PBD)
sebesar 57-60% dan tingkat penyerapan tenaga kerja sekitar 97% dari seluruh tenaga kerja
nasional (Profil Bisnis UMKM oleh LPPI dan BI tahun 2015). Tidak jauh berbeda dengan
catatan Kadin (Kamar Dagang Indonesia), kontribusi sektor UMKM terhadap produk
domestik bruto meningkat 57,84% menjadi 60,34% dalam lima tahun terakhir. Serapan
tenaga kerja di sektor ini juga meningkat dari 96,99% menjadi 97,22% pada periode yang
sama.

UMKM juga telah terbukti tidak terpengaruh terhadap krisis. UMKM Indonesia dikenal
mampu bertahan menghadapi segala jenis krisis. Bukti dari data Kementerian Koperasi dan
UMKM menunjukkan, dari 225.000 UMKM saat krisis moneter tahun 1998, 4% UMKM
tidak gulung tikar. Dari jumlah teresbut, 64% tidak berubah omzet hanya 31% yang omzet
nya menurun, serta 1% berkembang. Bahkan, pada saat itu, UMKM justru tampil sebagai
garda terdepan perekonomian rakyat Indonesia dengan catatan pendapatan domestik bruto
(PDB) mencapai 6.5%. Dunia internasional pun mengakuinya, bahkan mampu menyerap 85
juta hingga 107 juta tenaga kerja sampai tahun 2012. Pada tahun itu, jumlah pengusaha di
Indonesia sebanyak 56.539.560 unit. Dari jumlah tersebut, Usaha Mikro Kecil dan Menengah
(UMKM) sebanyak 56.534.592 unit atau 99.99%. Sisanya, sekitar 0,01% atau 4.968 unit
adalah usaha besar.
Selama tahun 2011 sampai 2012 terjadi pertumbuhan pada UMKM serta penurunan
pada usaha besar. Bila pada tahun 2011, usaha besar mencapai 41,95% tahun berikutnya
hanya 40,92%, turun sekitar 1,03%. Pada UMKM terjadi sebaliknya. Bila usaha menengah
pada tahun 2011 hanya 13,46%, pada tahun 2012 mencapai 13,59%. Ada peningkatan sebesar
0,13%.Berbeda dengan usaha kecil, ada sedikit penurunan dari tahun 2011. Pada tahun itu
mencapai 9,94% namun pada tahun 2012 hanya mencapai 9,68%, artinya menurun sekitar
0,26%. Peningkatan cukup besar terjadi pada usaha mikro, bila tahun 2011 hanya mencapai
34,64%, pada tahun 2012 berhasil meraih 38,81% terjadi peningkatan sebesar 4,17%.

Tidak seperti UMKM yang terus mengalami peningkatan, sebaliknya perkembangan


pembiayaan leasing mengalami grafik yang naik turun. Berdasarkan data Bank Indonesia
(BI), pembiayaan leasing sampai Juli 2014 sebesar Rp 114,04 triliun, tumbuh 4,55 persen
dibandingkan Juli 2013 yang sebesar Rp 109,08 triliun. Sedangkan, pembiayaan leasing pada
periode Juli 2014 turun 1,30% dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp 115,54
triliun.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), pertumbuhan


penyaluran pembiayaan yang sebesar 10,61 persen pada Juli 2014 sesuai proyeksi APPI.
Sebelumnya, APPI memproyeksikan pertumbuhan penyaluran pembiayaan industri
multifinance hanya sekitar 10 persen sampai akhir tahun ini.. Sementara pada akhir 2013
piutang industri pembiayaan sebesar Rp 348,02 triliun atau tumbuh 15,22 persen
dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 302,05 triliun. “Namun, tren pertumbuhan
pembiayaan sampai akhir tahun ini diperkirakan di bawah pertumbuhan tahun lalu,”ujar dia.

Meski hingga tahun 2016 pembiayaan leasing di Indonesia mengalami penurunan,


namun Otoritas Jasa Keuangan optimistis industri pembiayaan optimis industry pembiayaan
akan membaik di tahun 2017 ini. Data industri per September 2016 menunjukkan total aset
industri perusahaan pembiayaan mengalami pertumbuhan negatif sebesar -2,19% (year-on-
year/y-o-y) menjadi Rp434,52 triliun. Sementara itu, piutang pembiayaan mencapai
Rp378,36 triliun atau naik sebesar 1,79% (y-o-y) dibandingkan piutang pada September
2015.

Pertumbuhan pembiayaan yang masih sangat lambat ini diakibatkan oleh kondisi makro
ekonomi yang belum stabil, terutama di sektor pertambangan dan komoditas, yang disertai
juga dengan menurunnya daya beli masyarakat. Meskipun begitu, kondisi pertumbuhan aset
dan piutang pembiayaan sejak Juni 2016 sudah menunjukkan adanya tren pertumbuhan
positif dan diharapkan terjaga sampai akhir tahun. "Kualitas piutang pembiayaan pada
September 2016 masih terjaga dengan baik, dimana nilai Non Performing Financing Netto
masih tercatat di bawah 3%, yaitu sebesar 2,40%."

Keyakinan membaiknya industri pembiayaan ini ditopang dengan proyeksi


pertumbuhan ekonomi nasional yang lebih baik pada tahun 2017. Hal tersebut juga didukung
dengan adanya keyakinan akan kenaikan harga batu bara dan adanya pemulihan permintaan
dari negeri Tiongkok terhadap beberapa komoditas utama yang diperlukan untuk mendukung
infrastruktur.

4.4 Perkembangan Ekonomi Indonesia yang disebabkan oleh Leasing

Perkembangan ekonomi suatu negara biasanya didukung oleh pertumbahan sektor


perdagangan ataupun bisnis baik dalam bentuk barang maupun jasa, baik di dalam negeri
maupun di luar negeri. Semakin tingginya pendapatan suatu negara dapat meningkatkatkan
pertumbuhan ekonomi suatu negara pula. Untuk mendukung hal tersebut baik pemerintah
maupun masyarakat harus saling membantu secara langsung maupun tidak langsung. Salah
satu faktor yang menyebabkan suatu bisnis ataupun usaha akan dapat berkembang adalah
sumber pendanaan yang cukup untuk membiayai bisnis tersebut.

Leasing merupakan salah satu alternatif pembiayaan untuk penyediaan barang-barang


modal dalam menjalani suatu bisnis/usaha. Dengan adanya leasing dapat membantu para
pelaku bisnis menjalankan operasional perusahaannya. Maka dari itu leasing dapat
mempengaruhi pertumbuhan bisnis. Di Indonesia misalnya, industri penerbangan adalah
industri yang padat akan modal. Sehingga para pemain di industri ini akan berupaya
menyiasati operation cost yang tinggi, termasuk salah satunya dalam hal pengadaan pesawat
yang merupakan aset utama di bisnis ini.

Sejumlah maskapai memilih menyewa pesawat ketimbang membelinya. Saat ini,


berdasar UU No I/2009, setiap maskapai diwajibkan mengoperasikan 10 pesawat, yang lima
di antaranya merupakan berstatus milik maskapai, dan lima lainnya sewa. Tak sekadar
memudahkan maskapai untuk bisa mengoperasikan pesawat lebih banyak untuk berekspansi,
pola leasing ini juga dinilai memiliki nilai lebih ketimbang membeli pesawat.

Sempat disampaikan oleh Direktur Keuangan Garuda Indonesia beberapa waktu lalu,
operating lease merupakan opsi terbaik yang dimiliki maskapai untuk memenuhi target
pengadaan pesawat. Dengan opsi ini, kata Elisa, maskapai cukup menggunakan pesawat
hingga akhir periode sewa. Sementara pesawat berstatus hak milik, harus digunakan hingga
usia porduktifnya, yang rata-rata mencapai masa 20 tahun.

Selain itu, dengan menggunakan armada baru, perseroan akan diuntungkan dengan
murahnya biaya perawatan. Pasalnya pesawat dengan usia lima tahun ke bawah tidak
memerlukan dana perawatan sebesar pesawat yang telah berusia lebih dari lima tahun.
Armada baru juga mengonsumsi bahan bakar lebih efektif karena menggunakan teknologi
mesin terbaru.

Namun demikian, ada juga kasus leasing yang akhirnya bisa mengganggu stabilitas
finansial maskapai. Ini terjadi jika biaya leasing yang harus ditanggung maskapai sangat
besar, sementara utilitas pesawat di maskapai tersebut relatif rendah.

Maskapai sebesar Garuda pun masih menggunakan skema leasing untuk pengadaan
sebagian besar pesawatnya. Alasannya itu tadi, murahnya biaya perawatan serta umur
pesawat yang relatif muda. Untuk momen tertentu langkah menyewa pesawat juga dianggap
lebih baik. Misalnya saja saat musim haji, Garuda pernah menyewa pesawat berbadan besar
hanya untuk melayani peak season Haji.

Saat ini pun Garuda telah menjalin kerja sama dengan sejumlah lembaga pembiayaan
untuk pengadaan pesawatnya hingga tahun 2012. Awal tahun ini misalnya, PT Garuda
Indonesia(Persero) bekerjasama dengan Standard Chartered Bank (SCB) melalui anak
perusahaan, Pembroke Group Limited berupa penyediaan 10 unit pesawat B737-800NG.

Flag carrier Tanah Air ini juga menggaet perusahaan pembiayaan aviasi dan lessor
milik Royal Bank of Scotland (RBS), RBS Aviation Capital, dalam penyediaan empat unit
pesawat tipe yang sama. Tak hanya RBS Aviation Capital dan Pembroke Group, perusahaan
leasing, financing, dan lessor General Electric Capital Aviation Services (GECAS) digaet
oleh Garuda Indonesia untuk mendatangkan enam pesawat Boeing 737-800NG dan tiga
mesin CFM56-7B.

Bentuk kerja sama dengan GECAS dilakukan menggunakan pola operating lease
(sewa untuk operasional). Tiga unit pertama akan diterima pada Juni, September, dan Oktober
2013. Tiga lainnya akan didatangkan dibulan yang sama pada 2014. Sementara itu tiga mesin
akan diterima pada Juli dan Agustus 2011 serta Juni 2012.

Pengadaan 10 pesawat baru B737-800NG ini merupakan bagian dari pengembangan


dan peremajaan armada(fleet revitalization). Ia juga merupakan bagian dari 25 pesawat baru
B737-800NG yang dipesan Garuda kepada Boeing pada tahun 2009.

Langkah yang sama juga dilakukan maskapai Lion Air beberapa tahun lalu, demi
mengoperasikan 100 pesawat. Maskapai ini mendapatkan dukungan pembiayaan dari 17 bank
dan lembaga keuangan internasional, untuk pengadaan tahap pertama 27 pesawat B737-
900ER Lion Air sampai dengan 2009.

Lembaga keuangan yang berhasil digaet Lion Air saat itu antara lain ANZ Investment
Bank, Babcoco and Brown, Bank of China, Beaufort Group, BNP Paribas, Citibank, DBS
Bank, DVB Bank, Fuyo GL, GECAS, HSH Nordbank, Macquarie Bank, dan Natixis T
Finance.

Di level global, sejumlah lessor mulai melihat makin menariknya prospek di bisnis
angkutan udara ini dengan melakukan pembelian pesawat besar-besaran. Setidaknya hal ini
dilakukan perusahaan penyewaan (leasing) pesawat terbang International Lease Finance
Corporation (ILFC) yang merupakan sebuah unit bisnis dari American International Group
(AIG).

Manajemen ILFC yang berbasis di Los Angeles ini, pada awal Maret lalu seperti
dilansir Antara mengatakan akan membeli 100 Airbus A320 dan 33 Boeing 737-800, dalam
transaksi senilai lebih dari US$ 12 miliar. Perusahaan pemilik 930 jet yang disewakan kepada
maskapai penerbangan di seluruh dunia ini, tidak memberikan rincian target pasar untuk jet
baru tersebut, namun mengatakan pengiriman akan dimulai tahun 2012.

Bukan hanya itu saja, pada tahun 2014 pertumbuhan penyaluran pembiayaan industri
pembiayaan (multifinance) sampai akhir tahun diperkirakan lesu dibandingkan tahun lalu,
karena dipengaruhi perlambatan di sektor sewa guna usaha (leasing).

Berdasarkan data Bank Indonesia (BI), pembiayaan leasing sampai Juli 2014 sebesar
Rp 114,04 triliun, tumbuh 4,55 persen dibandingkan Juli 2013 yang sebesar Rp 109,08
triliun. Sedangkan, pembiayaan leasing pada periode Juli 2014 turun 1,30% dibandingkan
bulan sebelumnya yang sebesar Rp 115,54 triliun.

Demikian pendapat Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI)


Suwandi Wiratno, President Director PT Adira Dinamika Multi Finance Tbk (Adira Finance)
Willy Suwandi Dharma, Sales and Marketing Director PT Mandiri Tunas Finance (MTF)
Harjanto Tjitohardjojo, dan Direktur Verena Multi Finance Andi Harjono yang dihubungi
secara terpisah oleh Investor Daily, belum lama ini.

Sementara itu, pada akhir 2013 piutang industri pembiayaan sebesar Rp 348,02 triliun
atau tumbuh 15,22 persen dibandingkan tahun sebelumnya yang sebesar Rp 302,05 triliun.
“Namun, tren pertumbuhan pembiayaan sampai akhir tahun ini diperkirakan di bawah
pertumbuhan tahun lalu,”ujar dia.

Tingkat pertumbuhan piutang, sampai Juli 2014 hanya sekitar 11 persen, sehingga
pertumbuhan piutang sampai akhir tahun juga akan melambat. Hal itu antara lain dipengaruhi
oleh likuiditas perbankan yang ketat, harga komoditas, kebijakan pemerintah di sektor
pertambangan, dan kebijakan penaikan pajak penjualan atas barang mewah (PPnBM) dari 75
persen menjadi 125 persen untuk segmen premium mobil dan motor.

“Selain itu, ada wacana kenaikan pajak progresif di DKI Jakarta, khususnya untuk kendaraan
kedua dan ketiga. Lalu, wacana pengurangan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang
tentunya dapat mempengaruhi pertumbuhan penyaluran pembiayaan multifinance,” jelas dia.

MTF memprediksi pembiayaan leasing sampai akhir tahun ini masih akan berat. Sebab, sejak
Januari 2014, pembiayaan sewa guna usaha menunjukkan tren penurunan, dari Rp 118,50
trilliun menjadi Rp 114,04 triliun pada Juli lalu. “Turunnya permintaan pembiayaan leasing
alat berat sejak awal tahun disebabkan oleh lesunya bisnis di sektor pertambangan dan harga
komoditas yang belum stabil, serta regulasi mengenai smelter,” papar dia.

Sementara itu, Willy mengatakan, pertumbuhan perusahaan multifinance memang akan


melambat di tengah kondisi likuiditas yang ketat. Pembiayaan kendaraan bermotor juga tidak
sekuat dibandingkan tahun 2012-2013. “Sejak Agustus 2013, suku bunga pinjaman untuk
kendaraan bermotor kami naik hingga 250 basis poin (bps). Hal itu didorong dengan
kenaikan harga BBM dan inflasi yang tinggi,” ungkap dia.
Namun, sektor pembiayaan sewa guna usaha Adira Finance justru stabil jika dibandingkan
dengan kondisi industri multifinance. “Kondisi pembiayaan di sektor leasing kami stabil
sampai saat ini. Pasalnya, kami tidak melakukan pembiayaan alat berat untuk pertambangan
batubara. Selain itu, Adira Finance masuk ke sewa guna usaha untuk truk yang tidak
memberatkan,” jelas Willy.

Ke depan, Willy menjelaskan, Adira Finance mengoptimalkan jaringan (network) sebagai


strategi untuk dapat tumbuh. Misalnya, perseroan akan membuka cabang baru di Surabaya.
“Hingga saat ini kami belum ada rencana merevisi target penyaluran pembiayaan tahun 2014.
Target Adira Finance masih dalam kisaran Rp 36-37 triliun,” tegas dia.

Di sisi lain, Andi mengatakan, pertumbuhan penyaluran pembiayaan sampai kuartal IV-2014
kemungkinan melambat atau berpotensi stagnan. Hal ini karena kondisi otomotif di Indonesia
over stock di produsen, ekonomi yang masih menunggu kebijakan pemerintah baru (proyek
infrastruktur), rencana pengurangan atau pencabutan subsidi bahan bakar minyak (BBM), dan
kondisi pertambangan yang belum membaik (batu bara dan nikel).

Untuk pembiayaan leasing, kata Andi, memang didominasi oleh alat berat. Kondisi
pertambangan global yang masih melambat mengakibatkan penurunan nilai leasing secara
keseluruhan. Namun, hal itu tidak dapat dikompensasi sekalipun ada kenaikan proyek
infrastruktur, perkebunan (kelapa sawit), maupun kehutanan. ”Kami mengalami penurunan
pembiayaan sewa guna usaha untuk alat berat, karena banyak permintaan terkait
pertambangan yang saat ini tidak dapat disetujui,” ungkap dia.

Menurut Andi, aset industri perusahaan multifinance juga akan tumbuh melambat sejalan
dengan perlambatan penyaluran pembiayaan. “Ada event penting, yaitu Indonesia
International Motor Show 2014. Mungkin event tersebut dapat sedikit mengangkat
pertumbuhan pembiayaan, tetapi ini juga tergantung dari kebijakan subsidi BBM pemerintah.
Target pembiayaan Verena Multi Finance sampai akhir 2014 sekitar Rp 1,6 triliun.

BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Kita mengetahui bahwa peranan UMKM dalam perekonomian Indonesia adalah
sentral, namun kebijakan pemerintah dan pengaturan yang mendukungnya sampai sekarang
masih belum maksimal. Hal ini dapat dilihat dari hal yang paling mendasar seperti definisi
yang berbeda dari instansi pemerintahan. Demikian juga kebijakan yang diberikan terhadap
UMKM yang cenderung berlebihan namun tidak efektif, hinga kebijakan menjadi kurang
komprehensif, kurang terarah. Padahal UMKM masih memiliki banyak permasalahan yang
perlu mendapatkan penanganan dari otoritas untuk mengatasi keterbatasan akses ke kredit
bank/sumber permodalan, atau ke perusahaan sewa guna usaha dan akses pasar. Selain itu
kelemahan dalam organisasi, manajemen, maupun penguasaan teknologi juga perlu dibenahi.
Masih banyaknya permasalahan yang dihadapi oleh UMKM membuat kemampuan UMKM
berkiprah dalam perekonomian nasional tidak dapat maksimal. Salah satu permasalahanya
adalah adanya kecendrungan dari pemerintah dalam menjalankan program untuk
pengembangan UMKM seringkali merupakan tindakan koreksi terhadap kebijakan lain yang
berdampak merugikan usaha kecil. Padahal seperti kita ketahui bahwa diberlakukanya
kebijakan yang bersifat tambal-sulam membuat tidak adanya kesinambungan dan konsistensi
dari peraturan dan pelaksanaannya, sehingga tujuan untuk berkembangnya UMKM pun
kurang tercapai secara maksimal. Oleh karena itu perlu bagi Indonesia untuk membenahi
dasar-dasar dan syarat kredit yang ditetapkan oleh perusahaan sewa guna usaha untuk para
UMKM dengan serius, agar dapat dimanfaatkan potensinya secara maksimal, dengan cara
mempermudah para UMKM dalam memproses kredit untuk mendapatkan dana sebagai alat
untuk operasi dan menghasilkan laba.

Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) mempunyai peran yang strategis dalam
pembangunan ekonomi nasional, oleh karena selain berperan dalam pertumbuhan ekonomi
dan penyerapan tenaga kerja juga berperan dalam pendistribusian hasil-hasil pembangunan.
Pemerintah harus merombak dan lebih mensejahterakan UMKM dalam bidang pencarian
modal bagi UMKM, karena UMKM merupakan alat yang dapat memabngun Negara dimasa
depan, dan penyerapan tenaga kerja yang cukup banyakpun bisa terjadi di UMKM.
Mengingat pengalaman yang telah dihadapi oleh Indonesia selama krisis, kiranya tidak
berlebihan apabila pengembangan sektor swasta difokuskan pada UMKM, terlebih lagi unit
usaha ini seringkali terabaikan hanya karena hasil produksinya dalam skala kecil dan belum
mampu bersaing dengan unit usaha lainnya Pengembangan UMKM perlu mendapatkan
perhatian yang besar baik dari pemerintah maupun masyarakat agar dapat berkembang lebih
kompetitif bersama pelaku ekonomi lainnya. Kebijakan pemerintah dan kebijakan perusahaan
sewa guna usaha dalam hal kredit ke depan perlu diupayakan lebih kondusif bagi tumbuh dan
berkembangnya UMKM.

Pemerintah perlu meningkatkan perannya dalam memberdayakan UMKM disamping


mengembangkan kemitraan usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha besar
dengan pengusaha kecil, harus juga memperhatikan dana yang didapat dari UMKM dapat
dipermudah dengan adanya standarisasi kredit yang tidak menyulitkan para wirausahawan
dalam membuka usaha dan meningkatkan kualitas. UMKM juga merupakan cikal bakal dari
tumbuhnya usaha besar. “Hampir semua usaha besar berawal dari UMKM. Usaha kecil
menengah (UMKM) harus terus dikembangkan dan aktif agar dapat berkembang dan
bersaing dengan perusahaan besar. Jika tidak, UMKM di Indonesia yang merupakan jantung
perekonomian Indonesia tidak akan bisa maju dan berkembang.

Mengingat bahwa perkembangan (UMKM) pada tahun 2010 – 2011 meningkat sebesar
1.382.713 atau 2.57 % dengan perincian

Usaha mikro (Umi) 2010 – 2011 meningkat sebesar 1.352.470 atau 2.54 %

Usaha kecil (UK) 2010 – 2011 meningkat sebesar 28.593 atau 4.98 %

Usaha menengah (UM) 2010 – 2011 meningkat sebesar 1.649 atau 2.87 %

Usaha besar (UB) 2010 – 2011 meningkat sebesar 114 atau 2.35 %

Total 2010 – 2011 1.382.827 atau 2.57 %

Satu hal yang perlu diingat dalam pengembangan UMKM adalah Peran Perusahaan
Leasing (sewa guna usaha) dalam pemberian modal usaha bagi UMKM sangat penting, dan
pemerintah harus ikut campur dalam pemberdayaan hal tersebut. Karena langkah ini tidak
semata-mata merupakan langkah yang harus diambil oleh Pemerintah dan hanya menjadi
tanggung jawab Pemerintah.. Pihak UMKM sendiri sebagai pihak yang dikembangkan, dapat
mengayunkan langkah bersama-sama dengan Pemerintah. Selain Pemerintah dan UMKM,
peran dari sektor Perusahaan sewa guna usaha juga sangat penting terkait dengan segala hal
mengenai pendanaan, terutama dari sisi pemberian pinjaman atau penetapan kebijakan kredit
yang memudahkan UMKM.

Anda mungkin juga menyukai