Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latara Belakang
Berdasarkan visi Indonesia sehat. Keadaan

masyarakat Indonesia di masa depan atau visi yang

ingin dicapai melalui pembangunan kesehatan dirumuskan

sebagai: “Indonesia Sehat 2025”. Misi Indonesia sehat

2025, dengan berlandaskan pada dasar Pembangunan

Kesehatan, dan untuk mewujudkan Visi Indonesia Sehat

2025, ditetapkan misi pembangunan kesehatan, yaitu:

Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan

kesehatan. Kesehatan sebagai salah satu unsur dari

kesejahteraan rakyat juga mengandung arti

terlindunginya dan terlepasnya masyarakat dari segala

macam gangguan yang mempengaruhi derajat kesehatan

masyarakat, mendorong kemandirian masyarakat untuk

hidup sehat, meningkatkan mutu kesehatan terpadu untuk

anak-anak, tidak hanya menjaga kesehatan gigi dan

kulit, untuk misi “Indonesia sehat 2025 “ meningkatkan

kesehatan mata anak yang akan menjadi penerus dari

bangsa indonesia.

Terlebih sekitar 80% dari informasi yang kita

terima berasal dari mata. Apabila mata mengalami

gangguan, maka hidup manusia juga ikut mengalami

gangguan. Oleh karena itu, penting untuk menjaga


kesehatan mata selagi masih anak-anak. Pada usia anak-

anak hingga usia remaja, proses pemanjangan bola mata

adalah normal dan merupakan salah satu proses alamiah.

Pemanjangan sumbu nantinya akan menyebabkan media

refraktif sulit untuk fokus pada berkas cahaya

sehingga obyek pandang akan terfokus di depan retina.

Sehingga semakin bertambahnya usia, maka kadar mata

minus juga semakin bertambah. Oleh karena itu, penting

untuk menjaga kesehatan mata pada anak sejak dini

untuk meminimalisir semakin parahnya kelainan mata

minus pada anak (Rozalina, 2012).

Untuk itu Mata adalah organ tubuh yang paling

mudah mengalami penyakit akibat kerja, karena terlalu

sering memfokuskan bola mata ke layar monitor

computer/gadget. Tampilan layar yang terlalu terang

dengan warna yang panas seperti warna merah, kuning,

ungu, oranye akan lebih mempercepat kelelahan pada

mata. Selain dari itu, pantulan cahaya (silau) pada

layar yang berasal dari sumber lain seperti

jendela,lampu penerangan dan lain sebagainya, akan

menambah beban mata. Pencahayaan ruangan kerja juga

berpengaruh pada beban mata. Pemakaian layar monitor

yang tidak ergonomis dapat menyebabkan keluhan pada

mata. Berdasarkan hasil penelitian, 77% para pemakai

layar monitor akan mengalami keluhan pada mata, mulai

dari rasa pegal dan nyeri pada mata, mata merah, mata
berair, sampai pada iritasi mata bahkan kemungkinan

katarak mata (Fazar, 2011).

Pengaruh radiasi dari layar computer/gedget bisa

melelahkan mata. Apalagi didukung oleh efek cahaya

yang ditampilkan dalam sebuah game. Dalam satu kali

penglihatan, efek cahaya yang bisa terjadi bisa

mencapai ratusan. Ini biasanya bisa menyebabkan perut

mual jika kita terus memaksa mata melihat ke layar

televisi atau monitor. Dan dengan kurangnya

pencahayaan dalam ruangan, ini akan menjadi semakin

buruk. Walaupun kenampakan efek khusus dalam game

lebih jelas, namun ini akan menjadikan mata lebih

cepat lelah. Anda harus menjaga jarak dari layar

monitordan istirahatkan mata sebelum dan setelah

bermain game dalam waktu yang cukup lama (Adit, 2011).

Pada era globalisasi ini, berjuta-juta permainan

telah dibuat dengan teknologi yang semakin canggih.

Semua orang dapat mengakses berbagai macam permainan

melalui jaringan internet yang sering disebut game

online. Game online tentunya dimainkan melalui media

computer dan gedget. Anak telah dikenalkan dengan

teknologi sejak dini, sehingga mereka cukup

mendominasi sebagai konsumen game online. Karena

permainan merupakan dilakukan untuk memperoleh

kesenangan maka hal ini dapat menjadi suatu kebiasaan.

Hal tersebut dapat berarti bahwa kebiasaan bermain


game online mengharuskan anak berlama-lama berkontak

mata di depan layar yang tentu akan berdampak pada

kesehatan matanya (Dewi, M, 2011).

Seperti halnya kelainan refraksi biasa disebabkan

oleh adanya faktor kebiasaan membaca terlalu dekat

sehingga menyebabkan kelelahan pada mata (astenopia)

dan radiasi cahaya yang berlebihan yang diterima mata,

diantaranya adalah radiasi cahaya computer/gadget dan

televisi. Pada gangguan yang disebabkan

computer/gedget, hal ini akan menyebabkan terjadinya

Computer Vision Syndrome (CVS). Situasi tersebut

menyebabkan otot yang membuat akomodasi pada mata akan

bekerja semua (Gondhowiharjo,2009).

Berdasarkan penelitian para dokter mata di

Amerika, penggunaan computer dan gadget berlebihan

dapat mempercepat angka kejadian myopia (mata minus)

pada anak-anak. Komputer dapat menimbulkan dampak

buruk pada mata anak, yaitu dapat mempercepat

timbulnya myopia (mata minus) juga memperparah derajat

mata minus yang diderita si anak. Bahkan anak-anak

yang terus bermain video game selama berjam-jam akan

berisiko menyebabkan masalah mata seperti sakit

kepala, penglihatan kabur, susah melihat objek yang

jauh, dan sering menyipitkan mata ketika melihat obyek

jauh dan ketidaknyamanan di mata. Biasanya dialami


anak-anak usia 4 sampai 15 tahun yang sangat rentan

menderita myopia atau rabun jauh (Rozalina, 2011).

Kelelahan mata akibat terlalu lama di depan layar

computer/gadget dan gelombang elektromagnetik yang

dihasilkan monitor menyebabkan radiasi dan bisa

mengganggu kesehatan mata. Dengan posisi duduk untuk

jangka waktu beberapa jam, dapat memperberat kerja

otot mata untuk mengatur fokus danmenimbulkan eye

strain (ketegangan mata), pancaran radiasi gelombang

elektromagnetik yang ditimbulkan oleh layar dapat

menyebabkan kerusakan pada retina. Kerusakan pada mata

tidak bersifat langsung, tetapi bersifat gradual

(Rozalina, 2011).

Radiasi layar dapat menyebabkan kelelahan mata

dan gangguan mata. Masalah visual lainya yang timbul

adalah soal gangguan sakit kepala dan sakit leher atau

bahu. Selain itu, disebutkan pula bahwa pengguna

computer/gedget ternyata lebih jarang mengedipkan

mata. Padahal kedipan mata sangat penting untuk

mengurangi risiko mata kering. Semakin lama mata

terbuka, semakin tinggi kemungkinan kornea mata

mengalami dehidrasi, merasa panas dan sakit, atau

seperti ada pasir di kelopak mata hingga terasa berat.

Cahaya maupun pajanan medan elektromagnet dengan

intensitas tinggi dan dalam waktu yang lama dapat

menurunkan produksi hormon melatonin dan berpotensi


menimbulkan berbagai keluhan, termasuk sakit kepala,

pusingdan keletihan, serta insomnia (susah tidur)

(Fazar, 2010).

American Optometric Association(AOA)

mendefinisikan Computer Vision Syndrome (CVS) sebagai

sekelompok gangguan okuler yang dikeluhkan oleh

seseorang yang menggunakan computer/gadget dalam waktu

yang cukup lama. Berat dan ringannya keluhan yang

dilaporkan sebanding dengan banyaknya waktu yang

digunakan di depan layar. Waktu maksimum pengguaan

gadget yang ideal adalah 1-2 jam perhari (Evi, 2012).

Perawat sebagai tenaga kesehatan yang bertanggung

jawab terhadap derajat kesehatan seseorang baik fisik

maupun mental, sudah seharusnya berpartisipasi dalam

mencegah penurunan tajam penglihatan pada anak usia

sekolah. Peran perawat dalam melakukan pemeriksaan

fisik pada sistem sensori disini yaitu sebagai

Care giver, educator, advokasi, konselor dan

peneliti. Care giver disini perawat berperan sebagai

pemberi asuhan keperawatan yang didasarkan pada hasil

temuan masalah yang ditemukan pada pemeriksaan fisik

sistem sensori. Perawat sebagai educator yaitu sebagai

pendidik yang dapat mengajarkan pihak pasien atau

keluarga tentang penanganan masalah secara mandiri

yang berfokus pada pemanfaatan potensi individu maupun

keluarga untuk mencapai kualitas hidup yang optimal.


Peran perawat sebagai advokasi yaitu perawat sebagai

pelindung hak-hak pasien dari pihak-pihak yang dapat

merugikan pasien. Konselor yaitu perawat memberikan

konseling pada pihak keluarga atau pasien mengenai

terapi maupun penyelesaian masalah gangguan sensori

yang ditemui. Peran peneliti yaitu perawat dapat

menemukan penanganan yang baik dan maksimal mengenai

gangguan sistem sensori melalui penelitian sehingga

dihasilkan kualitas asuhan yang optimal (Wong, 2009).

Di Indonesia sendiri prevalensi kelainan refraksi

menempati urutan pertama pada penyakit mata. Ditemukan

jumlah penderita kelainan refraksi di indonesia hampir

25% populasi penduduk atau sekitar 55 juta jiwa

(Suhardjo, 2010).

Dan Menurut data terbaru Kementrian Komunikasi

Informasi (Kominfo), setidaknya 30 juta anak-anak dan

remaja di Indonesia merupakan pengguna gedget, media

digital saat ini menjadi pilihan utama saluran

komunikasi yang mereka gunakan. Hasil studi menemukan

bahwa 80 persen responden yang disurvei merupakan

pengguna, dengan bukti kesenjangan digital yang kuat

antara mereka yang tinggal di wilayah perkotaan dan

lebih sejahtera di Indonesia, dengan mereka yang

tinggal di daerah perdesaan (dan kurang sejahtera). Di

Daerah Istimewa Yogyakarta, Jakarta dan Banten,

misalnya, hampir semua responden merupakan pengguna


gadget. Dari data survei Kominfo pada tahun 2014 Nusa

Tenggara Barat (NTB) menduduki pringkat ke 5 terbanyak

pengguna gadget dikalangan anak-anak dan remaja. Data

survei Kominfo menyebutkan pengguna gadget di Nusa

Tenggara Barat 25% dari 30 juta anak-anak dan remaja

di Indonesia (Kominfo,2014).

Menurut survey awal yang dilakukan di lakukan di

SDN 3 Sandik Kecamatan Batulayar, usia anak yang

merupakan pengguna gadget berkisar anatara 8-12 tahun.

Dari survei 52 anak diataranya merupakan pengguna

gadget, mereka hanya menggunakan gadget untuk bermain

game online atau game offline. Mereka menggunakan

gadget lebih dari 2 jam sehari.

Berdasarkan berita dan analisdengan banyaknya

smartphone atau gadget dengan harga yang terjangkau

oleh masyarakat menengah keatas membuat anak usia

sekolah dasar banyak menggunakan smartphone atau

gadget untuk bermain game online atau game offline.

Sehingga memungkinkan anak-anak didepan layar gadget

tanpa menghiraukan dampak yang akan terjadi pada

kesehatan khususnya pada mata. Maka hal ini membuat

peneliti tertarik mengambil judul “Hubungan Prilaku

Anak Usia Sekolah Mengenai Penggunaan Gadget dengan

Kemampuan Penglihatan di Sekolah Dasar Negeri 3

Sandik, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat”.


B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan

masalah dalam penelitian ini adalah “Hubungan Prilaku

Anak Usia Sekolah Mengenai Penggunaan Gadget dengan

Kemampuan Penglihatan di Sekolah Dasar Negeri 3

Sandik, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat.”

C. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mengetahui “Hubungan Prilaku Anak Usia Sekolah

Mengenai Penggunaan Gadget dengan Kemampuan

Penglihatan di Sekolah Dasar Negeri 3 Sandik,

Kecamatan Batulayar, Lombok Barat.”

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi prilaku anak usia sekolah

mengenai penggunaan gadget di SDN 3 Sandik,

Desa Sandik, Kecamatan Batulayar, Lombok

Barat.

b. Mengidentifikasi kemampuan pnglihatan anak

di SDN 3 Sandik, Desa Sandik, Kecamatan

Batulayar, Lombok Barat.

c. Menganalisa hubungan prilaku anak mengenai

penggunaan gadget dengan kemampuan

penglihatan di SDN 3 Sandik, Kecamatan

Batulayar, Lombok Barat.


D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitin ini adalah :
1. Bagi Penliti
sebagai pengaplikasian ilmu yang telah didapat

selama dibangku kuliah.


2. Bagi Keluarga dan Masyarakat
a. Untuk memberikan informasi kepada masyarakat dan

seluruh pihak yang berhubungan denga pengguna

gadget untuk lebih meningkatkan peninjauan

terhadapa kesehatan anak khusunya kesehatan mata.


b. Sebagai bahan masukan bagi orang tua untuk

melakukan pengawasaan pada anak dari dampak

pemakaian gadget yang terlalu lama terhadap

keluhan kelelahan mata di Sekolah Dasar Negeri 3

Sandik, Kecamatan Batulayar, Lombok Barat.


3. Bagi Institusi Pendidikan
Dapat menambah wawasan informasi bagi SDN 3

Sandik.
4. Bagi Pemerintah
Member informasi kepada pihak Dinas Kesehatan

Lombok Barat untuk lebih meningkatkan peninjauan

terhadap kesehatan anak khususnya kesehatan mata.

Anda mungkin juga menyukai