SKRIPSI
TRI YOGATAMA
0806328796
DEPARTEMEN GEOGRAFI
DEPOK
2012
SKRIPSI
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains
TRI YOGATAMA
0806328796
DEPARTEMEN GEOGRAFI
DEPOK
2012
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas rahmat, nikmat dan karunia yang
dilimpahkan kepada penulis sehingga skripsi yang berjudul “ Risiko Bencana
Letusan Gunung Gede di Kecamatan Cipanas” ini telah berhasil diselesaikan.
Penulisan tugas akhir dilakukan sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Sains Ilmiah Departemen Geografi , Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia. Penulis menyadari bahwa tanpa
bantuan dari berbagai pihak maka penulis sangat sulit untuk menyelesaikan tugas
akhir ini. Setiap bagian dari skripsi ini tidak terlepas dari inspirasi dan bantuan
dari berbagai pihak. Sehubungan dengan hal ini, pada kesempatan ini penulis
ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Dr.rer.nat. Eko Kusratmoko , M.S dan Drs. Supriatna , M.T selaku dosen
pembimbing yang telah menyediakan waktu, tenaga dan pikiran untuk
membimbing dan mengarahkan saya dalam penyusunan skripsi ini;
2. Dr. Djoko Hamantyo , M.S selaku ketua sidang serta Drs. Sobirin , M.Si
dan Drs. F.TH.R. Sitanala , M.S selaku dewan penguji yang selalu
memberikan koreksi dan masukan kepada penulis , sehingga penulis dapat
memberikan tulisan yang lebih baik lagi serta mampu meneguhkan nilai-
nilai yang tertuang dalam tulisan ini;
3. Sumber inspirasi hidup sepanjang masa yaitu kedua orang tua (Ibu dan
Almarhum Bapak) yang telah memberikan doa, nasihat, dukungan moril
maupun materiil serta motivasi dan arah hidup saat penulis berada dititik
terendah hidupnya. Semoga dengan selesainya tulisan ini penulis mampu
membuat bahagia dan bangga kedua orang tua;
4. Kedua kakak tercinta Mbak Niken dan Mas Daru yang telah mendoakan
penulis untuk menjadi manusia yang sukses beserta dua keponakan Mas
Altaf dan Dede Icha yang tiada hentinya mengisi keseharian penulis
dengan kebahagian;
iv
8. Seluruh teman – teman Geografi angkatan 2006, 2007, 2009, 2010 dan
para alumni yang telah mengisi masa perkuliahan penulis di kampus serta
mendukung dan mendoakan penyusunan skripsi;
Terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat penulis
sebutkan, semoga Allah SWT membalas jasa semuanya. Penulis menyadari
bahwa skripsi masih terdapat banyak kekurangan dan semoga skripsi ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan. Terima kasih.
vii
This study discusses the vulnerability of the eruption of Mount Gede in the
area around Mount Gede and also the level of risk of the eruption of Mount Gede
in District Cipanas with calculate the influence of factors hazards, vulnerabilities
and capacities. The generate of susceptible vilages that have similar data using K-
Means Cluster. There are 44 villages in Cianjur and Sukabumi district who are in
the danger zone eruption of Mount Gede. Villages that have a high of
vulnerability has a characteristic location immediately adjacent to the location of
the summit of Mount Gede, so the main danger factor to the high level of
vulnerability factors sector in the village, this characteristic is owned by the
village - the village in Cianjur. And also high vulnerability was found in the area -
areas not directly adjacent to the location of Mount Gede, but has a high degree of
vulnerability due to the vulnerability factors of social, economic and physical
higher than other villages, this characteristic is owned by the village - the village
in Sukabumi district directly adjacent to the Sukabumi City. Estimated value
losses due to the eruption of Mount Gede in Cipanas district is estimated at Rp
251.29 billion. The risk of big volcanic eruptions with a high risk class has a
characteristic high losses due to the danger of the eruption and has a high of
vulnerability. Villages with a low risk of having most of the characteristics
variables have a value below the average and also has a higher capacity than the
other villages.
viii
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSYARATAN ORISINALITAS ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
KATA PENGANTAR iv
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS vi
ABSTRAK vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR GAMBAR xi
DAFTAR TABEL xii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Batasan Penelitian 3
ix
BAB VI KESIMPULAN 81
DAFTAR PUSTAKA 82
xi
xii
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
satu dari 7 gunung di Jawa Barat yang diawasi ketat oleh PVMBG karena telah
melewati siklus normal letusan (Zakaria; 2008).
Gunung Gede (2958 m) terletak di antara Kabupaten Bogor, Cianjur, dan
Sukabumi yang secara geografis berdekatan dengan Gunung Pangrango.
Dokumentasi pertama mengenai letusan Gunung Gede terjadi pada tahun 1747-
1748 dan terakhir melakukan aktivitas letusan gunung api pada tanggal 13 Maret
di tahun 1957, letusan disertai suara gemuruh dengan tinggi awan letusan kurang
lebih 3 km diatas kawah (Hadikusumo, 1957 dikutip oleh Zufiadi Zakaria). Dari
data historis kejadian letusan, Gunung Gede memiliki siklus letusan terpendek
selama setahun, siklus normal 40 tahun dan siklus panjang 70 tahun (PVMBG).
Untuk mengurangi dampak dari bencana yang belum dan berpotensi untuk
terjadi, pemerintah pusat dan pemerintah daerah berusaha melakukan usaha
perventif (pencegahan). Usaha preventif terhadap bencana merupakan bagian awal
dari siklus penaggulangan bencana serta sebagai sebuah bentuk pelaksanaan dan
aplikasi terhadap Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 yang membahas tentang
kebencanaan. Diharapkan dengan melakuksan usaha preventif mampu
memprediksi serta mengurangi kerugian yang disebabkan oleh suatu bencana.
Pada dasarnya bencana merupakan perpaduan dua elemen yaitu bahaya
dan kerentanan. Dengan kedua elemen tersebut dapat diketahui risiko yang
dimiliki suatu daerah yang diakibatkan oleh suatu bencana. Analisis risiko
tersebut merupakan analisis yang didasarkan pada analisis ancaman (hazard),
kerentanan (vulnerability) dan kemampuan (capacity) dalam menangani bencana.
Selanjutnya analisis ini akan memberikan gambaran atas kemungkinan terjadinya
bencana pada beberapa tahun yang akan datang. Pembuatan peta bahaya,
kerentanan dan risiko bencana merupakan salah satu langkah untuk melakukan
kegiatan pencegahan bencana.
Penelitian risiko ini dilakukan untuk melihat bagaimana tingkat kerugian
atau kerusakan apabila bencana letusan gunung api terjadi pada Gunung Gede,
khususnya untuk Kecamatan Cipanas. Kecamatan Cipanas menjadi fokus dalam
pemelitian dikarenakan sebagian besar daerah termasuk kedalam wilayah rawan
bencana (KRB) namun terjadi peningkatan aktivitas manusia yang cukup pesat
dibandingkan dengan daerah lain di Kabupaten Cianjur, hal ini dibuktikan dengan
Universitas Indonesia
banyak dibangunnya vila - vila dikaki Gunung Gede. Penelitian ini menggunakan
analisis deskriptif menggunakan metode cluster K-menas yang bertujuan agar
tingkat kerentanan dan risiko dihasilkan berdasarkan sebaran data yang dimiliki
desa-desa yang berada diwilayah kajian. Untuk itu perlu dilakukan penelitian
“Risiko Bencana Letusan Gunung Gede di Kecamatan Cipanas” yang
diharapkan nantinya hasil ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam
perencanaan wilayah di masa yang akan datang.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
Universitas Indonesia
Gunung Gede (2958 m) merupakan salah satu gunung api aktif tipe A di
Jawa Barat, terletak di antara Kabupaten Bogor, Cianjur, dan Sukabumi yang
secara geografis berdekatan dengan Gunung Pangrango. Dokumentasi pertama
mengenai letusan Gunung Gede terjadi pada tahun 1747-1748 dan terakhir
melakukan aktivitas letusan gunung api pada tanggal 13 Maret di tahun 1957,
letusan disertai suara gemuruh dengan tinggi awan letusan kurang lebih 3 km
diatas kawah (Hadikusumo, 1957). Dari data historis kejadian letusan, Gunung
Gede memiliki siklus letusan terpendek selama setahun, siklus normal 40 tahun
dan siklus panjang 70 tahun, berikut data historis kejadian letusan Gunung Gede
(Peta KRB Gunung Gede);
a. 1747 dan 1748 : Erupsi hebat yang menghancurkan tubuh gunung api
b. 1761 : Menurut Junghun terjadi letusan yang hanya menghasilkan abu
c. 29 Agustus 1832 : Setelah 71 tahun istirahat terjadi erupsi, kolom erupsi
sangat tinggi terlihat dari Bogor. Pada jam 11 dan 12 terjadi hujan abu
lebat. Tiupan angin ke arah barat. Di Jakarta abu diendapkan tipis.
d. 1840 : Kegiatan Gunung Gede meningkat setelah 8 tahun istirahat
(Haskarl dan Junghun 1854). 12 November jam 03.00 malam terjadi erupsi
hebat dengan gempa bumi hebat dan suara gemuruh, terlihat semburan api
setinggi 50 m di atas kawah, terjadi lontaran bom vulkanik dengan kolom
erupsi tinggi, arah tiupan angin ke arah Bogor sehingga terjadi hujan abu
di kota tersebut. Pada 14 Nopember hujan abu tertuip angin hingga 20 km.
Pada 22 November terjadi gempa tremor dengan kolom erupsi
membumbung disertai lontaran batu dan keesokan harinya daerah puncak
nampak seperti terbakar.
e. 1 Desember 1840 : Pada jam 06.00 terjadi erupsi paroksisma dengan
suara gemuruh, kolom api setinggi 200m diatas tepi kawah dan kolom
erupsi setinggi 2000m diatas puncak gunung. Pada 3 Desember jam 18.00
dan 11 Desember jam 14.00 terjadi erupsi yang sama diakhiri dengan
hujan abu.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
u. 8 Januari 1938: Jam 00.02 terjadi letusan selama 3 menit, semburan pasir
dan lapili. Selama Januari tejadi 5 kali letusan, yaitu 11 Januari jam 21.50
selama 20 detik, 17 Januari jam 15.45 terjadi letusan pendek,, 22 Januari
jam 0.45 dan 01.00 letusan pendek, 25 Januar jam 07.30 dan 07.32 terjadi
letusan 3 menit (Berlage 1948). Pada 28 Januari 1948 jam 04.23 terjadi
letusan. Nopember terjadi 5 kali letusan: 15 Nopember 06.45 letusan abu;
20 Nopember 03.45 letusan; 23 Nopember 07.00 terjadi 3 kali letusa
dengan ketinggian kolom letusan 2500m (Adnawidjaya,1948)
v. 17 Januari 1949: Letusan kecil di Kawah pusat (N.M van Padang, 1951)
w. 2 Agustus 1955: Menurut Djatikusumo (1955) jam 02.00 letusan asap
teval 300-400m diatas kawah
x. 29 April 1956: Jam 07.00 Kolom asap hitam tebal disertai sinar selama 30
menit (Hadikusumo,1957)
y. 1957: Pada 13 Maret 19.16 terjadi letusan disertai suara gemuruh, dengan
tinggi kolom erupsi 3000m diatas kawah.
2.3 Bencana
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan
timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan
dampak psikologis. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. (UU No. 24 Tahun 2007)
2.4.1 Bahaya
Bahaya adalah suatu fenomena alam atau buatan yang mempunyai potensi
mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan lingkungan.
Menurut Awotana (1997) menyatakan bahaya alam adalah bagian dari lingkungan
kita dimana dapat terjadi kapan saja. Gempa Bumi, banjir, letusan gunung api dan
perubahan cuaca yang hebat, sebagaimana kejadian – kejadian alam yang hebat
lainnya dapat menimbulkan bencana alam apabila berinterkasi dengan kondisi
yang rentan.
Bahaya alam (natural hazard) pada dasarnya adalah suatu gejala alami
yang menuju ke arah keseimbangan yang belum tentu dapat menimbulkan
bencana alam (natural disaster). Bahaya alam akan menjadi bencana alam apabila
terjadi pada suatu daerah yang berada dalam kondisi rentan (vulnerable) terhadap
bahaya alam. Kerentanan bukanlah bersifat alamiah akan tetapi lebih disebabkan
oleh sistem kehidupan manusia.
Verstappen (1983) membedakan menjadi tiga kategori penyebab bahaya
alam, yaitu ;
a. Bahaya alam yang diakibatkan oleh proses eksogen yang mencakup banjir,
kekeringan dan gerakan masa batuan
b. Bahaya alam yang diakibatkan oleh proses endogen, mencakup akibat
aktivitas gunung api dan gempa bumi.
c. Bahaya alam akibat proses antropogenik, misalnya subsidance akibat
pengambilan air tanah yang berlebihan.
Universitas Indonesia
a. Awan panas : kecepatan sekitar 60-145 km/jam, suhu tinggi sekitar 200 –
800 drajat celcius, jarak dapat mencapai 10 km atau lebih dari pusat
erupsi, sehingga dapat menghancurkan bangunan. Arah pergerakannya
mengikuti lembah.
b. Guguran longsoran lava: sumber berasal dari kubah lava, longsoran kubah
lava dapat mecapai jutaan meter kubik sehingga dapat menimbulkan
bahaya.
c. Lontaran batuan pijar : pecahan batuan gunung api, berupa bom atau
bongkahan batu gunung api yang dapat dilontarkan saat gunug api
meletus. Dapat mengarah kesegala arah.
d. Hujan abu: hujan material jatuhan yang terdiri dari material lepas
berukuran lempung sampai pasir. Dapat menyebabkan kerusakan hutan
dan lahan pertanian.
e. Aliran lava : Suhu tinggi sekitar 700 – 1200 drajat celcius, volume lava
yang besar, berat sehingga aliran lava mempunyai daya perusak yang
besar, dapat menghancurkan dan membakar apa yang dilandanya.
f. Lahar : kecepatan aliran lava sangat lamban antara 5-300 meter/hari,
secepata tergantung dari viskositas dan kemiringan lereng. Manusia
dapat menghindari untuk menyelamatkan diri. Lahar yang dibawa oleh
hujan biasa dikenal sebagai lahar dingin atau lahar sekuder.
Peta rawan bencana gunung api (Peta Daerah Bahaya Gunung api)
dinyatakan dalam urutan – urutan angka dari tingkat kerawanan rendah ke tingkat
kerawanan tinggi, yaitu: Wilayah Rawan Bencana I, Wilayah Rawan Bencana II
dan Wilayah Rawan Bencana III. (PVMBG dalam Peta KRB Gunung Gede)
Universitas Indonesia
• Wilayah rawan bencana terhadap aliran masa berupa awan panas, aliran lava,
guguran batu (pijar), aliran lahar dan gas beracun.
• Wilayah rawan bencana terhadap material lontaran dan jatuhan sepereti
lontaran batu (pijar), hujan abu lebat, dan hujan lumpur (panas). Pada wilayah
ini, masyarakat diharuskan mengungsi jika terjadi peningkatan kegiatan
gunung api, sampai daerah ini dinyatakan aman kembali.
Wilayah Rawan Bencana III adalah wilayah yang sering terlanda awan
panas, aliran lava, lontaran batu (pijar) dan gas beracun. Wilayah ini hanya
diperuntukkan bagi gunung api yang sangat giat atau sering meletus. Pada wilayah
ini tidak diperkenankan untuk hunian atau aktifitas apapun.
Jenis bahaya yang dikaji dalam penelitian ini adalah awan panas dan
radius abu vulkanik akibat letusan Gunung Gede. Penentuan diameter radius awan
panas didasarkan ketetntuan yang telah dibuat oleh PVMBG dalam peta KRB.
Universitas Indonesia
2.4.3 Kerentanan
Universitas Indonesia
1. Kerentanan fisik
Kerentanan fisik (infrastruktur) bila ada faktor berbahaya (hazard)
tertentu. Berbagai indikator yang merupakan sumber kerentanan fisik
adalah sebagai berikut : persentase wilayah terbangun, kepadatan
Universitas Indonesia
2.4.4 Kapasitas
Universitas Indonesia
Istilah ‘ketahanan’ dan ‘kerentanan’ adalah dua sisi dari satu mata uang
yang sama, tetapi keduanya adalah istilah yang relatif. Kita harus mengkaji
individu-individu, masyarakat-masyarakat dan sistem-sistem mana yang rentan
atau tahan terhadap bencana, dan sampai sejauh mana. Seperti kerentanan,
ketahanan juga kompleks dan memiliki banyak aspek. Dibutuhkan berbagai segi
atau lapisan ketahanan yang berbeda untuk menangani beragam tekanan yang
berbeda dengan tingkat keparahan yang berbeda-beda pula.
Universitas Indonesia
- Keselamatan jiwa
- Perlindungan harta benda
- Kelangsungan proses kerja
- Keselamatan lingkungan
Nilai (Value) diartikan sebagai angka dari kehidupan atau nilai harga
barang-barang (properti) pada area risiko gunung api. Sedangkan kerentanan
(Vulnerability) adalah persentase dari kehidupan atau properti yang memiliki
kemungkinan hilang (rusak) sebagai akibat dari letusan gunung api. Bencana
Universitas Indonesia
(hazzard) adalah kemungkinan area yang terkena dampak dari fenomena gunung
api.
Evaluasi dari risiko letusan gunung api cukup kompleks dikarenakan
kemungkinan erupsi gunung api harus di evaluasi berdasarkan sejarah kejadian.
Bahkan saat catatan kejadian bencana letusan gunung api diketahui cukup detail,
sangat sulit untuk memperkirakan model yang sesuai dengan keseluruhan
aktivitas. (Wickman, 1966 ; Carta et al., 1981 dikutip dari Alberico 2001)
Secara umum BNPB dan UNDP memperhitungan risiko menggunakan
rumus;
R = (Bahaya*Kerentanan)/Kapasitas
Untuk melihat nilai risiko dan perhitungan kerugian dan kerusakan, dalam
buku RENAKSI Merapi (2011) dipisahkan menjadi 5 sektor:
Sektor Permukiman
Sektor Infrastruktur
Sektor Ekonomi
Standarisasi nilai indikator dengan nilai baku perlu dilakukan agar suatu
variabel dapat digunakan untuk perhitungan matematis dengan indikator yang
lain. Davidson (1997) telah menggunakan model standarisasi untuk menghasilkan
nilai dari suatu indikator dengan rumus
Universitas Indonesia
2.7 Clustering
Universitas Indonesia
2.8 K Means
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
Universitas Indonesia
Gambar 3.1 Diagram Alur Pikir Untuk Menentukan Tingkat Risiko Bencana
Awan panas Letusan Gunung Gede di Kecamatan Cipanas
Universitas Indonesia
Klasifikasi wilayah
Wilayah Rawan Daerah dengan tingkat
rawan bencana
Bencana pengkelasan wilayah rawan
Bahaya disesuaikan dengan
(Sumber : PVMBG bencana yang tinggi, semakin
pengkelasan dari
Tahun 2006) besar tingakat bahaya
(PVMBG)
Gender Persentase Semakin besar nilai persetase
(Sumber : BPS perbandingan penduduk laki - laki dan
Kecamatan/Kabupat penduduk laki - laki perempuan, maka kerentanan
en Tahun 2010) dengan perempuan semakin tinggi
Penduduk Cacat Semakin besar jumlah
Jumlah penduduk
(Sumber : Podes penduduk cacat, maka
Sosial cacat tiap desa
2008) kerentanan semakin tinggi
Kepadatan
Penduduk Perbandingan jumlah Semakin besar nilai kepadatan
(Sumber: BPS penduduk perluas penduduk, maka kerentanan
Kabupaten Tahu wilayah semakin tinggi
2010)
Kepadatan
Permukiman
(Sumber : BPS
Perbandingan jumlah Semakin besar nilai kepadatan
Kabupaten 2010,
rumah dengan luas permukiman, maka kerentanan
Peta RBI
wilayah semakin tinggi
Bakosurtanl 1:25000
Kerentanan
dan Pengolahan
Citra
Industri Semakin banyak jumlah
Fisik Jumlah industri di
(Sumber : Podes industri, maka kerentanan
tiap desa
2008) semakin tinggi.
Fasilitas Umum
Jumlah fasilitas Semakin banyak jumlah
(Survey Lapang, dan
umum yang terdapat fasilitas umum, maka
peta Bakosurtanal
di daerah kajian kerentanan semakin tinggi
skala 1:25000)
Jumlah fasilitas kritis Semakin banyak jumlah
Fasilitas Kritis
yang terdapat di fasilitas kritis, maka kerentanan
(Survey Lapang)
daerah kajian semakin tinggi
Sawah
Luas lahan sawah di Semakin luas lahan sawah,
(Sumber :Citra
tiap desa kerentanan semakin tinggi
Landsat 2005)
Ekonomi
Keluarga Tani Semakin besar nilai penduduk
Persentase keluarga
(Sumber : BPS miskin, maka kerentanan
tani tiap desa
Kabupate 2010) semakin tinggi
Proporsi Rumah Semakin besar nilai proporsi
Perbandingan jumlah
Sakit rumah sakit dan jumlah
rumah sakit dengan
(Sumber : Podes penduduk, maka kapasitas
jumlah penduduk
2008) semakin tinggi
Kapasitas
Proporsi Tenaga Semakin besar nilai proporsi
Perbandingan jumlah
Medis jumlah tenaga medis dan
tenaga medis dengan
(Sumber : Podes jumlah penduduk, maka
jumlah penduduk
2008) kapasitas semakin tinggi
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 3.2 Alur Kerja Penelitian Risiko Bencana Awan Panas Letusan Gunung
Gede (Kecamatan Cipanas)
Universitas Indonesia
Dari data yang telah dikumpulkan, dapat dihasilkan peta – peta tematik
sebagai berikut ;
Universitas Indonesia
BAB IV
GAMBARAN UMUM
Universitas Indonesia
konsumsi lokal dan benih, masih memperoleh surplus padi sekitar 40 %. Produksi
pertanian padi terdapat hampir di seluruh wilayah Cianjur.
Sebagaimana daerah beriklim tropis, maka di wilayah Cianjur utara
tumbuh subur tanaman sayuran, teh dan tanaman hias. Di wilayah Cianjur Tengah
tumbuh dengan baik tanaman padi, kelapa dan buah-buahan. Sedangkan di
wilayah Cianjur Selatan tumbuh tanaman palawija, perkebunan teh, karet, aren,
cokelat, kelapa serta tanaman buah-buahan. Potensi lain di wilayah Cianjur
Selatan antara lain obyek wisata pantai yang masih alami dan menantang
investasi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
sedangkan curah hujan antara 2.000 - 3.000 mm/tahun terdapat dibagian tengah
sampai selatan Kabupaten Sukabumi.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
bahaya awan panas lebih tinggi. Dalam peta KRB Gunung Gede, aliran awan
panas berada pada radius 3 km dari puncak gunung namun juga mengalir pada
lembah besar antara Gunung Gede dan Pangrango, lembah ini mengarah langsung
pada beberapa desa di Kecamatan Cipanas.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
Universitas Indonesia
Tabel 5.1 Desa – desa di Kabupaten Cianjur dan Sukabumi Yang Berada di
Wilayah Bahaya
KABUPATEN KECAMATAN DESA KABUPATEN KECAMATAN DESA
Ciloto Cikembang
Caringin
Cimacan Sukamulya
Cipanas Cikahuripan
Cipanas Palasari Cipetir
Gede
Sindangjaya
Kadudampit Pangrango
Sindanglaya Hutan
Cibeureum Sukamaju
Cirumput Sukamanis
Galudra Girijaya
Nagrak
Mangunkerta Kalaparea
SUKABUMI
Nyalindung Karawang
Cugenang
Sukabumi Sudajaya
Padaluyu
CIANJUR Girang
Sarampad Cimangkok
Sukamulya Sukalarang
Sukalarang
Talaga Sukamaju
Gekbrong Titisan
Gekbrong
Kebonpeuteuy Cisarua
Ciherang Langensari
Sukaraja
Cipendawa Margaluyu
Pacet Ciputri Sukamekar
Gadog
Sukatani
Bunikasih
Warungkondang Mekarwangi
Tegallega
[Sumber : Pengolahan Data 2012]
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Dari tabel Final Cluster dihasilkan tujuh cluster data yang memiliki
kedekatan antar data, cluster satu berisikan kelompok data yang memiliki tujuh
variabel dengan nilai dibawah rata – rata serta empat variabel dengan nilai diatas
rata – rata. Sedangkan pada cluster dua berisikan kelompok data yang memiliki
enam variabel dengan nilai dibawah rata – rata dan lima variabel dengan nilai
diatas rata – rata. Dalam klasifikasi tingkatan kelas, kedua cluster (kelompok
data) termasuk dalam kelas sedang karena memiliki kemiripan data antar cluster.
Cluster tiga berisikan kelompok data yang memiliki 9 variabel dengan
nilai dibawah rata – rata serta dua variabel dengan nilai diatas rata – rata. Pada
cluster lima berisikan kelompok data yang memiliki delapan variabel dengan
nilai dibawah rata – rata serta tiga variabel dengan nilai diatas rata – rata. Dan
pada cluster enam sama dengan cluster lima yang berisikan kelompok data yang
memiliki tujuh variabel dengan nilai dibawah rata – rata serta empat variabel
dengan nilai diatas rata – rata hanya terjadi perbedaan nilai pada jenis variabel
yang memiliki nilai dibawah rata-rata. Cluster tiga, lima dan enam digolongkan
dalam tingkatan rendah karena kedekatan data antar kelompok datanya.
Universitas Indonesia
Cluster yang memiliki tingkatan tinggi dimiliki oleh cluster empat dan
cluster tujuh. Cluster empat berisikan kelompok data yang memiliki enam
variabel dengan nilai dibawah rata – rata serta empat variabel dengan lima nilai
diatas rata – rata. Sedangkan cluster tujuh berisikan kelompok data yang memiliki
lima variabel dengan nilai dibawah rata – rata serta enam variabel dengan nilai
diatas rata – rata. Berikut klasifikasi tingakatan kelas ;
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Terdapat tiga desa yang dilalui bahaya awan panas diantaranya Desa
Sindangjaya, Desa Cimacan dan Desa Ciloto. Bahaya abu vulkanik tebal dan
Universitas Indonesia
lontaran batu pijar hanya melanda di dua desa yaitu Desa Sindangjaya dan Desa
Cimacan. Sedangkan sebagian besar desa di Kecamatan Cipanas termasuk dalam
daerah bahaya abu vulkanik dan hujan batu kerikil kecuali Desa Batulawang yang
tidak berada dalam wilayah bahaya letusan Gunung Gede.
Gambar 5.3 Grafik Persentase Luas Bahaya Letusan Gunung Gede di Kecamatan
Cipanas
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Sedangkan untuk desa – desa yang berada di wilayah lontaran kerikil dan abu
vulkanik tipis tidak berpotensi terjadi kerusakan rumah, namun dapat menggangu
aktifitas dan kesehatan penduduk.
Desa Cimacan menjadi desa dengan potensi kerusakan di infrastruktur
rumah terbesar dengan 1.089 rumahnya berada di wilayah bahaya awan panas
yang berpotensi mengancurkan rumah. Tidak hanya itu, sebanyak 3.372 rumah di
Desa Cimacan berada pada wilayah lontaran batu kerikil dan abu vulkanik tipis.
Desa Sindangjaya merupakan satu – satunya desa yang memiliki permukiman di
dalam wilayah bahaya lontaran batu pijar dan abu vulkanik tebal, sehingga potensi
kerusakan rumah akibat lontaran batu pijar dimiliki oleh 103 rumah, 14 rumah
berpotensi terjadi kerusakan akibat awan panas, serta 1.737 rumah berada dalam
radius lontaran kerikil dan abu vulkanik tipis. Terdapatnya 103 rumah yang
berpotensi terkena lontaran batu pijar menunjukan bahwa masih terdapat
permukiman dalam radius 5 kilometer dari puncak Gunung Gede.
Universitas Indonesia
Tinggi. Fasilitas kritis yang ada di Kecamatan Cipanas adalah pasar dan istana.
Pasar terdapat di Kelurahan Cipanas dan Desa Sindangjaya dengan jumlah pasar
masing – masing satu, sedangkan fasilitas kritis Istana Cipanas berada di Desa
Sindangjaya.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 5.4 Kerentanan Sosial dan Fisik Letusan Gunung Gede di Kecamatan
Cipanas
Universitas Indonesia
memiliki kelas kerentanan ekonomi sedang. Desa Cimacan merupakan desa yang
paling rentan dibandingkan dengan desa lain di Kecamatan Cipanas karena
daerahnya memiliki cluster 1 , cluster 4 dan cluster 5 yang menjadikan Desa
Cimacan memiliki kelas kerentanan sedang dan menjadi satu – satunya desa yang
memiliki kelas kerentanan tinggi. Desa Palasari dan Desa Sindanglaya hanya
memiliki kelas kerentanan ekonomi rendah dikarenakan wilayah yang terkena
bahaya tidak terlalu luas, sehingga kedua desa berada pada cluster yang sama
yaitu cluster 3. Desa Sindangjaya berada pada cluster 1 dan cluster 4 yang
menjadikan Desa Sindangjaya memiliki kelas kerentanan sedang.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
dari nilai kerentanan fisik dan kerentanan ekonomi namun memiliki nilai
kepadatan permukiman, gagal panen dan kerusakan sawah dibawah rata - rata.
Cluster 3 memiliki karateristik nilai dibawah rata – rata untuk variabel –
variabel yang dipengaruhi aspek bahaya, kerentanan ekonomi dan dengan tujuh
variabel dibawah rata – rata. Nilai diatas rata – rata dalam cluster ini diperoleh
dari nilai kerentanan sosial dan kerentanan fisik kecuali variabel penduduk cacat
dan fasilitas kritis yang memiliki nilai dibawah rata – rata.
Kulster 4 memiliki karateristik nilai dibawah rata – rata hampir diseluruh
variabel kerentanan dengan dua belas variabel yang memiliki nilai dibawah rata –
rata. Variabel yang memiliki nilai diatas rata – rata hanya pada variabel penduduk
cacat dan kepadatan permukiman.
Cluster 5 memiliki karateristik sebagian besar nilai diatas rata – rata untuk
tiap variabelnya. Nilai tertinggi dimiliki pada variabel yang dipengaruhi aspek
bahaya. Variabel pada cluster ini yang memiliki nilai dibawah rata – rata
berjumlah lima variabel.
Untuk memperoleh tingkatan kerentanan (tinggi, sedang dan rendah) maka
perlu dilakukan klasifikasi cluster berdasarkan karateristik yang dimiliki tiap
cluster, berikut hasil klasifikasi cluster ;
Kerentanan Rendah : Desa dengan kerentanan rendah dimiliki desa –
desa dengan kerentanan sosial, ekonomi dan fisik yang rendah meskipun
desa tersebut juga memiliki potensi kerusakan rumah dan sawah serta
kegagalan panen. Desa Palasri, Desa Ciloto dan Desa Sindanglaya
termasuk dalam tingkat kerentanan rendah
Kerentanan Sedang : Desa dengan kerentanan rendah dimiliki desa –
desa dengan kerentanan sosial, ekonomi dan fisik yang tinggi namun desa
tersebut memiliki potensi kerusakan rumah dan sawah serta kegagalan
panen yang tinggi. Desa Sindanglaya, Kelurahan Cipanas dan Desa
Batulawang termasuk dalam tingkat kerentanan sedang.
Kerentanan Tinggi : Desa dengan kerentanan tinggi dimiliki oleh desa
dengan kerentanan sosial, ekonomi dan fisik yang tinggi serta memiliki
potensi kerusakan rumah dan sawah serta kegagalan yang tinggi. Desa
Cimacan termasuk dalam tingkat kerentanan tinggi.
Universitas Indonesia
5.4 Kapasitas
Kapasitas adalah kemampuan masyarakat dalam mempersiapkan perkiraan
kondisi bencana. Semakin tinggi kapasitas disuatu desa menandakan kemampuan
desa dalam menghadapi ancaman bahaya juga semakin baik. Dalam penelitian ini
variabel yang digunakan untuk mendapatkan tingkat kapasitas ditiap desa adalah
keberadaan dari fasilitas medis dan tenaga medis disetiap desa di Kecamatan
Cipanas.
Tabel 5.18 Fasilitas Kesehatan di Kecamatan Cipanas
Persentase
Tiap
Total
R RS Penduduk
Desa Penduduk Poliklinik Puskesmas Pustu Fasilitas
S Bersalin Mendapat
Kesehatan
Fasilitas
Kesehatan
SINDANGJAYA 11387 0 0 1 0 1 2 0.017563
CIPANAS 16541 0 0 0 1 0 1 0.006045
SINDANGLAYA 16896 0 0 0 0 0 0 0
PALASARI 14214 0 0 0 0 1 1 0.007035
CIMACAN 18069 1 1 0 0 0 2 0.011068
CILOTO 8487 0 0 0 0 1 1 0.011782
BATULAWANG 13222 0 0 0 0 0 0 0
[Sumber : Pengolahan Data 2012]
Desa Cimacan merupakan satu - satunya desa yang memiliki Rumah Sakit
yang berada dibagian selatan desa. Bersama dengan Desa Sindangjaya, Kelurahan
Cipanas menjadi desa – desa yang memiliki fasilitas kesehatan yang baik,
sedangkan Desa Sindanglaya dan Desa Batulawang merupakan desa yang tidak
memiliki fasilitas kesehatan.
Untuk menjadikan jumlah fasilitas umum disetiap desa sebagai bagian dari
varibel kapasitas, maka perlu dibandingkan dengan jumlah penduduk disetiap
desa agar mengetahui pengaruh jumlah fasilitas kesehatan terhadap pelayanan
yang diperoleh oleh penduduk. Desa Sindangjaya merupakan desa yang memiliki
persentase penduduk mendapatkan fasilitas kesehatan tertinggi dengan
0.017563% tiap penduduk. Pendudu di Desa Sindanglaya dan Desa Batulawang
tidak mendapatkan fasilitas kesehatan karena tidak adanya fasilitas kesehatan di
desanya masing – masing.
Universitas Indonesia
Cluster satu dimiliki oleh desa yang memiliki fasilitas kesehatan dengan
nilai diatas rata - rata namun memiliki nilai tenaga medis dibawah rata – rata.
Universitas Indonesia
Cluster dua dimiliki oleh desa yang memiliki nilai fasilitas kesehatan dibawah
rata – rata namun memiliki nilai diatas rata – rata dalam pelayanan tenaga medis.
Sedangkan cluster tiga dimiliki oleh desa – desa dengan nilai fasilitas kesehatan
dan tenaga medis dibawah rata – rata.
Universitas Indonesia
Persentase Penduduk
Persentase Penduduk Mendapat
DESA Terlayani Tenaga
Fasilitas Kesehatan
Medis
SINDANGJAYA -0.017563889 -0.008781944
CIPANAS -0.006045584 -0.060455837
SINDANGLAYA 0 -0.011837121
PALASARI -0.007035317 -0.049247221
CIMACAN -0.011068681 -0.005534341
CILOTO -0.011782727 0
BATULAWANG 0 -0.007563152
[Sumber: Pengolahan Data 2012]
Cluster 1 memiliki enam variabel yang memiliki nilai dibawah rata – rata,
sebagian besar nilai dibawah rata-rata diperoleh dari sebagian kecil variabel –
variabel kerentanan sosial dan fisik. Variabel – variabel dengan nilai diatas rata –
rata sebagian besar diperoleh dari variabel – variabel yang dipengaruhi aspek
bahaya.
Cluster 2 memiliki enam variabel yang memiliki nilai dibawah rata – rata,
nilai dibawah rata –rata sebagian besar diperoleh dari variabel yang dipengaruhi
oleh aspek bahaya dan beberapa variabel kerentanan ekonomi. Sedangkan
variabel – variabel dengan nilai diatas rata – rata diperoleh dari variabel
kerentanan sosial dan fisik.
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gambar 5.8 Peta Tingkat Risiko Letusan Guung Gede di Kecamatan Cipanas
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia
Gunung Gede, namun tidak mengalami kehancuran karena hanya terkena bahaya
abu vulkanik dan hujan kerikil.
Universitas Indonesia
Dari 7 desa yang berada di Kecamatan Cipanas, terdapat tiga desa yang
memiliki potensi kerugian tinggi akibat letusan Gunung Gede, yaitu Desa
Cimacan sebagai desa dengan risiko paling tinggi potensi kerugian sebesar Rp 91
Miliar, kemudian desa Sindangjaya dan Desa Ciloto yang memiliki total kerugian
hampir sama yaitu Rp 48 Miliar untuk Desa Sindangjaya dan Rp 46 Miliar untuk
Desa Ciloto. Desa Batulawang dan Desa Sindanglaya memiliki risiko paling
rendah paling karena persawahan di kedua desa tidak berada dalam wilayah
bahaya sehingga memiliki kerugian di sektor pertanian paling sedikit.
Universitas Indonesia
BAB VI
KESIMPULAN
Universitas Indonesia
DAFTAR PUSTAKA
Universitas Indonesia
Universitas Indonesia