Rudy-Susanto
Bagian IKA FK Undip / RS Dr. Kariadi Semarang
PENDAHULUAN
Kelahiran bayi dengan genitalia meragukan merupakan kegawatan sosial dan tantangan
bagi dokter/dokter anak yang menangani, terutama dalam diagnosis dan pengelolaannya.
Diagnosis harus ditegakkan secepat mungkin, sehingga segera dapat dibuat rencana
pengelolaan yang tepat untuk meminimalkan komplikasi medis, psikologis dan sosial.
Pada kasus ini yang penting, dokter harus segera memeriksa dan memperlihatkan
kelainan genital yang dijumpai dihadapan orang tuanya, untuk diberikan penjelasan. Bila
memungkinkan orang tua dianjurkan untuk tidak memberi nama atau mencatatkan
kelahiran anaknya sampai jenis kelamin ditetapkan.
Untuk mencapai hasil yang diharapkan, paling sedikit harus dikelola oleh tim yang terdiri
dari ahli endokrin anak, ahli bedah urologi anak, ahli genetik dan ahli psikiatri anak, yang
bekerja sama dengan keluarga agar dapat mencapai dua tujuan utama, yaitu: menetapkan
diagnosis yang tepat dan dengan asupan dari orang tua, menentukan jenis kelamin
berdasarkan pada diagnosis dan anatomi bayi.
Untuk menetapkan jenis kelamin, tiap kasus memerlukan pertimbangan tersendiri
berdasarkan pemeriksaan fisik, laboratorium, dan pertimbangan orang tua. Sebagian
besar kasus, diperlukan rujukan ke fasilitas perawatan tersier untuk memperoleh evaluasi
yang optimal.
DEFINISI
Genitalia meragukan adalah kelainan yang menyebabkan jenis kelamin tidak sesuai
dengan klasifikasi tradisional laki-laki atau perempuan.
Dicurigai ambiguous genitalia, apabila alat kelamin kecil, disebut penis terlalu kecil
sedangkan klitoris terlalu besar; atau bilamana skrotum melipat pada garis tengah
sehingga tampak seperti labium mayor yang tidak normal dan gonad tidak teraba. Namun
harus diketahui bahwa tidak semua ambiguous genitalia pada bayi baru lahir
mengakibatkan tampilan genital yang meragukan, misalnya hipospadi, genitalia jelas
mengalami malformasi walaupun jenis kelamin tidak diragukan lagi adalah laki-laki.
PATOFISIOLOGI
Untuk mengetahui patofisiologi ambiguous genitalia, harus memahami diferensiasi
seksual normal dan abnormal yang merupakan pengertian dasar pada kelainan ini.
Gambar 1.
Kaskade normal terjadinya ovarium dan testes serta perkembangan duktus internal dan
genitalia eksterna.
A C
B
Gambar 2:
Teori Jost, pada bayi kelinci normal 46, XX menjadi perempuan, sedangkan 46,
XY menjadi laki-laki. (A) Bila dilakukan kastrasi, baik pada 46, XX maupun 46,
XY maka duktus mülleri akan berkembang, duktus wolfii regresi. (B) Bila
dilakukan kastrasi dan implantasi testes pada satu sisi, maka pada sisi tersebut
duktus wolfii berkembang, duktus mülleri regresi, pada sisi kontra lateral duktus
mülleri berkembang sedang duktus wolfii regresi. (C) Bila impantasi hanya
testosteron saja pada satu sisi, maka pada sisi ipsilateral duktus mülleri dan wolfii
berkembang, pada sisi kontralateral duktus mülleri berkembang duktus mülleri
berkembang tidak sempurna.
Gambar 3.
Diferensiasi gonad serta peran MIS dan testosteron pada perkembangan duktus internal.
DIAGNOSIS
Pada bayi baru lahir, kromosom seks telah ditetapkan sejak saat fertilisasi, kemudian
gonad yang belum berdiferensiasi berkembang menjadi testes atau ovarium. Fenotip jenis
kelamin bayi merupakan hasil diferensiasi duktus internal dan genitalia eksterna dibawah
pengaruh hormon dan faktor transkripsi. Bila terjadi kelainan diantara proses tersebut
akan mengakibatkan ambiguous genitalia atau interseks (lihat gambar 1). Pada bayi baru
lahir, harus segera dilakukan pemeriksaan kariotipe, gonad teraba atau tidak, kemudian
lakukan pemeriksaan laboratorium. Bila gonad teraba langsung lakukan pemeriksaan
sesuai alur pada gambar 6. Bila gonad tidak teraba, lakukan pemeriksaan laboratorim
termasuk elektrolit serum, 17-OH progesteron, testosteron, LH, dan follicle-stimulating
hormone (FSH). Bila kadar 17-OH progesteron meningkat, diagnosisnya adalah CAH.
Pemeriksaan kadar 11- deoxycortisol dan deoxycorticosterone dapat membantu
membedakan antara defisiensi 21-hydroxylase dan 11-b-hydroxylase. Bila kadarnya
meningkat, maka diagosisnya adalah defisiensi 11b-hydroxylase, sedangkan bila
kadarnya rendah maka diagnosisnya defisiensi 21-hydroxylase. Bila kadar 17-OH
progesterone normal, tentukan rasio testosteron terhadap DHT sebelum dan sesudah
stimulasi dengan hCG, untuk membantu menjelaskan penyebab “male
Tabel 3.
Garis besar anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pencitraan pada
ambiguous genitalia
Anamnesis
• Riwayat kehamilan
• Riwayat keluarga
• Kelainan pada USG prenatal
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan laboratorium
• Analisa kromosom
• Elektrolit serum
• Serum 17-hydroxyprogesterone (N= 82-400 ng/dL pada bayi 1- 5 hari)
• 17-ketosteroid urin (N= <1 mg/24 jam)
Pencitraan
Perabaan
Gonad
Teraba Tidak
Teraba
Skrining
CAH
Negatif Positif
Profil biokimia
USG USG
Scanning urogenital Scanning urogenital
Genitogram Genitogram
Biopsi
Gambar 6.
Skema alur untuk mengarahkan diagnosis pada ambiguous genitalia.
”Female pseudohermaphrodit”
Merupakan kelainan interseks yang paling banyak, kariotip 46,XX, ovarium dan derivat
mülleri normal. Ambiguitas genital terbatas pada virilisasi genitalia eksterna akibat
paparan androgen in utero.
Penyebab terbanyak adalah CAH, merupakan kelompok kelainan ”autosomal recessive”
yang menyebabkan defisiensi satu dari lima gen yang dibutuhkan untuk sintesis kortisol
(lihat gambar 7). Gen dan ensim tersebut adalah: CYP21 (P450c21), 21-hydroxylase;
CYP11 (P450c11), 11bhydroxylase, 18-hydroxylase, dan 18-oxidase; CYP 17
(P450c17), 17a-hydroxylase dan 17,20-lyase; 3b2HSD, 3b-hydroxysteroid
dehydrogenase; dan StAR, yang merupakan ensim pembelah rantai samping. Defek
biokimia ini ditandai dengan gagalnya sekresi kortisol, hanya defisiensi CYP21 dan
CYP11 yang menonjol sebagai penyebab virilisasi, defisiensi 3b2HSD dapat juga sedikit
menyebabkan virilisasi. Pada janin perempuan terjadi maskulinisasi karena androgen
adrenal dan prekursornya yang diproduksi berlebihan, janin laki-laki yang terkena tidak
terjadi kelainan genitalia. Sebaliknya, pada defisiensi 3b2HSD, CYP17, dan StAR terjadi
blok pada sintesis kortisol dan produksi steroid gonad, maka janin laki-laki yang terkena
Disgenesis gonad
Disgenesis gonad campuran, merupakan penyebab interseks yang juga sering. Umumnya
disgenesis gonad akibat kelainan kromosom seks atau autosom, meliputi spektrum
anomali dari tidak adanya perkembangan gonad sama sekali sampai gagal gonad
manifestasi lambat. Sesuai dengan gagalnya perkembangan menjadi testes atau ovarium,
maka terjadi testes disgenetik atau hanya lapisan gonad saja (streak gonad).
Disgenesis gonad murni, pada anak dengan kariotip 46,X0 dengan ”streak gonad” lebih
sering disebut sindrom Turner (45,XX atau 45,XX/46,XX). Bentuk mosaik 45,XX/46,XX
terjadi pada lebih dari 75% pasien sindrom Turner. Bentuk yang jarang dari disgenesis
gonad murni adalah sindrom Swyer. Tampilan luar anak ini seperti anak perempuan,
mempunyai uterus serta tuba fallopii, namun kariotipnya 46,XY yang kromosom Y
biasanya tidak berfungsi sehingga terjadi gonad yang disgenesis intra abdomen.
Disgenesis gonad parsial berkaitan dengan kelainan perkembangan testes parsial,
termasuk disgenesis gonad campuran, ”male pseudohermaphrodit” disgenetik, dan
beberapa bentuk regresi testes atau ovarium. Disgenesis gonad campuran atau parsial
(45,XX/46,XY or 46,XY) menyebabkan streak gonad pada satu sisi dan sisi lain testes,
yang seringkali juga disgenesis. Pasien dengan kromosom Y mempunyai risiko tinggi
untuk terjadinya tumor pada ”streak gonade” atau disgenesis, dibandingkan populasi
umum. Gonadoblastoma, adalah suatu pertumbuhan jinak, merupakan tumor yang sering
dijumpai, 20% - 25% berrisiko transformasi ganas, sejalan dengan meningkatnya usia
menjadi dysgerminoma, sehingga dianjurkan mengangkat gonad. Pasien dengan kariotipe
45,XX/46,XY dengan biopsi testes normal testes dapat dipertahankan dan diturunkan
Table 5. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan normal dengan pasien sindrom
Turner
Table 6. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan normal dengan pasien disgenesis
gonad sempurna
Pseudohermaphrodit laki-laki
Merupakan kelainan heterogen dimana didapatkan testes, tetapi sistem duktus interna
atau genitalia eksterna maskulinisasinya tidak sempurna. Fenotip genitalia eksternanya
bervariasi dengan rentang dari perempuan lengkap sampai laki-laki kurang sempurna
karena adanya hipospadia saja atau kriptorkidisme. Pseudohermaphrodit laki-laki dapat
diklasifikasikan menjadi 8 kategori etiologi: (1) Gagalnya sel Leydig, (2) Defek pada
biosintesis testosteron, (3) sindrom “androgen insensitivity”, (4) Defisiensi 5a-reductase,
(5) Sindrom duktus mülleri persisten (PMDS), (6) Disgenesis testes, (7) Kegagalan testes
primer atau Sindrom testes hilang, dan (8) Akibat eksogen.
Tabel 7. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan normal dengan pasien defek
biosisntesis testosteron
Tabel 8. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan normal dengan pasien AIS
4. Defisiensi 5a-Reductase
Table 9. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan normal dengan pasien defisiensi 5
alfa reduktase
6. Disgenesis Testes
Pasien disgenesis testes (pseudohermaprodit laki-laki) menunjukkan perkembangan
ambiguitas pada duktus genitalia interna, sinus urogenital, dan genitalia eksterna.
Disgenesis testes dapat terjadi akibat delesi atau mutasi beberapa gen yang terlibat dalam
kaskade pembentukan testes, antara lain SRY, DAX, WT1, dan SOX9. Gen SRY
merupakan gen “single exon” yang terletak pada lengan pendek kromosom Y. Mutasi gen
SRY biasanya mengakibatkan disgenesis gonad lengkap dan “XY sex reversal” atau
sindrom swyer. Lokus DSS (dosage sensitive sex reversal) telah di map pada regio Xp21
yang mengandung gen DAX1. Duplikasi lokus DSS dihubungkan dengan ”dysgenetic
male pseudohermaphroditism” dan anomali lain. Pasien laki-laki dengan sindrom Denys-
Drash ambiguous genitalia dengan disgenesis atau ”streak” gonad, nefropati progresif,
dan tumor Wilms’. Analisis pada pasien ini mengungkapkan bahwa terjadi mutasi
heterozygot pada gen supresor tumor Wilms’ (WT1) pada 11p13. Sindrom WAGR
(Wilms’ tumor, aniridia, genitourinary abnormalities, dan retardasi mental) juga
dihubungkan dengan perubahan pada WT1. Anomali genitourinaria terjadi juga pada
sindrom WAGR yang biasanya lebih ringan dibanding sindrom Denys-Drash. Gen SOX9
berhubungan dengan ”campomelic dysplasia”, seringkali merupakan malformasi skeletal
yang letal dengan ”dysgenetic male pseudohermaphroditism”. Pada laki-laki 46,XY yang
terkena, mempunyai fenotip yang bervariasi dari laki-laki normal sampai wanita normal
tergantung pada fungsi gonadnya.
7. Anorkia kongenital
Anorkia kongenital atau sindrom “hilangnya testes” meliputi spektrum anomali akibat
hilangnya fungsi testes. Akibat hilangnya testes sebelum usia kehamilan 8 minggu pada
pasien 46,XY menyebabkan genitalia eksterna dan interna perempuan, tetapi tidak
didapatkan gonad atau “streak gonad”. Bila hilangnya testes pada usia kehamilan 8
sampai 10 minggu menyebabkan “ambiguous genitalia” dan perkembangan duktus yang
bervariasi. Hilangnya fungsi testes sesudah periode kristis diferensiasi laki-laki pada
kehamilan 12 sampai 14 minggu kehamilan menyebabkan fenotip genitalia eksterna
normal dengan “anorchia internal”. Bentuk anorkia sporadik dan familial menetap. Kasus
familial, termasuk beberapa laporan pada kembar monozygotic, menyokong adanya gen
mutan yang belum teridentifikasi pada beberapa pasien dengan sindrom.
8. Penyebab eksogen
Gangguan eksogen pada perkembangan genitalia laki-laki normal antara lain ibu
mengkonsumsi progesteron atau estrogen atau pada lingkungan yang berbahaya. Pada
awal tahun 1942, Courrier dan Jost membuktikan bahwa efek anti androgen pada fetus
laki-laki yang diinduksi dengan progestagen sintetik. Kemudian, Silver dkk menunjukkan
meningkatnya insiden hypospadi pada saudara kandung laki-lakinya yang kehamilannya
dilakukan dengan fertilisasi in vitro. Mereka membuat hipotesis bahwa peningkatan
risiko mungkin sekunder karena ibu mengkonsumsi progesteron. Sharpe dan Skakkebaek
Table 10. Perbandingan anak laki-laki dan perempuan normal dengan pasien sindrom
Klinefelter
PENGOBATAN
Pengobatan endokrin
Bila pasien menjadi laki-laki, maka tujuan pengobatan endokrin adalah
mendorong perkembangan maskulisasi dan menekan berkembangnya tanda-tanda
seks feminisasi (membesarkan ukuran penis, menyempurnakan distribusi rambut
dan masa tubuh) dengan memberikan testosteron.
Bila pasien menjadi perempuan, maka tujuan pengobatan adalah mendorong
secara simultan perkembangan karakteristik seksual kearah feminin dan menekan
perkembangan maskulin (perkembangan payudara dan menstruasi yang dapat
timbul pada beberapa induvidu setelah pengobatan estrogen).
Pada CAH diberikan glukokortikoid dan hormon untuk retensi garam.
Glukokortikoid dapat membantu pasien mempertahankan reaksi bila terjadi stres
fisik dan menekan perkembangan maskulinisasi pada pasien perempuan.
Pengobatan dengan hormon seks biasanya mulai diberikan pada saat pubertas dan
glukokortikoid dapat diberikan lebih awal bila dibutuhkan, biasanya dimulai pada
saat diagnosis ditegakkan. Bilamana pasien diberikan hormon seks laki-laki,
hormon seks perempuan atau glukokortikoid, maka pengobatan harus dilanjutkan
selama hidup. Misalnya, hormon seks laki-laki dibutuhkan pada saat dewasa
untuk mempertahankan karakteristik maskulin, hormon seks perempuan untuk
mencegah osteoporosis dan penyakit kardiovaskuler, dan glukokortikoid untuk
mencegah hipoglikemia dan penyakit-penyakit yang menyebabkan stres.
Pengobatan pembedahan
Tujuan pembedahan rekontruksi pada genitalia perempuan adalah agar
mempunyai genitalia eksterna feminin, sedapat mungkin seperti normal dan
mengkoreksi agar fungsi seksualnya normal. Tahap pertama adalah mengurangi
ukuran klitoris yang membesar dengan tetap mempertahankan persyarafan pada
klitoris, dan menempatkannya tidak terlihat seperti posisi pada wanita normal.
Tahap kedua menempatkan vagina keluar agar berada diluar badan didaerah
bawah klitoris.
Tahap pertama biasanya dilakukan pada awal kehidupan. Sedangkan tahap kedua
mungkin lebih berhasil bilamana dilakukan pada saat pasien siap memulai
kehidupan seksual.
Pengobatan psikologis
Sebaiknya, semua pasien interseks dan anggota keluarganya harus
dipertimbangkan untuk diberikan konseling. Konseling dapat diberikan oleh ahli
endokrin anak, psikolog, ahli psikiatri, ahli agama (pastur, pendeta atau kiai),
konselor genetic atau orang lain dimana anggota keluarga lebih dapat berbicara
terbuka. Yang sangat penting adalah bahwa yang memberikan konseling harus
sangat familier dengan hal-hal yang berhubungan dengan diagnosis dan
pengelolaan interseks. Sebagai tambahan, sangat membantu bilamana konselor
mempunyai latar belakang terapi seks atau konseling seks.
Topik yang harus diberikan selama konseling adalah: pengetahuan tentang
keadaan anak dan pengobatannya, infertilitas, orientasi seks, fungsi seksual dan
konseling genetik. Bilamana pada suatu saat di sepanjang hidupnya, pasien dan
orangtuanya mempunyai masalah dengan topik tersebut, maka dianjurkan untuk
berkonsultasi.
Bahan bacaan
• Bose HS, Sugawara T, Strauss JF III, et al. The pathophysiology and genetics of
congenital lipoid 442 G. Urol Clin N Am. 2004. 31: 435–43
• Braun A, Kammerer S, Cleve A, et al. True hermaphroditism in a 46 XY
individual caused by a postzygotic somatic point mutation in the male gonadal
sex-determining locus (SRY): molecular genetics and histological findings in a
sporadic case. Am J Hum Genet.1993. 52: 578–85.