Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tumbuh kembang merupakan dua kata yang berbedda dan salinge
berkesinambungan. Pertumbuhan seringkali merujuk pada perubahan yang bersifat
kuantitatif, seperti tinggi badan, berat badan, dan lingkar kepala. Pertumbuhan organ-
organ tubuh mengikuti 4 pola, yaitu pola umum, neural, limfoid, serta reproduksi.
Organ-organ yang mengikuti pola umum adalah tulang panjang, otot skelet,
sistem pencernaan, pernafasan, peredaran darah, volume darah, sistem imun.
Sedangkan perkembangan yaitu pertambahan stuktur, fungsi dan sistem tubuh yang
lebih kompleks. Proses perkembangan terjadi secara simultan dengan pertumbuhan,
sehingga setiap pertumbuhan disertai dengan perubahan fungsi. Perkembangan anak
terdiri dari perkembangan sosial, motorik kasar, bahasa dan motorik halus
(Kusumaningtiyas, 2016). Tumbuh dan kembang pada anak merupakan salah satu
indikator untuk pemantauan kesehatan anak. Stimulasi menjadi salah satu faktor pada
tumbuh kembang anak. Stimulasi yang kurang pada anak dapat menyebabkan
penyimpangan tumbuh kembang anak dan gangguan menetap (Laloan, 2018).
Penyimpangan tumbuh kembang anak harus dideteksi sejak dini sebelum usia 3 tahun,
hal tersebut dikarenakan anak pada usia 3 tahun merupakan periode masa emas
dimana jumlah sel otak dua kali lipat lebih banyak dari sel otak orang dewasa.
Apabila terlambat mendeteksi maka akan terlambat penangan dan cara perbaikannya
(Ambarwati, 2014).
Tumbuh kembang pada anak tidak selalu berjalan dengan baik, seringkali ada
pula beberapa anak yang mengalami hambatan pertumbuhan maupun perkembangan.
Angka kejadian keterlambatan perkembangan pada anak diperkirakan sekitar 1-3 %
anak dibawah usia 5 tahun (Laloan, 2018). Berdasarkan Kemenkes RI (2010)
melaporkan di DKI Jakarta sebanyak 38,6% anak mengalami delayed development
dan 24,6% anak mengalami global delayed development, serta mengalami
penyimpangan pertumbuhan. Berdasarkan data tersebut tercatat cukup banyak anak-
anak yang mengalami gangguan tumbuh kembang pada usianya. Proses tumbuh dan
kembang pada anak yang mana merupakan indikator pemantauan kesehatan dapat
dilihat pula dari tingkat kesehatan anak. Pada anak yang sering mengalami sakit akan
lebih merasa tertutup karena merasa dirinya berbeda dengan anak-anak yang lain atau
yang sering disebut hospitalisasi.
Kondisi klien merupakan anak yang pemalu dan tertutup, akan tetapi klien
bukan merupakan anak dengan hospitalisasi. Klien pernah mengalami sakit thypoid
dan dirawat di ruah sakit, namun itu hanya sekali dan tidak terjadi secara terus
menerus sehingga tidak dapat dikatakan bahwa anak mengalami hospitalisasi. Ketika
di PAUD klien tidak mau bermain dengan teman-temannya. Seringkali meminta
ibunya untuk menemani di dalam kelas sampai kelas berakhir. Dia hanya bermain
dengan satu teman yang sama dan jika temannya bermain dengan anak lain maka
klien akan memilih mundur dan bermain sendiri. Kondisi anak yang tertutup dapat
terjadi karena beberapa faktor, salah satu faktor utama yaitu pola asuh dari keluarga
atau orang tua.
Berdasarkan kondisi tersebut, diperlukan tindakan yang tepat guna mencegah
terjadinya keterlambatan perkembangan sosial pada anak. Salah satu tindakan yang
dapat diterapkan pada anak yaitu dengan terapi cooperative play. Terapi bermain ini
melatih anak untuk lebih bnyak berinteraksi dengan ligkungan social sekitar namun
tidak secara langsung. Perlahan berlatih dengna orang-orang terdekat kemudian dapat
memiliki rasa percaya terhadap orang lain sehingga klien tidak lagi tertutup terhadap
temannya.
B. SASARAN

C. KASUS
Anak R usia 2 tahun 5 bulan, jenis kelamin laki-laki. An. R sudah mengikuti
kelompok belajar PAUD di dekat rumahnya. Di sekolah An. R cenderung pendiam
dan pemalu. Ibu R menyatakan bahwa dari segi sosial anaknya memang kesulitan
untuk bermain dengan teman baru. Saat bermain An. R harus selalu ditemani oleh
ibunya. Ketika bermain dalam kelompok An. R lebih memilih menghindar dan hanya
bermain dengan satu teman saja. Salain itu, belakangan ini An. R mengeluhkan batuk
pilek sejak 4 hari yang lalu. Sebelum batuk pilek An. R mengalami demam akan
tetapi sudah reda. Ibu An. R menyatakan bahwa An. R mengalami batuk pilek ketika
pergantian musim akan tetapi ibu merasa bukan menjadi suatu masalah.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Tumbang pada Toodler

Anak usia toddler adalah anak yang berusia 12 – 36 bulan (1 – 3 tahun).


Periode ini merupakan masa dimana anak berusaha mencari tahu bagaimana sesuatu
bekerja dan bagaimana mengontrol orang lain melalui kemarahan, penolakan, dan
tindakan keras kepala. Periode ini sangat penting untuk mencapai pertumbuhan dan
perkembangan intelektual secara optimal (Potter & Perry, 2005).

B. Perkembangan Anak Usia Toodler

Pertumbuhan pada toddler menurut (Sufiyanti, 2009)


1. Perubahan proporsional
a. Kenaikan berat badan 1,8 -2 ,7 kg/tahun dan tinggi badan 7,5 cm/tahun
b. Lingkar kepala = lingkar dada pada saat usia 1-2 tahun
c. Fontanel anterior menutup pada usia 12-18 bulan
d. Lingkar dada > ukuran abdomen pada tahun kedua
e. Pot bellied
2. Perubahan sensori
Penglihatan visus 20/20 atau 20/40, pandangan binokuler
3. Kematangan sistem
a. Sistem fisiologis relatif matang pada akhir masa toddler
b. Myelinisasi spinal cord lengkap pada usia 2 tahun
c. Otak tumbuh lengkap 75% pada akhir 2 tahun
4. Saluran pernapasan
a. Struktur internal telinga dan tenggorokan pendek dan lurus
b. Jaringan limfoid pada tonsil membesar dan adenoid membesar
c. Sering menglami infeksi
d. Otitis media
e. Tonsilitis dan ISPA
5. Sistem pencernaan dan eliminasi
a. Proses pencernaan mulai sempurna
b. Kapasitas perut meningkat
c. Keasaaman lambung meningkat
d. Kapasitas bladder meningkat pada usia 14-18 bulan
6. Kulit dan mekanisme pertahanan
a. Epidermis dan dermis berkembang bersama
b. Resisten terhadap infeksi
c. Barrier efektif terhadap kehilangan cairan

C. Perkembangan Anak Usia Toddler


1. Perkembangan Motorik Anak
Menurut Wong (2009) dalam Hasmy (2014), terdapat berbagai perkembangan
anak usia toddler, adalah sebagai berikut:
a. Perkembangan motorik kasar
Perkembangan kemampuan motorik kasar adalah kemampuan yang
berhubungan dengan gerak – gerak kasar yang melibatkan sebagian besar
organ tubuh dan bisa dilihat secara fisik seperti barlari, berjalan, melompat,
dan menendang bola. (Santrock, 2007 dalam Unimus).
Menurut Depkes RI (2010), berikut adalah beberapa perkembangan
motorik kasar anak yang harus dicapai untuk usia 1-2 tahun:
1) Usia 1 tahun
a) Anak sudah bisa jalan berpegangan
b) Anak sudah bisa menggelindingkan bola kecil
c) Anak sudah bisa merangkak naik dan turun tangga
d) Berjalan sambil berjinjit
e) Anak sudah bisa melempar dan menangkap bola
f) Anak sudah bisa berjalan mundur sambil berpegangan
2) Usia 2 tahun
a) Anak sudah bisa berjalan sendiri
b) Anak sudah bisa melompat-lompat
c) Anak sudah bisa naik tangga dan berlari
d) Menjaga keseimbangan tubuh
e) Menendang bola
b. Perkembangan motorik halus
Motorik halus adalah aspek yang berhubungan dengan kemampuan
anak mengamati sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian
tubuh tertentu, dilakukan otak kecil, dan memerlukan koordinasi yang cepat,
sedangkan motorik kasar merupakan aspek yang berhubungan dengan
pergerakan dan sikap tubuh (Halimsyah, 2008).
Tingkat pencapaian perkembangan fisik-motorik halus berdasarkan
Permendikbud RI No. 137 tahun 2014 untuk usia 1-3 tahun, adalah sebagai
berikut:
1) Pada anak usia 12-18 bulan:
a) Membuat coretan bebas
b) Menumpuk tiga kubus ke atas
c) Memegang gelas dengan dua tangan
d) Memasukan benda-benda ke dalam wadah
e) Menumpahkan benda-benda dari wadah
2) Pada anak usia 18-24 bulan:
a) Membuat garis vertikal atau horizontal
b) Membalik halaman buku walaupun belum sempurna

c) Menyobek kertas

3) Pada anak usia 2-3 tahun:


a) Meremas kertas atau kain dengan menggerakan lima jari
b) Melipat kain/kertas meskipun belum rapi
c) Menggunting kertas tanpa pola
d) Koordinasi jari tangan cukup baik memegang benda pipih seperti sikat
gigi dan sendok

c. Perkembangan Kognitif
Piaget dalam Wong (2009) membagi perkembangan dalam rentang
usia. Ketika anak memasuki usia 2-7 tahun, anak akan berada di tahap
praoperasional. Anak yang berada pada tahap ini egosentrisnya telah
berkembang. Hal ini berarti anak belum mampu untuk menempatkan diri pada
kondisi orang lain. Anak pun baru bisa memandang suatu hal dari sudut
pandang mereka sendiri. Pola berpikir intuitif dan transduktif berkembang
pada tahap ini. Selain itu, imaginative thinking juga merupakan ciri khas dari
perkembangan ini (Hockenberry & Wilson, 2009; Wong, 2009).

d. Perkembangan Personal Sosial


Perilaku sosial (personal sosial) adalah aspek yang berhubungan
dengan kemampuan mandiri seperti memakai baju sendiri, pergi ke toilet
sendiri, bersosialisasi dan berinteraksi dengan lingkungannya. Sedangkan
menurut DepKes RI dalam buku pedoman stimulasi, deteksi dan intervensi
dini tumbuh kembang anak (2005) menyatakan bahwa perkembangan sosial
anak adalah proses perubahan yang berlangsung secara terus menerus menuju
kedewasaan yang memerlukan adanya komunikasi dengan masyarakat, lebih
dari 25% anak toddler mengalami keterlambatan perkembangan seperti
kurangnya kemandirian anak (tidak dapat berpakaian sendiri, tidak berhasil
dalam toilet training), tidak bisa berkomunikai dengan lancar dimana anak
tidak mampu menyebutkan namanya sendiri sehingga anak cenderung pasif
dan tidak dapat mengembangkan kemampuannya. Salah satu hal yang
menghambat kemandirian anak adalah kebiasaan anak yang masih sangat
tergantung pada orang tua hal ini ditunjukkan dengan orang tua yang
menunggui anaknya belajar di PAUD secara penuh (Suherman, 2010).
1) 12-24 bulan
a) Meminta sesuatu dengan menunjuk/menarik
b) Mulai membantu orang tua
c) Mulai menyadari benda miliknya
2) 2-3 tahun
a) Bermain sendiri/kelompok
b) Kemandirian meningkat
c) Perhatian terus menerus terhadap sesuatu yang disenangi
d) Lebih mudah dipisah dengan orang tua
e) Mulai dapat membedakan jenis Kelamin

D. Perkembangan Bahasa Anak


1. Definisi Perkembangan Bahasa Anak
Manusia memahami suatu kata dari pengalamannya. Manusia mendapatkan
kosakata dari apa yang dilihat, didengar, dirasakan dan sebagainya. Perkembangan
bicara secara normal dapat berlangsung sama seperti proses motorik, adaptasi dan
sosialisasi. Seperti semua tingkah laku yang dipelajari, berbicara bergantung pada
proses pematangan. Ada suatu periode kesiapan berbicara yaitu antara umur 9
bulan sampai 24 bulan, ketika anak menguasai kemampuan berbicara sebagai alat
komunikasi (Soetjiningsih, 2008 dalam Hasmy, 2014). Periode 2-4 tahun pertama
menunjukkan peningkatan yang cepat dalam jumlah dan kompleksitas
perkembangan berbicara, kekayaan perbendaharaan kata dan kontrol
neuromotorik. Selama periode ini gangguan dalam kelancaran berbicara dapat
lebih kelihatan (BKKBN, 2009 dalam Hasmy, 2014).

2. Tipe Perkembangan Bahasa Anak


Yusuf (2007) dalam Hasmy (2014), membagi tipe perkembangan bahasa anak
menjadi dua, yaitu:
a. Egosentric speech, yaitu anak berbicara kepada dirinya sendiri (monolog). Hal
ini berfungsi untuk mengembangkan kemampuan berpikir anak yang pada
umumnya dilakukan oleh anak berusia 2-3 tahun.
b. Socialized speech, yang terjadi ketika berlangsung kontak antara anak dengan
temannya atau dengan lingkungannya. Hal ini berfungsi mengembangkan
kemampuan penyesuaian sosial. Perkembangan ini dibagi kedalam lima
bentuk yakni:
1) Adapted information, disini terjadi saling tukar gagasan atau tujuan
bersama yang dicari
2) Critism, yang menyangkut penilaian anak terhadap ucapan atau tingkah
laku orang lain
3) Command (perintah), request (permintaan) dan threat (ancaman)
4) Question (pertanyaan)
5) Answer (jawaban)

3. Tugas Perkembangan Bahasa Anak Usia Toddler


Menurut Jacken (2004) dalam Hasmy (2014), perkembangan bahasa pada
anak usia 24 bulan, antara lain:
a. Dapat mengenali dan menunjukan hingga sepuluh benda di buku bergambar
saat disebutkan nama benda itu
b. Menggunakan kalimat pendek dan sederhana. Mampu merangkai dua hingga
tiga kata dalam satu kalimat
c. Merespon saat dipanggil namanya
d. Merespon pada arahan sederhana, misalnya “ke atas”, “ke bawah”, “miring”,
“lurus”
e. Mengulang-ulang kata dan kalimat yang baru didengarnya
f. Senang dengan cerita pendek dan sederhana, kata-kata yang berirama dan lagu
g. Senang sekali melihat-lihat buku terutama yang bergambar
h. Telah mengenali bagian tubuh dan benda-benda yang sering dilihat sehari-hari.
Menunjuk ke mata, telinga, atau hidung saat ditanya .
i. Kosakatanya berkembang hingga kurang lebih 500 kata, mampu menggunakan
150-200 kata

Berikut adalah perkembangan bahasa pada toddler di setiap usia (Hasmy,


2014):

Tabel 1. Perkembangan Kemampuan Bicara dan Bahasa


Usia Perkembangan Kemampuan Bicara dan Bahasa
1-6 bulan Menghasilkan bunyi coos yang dihasilkan dari
tenggorokan
6-9 bulan Babbling
10-11 bulan Mulai mengucapkan kata dengan dua suku kata
seperti mama, tanpa mengerti artinya
12 bulan Mulai mengerti arti kata mama dan mulai
meniru kata dengan dua atau tiga suku kata
13-15 bulan Sudah memiliki sekitar empat sampai tujuh kosa
kata, kalimat yang disampaikan dapat dimengerti
oleh orang lain
16-18 bulan Memiliki hingga 10 kosakata, 20-25% kalimat yang
disampaikan dapat dimengerti oleh orang lain
19-21 bulan Memiliki hingga 20 kosakaata, pembicaraan anak
50% dapat dimengerti oleh orang lain
22-24 bulan Kosakata yang dimiliki lebih dari 50, dapat
mengucapkan prase terdiri dari dua sampai tiga kata,
60-70% pembicaraan bayi dimengerti orang lain
2-2 ½ tahun Memiliki hingga 400 kosakata, termasuk nama, prase
dua hingga tiga kata, penggunaan kata ganti, 75%
pembicaraan dimengerti oleh orang lain
2 ½ - 3 tahun Mengenal usia dan jenis kelamin, menyebutkan nama
tiga benda dengan benar, mengucapkan kalimat
hingga lima kata, 80-90% pembicaraan dapat
dimengerti orang lain
Sumber : Schwartz dalam Hasmy (2014)

E. Konsep Bermain Therapeutik


1. Definisi Bermain Therapeutik
Bermain adalah unsur yang penting untuk perkembangan anak, baik fisik, emosi
mental, intelektual, kreativitas maupun sosial (Soetjiningsih, 2014). Terapi
merupakan penerapan sistematis dari sekumpulan prinsip belajar terhadap suatu
kondisi atau tingkah laku yang dianggap menyimpang dengan tujuan melakukan
perubahan. Bermain terapeutik adalah salah satu kegiatan bermain dengan
mempertimbangkan aspek penting dari kehidupan anak dan dipakai sebagai media
psikoterapi atau pengobatan terhadap anak yang dikenal (Tedjasaputra, 2008).
2. Fungsi Bermain
Fungsi bermain menurut Adriana (2011) berfungsi untuk merangsang
perkembangan sensorimotor, perkembangan intelektual, sosialisasi, kreativitas,
kesadaran diri, nilai moral dan manfaat terapeutik

a. Perkembangan sensori motor: aktivitas sensorimotor adalah komponen utama


bermain pada semua usia. Permainan aktif penting untuk perkembangan otot
dan bermanfaat untuk melepaskan kelebihan energi. Melalui stimulasi taktil,
auditorius, visual dan kinestetik, bayi memperoleh kesan. Todler dan
prasekolah sangat menyukai gerakan tubuh dan mengeksplorasi segala
sesuatu di ruangan

b. Perkembangan intelektual: melalui eksplorasi dan manipulasi, anak-anak


belajar mengenal warna, bentuk, ukuran, tesktur dan fungsi objek-objek.
Ketersediaan materi permainan dan kualitas keterlibatan orang tua adalah dua
variabel terpenting yang terkait dengan perkembangan kognitif selama masa
bayi dan prasekolah.

c. Sosialisasi: perkembangan sosial ditandai dengan kemampuan berinteraksi


dengan lingkungannya. Melalui bermain, anak belajar membentuk hubungan
sosial dan menyelesaikan masalah, belajar pola perilaku dan sikap yang
diterima masyarakat.

d. Kreativitas: anak-anak bereksperimen dan mencoba ide mereka dalam


bermain. Kreativitas terutama merupakan hasil aktivitas tunggal, meskipun
berpikir kreatif sering kali ditingkatkan dalam kelompok. Anak merasa puas
ketika menciptakan sesuatu yang baru dan berbeda.

e. Kesadaran diri: melaui bermain, anak akan mengembangkan kemampuannya


dalam mengatur tingkah laku. Anak juga akan belajar mengenal kemampuan
diri dan membandingkannya dengan orang lain. Kemudian menguji
kemampuannya dengan mencoba berbagai peran serta mempelajari dampak
dari perilaku mereka terhadap orang lain.

f. Nilai moral: anak mempelajari nilai benar dan salah dari lingkungannya
terutama dari lingkungan. Melalui aktivitas bermain anak memperoleh
kesempatan untuk menerapkan nilai-nilai tersebut sehingga dapat diterima di
lingkungannya. Anak juga akan belajar nilai moral dan etika, belajar
membedakan sesuatu dan bertanggung jawab.

g. Manfaat terapeutik: bermain bersifat terapeutik pad aberbagai usia. Bermain


bersifat terapeutik pada berbagai usia. Bermain memberikan sarana untuk
melepaskan diri dari ketegangann dan stress yang dihadapi di lingkungan.
Dalam bermain, anak dapat mengekspresikan emosi dan melepaskan impuls
yang tidak dapat diterima dalam cara yang dapat diterima masyarakat.
Melalui bermain anak - anak mampu mengkomunikasikan kebutuhan, rasa
takut, kecemasan dan keinginan mereka kepada pengamat yang tidak dapat
mereka ekspresikan
3. Hal yang Perlu Diperhatikan dalam Bermain

Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan aktivitas berlain antara lain
(Soetjiningsih, 2014) :

a. Energi ekstra/tambahan : bermain memerlukan energi tambahan, dimana


anak yang sakit, tidak memiliki energi yang banyak untuk bermain,
sehingga permainan yang di anjurkan yaitu permainan yang tidak
memerlukan banyak

b. Waktu : anak yang hospitalisasi harus mempunyai cukup waktu untuk


bermain

c. Alat permainan : untuk bermain diperlukan alat permainan yang sesuai


dengan umur dan taraf perkembangan anak.

d. Ruangan untuk bermain : ruangan tidak usah terlalu besar, anak juga bisa
bermain di halaman atau di tempat tidur disesuaikan dengan keadaan anak.

e. Pengetahuan cara bermain : anak belajar bermain melalui mencoba-coba


sendiri, meniru teman-temannya, atau dibimbing oleh orangtua atau
pengasuh

f. Teman bermain : anak harus yakin bahwa ia mempunyai teman bermain.


Anak dapat bermain dengan orang tua, teman sebaya atau saudara
sehingga anak tidak kehilangan kesempatan dalam bersosialisasi

g. Reward : pemberian reward akan membuat anak termotivasi, reward dapat


diberikan berupa semangat dan pujian atau hadiah pada anak bila berhasil
melakukan sebuah permainan

F. Metode Bermain Terapeutik


1. Cooperative Play
a. Definisi
Cooperative Play (Bermain kooperatif) adalah suatu metode permainan yang
melibatkan sekelompok anak, didalam kegiatan bermain, setiap anak
diberikan tugas dan peran masing-masing yang harus dilakukan untuk
mencapai tujuan bersama (Nugraha, 2004 dalam Wardany, Jaya & Anggraini,
2017 ). Tidak ada istilah kompetisi dalam permainan kooperatif, permainan
bertujuan untuk menciptakan kerja sama yang positif bagi tiap anak yang
berpartisipasi. Tidak ada konflik, tetapi lebih menekankan kepada bermain
yang menyenangkan tanpa saling mengalahkan satu dengan lainnya. (Adi,
2012 dalam Retnoningsih & Mauliyah, 2016).

b. Manfaat Cooperative Play

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Kibtiyah, 2006 dalam Wardany,


et. al., 2017), dibandingkan anak yang tidak bermain secara sosial, anak yang
terbiasa melakukan cooperative play akan cenderung lebih :

1) Aktif & kreatif

2) Memiliki banyak kosakata

3) Lancar berbicara

4) Bahagia dalam melakukan tugas-tugas

Sedangkan berdasarkan penelitian (Kartika, 2015) , bermain kooperatif dapat


meningkatkan :

1) Perilaku kerja sama

2) Kemampuan anak untuk tidak menjadi agresif

3) Penerimaan terhadap teman sebaya

4) Penghargaan terhadap diri sendiri

5) Keterampilan sosial

Selain itu, berdasarkan penelitian (Retnoningsih & Mauliyah, 2016),


Cooperative play mampu menstimulasi perkembangan anak, hal ini
dibuktikan dengan adanya perbedaan hasil setelah dilakukan cooperative play
pada anak, dimana perkembangan anak yang sebelumnya meragukan menjadi
sesuai tahap perkembangannya.
2. Terapi Puzzle
a. Definisi
Permainan puzzle, merupakan jenis permainan edukatif untuk melatih pola
pikir anak dalam menyusun potongan-potongan menjadi satu kesatuan yang
mempunyai bentuk yang utuh (Muloke, Ismanto & Bataha, 2017)
b. Manfaat
Manfaat Terapi bermain puzzle bagi anak antara lain menurut (Muloke,
Ismanto & Bataha, 2017 dan Ramadani, Lestiawati, & Wahyuningsih) :

1) Meningkatkan Perkembangan kognitif

2) Permainan puzzle dapat meningkatkan daya pikir dan konsentrasi anak

3) Meningkatkan kemampuan untuk memecahkan masalah


BAB III

RENCANA PELAKSANAAN

TERAPI BERMAIN

A. Judul Program
Terapi bermain yang digunakan adalah stimulasi permainan puzzle yang dilakukan
secara cooperative play.

B. Deskripsi Program
Permainan puzzle adalah Suatu kegiatan yang yang ditujukan pada anak dilakukan
secara berkelompok dan didampingi oleh fasilitator untuk menyusun puzzle, pertama
puzzle diambil, diacak, lalu mencocokkan ke tempat atau bentuk gambar yang sesuai.

C. Tujuan Program
1. Melatih koordinasi tangan dan mata anak (dikarenakan anak harus mencocokan
keping-keping puzzle dan menyusunnya menjadi satu gambar utuh)
2. Membantu anak memahami logika sebab akibat dari masalah (melatih sel-sel otak
untuk memecahkan masalah)
3. Membantu anak mengembangkan kemampuan kemandirian dalam menyelesaikan
masalah
4. Membantu anak mengenal bentuk dan merupakan langkah penting menuju
pengembangan keterampilan membaca
5. Membantu anak dalam mengembangkan kemampuan bersosialisasi melalui
kerjasama satu sama lain

D. Alat Yang Diperlukan


Alat yang diperlukan untuk melakukan program ini, diantaranya:
1. Kepingan puzzle
2. Tikar/alas

E. Waktu Pelaksanaan
Terapi bermain puzzle dilaksanakan pada:
Hari, tanggal : Kamis, 13 September 2018
Waktu : Pukul 10.00 WIB
Tempat : Rumah Klien (Jl Jurang Belimbing gang waduk 3 RT 1 RW 1)

F. Sistematika Proses Program


1. Tahap Pra Interaksi
a. Mempersiapkan tempat dan alat permainan yang akan dilakukan
b. Mengecek kesiapan anak ( tidak mengantuk, tidak rewel, kondisi yang
memungkinkan )
2. Tahap Interaksi
a. Membina BHSP dengan anak ( sapa anak dengan ramah dengan menyebut
nama panggilannya. Jangan memaksa anak )
b. Membantu kontrak ( tempat, waktu, dan jenis permainan yang akan dilakukan
oleh anak ) bersama anak dan orang tua
c. Menjelaskan tujuan permainan dan prosedur permainan kepada orang tua dan
anak
3. Tahap Kerja
a. Memberi petunjuk pada anak tentang cara bermain ( menyusun puzzle )
b. Mempersilahkan anak untuk melakukan permainan ( ibu atau keluarga dan
perawat dapat membantu anak bermain )
c. Memberi pujian-pujian pada anak bila dapat melakukan ( menyusun puzzle )
d. Mengobservasi emosi, hubungan interpersonal, psikomotor anak saat bermain
4. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi sesuai tujuan
b. Menanyakan atau melihat perasaan dan pendapat keluarga tentang permainan
c. Menanyakan atau melihat perasaan anak setelah bermain ( puzzle )
d. Mengakhiri permainan
e. Mengembalikan alat permainan ketempat semula
f. Mencatat jenis permainan dan respon pasien serta keluarga di dalam catatan
keperawatan dan kemampuan hasil bermain

G. Hal-hal Yang Perlu Diwaspadai


Untuk keamanan perlu diwaspadai hal-hal sebagai berikut :
1. Anak merasa bosan
2. Anak merasa capek
H. Antisipasi Meminimalkan Hambatan
1. Libatkan keluarga supaya anak kooperatif sehingga terapi bermain dapat
dilakukan dengan aktif dan efektif
2. Awasi dengan cermat selama anak menjalani terapi supaya anak tetap aman atau
tidak terluka

I. Pengorganisasian
Pembimbing : Ns. Elsa Naviati, S.Kep., M.Kep.,Sp. An
Leader : Yusak Gawe
Fasilitator :
- Indriana
- Tri Ningsih Nawang Sasi
- Maya Ajeng Lestari
Observer :
- Angelina Widya Santoso

J. Kriteria Evaluasi
1. Evakuasi Struktur
a. Kesiapan media dan tempat
b. Pengorganisasian rencana program dilaksanakan sebelum program dilakukan
2. Evaluasi Proses
a. Leader dapat memimpin jalannya permainan, dilakukan dengan tertib dan
teratur
b. Fasilitator dapat mendampingi dan memotivasi anak dalam permainan
c. 100% anak dapat mengikuti permainan secara aktif dari awal sampai akhir
3. Evaluasi Hasil
a. Anak dapat memahami permainan yang telah dimainkan
b. Anak telah belajar memecahkan masalah melalui eksplorasi alat mainnya
c. Anak menikmati permainan
d. Anak mampu mengendalikan emosinya
e. Anak tidak mengalami kelelahan setelah melakukan permainan
f. Anak mampu bersosialisasi dengan fasilitator
RENCANA PELAKSANAAN

PENDIDIKAN KESEHATAN

A. JUDUL PROGRAM
Pendidikan kesehatan batuk pilek anak

B. DESKRIPSI PROGRAM
Pendidikan kesehatan batuk pilek anak merupakan salah satu penyampaian informasi
pada ibu mengenai pengenalan batuk pilek, penyebab, tanda gejala, cara penanganan
dan cara pencegahan batuk pilek pada anak usia 2 tahun. Program ini dilakukan
dengan media leaflet.

C. TUJUAN PROGRAM
1. Memberikan informasi pada ibu mengenai pengertian batuk pilek
2. Memberikan informasi pada ibu mengenai penyebab batuk pilek
3. Memberikan informasi pada ibu mengenai tanda dan gejala batuk pilek
4. Memberikan informasi pada ibu mengenai cara penanganan batuk pilek
5. Memberikan informasi pada ibu mengenai pencegahan batuk pilek

D. ALAT YANG DIPERLUKAN


1. Leafleat batuk pilek
2. Lembar Pretes-postes

E. WAKTU PELAKSANAAN
Kamis, 13 September 2018

F. SISTEMATIKA PROSES PROGRAM


1. Tahap pra interaksi
Pada tahap ini kelompok mempersiapkan tempat dan media yang digunakan.
Persiapan diri dan penguasaan materi si pemateri agar program berjalan lancar.
2. Tahap interaksI
Tahap ini pemberi materi memperkenalkan diri dan berusaha memusatkan
perhatian audien untuk fokus terhadap materi. Kontrak waktu dan menjelaskan
tujuan dari program kepada audien
3. Tahap kerja
Pemberi materi membagikan pretes pada ibu untuk mengukur pengetahuan ibu
terhadap topik pendidikan. Kemudian pemateri memberikan materi batuk pilek
pada ibu. Setelah pemateri selsai menjelaskan materinya maka dilanjutkan sesi
tanya jawab oleh audien
4. Tahap terminasi
Selanjutnya ibu diberikan pos test untuk mengukur perbedaan pengengetahuan
setelah diberikan pendidikan kesehatan. Ibu kemudian diberi leafleat untuk
mengingatkan materi yang telah disampaikan. Menutup acara

G. HAL-HAL YANG PERLU DIWASPADAI


1. Ibu bosan dengan materi yang disampaikan
2. Ibu sudah memahami materi yang akan diberikan
3. Perhatian ibu terpecah karena berbagai hal

H. ANTISIPASI MEMINIMALKAN HAMBATAN


1. Kondisikan tempat dengan nyaman dan tenang
2. Kondisikan suasana yang menyenangkan dan fokus

I. PENGORGANISASIAN
1. Pemateri : Diana Saraswati
2. Fasilitator : Isnaeni Fauziah

J. KRITERIA EVALUASI
1. Nilai posttes lebih tinggi dibanding pretest
2. Program berjalan tepat waktu mulai dan berakhirnya
3. Hambatan dapat teratasi dengan cepat
BAB IV

LAPORAN PELAKSANAAN

A. JUDUL PROGRAM
B. PENCAPAIAN TUJUAN PROGRAM
C. WAKTU PELAKSANAAN
D. SISTEMATIKA PROSES PROGRAM
E. PENGORGANISASIAN
F. PEMBAHASAN (KAITAN TEORI DAN PROJEK)
G. EVALUASI (STRUKTUR PROSES HASIL)
H. DOKUMENTASI
I. DAFTAR PUSTAKA
BAB V PENUTUP

A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, dkk. 2014. Tingkat Pengetahuan Ibu tentang stimulasi tumbuh


kembang dengan perkembangan pada anak. Jurnal keseatan samodra ilu Vol.
5 No. 2.

DepKes RI. 2005. Buku pedoman Stimulasi Deteksi dan Intervensi Dini Tumbuh
Kembang Anak. Jakarta: DepKes RI. Hal : 56.

Hasmy, R. Z. (2014). Perbedaan perkembangan bahasa pada anak usia toddler di


RW 17 kelurahan pisangan kecamatan ciputat timur dengan anak usia
toddler di psaa balita tunas bangsa cipayung. Diakses pada 28 Februari 2017,
dari
http://repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/25642/1/RATNA
%20ZAKIA%20HASMY%20-%20fkik.pdf

Kusumaningtyas, dkk. 2016. Fator Pendapatan dan Pendidikan Keluarga Terhadap


Perkembangan Mototrik Halus anak usia 3-4 tahun, Jurnal penelitian
kesehatan Suara Forikes Vol. 7 No.1.

Laloan, M & dkk. 2018. Perbedaan perkembangan anak usia toddler (1-3 Tahun)
antara ibu bekerja dan tidak bekerja di wilayah kerja posyandu puskesmas
kawangkoan. E-juornal keperawatan samratulangi vol. 6 No. 1

Muloke, I.C., Ismanto, A.Y. & Bataha, Y. (2017). Pengaruh Alat Permainan
Edukatif (Puzzle) Terhadap Perkembangan Kognitif Anak Usia 5-6 Tahun di
Desa Linawan Kecamatan Pinolosian Kabupaten Bolaang Mogondow
Selatan. E-Journal Keperawatan, Vol. 5 (1).

Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan
Praktik.Edisi 4.Volume 2.Alih Bahasa : Renata Komalasari,dkk. Jakarta :
EGC.2005.

Ramadani, H.S., Lestiawati, E. & Wahyuningsih, M. (2016). Pengaruh Terapi


Bermain Puzzle Terhadap Konsentrasi Belajar Anak Kelas 1 Di SD Negeri
Pokoh 1 Ngemplak, Sleman, D.I. Yogyakarta. Jurnal Medika Respati, Vol.
11 (4). Hal : 37-43.
Retnoningsih & Muliyah, I. (2016). Metode Cooperative Play Menstimulasi
Perkembangan Anak. Surya Vol. 8 (1), hal 9-15.

Sufyanti, Y. (2009). Pertumbuhan dan perkembangan anak usia toddler. Diakses


pada 28 Februari 2017, dari
http://ners.unair.ac.id/materikuliah/todler%20edit.pdf.

Soetjiningsih. 2012. Perkembangan Anak dan Permasalahannya dalam Buku Ajar I


Ilmu Perkembangan Anak Dan Remaja. Jakarta :Sagungseto.

Wardany, M.P., Jaya, M.T.B.S., Anggraini, G.F. (2017). Aktivitas Bermain


Kooperatif Meningkatkan Perkembangan Sosial-Emosional Anak. Diakses
pada 10 September 2018, dari :
jurnal.fkip.unila.ac.id/index.php/PAUD/article/download/14228/10322.
KPSP 24 bulan

1. Jika ibu sedang melakukan pekerjaan rumah tangga, apakah anak meniru apa yang ibu
lakukan?
2. Apakah anak dapat meletakkan 1 buah kubus diatas kubus yang lain tanpa
menjatuhkan kubus itu? Kubus yang digunakan ukuran 2,5-5cm
3. Apakah anak dapat mengucapkan paling sedikit 3 kata yang mempunyai arti selain
papa dan mama?
4.

Anda mungkin juga menyukai