Anda di halaman 1dari 5

Kontrak Sosial dan Pemilihan Umum

Oleh:
Arbi Sanit

Abstract

S o cia l co n tra ct is a con ception a b o u t new p o w e r relation sh ip betw een elite a n d p eo p le which is
fo rm u la ted in o rd e r to fu lfill a d e m a n d fo r p o litic a l renew al w hich is n eed a continuity, not stagnation
nor deterioration . We n e e d to recon stru ct any a sp ect o f so cia l co n tra ct th eory in o rd er to understand
about socia l con tract relevance with gen eral election. The general election a s a contract social guaranteed
rights an d oblig a tio n o fth e vo te rs a n d the lea d ers. The co n tra ct m echanism betw een voters an d p o litica l
can didate is rela ted by trust. The o b je c t o f tru st its e lf in gen era l election is m orality. The p o litica l
contract co n sisten cy b a se d on tru st is a fo u n d a tio n f o r building a State as a m o ra l entity, which is m ade
by m ora lly human being.

K in erja p e n g u asa sistem dan rev o lu si keagungan dan revolusi ilmu


pemerintahan negara Indonesia dalam lima pengetahuan di akhir abad ke-18. Pemikiran
tahun terakhir yang jauh dari harapan rakyat m erek a m enapaki p e rja lan a n panjang
dan pemilih dalam pemilu pertama di era pergeseran kekuasaan dari raja dan kaum
reformasi pada 1999, tampaknya melatari b an g saw an k ep ad a kaum feodal yang
w acana p o litik ten tan g ko n trak sosial semakin mendominasi parlemen, sebagai
menjelang Pemilu 2004. Diperbincangkan imbalan bagi kontribusi pajak mereka yang
argumen penggunaannya untuk memperbaiki sem akin m enentukan sum ber keuangan
proses P em ilu dan te ru ta m a k in e rja kerajaan.
pemimpin yang terpilih dan berkuasa atas Kontrak sosial merupakan konsepsi
negara. D ip e rd e b atk a n kem ungkinan tentang hubungan kekuasaan baru di antara
formatnya yang sesuai dengan kebutuhan penguasa dengan rakyat, yang dirumuskan
Indonesia dewasa ini. Dibahas pula strategi untuk m enjaw ab tuntutan pem baharuan
untuk menerapkannya dalam rangka pemilu. politik yang m em erlukan keberlanjutan,
Sejauh ini berbagai gagasan sudah bukan kemandekan apalagi kemunduran.
dikemukakan. Akan tetapi belum diperoleh Itulah sebabnya maka para pemikir tersebut,
kem ajuan yang b e ra rti, baik secara m en g eten g ah k an k o n tra k sosial guna
konsepsional maupun aplikatif. Karena itu, menegaskan bahwa bukan raja, akan tetapi
ada baiknya ditelusuri konsepsi tentang rakyat yang merupakan pemilik kedaulatan.
aspek-aspeknya sejauh berkaitan dengan B ahw a p e n g u asa h aru s m em peroleh
Pemilu, dengan harapan berguna sebagai kepercayaan rakyat supaya bisa memerintah
pemancing inspirasi. secara sah. Bahwa untuk itu, baik penguasa
Kontrak sosial sebagai perjanjian di maupun rakyat harus mempunyai tanggung
antara masyarakat dengan kaum elite yang jaw ab m asing-m asing, atas keterkaitan
diwakili oleh penguasa, berakar kepada mereka satu sama lain di dalam negara.
pemikiran politik dari abad ke-16 sampai k e -18 Pemikiran atau teori kontrak sosial
di Eropa Barat, terutama k ary a Thom as dimulai dengan asumsi mengenai kondisi
Hobbes, Jhon Locke, dan Jean Jacques alami m anusia dan m asyarakatnya yang
R ousseau. M ereka adalah bagian dari dikenal dengan konsep State o f nature. Di
golongan p e m ik ir b e sa r E ro p a yang dalam kondisi alami kehidupan bersama,
merespons peralihan era revolusi pertanian pada saatnya manusia akan terjebak oleh
pertama di pertengahan abad ke-16 menuju situasi konflik (perang). Konflik hadir karena

Kontrak Sosial dan Pemilihan Umum (Arbi Sanit) 3


adanya kepentingan dan nilai sebagai unsur membedakan antara hak berkuasa dalam
pembentuk tujuan yang tidak berkecocokan b en tu k m em ak sa yang m endom inasi
(tidak sesuai), sekalipun manusia berada kehidupan dalam State ofnature, dengan hak-
dalam kondisi yang tidak berbeda. Hobbes hak lainnya seperti ekonomi, sosial, budaya,
misalnya mengasumsikan manusia dalam dan sebagainya. Lebih detil, perjanjian
kondisi takut, sehingga pembelaan diri malah masyarakat merupakan kesepakatan bahwa
memicu perang. Locke berpikir sebaliknya, hak untuk memaksa itu diserahkan kepada
bahwa di dalam kondisi alami manusia bebas pihak yang m em erintah yang sekaligus
dan sam a, tapi p e m an faa ta n n y a yang membatasi kekuasaannya dari kecenderungan
memerlukan dukungan kekuasaan malah totaliter. Isi kontrak itulah yang selanjutnya
m enjadi akar k o n flik . R ousseau yang menentukan hukum positif dengan konstitusi
mengasumsikan manusia lemah di dalam negara sebagai bentuk utamanya.
situasi alam i, m enyebabkannya rentan Rousseau menggambarkan kesepakatan
terhadap sesamanya sehingga memberikan kekuatan berbeda dengan melihat isi pokok
peluang bagi kehadiran konflik. dari k o n trak so sial yang terd iri dari
K ondisi perang adalah situasi k ed au latan (so v e r e ig n ty ) dan o to ritas
k ebencian dan p e n g h an cu ran yang (authority) sebagai hasil kesepakatan yang
diekspresikan dengan kata dan tindakan, tulis tercipta. O toritas yang berbasis kepada
Jhon L ock dalam Two Treatises o f kebebasan, tidak tertutup kemungkinannya
G overnm ent. In d iv id u sep erti h aln y a u n tu k te rje ru m u s m en jad i nepotism e
masyarakat menjadi sensitif akan kekuatannya misalnya, karena ambisi penguasa. Karena
untuk memperjuangkan keuntungan di bawah itu, so ve reig n ty yang b isa m enjam in
prinsip peningkatan, sehingga tercip ta kebebasan manusia sebagaimana adanya,
kondisi peperangan dalam kalangan individu, hendaklah dikombinasikan dengan hukum
kata Montesquieu dalam The Spirit o f the yang seharusnya dijadikan alat mengatur.
Laws. Malah Thomas Hobbes yang percaya Bagi Rousseau, sovereignty bersifat absolut
bahwa: “Alam membuat m anusia begitu tapi tidak tak terbatas.
sama secara fisik dan a k a l,... dan perbedaan Variasi gambaran tentang fungsi dan
antarmanusia tidak begitu ditimbang ...”, substansi kontrak sosial antar pem ikir
melihat adanya tiga dasar konflik dalam diri tersebut, ju stru m em perkaya pengertian
manusia yaitu persaingan, kemalasan, dan tentangnya. Pertama, kesepakatan tentang
keagungan untuk mendapatkan keuntungan, kedaulatan untuk memilih di antara anarki
keamanan, dan kehormatan (Leviathan). dengan keamanan. Kedua, penyerahan hak
A dalah untu k m en ghindarkan berkuasa yang tidak disertai dengan hak
manusia dari menjadi objek dan sekaligus lainnya supaya penguasa hanya berwenang
korban k o n flik atau p eran g , seh in g g a secara terbatas. Ketiga, baik warga maupun
k e tak u tan n y a (H obbes) h ilan g atau penguasa sebagai peserta kontrak, dibebani
kelemahannya (Rousseau) tidak dieksploitasi dengan tanggung jawab. Keempat, perjanjian
ataupun k e b eb a san n y a (L ocke) tid ak ten tan g hak m erupakan landasan bagi
tersirnakan, m aka diperlukan perjanjian penetapan konstitusi sebagai hukum positif.
sosial. Ada berbagai hal yang dianggap perlu Dan kelima, kontrak menyepakati pembedaan
untuk dijadikan fungsi dan substansi kontrak kedaulatan yang dim iliki rakyat dengan
sosial. Hobbes melihatnya sebagai jaminan otoritas yang terbentuk oleh pem berian
atas kedaulatan (sovereignty) manusia untuk kepercayaan rakyat.
memilih di antara kebebasan (liberty) yang Jad i, k eselu ru h an substansi dan
disertai risiko anarki, dengan kepatuhan fungsi kontrak sosial dimaksudkan untuk
kepada pem erintah dengan konsekuensi m enghasilkan bentuk kehidupan bersam a
mendapat keamanan (security). yang teratur dan sekaligus bermanfaat bagi
Locke dari sisi berbeda memahami semua pihak. Dalam kaitan itu, secara bersama
kontrak sosial sebagai kesepakatan untuk para pemikir kontrak sosial mengemukakan

4 Jurnal Penelitian Politik, Vol. 1 N o .l, 2004: 3-8


tiga tingkat struktur kehidupan bersama yaitu lebih jauh pem ikiran liberalism e klasik
manusia, masyarakat, dan negara. Manusia menawarkan peran negara yang amat terbatas,
yang diidamkan adalah manusia moral dalam sehingga dikenal sebagai “negara penjaga
artian individu yang berdaulat serta tahu malam”. Teori negara kontrak sosial semakin
batasannya, sehingga mematuhi hukum demi hilang dari peredaran, tatkala filsafat utilitaria
keamanannya sendiri. Karena itu manusia yang m engilham i berbagai teori negara
harus m em punyai k eb eb asan m em ilih liberal, mendapat saingan dari filsafat Marxis
sebagai haknya. Masyarakat dibedakan atas yang juga melandasi berbagai teori negara
masyarakat sipil dengan masyarakat politik, (sosialis).
untuk m enjam in d em o k rasi karena Tetapi pada pertengahan abad ke-20,
persaingan di antaranya m enghindarkan di saat dunia berhadapan dengan ketidakadilan
dominasi dan penindasan. Negara sebagai yang serius, mulai dari keterbelakangan
produk akhir perjanjian masyarakat yang ekonomi dan sosial negara-negara bekas
merupakan entitas kekuasaan (kedaulatan) jajahan, kesenjangan utara-selatan dan timur-
kolektif harus tunduk pula kepada konstitusi barat, sampai kepada ketergantungan politik
sebagai hukum positif. Negara menjamin dan ekonom i D unia K etiga, maka teori
demokrasi lewat pembagian kekuasaannya kontrak sosial mendapat perhatian kembali.
atas legislatif, ek sek u tif dan yudikatif. Dalam tulisannya tentang Keadilan Sebagai
Dengan begitu warganegara bisa bebas atas Kejujuran di tahun 1958, John Rawls menulis
sesamanya, dan sekaligus tergantung kepada tentang ketidaktepatan kaum utilitarian
republik (negara) kata Rousseau. m em bedakan dan m em isahkan konsep
P erkem bangan teori (pem ikiran keadilan (justice) dengan kejujuran (faimess).
politik) kontrak sosial mengalami pasang B ag in y a p em ik iran k o n trak sosial
surut justru karena pemekaran pemikiran baru menginspirasikan pengembangan argumen
yang berakar kepadanya. Di akhir abad ke- bahwa gagasan fundamental dari konsep
18, p ad a saat p erk em b an g an ilm u keadilan justru kejujuran (Crespigny dan
pengetahuan di Eropa Barat meningkat tajam, Wertheimer, eds,. 1970).
dan raja serta bangsawan semakin kehilangan Di dalam bukunya A Theory o f Justice
dominasi, pemikiran tentang individualisme (1971) R aw ls m en ap ak i trad isi para
tum buh pesat b ertolak dari penajam an penggagas teori kontrak sosial tentang
perhatian kepada kebebasan rakyat yang pencapaian kesamaan (equality) melalui
digagaskan dalam kontrak sosial. Dipelopori perubahan masyarakat dari kondisi alami
oleh Jerem y B entham yang hidup dari menjadi negara secara sekuler. Maka bagi
pertengahan abad ke-18 sampai awal abad ke- mereka, keadilan dihasilkan melalui kontrak
19, di puncak perkembangannya pemikiran di antara rakyat dengan penguasa untuk
utilitarianisme yang mengkonsepsionalkan merubah State ofnature.
individualism e, m enam pilkan sejum lah Dalam mengembangkan teori keadilan,
prinsip. Pertama, manusia bertindak untuk Rawls bertitik tolak kepada konsep keadilan,
m em aksim alkan kepentingan dalam arti bukan k ep ad a p eru b ah an m asy arak at.
kebahagiaannya sendiri. Kedua, nilai moral Baginya, memaksimalkan keadilan berarti
hendaklah memuat prinsip bahwa manfaat memaksimalkan alokasi penunaian tugas
kegiatan atau institusi publik hendaklah dengan m engurangi im balan. K eadilan
membahagiakan sebanyak mungkin orang. terw u ju d b ila sem ua barang utam a
Dan ketiga, prinsip kebahagiaan orang m asy arak at sep erti k eb eb asan dan
banyak itu hendaklah menentukan kekuasaan kesempatan, penghasilan dan kemakmuran,
negara seperti legislatif. dan harga diri yang dalam, harus terdistribusi
Perkembangan teori negara kontrak secara m erata, setid ak n y a peningkatan
sosial keutillitarianisme merupakan dasar distribusinya. Baginya harus tems diupayakan
bagi pemikian liberalisme klasik. Dengan kontrak sosial baru tentang upah kerja,
tetap mempertahankan kebebasan individu, investasi yang tepat, kegiatan kreatif, dan

Kontrak Sosial dan Pemilihan Umum (Arbi Sanit) 5


inovasi yang tidak hanya merupakan jaminan Dalam rangka menjamin penggunaan hak dan
bagi yang tidak beruntung, melainkan harus kewajiban, pemilih berhak pula mendapat
merupakan hak khusus dan manfaat dari p erlin d u n g a n keam an an d irin y a dan
kekuasaan para distributor, pengatur, praktisi keluarganya, bersama jaminan untuk bersikap
hukum dan siapapun pejabat keadilan sosial. atau b e rtin d a k dalam ran g k a hak dan
Rekonstruksi berbagai unsur atau kew ajiban dim aksud. Dan usai pemilu
aspek teori kontrak sosial sebagaim ana p em ilih b erh ak m en u n tu t dan m enilai
dikemukakan oleh penggagasnya tersebut, penguasa tentang janji pemilunya.
dengan m enggunakan pem ilihan umum Sebaliknya, para kandidat dalam
(pemilu) sebagai pusat telaah, maka akan pemilu berhak mendapatkan suara pemilih
diperoleh pemahaman tentang relevansi teori sebanyak mungkin, sebagai syarat, untuk
kontrak sosial dengan pemilu di Indonesia. memperoleh posisi kekuasaan negara yang
M etodenya ialah dengan jalan membuat diingini dan diincarnya. Operasionalisasi hak
berbagai analogi kondisional di antara itu memungkinkannya membujuk pemilih
kondisi alami, kontrak sosial dan hadirnya dengan cara yang sah dan benar, sesuai
negara, dengan keadaan pra, proses, dan dengan p rin sip p ersu asi dem okratik.
pasca-pemilu. Konsekuensinya ialah, adanya kewajiban
Politik pra-pemilu berperan sebagai untuk m em pertanggungjaw abkan segala
kondisi yang menentukan perjalanan dan upayanya dalam mendapatkan suara pemilih.
hasilnya. Pemilu bertolak dari asumsi hampa Lebih dari itu, kandidat pemilu yang berhasil
kekuasaan negara karena para pejabatnya menjadi penguasa, berkewajiban melakukan
akan mengakhiri masa berkuasa. Karena itu, upaya secara sah untuk menunaikan janjinya
harus d iselen g g a ra k an pem ilu untuk ketika pemilu.
memperbaharui mandat penguasa lama, atau Mekanisme hubungan kontraktual di
menentukan penguasa baru, supaya tidak antara pemilih dengan calon atau kandidat
terjadi kekosongan kekuasaan negara, ialah kepercayaan (trust). Artinya, di dalam
sebagaimana diasumsikan di dalam alasan proses pemilu para pemilih mempercayakan
untuk m em bentuk kontrak sosial. M aka kedaulatannya untuk memerintah (berkuasa)
dipersiapkanlah UU Pemilu beserta peraturan kepada calon dengan keyakinan bahwa
lainnya, untuk m em astik an hak dan k ed au la ta n itu tid a k d isalah g u n ak an ,
kew ajiban sem ua pihak yang terkait, di melainkan dipergunakan untuk melakukan
samping untuk memastikan prosedur yang tugas kenegaraan berupa penanggulangan
harus d item puh oleh p e se rta dan m asalah dan pengem bangan kehidupan
pelaksananya. B egitu pula dengan cara individu, masyarakat, dan negara. Di dalam
kontrol dan hukum an pelanggaran atas kecenderungan operasinya, kepercayaan
peraturan tersebut. politik mengarah kepada bentuk perwalian
P em ilu seb ag ai ko n trak so sial, ( tr u s te e ), u tu san (d e le g a te ) ataupun
tentulah m enjam in hak dan kew ajiban campuran wali dengan delegasi (politico).
pemilih di satu pihak dan hak serta kewajiban Tapi tidak dibenarkan adanya pilihan aspek
para pemimpin di pihak lainnya. Hak pemilih k eh id u p an d alam p ro ses pem berian
ialah berdaulat menentukan pilihan yang kepercayaan itu, kecuali moral. Dengan
dioperasikan melalui kebebasan menentukan begitu, objek dalam pemberian kepercayaan
pilihannya atau tidak memilih siapa pun dan di dalam pemilu adalah moral. Akibatnya
m erahasiakannya atau bukan. Imbangan proses tersebut tidak dibenarkan bila untuk
terhadap hak itu adalah kewajiban, berupa mendapatkan kepercayaan politik, calon
menjatuhkan pilihan kepada calon yang tepat mengimingi atau m engim balinya dengan
secara benar, berdasar pertimbangan bahwa materi. Sebab proses transaksi politik yang
hasilnya akan mendatangkan faedah bagi diri, dilandasi moral, menjadi tidak sah apabila
golongan, m asyarakat dan negara secara d iu b ah m enjadi p ro ses ekonom i yang
berimbang dalam artian berbagai keuntungan. dilandasi dengan prinsip untung rugi. Lebih

6 Jurnal Penelitian Politik, Vol. 1 N o .l, 2004: 3-8


jauh, kontraktual politik dengan menggunakan dan manajerial politik yang dimiliki. Ada
kepercayaan, m erupakan landasan bagi pula karena sistem politik dan pemerintahan
pembentukan negara sebagai entitas moral tidak mendukung upayanya. Dan kebanyakan
yang dibentuk oleh manusia moral. karena gabungan kedua alasan tersebut.
Trust didefinisikan oleh Fukuyama Selain dari alasan-alasan tersebut, tidak dapat
sebagai harapan terh ad ap k eteratu ran , dipungkiri adanya kandidat terpilih yang
kejujuran, dan kerja sama yang hadir di dalam tidak memahami seluk-beluk demokrasi,
masyarakat, dan bertolak dari norma-norma term asuk k ew ajib an n y a m enepati janji
yang dihadirkannya dalam kehidupan sehari- pemilu.
hari. Norma yang berakar kepada nilai luhur Dalam rangka itulah muncul wacana
dikembangkan m enjadi kode dan aturan tentang perlunya kontrak sosial di antara
bersikap serta berperilaku sebagai orang pemilih dengan calon yang diajukan dalam
terhormat karena jujur dan adil. pem ilu. Dari telaah di atas bisa direka
Untuk merealisasikan trust di dalam alternatif form atnya yang bisa berbentuk
pemilu sebagai kontrak sosial, masyarakat deklarasi calon secara tertulis atau lisan,
yang berpengalam an dengan dem okrasi perjanjian pem ilih dengan calon secara
lazim nya m enggunakan kesep ak atan tertulis, atau sumpah yang dikemukakan
terhormat (gentlemen agreement) yang terdiri calon seperti sumpah palapanya Gajah Mada.
dari pemberian suara kepada calon sebagai D alam pad a itu lin g k u p dan je n is
tanda persetujuan pemilih atau figur dan substansinya dapat mengacu kepada berbagai
program calon. Tapi perjanjian terhormat teori yang dikemukakan oleh para pemikir
yang berlaku di antara dua pemilu itu, juga Kontrak Sosial mulai dari Hobbes sampai
menyepakati kewajiban calon terpilih untuk Rousseau.
menunaikan janjinya dengan upaya yang
keras dan atau hasil kerjanya mengatasi
Daftar Pustaka
masalah dan m em perbaharui kehidupan
b erm asy arak at dan b e rn e g ara yang
Hobbes, Thomas. Leviathan. Oxford,
relevansinya berkenaan dengan pemilih.
Oxford University Pers, 1974.
B agi m a sy a ra k a t yang belum
b e rp e n g a la m a n d e n g a n k e h id u p a n Lock, John. Two Treaties o f Government.
demokrasi, tampaknya memerlukan bentuk Cambridge, Cambridge University
kreatif untuk mewujudkan kesepakatan atas Press, 1970.
tru st politik . A lasannya adalah belum Montesquieu, The Spirit o fth e Laws.
melembaganya “persetujuan terhormat” di
antara calon atau kandidat dengan pemilih. Rawls, J. A Theory o f Justice. Cambridge,
Calon terpilih yang berupaya menepati janji, Mass. University Press, 1971.
berkecenderungan besar gagal karena Rousseau, J.J. Social Contract. 1762.
berbagai sebab. Ada yang popularitasnya jauh
melebihi kemampuan politisi, negarawan,

Kontrak Sosial dan Pemilihan Umum (Arbi Sanit)

Anda mungkin juga menyukai