Anda di halaman 1dari 34

Laporan Tugas Akhir

Muatan Lokal

Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP)

Putu Arthana Putra (H1A013051)

Qisthinadia Hazhiyah Setiadi (H1A013053)

Sri Rohmayana (H1A013061)

KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN MUATAN LOKAL DOKTER KEPULAUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2018

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pada tahun 1970, dibentuk Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) dan
Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU) yang selanjutnya diubah menjadi
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan pembinaan teknisnya berada di bawah
Wilayah Depkes. KKP dibentuk dengan tujuan terselenggaranya pencegahan
masuk dan keluarnya penyakit karantina dan potensial wabah guna dalam
mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Salah satu fungsi dari KKP adalah pelaksanaan pelayanan kesehatan. Karena
wilayah Mataram merupakan salah satu daerah wisata bawah laut, KKP Mataram
memiliki salah satu fasilitas terapi oksigen hiperbarik, untuk mengatasi penyakit
akibat penyelaman.

B. Pelaksanaan
Hari : Kamis
Tanggal : 12 April 2018
Waktu : 09.00-12.00
Tempat : Kantor Kesehatan Pelabuhan Mataram

C. Tujuan kunjungan lapangan


1. Mengetahui fasilitas kesehatan di Mataram untuk penanganan kasus-kasus
penyelaman (KKP: terutama tentang layanan hiperbarik)
2. Mengetahui indikasi dan kontraindikasi terapi oksigen hiperbarik
3. Mengetahui prosedur persiapan untuk menjalani terapi oksigen hiperbarik
4. Mahasiswa mempresentasikan suatu kasus penanganan pasien dengan
terapi oksigen hiperbarik yang ada di KKP.

2
BAB II
ISI

A. Fasilitas Kesehatan di KKP Kelas II Mataram untuk Penanganan


Kasus-Kasus Penyelaman

Kantor Kesehatan Pelabuhan Kelas II Mataram dalam memberikan


pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki salah satu fasilitas untuk
mengatasi penyakit akibat penyelaman, yaitu ruang udara bertekanan tinggi
untuk terapi oksigen hiperbarik. Alat ini merupakan bantuan dari Rusah Sakit
Pondok Indah Jakarta yang didatangkan dan mulai digunakan di Mataram
pada tahun 2009. Sebelum adanya fasilitas terapi oksigen hiperbarik di RSUD
Kota Mataram, alat ini kerap digunakan untuk terapi wisatawan yang
mengalami penyakit akibat penyelaman, namun semenjak dibukanya terapi
oksigen hiperbarik di RSUD Kota Mataram, KKP Mataram sudah jarang
menangani kasus akibat penyelaman, biasanya pasien yang datang ke KKP
untuk melakukan terapi oksigen hiperbarik adalah instruktur penyelam yang
rutin melakukan terapi ini setiap satu bulan sekali. Adapun Alat-alat di
fasilitas Hiperbarik KKP Kelas II Mataram, antara lain:

a. Chamber Hiperbarik
Chamber Hiperbarik di KKP kelas II Mataram merupakan monoplace
dengan kapasitas untuk 1 orang pasien dan 1 orang tender.

3
b. Oxygen Tank Bottle
Terdapat 3 tabung oksigen yang tersambung ke chamber hiperbarik

c. High Pressure Air Tank Bottle

4
d. Pengukur Tekanan (Manometer)
Panel ini berfungsi monitor tekanan pada chamber hiperbarik, tekanan
oksigen, suhu udara dalam chamber, dan keran drain.

1 2
4
6
7 3

Keterangan:
1. Monitor tekanan ruang dalam chamber
2. Monitor tekanan suplay udara
3. Monitor tekanan oksigen
4. Alat komunikasi
5. Keran input dan output udara
6. Monitor keseimbangan gas dalam chamber
7. Monitor kadar gas CO2 dalam chamber
e. Timer
Menunjukkan waktu bagi operator

5
f. Headset dan Telephone
Sarana komunikasi untuk Operator ke tender maupun pasien dalam
chamber yang dihubungkan dengan alat komunikasi di manometer.

g. Bagian dalam chamber

Tempat pasien
berbaring
Tempat
tender duduk

Masker oksigen

6
B. Indikasi dan Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
 Indikasi

Secara umum terapi hiperbarik dikategorikan menjadi dua, yaitu


terapi rekompresi akibat gangguan dekompresi dan terapi klinis yang tidak
berhubungan dengan dekompresi. Terapi hiperbarik akibat dekompresi
merupakan terapi primer, yang berarti bahwa terapi hiperbarik merupakan
terapi utama yang dibutuhkan untuk mengatasi penyebab dekompresi
tersebut. Sedangkan terapi klinis dengan hiperbarik hanya sebagai
adjuvant terapi atau terapi tambahan yang dapat membantu mempermudah
atau mempercepat proses penyembuhan dari suatu penyakit.1

Berikut merupakan indikasi terapi hiperbarik yang telah di analisa


oleh UHMS.2

Sebagai Terapi Rekompresi

TOHB sebagai terapi rekompresi memiliki prinsip yang sama yaitu


membuat kondisi tubuh menjadi seperti berada dalam suasana penyelaman
sehingga kembali terjadi proses kompresi yang membuat udara dalam
tubuh menjadi lebih larut terhadap cairan, yang kemudian dilanjutkan
dengan kondisi tekanan udara luar sekitar berkurang secara bertahap dan
perlahan yang mengakibatkan udara di dalam tubuh keluar secara perlahan
dan gelembung yang sudah ada sebelumnya juga dapat mengecil dan dapat
dikeluarkan dari tubuh.1,2

1. Decompression sickness

Penyakit dekompresi terjadi karena pembentukan gelembung gas


inert dalam jaringan dan / atau darah karena terjadi supersaturasi,
di mana gelembung gas ini dapat menyebabkan stress mekanik
atau efek sekunder stress mekanik tadi yang menyebabkan
disfungsi organ. dasar pemikiran untuk pengobatan dengan oksigen
hiperbarik (HBO2) pada DCS adalah untuk mengurangi volume

7
gelembung, meningkatkan gradien difusi untuk gas inert dari
gelembung ke jaringan sekitarnya, oksigenasi jaringan iskemik dan
pengurangan edema SSP. Hal ini juga kemungkinan bahwa HBO2
memiliki efek farmakologis bermanfaat lainnya, seperti
pengurangan adhesi neutrofil ke endotelium kapiler.

2. Air or Gas Embolism

Ada 2 prinsip penggunaan HBOT sebagai terapi pada emboli gas


yakni tekanan dan hiperoksia. Tekanan hidrostatik yang meningkat
akan menyebabkan penurunan volume emboli. Hiperoksia dapat
meningkatkan pengiriman O2 ke hilir emboli yang menghalangi.
Hiperoksia juga memaksimalkan gradien untuk menghilangkan gas
(umumnya nitrogen) di emboli

Sebagai terapi klinis.


1. Keracunan karbon monoksida
Pemberian oksigen tambahan adalah pengobatan keracunan CO,
meskipun tidak ada uji klinis yang menunjukkan hasil yang lebih
baik menggunakan terapi oksigen yang diberikan pada tekanan
atmosfer. Namun demikian, inhalasi oksigen tambahan akan
mempercepat disosiasi CO dari hemoglobin dan meningkatkan
ketersediaan oksigenasi jaringan. Hyperbaric oxygen therapy
mempercepat disosiasi COHb dibandingkan dengan menghirup
oksigen murni pada tekanan permukaan laut.

2. Clostridial Myositis and Myonecrosis (Gas Gangrene)


Masalah akut pada gangren gas bukanlah jaringan normal atau
jaringan nekrotik, tetapi phlegmon yang berkembang cepat di
antaranya, yang disebabkan oleh produksi toksin alfa terus menerus
di jaringan yang terinfeksi tetapi masih hidup. Sangat penting

8
untuk menghentikan produksi alpha-toxin sesegera mungkin.
Penelitian van Unnik menunjukkan bahwa PO2 jaringan sebesar
250 mmHg diperlukan untuk menghentikan produksi racun
sepenuhnya, satu-satunya cara untuk mencapai ini adalah dengan
memulai terapi oksigen hiperbarik sesegera mungkin. Minimal tiga
sampai empat kali perawatan HBOT diperlukan untuk respons ini.
Perawatan dimulai atas dasar gambaran klinis dan pengecatan
Gram positif dari cairan luka (tanpa leukosit). Perawatan dengan
HBOT menghentikan produksi alpha-toxin dan menghambat
pertumbuhan bakteri sehingga memungkinkan tubuh untuk
menggunakan mekanisme pertahanan host sendiri.

3. Crush Injury, sindrom kompartemen and trauma iskemia akut


lainnya
Oksigen diperlukan untuk semua fungsi metabolik seluler. Jika
kebutuhan oksigen jaringan tidak mencukupi, penyembuhan luka
dan respon angiogenesis tidak akan berjalan. Ketegangan oksigen
dalam cairan jaringan lebih besar dari 30 mmHg diperlukan untuk
agar proses penyebmuhan luka dapat berlangsung. Kejadian
biokimia yang kedua adalah cedera reperfusi. Setelah perfusi
terganggu untuk sementara dapat terjadi dalam derajat yang
bervariasi pada crush injury dan sindrom kompartemen,
endothelium menjadi peka terhadap terjadinya hipoksia
menghasilkan aktivasi molekul adhesi yang mengarah ke
perlekatan neutrofil ke endotelium. Sehingga memicu neutrofil
yang melepaskan spesies oksigen reaktifnya. Radikal-radikal ini
merusak jaringan yang tidak dapat diperbaiki dan menyebabkan
vasokonstriksi yang parah.
Mekanisme terapi HBOT pada crush injury dan sindrom
kompartemen ada dua: Pertama, HBO2 menjaga kecukupan
oksigen ke jaringan hipoksia selama periode pasca awal cedera.

9
Kedua, HBO2 meningkatkan ketegangan oksigen jaringan ke
tingkat yang cukup. Paparan oksigen hiperbarik pada dua atmosfer
absolut (ATA) meningkatkan kandungan oksigen darah (kombinasi
hemoglobin dan plasma membawa oksigen) sebesar 125 persen.
Ketegangan oksigen dalam plasma serta cairan jaringan meningkat
10 kali lipat (1000%). Oksigen yang cukup dapat secara fisik
dilarutkan dalam plasma di bawah kondisi HBO2 untuk menjaga
jaringan tetap hidup tanpa oksigen yang terbawa haemoglobin
sehingga dapat mengkompensasi hipoksia yang terjadi.

4. Arterial Insufficiencies
Pada luka yang sulit sembuh terjadi karena interaksi antara
hipoperfusi jaringan, hipoksia, dan infeksi. Oksigenasi hiperbarik
dicapai ketika pasien bernafas 100% oksigen pada tekanan
atmosfer yang meningkat. Secara fisiologis, ini menghasilkan
peningkatan proporsional langsung dalam fraksi volume oksigen
plasma yang diangkut untuk metabolisme sel. Peningkatan PO2
arteri hingga 1500 mmHg atau lebih besar dicapai dengan 2 hingga
2,5 atm absolut dapat meningkatkan kadar PO2 otot dan jaringan
lunak.

5. Anemia berat
Terdapat dua sistem organ mamalia yang menggunakan oksigen
paling banyak yakni jantung dan otak. Tingkat ekstraksi oksigen
dari sistem ini berdasarkan aktivitas pasien adalah 6 ml O2 per 100
ml darah yang diedarkan di otak dan 10-20 ml O2 per 100 ml darah
yang diedarkan di jantung. Pada awal tahun 1959, Boerema
menunjukkan bahwa babi dengan kadar Hgb 0,4 hingga 0,6 g / dL
dapat bertahan dalam jangka pendek jika mereka mendapatkan
ventilasi O2 dalam ruang hiperbarik pada 0,3 MPa. Berdasarkan
penelitian diatas terapi HBO2 berguna pada pasien anemia berat

10
yang tidak dapat ditransfusi dikarenakan dapat mengompensasi
oksigen debt pada pasien tersebut

6. Intracranial Abscess (ICA)


terapi oksigen hiperbarik tambahan (HBO2) dapat memberikan
manfaat terapeutik tambahan pada intracranial abscess. Pertama,
tekanan parsial oksigen yang tinggi dapat menghambat
pertumbuhan kuman penyebab ICA yang didominasi yang bersifat
anaerobik. Kedua, HBO2 dapat menyebabkan penurunan
pembengkakan otak perifocal. Ketiga, HBO2 memiliki potensi
untuk meningkatkan mekanisme pertahanan tubuh. Namun ada
kriteria pasien ICA bisa mendapatkan terapi HBOT yakni :
 multiple abses
 Abses di lokasi yang dalam atau dominan
 Imunitas host baik
 Dalam situasi di mana operasi merupakan kontraindikasi
 Tidak ada respon atau adanya kerusakan lebih lanjut
meskipun telah dilakukan operasi standar dan pengobatan
antibiotik.

7. Necrotizing Soft Tissue Infections


Hipoksia diketahui mengganggu fagositosis oleh leukosit
polimorfonuklear. (1) Setelah proses infektif dimulai, produk
metabolisme aerobik dan anaerobik cenderung menurunkan potensi
oksidasi-reduksi (Eh), yang menyebabkan penurunan pH, yang
menciptakan lingkungan yang baik untuk pertumbuhan organisme
anaerobik. Ketika suplai darah ke jaringan menurun dan terjadi
iskemia maka ini akan menjadi predisposisi untuk perkembangan
proses infeksi dalam kulit dan jaringan subkutan, diperparah oleh
leukosit polimorfonuklear yang tidak berfungsi. Selain itu terapi
oksigen hiperbarik dapat mengurangi jumlah leukosit yang

11
mengalami disfungsi akibat hipoksia dan memberikan oksigenasi
ke area iskemik, sehingga membatasi penyebaran dan
perkembangan infeksi. Selain itu terapi oksigen hiperbarik dapat
bertindak untuk meningkatkan penetrasi antibiotik ke bakteri
target. Peningkatan efek pasca-antibiotik oleh oksigen hiperbarik
telah ditunjukkan untuk aminoglikosida dan Pseudomonas.

8. Osteomyelitis (Refractory)
Neutrofil memerlukan ketegangan oksigen jaringan 30-40 mmHg
untuk menghancurkan bakteri dengan mekanisme pembunuhan
oksidatif. Pembunuhan organisme Gram-negatif dan Gram-positif
aerob, termasuk Staphylococcus aureus dimediasi leukosit akan
pulih ketika ketegangan oksigen intrinsik tulang meningkat ke
tingkat fisiologis atau supra-fisiologis. Selain meningkatkan
aktivitas leukosit, HBO2 membantu untuk menambah transportasi
antibiotik tertentu di dinding sel bakteri. Selain itu Ada bukti
bahwa HBO2 meningkatkan osteogenesis. Data pada hewan
menunjukkan bahwa mineralisasi tulang dan penyembuhan dapat
dipercepat oleh paparan intermiten ke dari hyperbaric oxygen.
Remodeling tulang oleh osteoklas bergantung pada oksigen.
Akibatnya, ketegangan oksigen yang tidak memadai menghambat
debridemen mikroskopik dari tulang yang mati dan terinfeksi oleh
osteoklas.

9. Delayed Radiation Injury (Soft Tissue and Bony Necrosis)


Penyebab pasti dan proses biokimia yang menyebabkan Delayed
Radiation Injury bersifat kompleks yakni obliterasi vaskular dan
fibrosis stroma, dampak yang diketahui dari oksigen hiperbarik
dalam merangsang angiogenesis adalah mekanisme yang jelas dan
penting dimana oksigen hiperbarik efektif dalam cedera radiasi.

12
10. Compromised Grafts and Flaps
Terapi oksigen hiperbarik (HBO2T) tidak diperlukan dan tidak
direkomendasikan untuk mendukung graft atau flap yang normal.
Namun, dalam jaringan dikompromikan oleh radiasi atau dalam
kasus lain di mana ada penurunan perfusi atau hipoksia, HBOT
telah terbukti sangat berguna dalam menyelamatkan flap. Oksigen
hiperbarik dapat membantu memaksimalkan viabilitas jaringan
yang terganggu sehingga mengurangi kebutuhan untuk mengulang
atau mengulang prosedur flap.

11. Acute Thermal Burn Injury

12. Idiopathic Sudden Sensorineural Hearing Loss


Dasar pemikiran untuk penggunaan oksigen hiperbarik untuk
mengobati ISSHL didukung oleh pemahaman tentang metabolisme
tinggi dan kurangnya vaskularisasi ke koklea. Koklea dan struktur
di dalamnya membutuhkan pasokan oksigen yang tinggi. Pasokan
vaskular langsung, terutama untuk organ Corti. Oksigenasi jaringan
ke struktur dalam koklea terjadi melalui difusi oksigen dari
jaringan kapiler koklear ke perilymph dan cortilymph. Perilymph
adalah sumber oksigen utama untuk struktur intracochlear ini.
Sayangnya, tekanan oksigen perilymph menurun secara signifikan
pada pasien dengan ISSHL. Untuk mencapai peningkatan konsisten
konten oksigen perilymph, perbedaan konsentrasi oksigen
perilymphatic arteri harus sangat tinggi. Ini dapat dipulihkan
dengan terapi oksigen hiperbarik. Pasien dengan ISSHL sedang
hingga berat (≥ 41 dB) yang datang dalam 14 hari onset gejala
harus dipertimbangkan untuk mendapatkan terapi hiperbarik. Bukti
terbaik mendukung penggunaan HBO2 dalam dua minggu onset
gejala.

13
 Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik

Kontraindikasi Alasan Kondisi yang


Absolut Diperlukan
Sebelum HBOT
Untreated  Gas emboli Thoracostomy
pneumothorax  Tension pneumothorax
 Pneumomediastinum
Bleomycin Interstitial pneumonitis Tidak ada
perawatan
Cisplatin Gangguan penyembuhan luka Tidak ada
perawatan
Disulfiram Memblok superoksida Hentikan
dismutase, yang melindungi pengobatan
terhadap toksisitas oksigen
Doxorubicin Cardiotoxicity Hentikan
pengobatan
Sulfamylon Gangguan penyembuhan luka Hentikan
pengobatan

Kontraindikasi Alasan Kondisi yang


relative Diperlukan Sebelum
HBOT
Asthma Udara terperangkap Control dengan obat
saat ” ascent” dapat obatan
menyebabkan
pneumotoraks
Claustrophobia Anxiety Pengobatan dengan
benzodiazepines
Congenital Hemolisis berat Tidak ada; HBOT

14
spherocytosis hanya untuk keadaan
darurat
Penyakit paru obstruksi Hilangnya dorongan Observasi dalam
kronik (PPOK) hipoksia untuk chamber
bernapas
Disfungsi tuba Barotrauma ke Latihan , penggunaan
eustachian membran timpani PE tube
Demam tinggi Risiko kejang yang Berikan obat
lebih tinggi antipiretik
Pacemakers or epidural Kerusakan atau Pastikan kemampuan
pain pump deformasi perangkat di alat dalam tekanan
bawah tekanan
Kehamilan Efek tidak diketahui Tidak ada; HBOT
pada janin hanya untuk keadaan
darurat
Kejang dapat menurunkan Kontrol kejang, dapat
ambang kejang diberikan
benzodiazepine
Infeksi saluran nafas Barotrauma Resolusi gejala atau
bagian atas dekongestan

15
C. Prosedur Terapi Hiperbarik3

1. Setiap pasien harus mendaftar di loket registrasi.


2. Dokter Terapi Oksigen Hiperbarik (TOHB) memberikan penjelasan terkait
rencana tindakan TOHB, mencakup tujuan tindakan, manfaat, risiko dan
efek samping TOHB.
3. Bila pasien setuju maka pasien menandatangani persetujuan pada format
informed consent yang sudah disediakan.
4. Dokter TOHB melakukan pengkajian kepada pasien, mencakup :
a. Anamnesis pasien.
b. Pemeriksaan fisik, berupa keadaan umum, tanda vital, status generalis,
status neurologi dan status lokalis.
c. Pemeriksaan lain terkait indikasi untuk mengetahui ada / tidaknya
kontraindikasi terapi dengan Ruang Udara Bertekanan Tinggi (RUBT),
yaitu dengan pemeriksaan :
- EKG
- Thorax foto
- Laboratorium (sesuai dengan kondisi pasien)
- Pemeriksaan lainnya disesuaikan dengan kasus yang
bersangkutan (audiogram, foto fundus, angiografi, tonometri)
- Penderita Caison Disease/ Arterial Gas Emboli (AGE) yang
tidak sadar (status emergensi) perlu tindakan miringotimi
(menggunakan kateter IV sesuai kebutuhan).
- Dokter merujuk dan mengkonsultasikan ke fasilitas pelayanan
hiperbarik yang lebih mampu jika diperlukan.
5. Perawat TOHB mengarahkan pasien melakukan ekualisasi yaitu upaya
menyamakan tekanan antara telinga bagian tengah dengan tekanan
udara di luar. Ekualisasi dapat dilakukan dengan 2 cara, antara lain :
- Menutup hidung dan mulut lalu menghembuskan udara sehingga
udara keluar melalui kedua lubang telinga.

16
- Menelan atau minum air beberapa kali.
6. Perawat HBO harus mendampingi pasien selama tindakan terapi
hiperbarik dalam ruang Ruang Udara Bertekanan Tinggi.
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. Selama prosedur HBO berlangsung, komunikasi perawat pendamping,
pasien, dengan operator chamber harus intensif, khususnya pada saat
proses kompresi.
b. Apabila dalam prosedur HBO terjadi efek samping/ keluhan pasien/
perawat pendamping yang bersifat urgen, masker oksigen dilepas dan
prosedur HBO harus dihentikan (dikeluarkan).
c. Selama prosedur HBO berlangsung, perawat pendamping harus
senantiasa memantau/ menayakan apakah pasien ada keluhan atau
tidak.
d. Apabila prosedur HBO sementara berlangsung dan pasien
membutuhkan suplai obat/ makanan/ minuman dari luar, masukkan
melalui medical lock.
e. Selama periode isap oksigen, sebaiknya pasien tidak tidur.
f. Selama periode istirahat, pasien boleh makan / minum.
g. Pasien infeksius dan luka yang berbau harus dikondisikan dengan
jadwal pasien lain.
h. Pasien yang akan melakukan penerbangan, dilakukan dalam jangka
waktu 4-6 jam setelah prosedur.
i. Pasien sebaiknya dilakukan terapi HBO 1x perhari berturutturut
selama 5 hari dan diistrahatkan 2 hari

17
8. Tabel terapi yang digunakan tergantung indikasi pasien, ada tabel klinis
dan tabel kompresi.

Gambar 1. Tabel terapi klinis yang digunakan di KKP Kelas II Mataram. 3

Gambar 2. Tabel terapi rekompresi (tabel 5 US NAVY) yang digunakan di KKP Kelas II
Mataram.3

18
Gambar 3. Tabel terapi rekompresi (tabel 6 US NAVY) yang digunakan di KKP Kelas II
Mataram.3

19
D. STUDI KASUS

I. Laporan Kasus

1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. RS

Umur : 48 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Kristen

Alamat : Gili Trawangan

Tgl. Pemeriksaan : 25 Juni 2017

2. ANAMNESIS (autoanamnesis)
Keluhan utama: nyeri bahu kanan

Riwayat Penyakit Sekarang:


Pasien laki-laki berumur 48 tahun datang ke poli KKP Mataram
dengan keluhan nyeri bahu kanan yang semakin lama semakin nyeri.
Keluhan tersebut timbul sejak 3 jam setelah menyelam pada tanggal 24
Juni 2017. Sekitar 2 jam setelah menyelam pasien mengeluhkan
kemerahan pada kulit bagian perut kanan tengah sebesar telapak
tangannya. Pasien menyelam selama 35 menit dengan kedalaman 18
meter. Pasien naik kedaratan sekitar pukul 08.35 Wita. Keluhan lain
seperti mual, muntah, pusing disangkal. Pasien tidak menggunakan dive
computer. Serangan panic didalam laut juga disangkal. BAB terakhir pagi
hari sebelum melakukan penyelaman dan BAK terakhir pukul 11.00 Wita.
Berikut dive profile pasien :

20
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat keluhan serupa disangkal oleh pasien, Hipertensi (+)
terkontrol, Jantung (-), Asma (-).
Riwayat Pengobatan : terapi hiperbarik (-)
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis:
KU: baik
Kesadarann : Compos Mentis
TD: 140/90 mmHg
N : 84x/menit
RR: 20x/menit
T : 36,5 C

Status Lokalis:

Kepala
 Bentuk dan ukuran : normal
 Rambut : normal
 Edema : (-)
 Parese N. VII : (-)
 Hiperpigmentasi : (-)
 Nyeri tekan kepala : (-)
- Mata
 Simetris
 Alis normal
 Exopthalmus : (-/-)
 Ptosis : (-/-)
 Nystagmus : (-/-)
 Strabismus : (-/-)
 Edema palpebra : (-/-)
 Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemia (-/-)

21
 Sclera : ikterus (-), hiperemia (-/-), pterygium (-/-)
 Pupil : Refleks pupil +/+, isokor, bentuk bulat, Ø
3 mm, miosis (-/-), midriasis (-/-)
 Kornea : normal
 Lensa : pseudopakia (-/-), keruh (-/-)
 Pergerakan bola mata : normal ke segala arah
- Telinga
 Bentuk : normal, simetris antara kiri dan kanan.
 Liang telinga (MAE) : normal, sekret (-/-), serumen (-/-).
 Nyeri tekan tragus : (-/-)
 Peradangan : (-/-)
 Pendengaran : kesan normal
- Hidung
 Simetris
 Deviasi septum : (-/-)
 Napas cuping hidung : (-)
 Perdarahan : (-/-)
 Sekret : (-/-)
 Penciuman : kesan normal
- Mulut
 Simetris
 Bibir : sianosis (-), pucat (-), stomatitis angularis
(-), ulkus (-)
 Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
 Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah
berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), tremor (-), lidah
kotor (-).
 Gigi geligi : normal
 Mukosa : normal

22
- Leher
 Simetris
 Deviasi trakea : (-)
 Kaku kuduk : (-)
 Pembesaran KGB : (-)
 JVP : dbn
 Otot SCM : aktif (-), hipertrofi (-)
 Pembesaran tiroid : (-)
- Thorax
 Inspeksi :
1) Bentuk dan ukuran dada normal simetris, cutis marmorata (-),
vulnus excoriatum(-)
2) Pergerakan dinding dada simetris.
3) Permukaan dinding dada: scar (-), massa (-), spider naevi (-), ictus
cordis tak tampak.
4) Penggunaan otot bantu napas : otot SCM tidak aktif, hipertrofi otot
SCM (-)
5) Tulang iga dan sela iga : pelebaran ICS (-), penyempitan ICS (-).
6) Fossa supraklavikula dan infraklavikula cembung simetris, fossa
jugularis: deviasi trakea (-).
7) Tipe pernapasan torako-abdominal dengan frekuensi napas 20
x/menit.
 Palpasi :
1) Posisi mediastinum : deviasi trakea (-), ictus cordis teraba di ICS
VI linea aksilaris anterior sinistra, thrill (-).
2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-), suhu normal.
3) Pergerakan dinding dada simetris
4) Vocal fremitus
Normal Normal
Normal Normal

23
Normal Normal
 Perkusi :
1) Densitas
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor

2) Batas paru-jantung : Dextra → ICS II linea parasternalis dekstra


Sinistra → ICS VI linea aksilaris anterior
sinistra
3) Batas paru-hepar :
- Ekspirasi → ICS IV
Ekskursi : 2 ICS
- Inspirasi → ICS VI
 Auskultasi :
1) Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-), gallop (-).
2) Pulmo :
- Vesikuler :
+ +
+ +
+ +
- Rhonki basah :
- -
- -
- -
- Wheezing :
- -
- -
- -
- Abdomen
 Inspeksi :
1) Distensi (-)

24
2) Umbilikus masuk merata
3) Permukaan kulit: ikterik (-), cutis marmorata (+) di regio lumbal
dextra, vulnus excoriatum (-), bercak luka yang mengering (-),
scar (-), massa(-), vena kolateral (-), caput medusa (-).
 Auskultasi :
1) Bising usus (+) normal
2) Metalic sound (-)
3) Bising aorta (-)
 Perkusi :
1) Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen
2) Nyeri ketok (-)
3) Shifting dullness (-)
 Palpasi :
1) Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
2) Massa (-)
3) Hepar/lien/ren tidak teraba
4) Hepatomegali (-), splenomegali (-)

- Ekstremitas
Ekstremitas Atas
 Akral hangat : +/+
 Pucat : -/-
 Deformitas : -/-
 Edema : -/-
 Sianosis : -/-
 Petekie : -/-
 Bercak luka : -/-

25
 Kekuatan :5/5
 Parasthesia :-/-
 Sendi : nyeri tekan +/+, nyeri saat digerakan +/+
 CRT : < 2 detik
Ekstremitas Bawah
 Akral hangat : +/+
 Pucat : -/-
 Deformitas : -/-
 Edema : -/-
 Sianosis : -/-
 Petekie : -/-
 Bercak luka : -/-
 Kekuatan :5/5
 Parasthesia :-/-
 Sendi : dbn

4. DIAGNOSIS
Decompression sickness (DCS) type 1
5. TATALAKSANA
- Terapi Oksigen Hiperbarik
- Neurobion 1 tablet perhari

II. Indikasi Dilakukan Terapi Hiperbarik

Pada kasus ini terapi oksigen hiperbarik yang dilakukan karena pasien
mengalami penyakit dekompresi tipe 1 akibat menyelam.

III. Prosedur Terapi Hiperbarik Yang dijalankan Pasien


1. Pasien harus mendaftar di loket registrasi.

26
2. Dokter Hyperbaric oxygen (HbO) memberikan penjelasan terkait rencana
tindakan Hyperbaric oxygen (HbO), mencakup tujuan tindakan, manfaat,
risiko, dan efek samping Hyperbaric oxygen (HbO)
3. Bila pasien setuju maka pasien menandatangani persetujuan pada format
informed consent yang sudah disediakan.
4. Dokter Hyperbaric oxygen (HbO) melakukan pengkajian kepada pasien,
mencakup :
a. Anamnesis pasien.
b. Dokter Hyperbaric oxygen (HbO) melakukan pemeriksaan fisik, berupa
keadaan umum, tanda vital, status generalis, status neurologi dan status
lokalis.
c. Dokter melakukan pemeriksaan lain terkait indikasi untuk mengetahui
ada/tidaknya kontraindikasi terapi dengan Ruang Udara Bertekanan Tinggi
(RUBT), yaitu dengan pemeriksaan :
1) Thorax foto
2) Laboratorium (sesuai dengan kondisi pasien)
5. Menentukan tabel terapi rekompresi. Pada pasien ini menggunakan l tabel
6 US NAVY.
6. Meminta pasien menggunakan pakaian yang nyaman dan melepaskan
semua aksesoris yang terbuat dari logam seperti jam tangan, ikat pinggang,
perhiasan dan lain sebagainya. KIE pasien mengenai tata cara terapi
hiperbarik dan hal yang perlu dilakukan saat berada di dalam chamber.
7. Pasien dimasukkan kedalam ruang chamber dengan bantuan perawat
- Pintu ruangan chamber ditutup rapat
- Diberikan tekanan menggunakan udara tekan sedikit demi sedikit sambil
memperhatikan keadaan umum pasien melalui celah kaca pada alat atau
dengan berkomunikasi melalui radio sampai tekanan mencapai 2,8 ATM
(kedalaman 0 s/d 60 feet) pada skala manometer tekanan yang terletak di
bagian tengah alat
8. Pasien diminta untuk mulai memasang masker dan menghirup oksigen
murni selama 20 menit pertama dengan nafas yang teratur.

27
9. Pasien diminta untuk istirahat selama 5 menit dengan melepas masker
oksigen yang dipakai dan bernafas secara teratur.
10. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen
murni untuk 20 menit ke 2 dan bernafas secara teratur.
11. Pasien diminta untuk istirahat ke 2 selama 5 menit dengan melepas masker
oksigen yang dipakai dan bernafas secara teratur.
12. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen
murni untuk 20 menit ke 3 dan bernafas secara teratur.
13. Pasien diminta untuk istirahat ke 3 selama 5 menit dengan melepas masker
oksigen yang dipakai dan bernafas secara teratur.
14. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen
murni untuk 30 menit ke 4 dan bernafas secara teratur. Tekanan chamber
diturunkan perlahan selama 30 menit hingga mencapai 1,2 ATA.
15. Pasien diminta untuk istirahat ke 4 selama 15 menit dengan melepas
masker oksigen yang dipakai dan bernafas secara teratur.
16. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen
murni untuk 60 menit ke 5 dan bernafas secara teratur.
17. Pasien diminta untuk istirahat ke 5 selama 15 menit dengan melepas
masker oksigen yang dipakai dan bernafas secara teratur.
18. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen
murni untuk 60 menit ke 6 dan bernafas secara teratur.
19. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen
murni untuk 30 menit ke 7 dan bernafas secara teratur. Tekanan chamber
diturunkan perlahan selama 30 menit hingga mencapai 1 ATA.
20. Pasien diminta untuk melepas masker oksigen yang dipakai. Pintu
chamber terbuka dengan sendirinya yang menandakan proses terapi telah
selesai
21. Terapi oksigen hiperbarik kembali diulang satu hari kemudian dengan
menggunakan tabel 5 US NAVY.

28
IV. Perkembangan pasien setelah terapi
Dari hasil wawancara, menurut pasien setelah mendapatkan terapi oksigen
hiperbarik selama 2 hari keluhan-keluhan yang dirasakan pasien berkurang
dan membaik. Pasien merasakan nyaman dengan terapi oksigen hiperbarik
ini.

V. Pembahasan

Pada kasus yang dipilih, pasien merupakan penderita penyakit dekompresi.


Penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang timbul akibat kegiatan
penyelaman. Saat kita menyelam, akibat terjadinya peningkatan tekanan, maka
udara yang kita hirup lebih banyak dari biasanya. Seperti kita ketahui bahwa
udara yang kita hirup saat menyelam adalah mayoritas Oksigen dan Nitrogen.
Peningkatan oksigen yang dihirup akan berdampak positif bagi metabolisme
tubuh, namun gas nitrogen tidak digunakan oleh tubuh kita. Maka akibatnya, gas
Nitrogen akan terakumulasi didalam tubuh penyelam proporsi dengan durasi
menyelam dan kedalaman penyelaman. Dengan kata lain, semakin dalam kita
menyelam, semakin lama kita menyelam, maka akumulasi nitrogen didalam tubuh
penyelam akan semakin banyak.
Hukum Henry menyatakan bahwa kelarutan gas dalam cairan berbanding
lurus dengan tekanan yang didapat gas dan cairan tersebut. Ketika nitrogen di
dalam tangki udara penyelam larut ke jaringan lemak atau cairan sinovial di
kedalaman laut, nitrogen akan dilepaskan dari jaringan-jaringan tersebut seraya
dengan naiknya penyelam ke lingkungan dengan tekanan yang lebih rendah. Hal
ini terjadi perlahan dan bertahap bila penyelam juga naik dengan perlahan dan
bertahap, lalu nitrogen akan masuk ke sirkulasi menuju paru dan keluar saat
ekspirasi. Namun bila penyelam naik dengan cepat, nitrogen keluar dari jaringan
dengan cepat juga lalu terbentuklah gelembung-gelembung udara. Bila gelembung
sudah terbentuk, mereka dapat merusak jaringan dengan beberapa cara.
Gelembung udara ini akan mempunyai efek pada sistem organ yaitu gelembung

29
dapat mengganggu sel-sel dan menyebabkan hilangnya fungsi, serta dapat
menjadi emboli dan menghambat sirkulasi terutama di kapiler.
Pasien diatas didiagnosis dengan DCS tipe 1. DCS tipe 1 dapat terjadi bila
gelembung udara terbentuk pada jaringan sekitar sendi kerangka tubuh. Gejala
biasanya berupa nyeri pada 1 atau beberapa sendi sisi unilateral. Tempat yang
paling sering terkena adalah lutus, siku dan bahu. Penyakit dekompresi juga dapat
bermanifestasi sebagai kelainan pada kulit. Gelembung nitrogen dapat
menyebabkan bintik-bintik benjolan maupun ruam. Gejala pada kulit
menunjukkan adanya masalah pada daerah lain. Tanda khusus pada kulit yang
menggambarkan PDK serius adalah kutis marmorata, dimana terdapat belang
berwarna gelap yang dikelilingi area pucat di sekelilingnya pada kulit, yang
menandakan terbentuknya gelembung udara yang cukup banyak di dalam tubuh.
Jika dibiarkan tanpa penanganan, PDK tipe 1 dapat menjadi tipe 2.
Terapi defintif dari pasien yang mengalami DCS adalah dengan
menggunakan terapi hiperbarik oksigen. Terapi Oksigen Hiperbarik merupakan
terapi di mana pasien bernapas dengan oksigen 100% selama berada di suatu
ruangan yang bertekanan lebih tinggi dari tekanan permukaan laut. Terapi oksigen
hiperbarik dengan indikasi rekompresi digunakan untuk mengurangi ukuran
gelembung, tidak hanya melalui tekanan, tetapi juga dengan menggunakan
gradien oksigen. Menurut hukum Boyle, volume gelembung menjadi lebih kecil
saat tekanan meningkat. Gelembung yang menyebabkan DCS diduga terdiri dari
nitrogen. Ketika tekanan atmosfer menurun, nitrogen merembes keluar dari darah,
jaringan, atau keduanya. Selama terapi hiperbarik, pasien menghirup 100%
oksigen, menciptakan darah kaya oksigen dan miskin nitrogen, yang menciptakan
perbedaan gradien nitrogen antara darah dan gelembung, sehingga nitrogen
mengalir dari gelembung ke dalam aliran darah, yang pada dasarnya membuat
gelembung menjadi lebih kecil.
Proses terapi hiperbarik dari awal sampai akhir menggunakan tabel terapi.
Tabel terapi yang saat ini direkomendasikan untuk tujuan terapi rekompresi
adalah tabel 5 dan 6 US Navy.

30
Terapi standar untuk DCS tipe 1 dapat dilihat pada Gambar 1. Hal ini
berlaku jika seluruh pemeriksaan neurologis telah dilakukan, namun jika terdapat
kelainan pada pemeriksaan neurologi maka pasien harus diterapi sebagai DCS tipe
2.7 Pada pasien diatas, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis,
sehingga diterapi sebagai DCS tipe 1. Pasien melakukan terapi oksigen hiperbarik
sebanyak 2 kali. Pada terapi pertama pasien mengaku terdapat perbaikan gejala
namun gejala tidak hilang. Oleh karena itu pasien menjalankan terapi oksigen
hiperbarik kedua keesokan harinya menggunakan tabel 5. Setelah melakukan
terapi, gejala yang dirasakan pasien jauh lebih membaik.

Gambar 1. Terapi Decompression Sicknes Tipe 1

31
Gambar bagan terapi diatas menunjukkan bahwa penentuan penggunaan
tabel terapi dilakukan setelah pasien berada di dalam chamber saat melakukan
terapi hiperbarik pada 10 menit pertama berdasarkan respon klinis yaitu apakah
terdapat perbaikan gejala atau tidak. Jika terdapat perbaikan gejala, maka terapi
dilanjutkan menggunakan tabel 5, namun jika tidak terdapat perbaikan gejala
maka terapi dilanjutkan dengan tabel 6.7

Indikasi terapi table 5 antara lain:

 DCS tipe 1 (kecuali untuk cutis marmorata)


 Pemeriksaan neurologis tidak menunjukkan adanya kelainan lainnya.
Setelah tiba pada kedalaman 60 feet pemeriksaan neurologis harus
dilakukan untuk memastikan tidak ada gejala neurologis (mis., kelemahan,
mati rasa, kehilangan koordinasi). Jika terdapat gejala neurologis maka
harus diobati dengan menggunakan Tabel Pengobatan 6.
 Follow up treatment untuk gejala sisa
 Keracunan karbon monoksida

Dalam terapi menggunakan tabel 5 terdapat tiga hal yang diterapkan, yaitu:

 1. Gejala hanya terdiri dari nyeri sendi (assensment neurologis


menunjukkan hasil yang normal)
 2. onset gejala dalam waktu kurang dari 6 jam
 3. terdapat perbaikan gejala dalam waktu 10 menit saat mencapai
kedalaman rekompresi 60 fsw

Indikasi terapi tabel 6 diantaranya:

 Emboli gas arterial


 DCS tipe II
 DCS tipe I dimana jika dalam waktu 10 menit pada kedalaman 60 kaki
tidak terdapat perubahan gejala atau nyeri bertambah parah maka
rekompresi dengan table 6 harus bisa dilakukan
 Cutis marmorata

32
 Keracunan karbon monoksida berat, keracunan sianida, atau inhalasi asap
 Gejala kambuh pada kedalaman yang lebih dangkal yaitu kurang dari 60
fsw

Pasien melakukan terapi oksigen hiperbarik sesuai dengan indikasi yaitu


penyakit dekompresi. Tabel terapi yang digunakan untuk pasien adalah tabel 6.
Hal tersebut sesuai dengan indikasi terapi tabel 6 karena pasien didiagnosis
dengan DCS tipe 1 yang disertai adanya kutis marmorata. Pasien DCS tipe 1 juga
diterapi menggunakan tabel 6 apabila tidak terdapat perbaikan gejala saat 10
menit di kedalaman 60 fsw.

33
DAFTAR PUSTAKA

1. Undersea and Hyperbaric Medical Society. Indications for Hyperbaric


Oxygen Therapy [Internet]. Available from:
https://www.uhms.org/resources/hbo-indications.html
2. Latham E. Hyperbaric Oxygen Therapy [Internet]. 2017. Available from:
https://emedicine.medscape.com/article/1464149-overview
3. Anonym. Standar prosedur operasional pelayanan hiperbarik chamber
RSUP dr. Wahidin Sudirohusodo Makasar [Internet]. Available from:
https://med.unhas.ac.id/
4. Konstantina G, Fildissis G, Zyga S, Baltopoulos G. The Clinical Efficacy
of Hyperbaric Oxygen Therapy in Idiopathic Sudden Sensorineural
Hearing Loss and Tinnitus. Health Science Journal 2015;10:1:1-9.
5. Bohmer D. Treating Tinnitus with Hyperbaric Oxygenation. International
Tinnitus Journal 1997;3:2:13-140.
6. KEMENKES RI. 2008. Standar Pelayanan Medik Hiperbarik. Available
at:
http://www.lshk.or.id/uu/KMK%20No.%20120%20ttg%20Standar%20Pel
ayanan%20Medik%20Hiperbarik.pdf. Diakses pada tanggal 8/12/2017
7. United Stated Navy. 2016. U.S. Navy Diving Manual. Revision 7.
Washington. Available at SUS\Downloads\Documents\US DIVING
MANUAL_REV7.pdf

34

Anda mungkin juga menyukai