Muatan Lokal
KEPANITERAAN KLINIK
BAGIAN MUATAN LOKAL DOKTER KEPULAUAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2018
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1970, dibentuk Dinas Kesehatan Pelabuhan Laut (DKPL) dan
Dinas Kesehatan Pelabuhan Udara (DKPU) yang selanjutnya diubah menjadi
Kantor Kesehatan Pelabuhan (KKP) dan pembinaan teknisnya berada di bawah
Wilayah Depkes. KKP dibentuk dengan tujuan terselenggaranya pencegahan
masuk dan keluarnya penyakit karantina dan potensial wabah guna dalam
mendukung pencapaian derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Salah satu fungsi dari KKP adalah pelaksanaan pelayanan kesehatan. Karena
wilayah Mataram merupakan salah satu daerah wisata bawah laut, KKP Mataram
memiliki salah satu fasilitas terapi oksigen hiperbarik, untuk mengatasi penyakit
akibat penyelaman.
B. Pelaksanaan
Hari : Kamis
Tanggal : 12 April 2018
Waktu : 09.00-12.00
Tempat : Kantor Kesehatan Pelabuhan Mataram
2
BAB II
ISI
a. Chamber Hiperbarik
Chamber Hiperbarik di KKP kelas II Mataram merupakan monoplace
dengan kapasitas untuk 1 orang pasien dan 1 orang tender.
3
b. Oxygen Tank Bottle
Terdapat 3 tabung oksigen yang tersambung ke chamber hiperbarik
4
d. Pengukur Tekanan (Manometer)
Panel ini berfungsi monitor tekanan pada chamber hiperbarik, tekanan
oksigen, suhu udara dalam chamber, dan keran drain.
1 2
4
6
7 3
Keterangan:
1. Monitor tekanan ruang dalam chamber
2. Monitor tekanan suplay udara
3. Monitor tekanan oksigen
4. Alat komunikasi
5. Keran input dan output udara
6. Monitor keseimbangan gas dalam chamber
7. Monitor kadar gas CO2 dalam chamber
e. Timer
Menunjukkan waktu bagi operator
5
f. Headset dan Telephone
Sarana komunikasi untuk Operator ke tender maupun pasien dalam
chamber yang dihubungkan dengan alat komunikasi di manometer.
Tempat pasien
berbaring
Tempat
tender duduk
Masker oksigen
6
B. Indikasi dan Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
Indikasi
1. Decompression sickness
7
gelembung, meningkatkan gradien difusi untuk gas inert dari
gelembung ke jaringan sekitarnya, oksigenasi jaringan iskemik dan
pengurangan edema SSP. Hal ini juga kemungkinan bahwa HBO2
memiliki efek farmakologis bermanfaat lainnya, seperti
pengurangan adhesi neutrofil ke endotelium kapiler.
8
untuk menghentikan produksi alpha-toxin sesegera mungkin.
Penelitian van Unnik menunjukkan bahwa PO2 jaringan sebesar
250 mmHg diperlukan untuk menghentikan produksi racun
sepenuhnya, satu-satunya cara untuk mencapai ini adalah dengan
memulai terapi oksigen hiperbarik sesegera mungkin. Minimal tiga
sampai empat kali perawatan HBOT diperlukan untuk respons ini.
Perawatan dimulai atas dasar gambaran klinis dan pengecatan
Gram positif dari cairan luka (tanpa leukosit). Perawatan dengan
HBOT menghentikan produksi alpha-toxin dan menghambat
pertumbuhan bakteri sehingga memungkinkan tubuh untuk
menggunakan mekanisme pertahanan host sendiri.
9
Kedua, HBO2 meningkatkan ketegangan oksigen jaringan ke
tingkat yang cukup. Paparan oksigen hiperbarik pada dua atmosfer
absolut (ATA) meningkatkan kandungan oksigen darah (kombinasi
hemoglobin dan plasma membawa oksigen) sebesar 125 persen.
Ketegangan oksigen dalam plasma serta cairan jaringan meningkat
10 kali lipat (1000%). Oksigen yang cukup dapat secara fisik
dilarutkan dalam plasma di bawah kondisi HBO2 untuk menjaga
jaringan tetap hidup tanpa oksigen yang terbawa haemoglobin
sehingga dapat mengkompensasi hipoksia yang terjadi.
4. Arterial Insufficiencies
Pada luka yang sulit sembuh terjadi karena interaksi antara
hipoperfusi jaringan, hipoksia, dan infeksi. Oksigenasi hiperbarik
dicapai ketika pasien bernafas 100% oksigen pada tekanan
atmosfer yang meningkat. Secara fisiologis, ini menghasilkan
peningkatan proporsional langsung dalam fraksi volume oksigen
plasma yang diangkut untuk metabolisme sel. Peningkatan PO2
arteri hingga 1500 mmHg atau lebih besar dicapai dengan 2 hingga
2,5 atm absolut dapat meningkatkan kadar PO2 otot dan jaringan
lunak.
5. Anemia berat
Terdapat dua sistem organ mamalia yang menggunakan oksigen
paling banyak yakni jantung dan otak. Tingkat ekstraksi oksigen
dari sistem ini berdasarkan aktivitas pasien adalah 6 ml O2 per 100
ml darah yang diedarkan di otak dan 10-20 ml O2 per 100 ml darah
yang diedarkan di jantung. Pada awal tahun 1959, Boerema
menunjukkan bahwa babi dengan kadar Hgb 0,4 hingga 0,6 g / dL
dapat bertahan dalam jangka pendek jika mereka mendapatkan
ventilasi O2 dalam ruang hiperbarik pada 0,3 MPa. Berdasarkan
penelitian diatas terapi HBO2 berguna pada pasien anemia berat
10
yang tidak dapat ditransfusi dikarenakan dapat mengompensasi
oksigen debt pada pasien tersebut
11
mengalami disfungsi akibat hipoksia dan memberikan oksigenasi
ke area iskemik, sehingga membatasi penyebaran dan
perkembangan infeksi. Selain itu terapi oksigen hiperbarik dapat
bertindak untuk meningkatkan penetrasi antibiotik ke bakteri
target. Peningkatan efek pasca-antibiotik oleh oksigen hiperbarik
telah ditunjukkan untuk aminoglikosida dan Pseudomonas.
8. Osteomyelitis (Refractory)
Neutrofil memerlukan ketegangan oksigen jaringan 30-40 mmHg
untuk menghancurkan bakteri dengan mekanisme pembunuhan
oksidatif. Pembunuhan organisme Gram-negatif dan Gram-positif
aerob, termasuk Staphylococcus aureus dimediasi leukosit akan
pulih ketika ketegangan oksigen intrinsik tulang meningkat ke
tingkat fisiologis atau supra-fisiologis. Selain meningkatkan
aktivitas leukosit, HBO2 membantu untuk menambah transportasi
antibiotik tertentu di dinding sel bakteri. Selain itu Ada bukti
bahwa HBO2 meningkatkan osteogenesis. Data pada hewan
menunjukkan bahwa mineralisasi tulang dan penyembuhan dapat
dipercepat oleh paparan intermiten ke dari hyperbaric oxygen.
Remodeling tulang oleh osteoklas bergantung pada oksigen.
Akibatnya, ketegangan oksigen yang tidak memadai menghambat
debridemen mikroskopik dari tulang yang mati dan terinfeksi oleh
osteoklas.
12
10. Compromised Grafts and Flaps
Terapi oksigen hiperbarik (HBO2T) tidak diperlukan dan tidak
direkomendasikan untuk mendukung graft atau flap yang normal.
Namun, dalam jaringan dikompromikan oleh radiasi atau dalam
kasus lain di mana ada penurunan perfusi atau hipoksia, HBOT
telah terbukti sangat berguna dalam menyelamatkan flap. Oksigen
hiperbarik dapat membantu memaksimalkan viabilitas jaringan
yang terganggu sehingga mengurangi kebutuhan untuk mengulang
atau mengulang prosedur flap.
13
Kontraindikasi Terapi Oksigen Hiperbarik
14
spherocytosis hanya untuk keadaan
darurat
Penyakit paru obstruksi Hilangnya dorongan Observasi dalam
kronik (PPOK) hipoksia untuk chamber
bernapas
Disfungsi tuba Barotrauma ke Latihan , penggunaan
eustachian membran timpani PE tube
Demam tinggi Risiko kejang yang Berikan obat
lebih tinggi antipiretik
Pacemakers or epidural Kerusakan atau Pastikan kemampuan
pain pump deformasi perangkat di alat dalam tekanan
bawah tekanan
Kehamilan Efek tidak diketahui Tidak ada; HBOT
pada janin hanya untuk keadaan
darurat
Kejang dapat menurunkan Kontrol kejang, dapat
ambang kejang diberikan
benzodiazepine
Infeksi saluran nafas Barotrauma Resolusi gejala atau
bagian atas dekongestan
15
C. Prosedur Terapi Hiperbarik3
16
- Menelan atau minum air beberapa kali.
6. Perawat HBO harus mendampingi pasien selama tindakan terapi
hiperbarik dalam ruang Ruang Udara Bertekanan Tinggi.
7. Hal-hal yang perlu diperhatikan :
a. Selama prosedur HBO berlangsung, komunikasi perawat pendamping,
pasien, dengan operator chamber harus intensif, khususnya pada saat
proses kompresi.
b. Apabila dalam prosedur HBO terjadi efek samping/ keluhan pasien/
perawat pendamping yang bersifat urgen, masker oksigen dilepas dan
prosedur HBO harus dihentikan (dikeluarkan).
c. Selama prosedur HBO berlangsung, perawat pendamping harus
senantiasa memantau/ menayakan apakah pasien ada keluhan atau
tidak.
d. Apabila prosedur HBO sementara berlangsung dan pasien
membutuhkan suplai obat/ makanan/ minuman dari luar, masukkan
melalui medical lock.
e. Selama periode isap oksigen, sebaiknya pasien tidak tidur.
f. Selama periode istirahat, pasien boleh makan / minum.
g. Pasien infeksius dan luka yang berbau harus dikondisikan dengan
jadwal pasien lain.
h. Pasien yang akan melakukan penerbangan, dilakukan dalam jangka
waktu 4-6 jam setelah prosedur.
i. Pasien sebaiknya dilakukan terapi HBO 1x perhari berturutturut
selama 5 hari dan diistrahatkan 2 hari
17
8. Tabel terapi yang digunakan tergantung indikasi pasien, ada tabel klinis
dan tabel kompresi.
Gambar 2. Tabel terapi rekompresi (tabel 5 US NAVY) yang digunakan di KKP Kelas II
Mataram.3
18
Gambar 3. Tabel terapi rekompresi (tabel 6 US NAVY) yang digunakan di KKP Kelas II
Mataram.3
19
D. STUDI KASUS
I. Laporan Kasus
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. RS
Umur : 48 tahun
Agama : Kristen
2. ANAMNESIS (autoanamnesis)
Keluhan utama: nyeri bahu kanan
20
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat keluhan serupa disangkal oleh pasien, Hipertensi (+)
terkontrol, Jantung (-), Asma (-).
Riwayat Pengobatan : terapi hiperbarik (-)
3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis:
KU: baik
Kesadarann : Compos Mentis
TD: 140/90 mmHg
N : 84x/menit
RR: 20x/menit
T : 36,5 C
Status Lokalis:
Kepala
Bentuk dan ukuran : normal
Rambut : normal
Edema : (-)
Parese N. VII : (-)
Hiperpigmentasi : (-)
Nyeri tekan kepala : (-)
- Mata
Simetris
Alis normal
Exopthalmus : (-/-)
Ptosis : (-/-)
Nystagmus : (-/-)
Strabismus : (-/-)
Edema palpebra : (-/-)
Konjungtiva : anemis (-/-), hiperemia (-/-)
21
Sclera : ikterus (-), hiperemia (-/-), pterygium (-/-)
Pupil : Refleks pupil +/+, isokor, bentuk bulat, Ø
3 mm, miosis (-/-), midriasis (-/-)
Kornea : normal
Lensa : pseudopakia (-/-), keruh (-/-)
Pergerakan bola mata : normal ke segala arah
- Telinga
Bentuk : normal, simetris antara kiri dan kanan.
Liang telinga (MAE) : normal, sekret (-/-), serumen (-/-).
Nyeri tekan tragus : (-/-)
Peradangan : (-/-)
Pendengaran : kesan normal
- Hidung
Simetris
Deviasi septum : (-/-)
Napas cuping hidung : (-)
Perdarahan : (-/-)
Sekret : (-/-)
Penciuman : kesan normal
- Mulut
Simetris
Bibir : sianosis (-), pucat (-), stomatitis angularis
(-), ulkus (-)
Gusi : hiperemia (-), perdarahan (-).
Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-), lidah
berselaput (-),
kemerahan di pinggir (-), tremor (-), lidah
kotor (-).
Gigi geligi : normal
Mukosa : normal
22
- Leher
Simetris
Deviasi trakea : (-)
Kaku kuduk : (-)
Pembesaran KGB : (-)
JVP : dbn
Otot SCM : aktif (-), hipertrofi (-)
Pembesaran tiroid : (-)
- Thorax
Inspeksi :
1) Bentuk dan ukuran dada normal simetris, cutis marmorata (-),
vulnus excoriatum(-)
2) Pergerakan dinding dada simetris.
3) Permukaan dinding dada: scar (-), massa (-), spider naevi (-), ictus
cordis tak tampak.
4) Penggunaan otot bantu napas : otot SCM tidak aktif, hipertrofi otot
SCM (-)
5) Tulang iga dan sela iga : pelebaran ICS (-), penyempitan ICS (-).
6) Fossa supraklavikula dan infraklavikula cembung simetris, fossa
jugularis: deviasi trakea (-).
7) Tipe pernapasan torako-abdominal dengan frekuensi napas 20
x/menit.
Palpasi :
1) Posisi mediastinum : deviasi trakea (-), ictus cordis teraba di ICS
VI linea aksilaris anterior sinistra, thrill (-).
2) Nyeri tekan (-), benjolan (-), krepitasi (-), suhu normal.
3) Pergerakan dinding dada simetris
4) Vocal fremitus
Normal Normal
Normal Normal
23
Normal Normal
Perkusi :
1) Densitas
Sonor Sonor
Sonor Sonor
Sonor Sonor
24
2) Umbilikus masuk merata
3) Permukaan kulit: ikterik (-), cutis marmorata (+) di regio lumbal
dextra, vulnus excoriatum (-), bercak luka yang mengering (-),
scar (-), massa(-), vena kolateral (-), caput medusa (-).
Auskultasi :
1) Bising usus (+) normal
2) Metalic sound (-)
3) Bising aorta (-)
Perkusi :
1) Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen
2) Nyeri ketok (-)
3) Shifting dullness (-)
Palpasi :
1) Nyeri tekan
- - -
- - -
- - -
2) Massa (-)
3) Hepar/lien/ren tidak teraba
4) Hepatomegali (-), splenomegali (-)
- Ekstremitas
Ekstremitas Atas
Akral hangat : +/+
Pucat : -/-
Deformitas : -/-
Edema : -/-
Sianosis : -/-
Petekie : -/-
Bercak luka : -/-
25
Kekuatan :5/5
Parasthesia :-/-
Sendi : nyeri tekan +/+, nyeri saat digerakan +/+
CRT : < 2 detik
Ekstremitas Bawah
Akral hangat : +/+
Pucat : -/-
Deformitas : -/-
Edema : -/-
Sianosis : -/-
Petekie : -/-
Bercak luka : -/-
Kekuatan :5/5
Parasthesia :-/-
Sendi : dbn
4. DIAGNOSIS
Decompression sickness (DCS) type 1
5. TATALAKSANA
- Terapi Oksigen Hiperbarik
- Neurobion 1 tablet perhari
Pada kasus ini terapi oksigen hiperbarik yang dilakukan karena pasien
mengalami penyakit dekompresi tipe 1 akibat menyelam.
26
2. Dokter Hyperbaric oxygen (HbO) memberikan penjelasan terkait rencana
tindakan Hyperbaric oxygen (HbO), mencakup tujuan tindakan, manfaat,
risiko, dan efek samping Hyperbaric oxygen (HbO)
3. Bila pasien setuju maka pasien menandatangani persetujuan pada format
informed consent yang sudah disediakan.
4. Dokter Hyperbaric oxygen (HbO) melakukan pengkajian kepada pasien,
mencakup :
a. Anamnesis pasien.
b. Dokter Hyperbaric oxygen (HbO) melakukan pemeriksaan fisik, berupa
keadaan umum, tanda vital, status generalis, status neurologi dan status
lokalis.
c. Dokter melakukan pemeriksaan lain terkait indikasi untuk mengetahui
ada/tidaknya kontraindikasi terapi dengan Ruang Udara Bertekanan Tinggi
(RUBT), yaitu dengan pemeriksaan :
1) Thorax foto
2) Laboratorium (sesuai dengan kondisi pasien)
5. Menentukan tabel terapi rekompresi. Pada pasien ini menggunakan l tabel
6 US NAVY.
6. Meminta pasien menggunakan pakaian yang nyaman dan melepaskan
semua aksesoris yang terbuat dari logam seperti jam tangan, ikat pinggang,
perhiasan dan lain sebagainya. KIE pasien mengenai tata cara terapi
hiperbarik dan hal yang perlu dilakukan saat berada di dalam chamber.
7. Pasien dimasukkan kedalam ruang chamber dengan bantuan perawat
- Pintu ruangan chamber ditutup rapat
- Diberikan tekanan menggunakan udara tekan sedikit demi sedikit sambil
memperhatikan keadaan umum pasien melalui celah kaca pada alat atau
dengan berkomunikasi melalui radio sampai tekanan mencapai 2,8 ATM
(kedalaman 0 s/d 60 feet) pada skala manometer tekanan yang terletak di
bagian tengah alat
8. Pasien diminta untuk mulai memasang masker dan menghirup oksigen
murni selama 20 menit pertama dengan nafas yang teratur.
27
9. Pasien diminta untuk istirahat selama 5 menit dengan melepas masker
oksigen yang dipakai dan bernafas secara teratur.
10. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen
murni untuk 20 menit ke 2 dan bernafas secara teratur.
11. Pasien diminta untuk istirahat ke 2 selama 5 menit dengan melepas masker
oksigen yang dipakai dan bernafas secara teratur.
12. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen
murni untuk 20 menit ke 3 dan bernafas secara teratur.
13. Pasien diminta untuk istirahat ke 3 selama 5 menit dengan melepas masker
oksigen yang dipakai dan bernafas secara teratur.
14. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen
murni untuk 30 menit ke 4 dan bernafas secara teratur. Tekanan chamber
diturunkan perlahan selama 30 menit hingga mencapai 1,2 ATA.
15. Pasien diminta untuk istirahat ke 4 selama 15 menit dengan melepas
masker oksigen yang dipakai dan bernafas secara teratur.
16. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen
murni untuk 60 menit ke 5 dan bernafas secara teratur.
17. Pasien diminta untuk istirahat ke 5 selama 15 menit dengan melepas
masker oksigen yang dipakai dan bernafas secara teratur.
18. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen
murni untuk 60 menit ke 6 dan bernafas secara teratur.
19. Pasien diminta untuk memasang masker dan mulai menghirup oksigen
murni untuk 30 menit ke 7 dan bernafas secara teratur. Tekanan chamber
diturunkan perlahan selama 30 menit hingga mencapai 1 ATA.
20. Pasien diminta untuk melepas masker oksigen yang dipakai. Pintu
chamber terbuka dengan sendirinya yang menandakan proses terapi telah
selesai
21. Terapi oksigen hiperbarik kembali diulang satu hari kemudian dengan
menggunakan tabel 5 US NAVY.
28
IV. Perkembangan pasien setelah terapi
Dari hasil wawancara, menurut pasien setelah mendapatkan terapi oksigen
hiperbarik selama 2 hari keluhan-keluhan yang dirasakan pasien berkurang
dan membaik. Pasien merasakan nyaman dengan terapi oksigen hiperbarik
ini.
V. Pembahasan
29
dapat mengganggu sel-sel dan menyebabkan hilangnya fungsi, serta dapat
menjadi emboli dan menghambat sirkulasi terutama di kapiler.
Pasien diatas didiagnosis dengan DCS tipe 1. DCS tipe 1 dapat terjadi bila
gelembung udara terbentuk pada jaringan sekitar sendi kerangka tubuh. Gejala
biasanya berupa nyeri pada 1 atau beberapa sendi sisi unilateral. Tempat yang
paling sering terkena adalah lutus, siku dan bahu. Penyakit dekompresi juga dapat
bermanifestasi sebagai kelainan pada kulit. Gelembung nitrogen dapat
menyebabkan bintik-bintik benjolan maupun ruam. Gejala pada kulit
menunjukkan adanya masalah pada daerah lain. Tanda khusus pada kulit yang
menggambarkan PDK serius adalah kutis marmorata, dimana terdapat belang
berwarna gelap yang dikelilingi area pucat di sekelilingnya pada kulit, yang
menandakan terbentuknya gelembung udara yang cukup banyak di dalam tubuh.
Jika dibiarkan tanpa penanganan, PDK tipe 1 dapat menjadi tipe 2.
Terapi defintif dari pasien yang mengalami DCS adalah dengan
menggunakan terapi hiperbarik oksigen. Terapi Oksigen Hiperbarik merupakan
terapi di mana pasien bernapas dengan oksigen 100% selama berada di suatu
ruangan yang bertekanan lebih tinggi dari tekanan permukaan laut. Terapi oksigen
hiperbarik dengan indikasi rekompresi digunakan untuk mengurangi ukuran
gelembung, tidak hanya melalui tekanan, tetapi juga dengan menggunakan
gradien oksigen. Menurut hukum Boyle, volume gelembung menjadi lebih kecil
saat tekanan meningkat. Gelembung yang menyebabkan DCS diduga terdiri dari
nitrogen. Ketika tekanan atmosfer menurun, nitrogen merembes keluar dari darah,
jaringan, atau keduanya. Selama terapi hiperbarik, pasien menghirup 100%
oksigen, menciptakan darah kaya oksigen dan miskin nitrogen, yang menciptakan
perbedaan gradien nitrogen antara darah dan gelembung, sehingga nitrogen
mengalir dari gelembung ke dalam aliran darah, yang pada dasarnya membuat
gelembung menjadi lebih kecil.
Proses terapi hiperbarik dari awal sampai akhir menggunakan tabel terapi.
Tabel terapi yang saat ini direkomendasikan untuk tujuan terapi rekompresi
adalah tabel 5 dan 6 US Navy.
30
Terapi standar untuk DCS tipe 1 dapat dilihat pada Gambar 1. Hal ini
berlaku jika seluruh pemeriksaan neurologis telah dilakukan, namun jika terdapat
kelainan pada pemeriksaan neurologi maka pasien harus diterapi sebagai DCS tipe
2.7 Pada pasien diatas, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan neurologis,
sehingga diterapi sebagai DCS tipe 1. Pasien melakukan terapi oksigen hiperbarik
sebanyak 2 kali. Pada terapi pertama pasien mengaku terdapat perbaikan gejala
namun gejala tidak hilang. Oleh karena itu pasien menjalankan terapi oksigen
hiperbarik kedua keesokan harinya menggunakan tabel 5. Setelah melakukan
terapi, gejala yang dirasakan pasien jauh lebih membaik.
31
Gambar bagan terapi diatas menunjukkan bahwa penentuan penggunaan
tabel terapi dilakukan setelah pasien berada di dalam chamber saat melakukan
terapi hiperbarik pada 10 menit pertama berdasarkan respon klinis yaitu apakah
terdapat perbaikan gejala atau tidak. Jika terdapat perbaikan gejala, maka terapi
dilanjutkan menggunakan tabel 5, namun jika tidak terdapat perbaikan gejala
maka terapi dilanjutkan dengan tabel 6.7
Dalam terapi menggunakan tabel 5 terdapat tiga hal yang diterapkan, yaitu:
32
Keracunan karbon monoksida berat, keracunan sianida, atau inhalasi asap
Gejala kambuh pada kedalaman yang lebih dangkal yaitu kurang dari 60
fsw
33
DAFTAR PUSTAKA
34