Fix 1-7
Fix 1-7
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Diare merupakan suatu kondisi dimana seseorang buang air besar
dengan konsistensi lembek atau cair, bahkan dapat berupa cairan saja dan
frekuensinya lebih sering (biasanya tiga atau lebih) dalam satu hari (Depkes,
2011). Diare merupakan gejala infeksi yang disebabkan oleh berbagai
mikroorganisme seperti bakteri, virus dan parasit, yang sebagian besar
ditularkan melalui air yang terkontaminasi oleh tinja. Selain itu, siare dapat
disebabkan oleh perilaku/kebiasaan sehari-hari, kebesihan diri dan kebersihan
lingkungan serta faktor lingkungan sekitar rumah. Penyakit diare dapat
menyebar dari orang ke orang, dan dapat diperburuk oleh kebersihan yang
rendah. Makanan merupakan penyebab utama diare bila diolah atau disimpan
dalam kondisi yang tidah higienis dan air dapat mengkontaminasi makanan
selama pengolahannya. Makanan dan minuman dapat terkontaminasi oleh
mikroorganisme yang dibawa oleh serangga atau oleh tangan yang kotor.
Diare mempunyai dampak kematian, selain itu diare dapat menyebabkan
dehidrasi, terganggunya pertumbuhan (gagal tumbuh), dan merupakan
penyebab utama kekurangan gizi pada anak dibawah lima tahun (WHO,
2009).
Berdasarkan data laporan bulanan pengendalian diare pada anak di
Puskesmas Jetis tahun 2017, tercatat sebanyak 62 pasien yang termasuk
pasien rawat jalan maupun rawat inap pada Bulan Oktober 2017. Wilayah
Dusun Jetis merupakan wilayah tertinggi nomor dua dengan kejadian diare
pada balita di Kabupaten Mojokerto yaitu sejumlah 12 kasus. Oleh karena itu,
penelitian ini di laksanakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan
ibu tentang sanitasi makanan, penyediaan air minum dan sanitasi dasar
sebagai fakor risiko dengan kejadian diare pada balita di Dusun Jetis
Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto pada Bulan Oktober tahun 2017.
B. Rumusan Masalah
2
Adakah hubungan antara pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan,
penyediaan air minum dan sanitasi dasar sebagai fakor risiko dengan kejadian
diare pada balita di Dusun Jetis Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto pada
Bulan Oktober tahun 2017?
C. Tujuan
1. Tujuan umum :
Untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang sanitasi
makanan, penyediaan air minum dan sanitasi dasar sebagai fakor risiko
dengan kejadian diare pada balita di Dusun Jetis Kecamatan Jetis Kabupaten
Mojokerto pada Bulan Oktober tahun 2017.
2. Tujuan khusus :
a. Menganalisis keadaan sanitasi makanan, penyediaan air minum dan
sanitasi daar di Dusun Jetis Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto
pada Bulan Oktober tahun 2017.
b. Menganalisis kejadian diare pada balita di Dusun Jetis Kecamatan
Jetis Kabupaten Mojokerto pada Bulan Oktober tahun 2017.
c. Menganalisis hubungan antara sanitasi makanan, penyediaan air
minum dan sanitasi dasar sebagai fakor risiko dengan kejadian
diare pada balita di Dusun Jetis Kecamatan Jetis Kabupaten
Mojokerto pada Bulan Oktober tahun 2017.
Manfaat yang kami harapkan setelah penelitian ini selesai adalah agar data
yang dihasilkan dapat bermanfaat dalam pengembangan program kesehatan
dan sebagai informasi yang mempunyai kontribusi terhadap pengembangan
ilmu pengetahuan. Beberapa pihak yang termasuk dapat memanfaatkan hasil
penelitian ini, diantaranya:
3
1. Manfaat bagi institusi
Sebagai informasi tambahan yang membahas mengenai hubungan
antara pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan, penyediaan air minum
dan sanitasi dasar sebagai fakor risiko dengan kejadian diare pada balita di
Dusun Jetis Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto pada Bulan Oktober
tahun 2017. Sehingga dapat sebagai acuan oleh instansi-instansi daerah
setempat untuk memperbaiki berbagai faktor resiko tersebut yang dapat
menimbulkan kejadian diare pada balita.
2. Manfaat akademis
Menambah pengetahuan tentang diare beserta faktor sanitasi makanan,
oenydiaan air minum dan sanitasi dasar yang dapat menyebabkan diare.
Sehingga dapat mengembangkan dan meningkatkan pengetahuan beserta
dapat mengaplikasikan ilmu yang diperoleh selama perkuliahan selaras
dengan permasalahan kasus yang terjadi di masyarakat.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
2. Faktor sanitasi makanan
Menurut Badudu, 2002, yang termasuk dalam berbagai faktor sanitasi
makanan yaitu :
a. Pengelolaan makanan
Makanan menjadi perhatian yang penting bagi para ahli
lingkungan. Makanan merupakan zat yang diperlukan tubuh untuk
memenuhi fungsinya, baik dalam tumbuh, berkembang, reproduksi
maupun kesejahteraan. Oleh karena itu, dalam sanitasi pengelolaan
makan sehari-hari harus mengetahui 2 hal utama dalam pengelolaan,
yaitu:
1) Cara pengelolaan makanan
Dalam pengelolaan makanan, makanan harus dimasak,
disimpan, disajikan menurut selera yang beraneka ragam. Makanan
mempunyai hubungan yang lebih erat antara bahan makanan dengan
para penanganan makanan (food handlers). Ini juga menjadi sasaran
perhatian bagi para ahli kesehatan lingkungan. Secara umum agar
faktor makanan ini tidak berbahaya bagi kesehatan, maka perlu
tindakan-tindakan terhadap makanan (food protection). Makanan yang
sehat adalah makanan dengan kandungan gizi yang cukup, jumlah
atau ukurannya seimbang, bersih dan tidak terkontaminasi. (Sarudji.
D, 2006).
Secara garis besar makanan dapat mempengaruhi kesehatan
masyarakat dalam perannya yaitu sebagai berikut (Sarudji. D, 2006):
a) Kandungan zat-zat (gizi) makanan yang kurang karena rusak,
misalnya karena pemanasan yang tinggi atau penyimpanan yang
terlalu lama.
b) Makanan berperan sebagai vehicle dari beberapa macam penyakit
infeksi.
c) Makanan mengandung toksin bakteri.
d) Bahan makanan mengandung racun (poisonous plant and animal).
6
e) Terdapatnya racun kimia yang berasal dari bahan pengawet, bahan
aditif pewarna atau penyedap, kontaminan, proses-proses
pengolahan dan pestisida.
7
disajikan. Makanan sebagai vehicle dapat terkontaminasi pada proses
penyimpanan ataupun penyajian. (Sarudji. D, 2006)
Yang tetmasuk besar peranannya dalam kontaminasi makanan
melalui cara penyimpanan makanan yaitu pada penanganan makanan
(food handlers) dan vektor berbagai macam penyakit saluran cerna,
seperti lalat, kecoa, dan juga binatang pengerat. (Sarudji. D, 2006)
8
2) Air tanah, dapat dikategorikan menurut kedalamannya yaitu air tanah
dangkal dan air tanah dalam. Air dalam tanah adalah air yang
diperoleh pengumpulan air pada lapisan tanah yang dalam. Misalnya
air sumur, air dari mata air.
3) Air angkasa yaitu air yang berasal dari atmosfir, seperti hujan dan
salju.
9
Air bersih mempunyai beberapa persyaratan. Adapun
persyaratan mengenai air bersih (Sarudji. D, 2006) yaitu :
1) Persyaratan kuantitatif
10
2) Tidak menimbulkan genangan air yang menjadi sarang
serangga/nyamuk.
3) Tidak menimbulkan bau.
4) Tidak menimbulkan becek, kelembaban dan pandangan yang tidak
menyenangkan.
d. Pengelolaan jamban
Dalam hal pemanfaatan sanitasi, masyarakat umumnya memiliki
beberapa pilihan akses yang digunakan dalam pengelolaan jamban secara
bergantian, sebelum dialirkan ke sungai. Untuk masyarakat rural dan
peri-urban, meski memiliki toilet di rumah, mereka juga masih
memanfaatkan “toilet terbuka” seperti sungai atau empang. Masyarakat
peri-urban menjadikan kepraktisan dan norma umum (semua orang
melakukannya) sebagai alasan utama untuk menyalurkan kotorannya ke
sungai. Tidak heran, sungai-sungai di Indonesia bisa disebut sebagai
11
jamban raksasa karena masyarakat Indonesia umumnya menggunakan
sungai untuk buang air. (Hiswani, 2003)
Masyarakat urban di perkotaan yang tinggal di gang-gang sempit
atau rumah-rumah petak di Jakarta umumnya tidak mempunyai lahan
besar untuk membangun septic tank. Karena itu, mereka biasanya tak
memiliki jamban. Jika kemudian mereka memiliki sumur, umumnya
tidak diberi pembatas semen sehingg saat hujan tiba, kotoran yang ada di
tanah terbawa air hujan masuk ke dalam sumur. Air sumur akan
terkontaminasi dan inilah yang menyebabkan mudahnya penularan
berbagai penyakit gangguan cerna termasuk diare. (Hiswani, 2003)
Dalam membangun tempat pembuangan tinja diperlukan beberapa
persyaratan sebagai berikut : (Sarudji. D, 2006)
1) Tidak menimbulkan kontaminasi pada air tanah yang masuk ke dalam
sumber atau mata air dan sumur.
2) Tidak menimbulkan kontaminasi pada air permukaan.
3) Tidak menimbulkan kontaminasi pada tanah permukaan. Persyaratan
ini untuk mencegah penularan penyakit cacing.
4) Tinja tidak dapat dijangkau oleh lalat atau binatang-binatang lainnya.
5) Tidak menimbulkan bau dan terlindung dari pandangan, serta
memenuhi syarat-syarat estetika yang lain
Tinja dan limbah harus diolah dengan baik. Pengelolaan tinja dan
limbah yang tidak baik dapat menyebabkan penulran berbagai penyakit
gangguan cerna. Oleh karena itu mengelola tinja merupakan kewajiban
yang harus dilakukan sebaik-baiknya. Pengolahan tinja dan limbah yang
umum dan baik yaitu dengan memanfaatkan fungsi septic tank.
Karenanya harus di lokalisasi tertentu untuk diolah sehingga setelah
dilepas ke lingkungan sudah tidak berbahaya lagi.
Pemilihan lokasi bangunan septic tank sesungguhnya tidak menjadi
masalah, karena bangunan ini kedap air, yang umumnya terbuat dari
beton (concrete) asalkan dijamin tidak bocor. Tapi yang menjadi masalah
12
adalah letak resapan air setelah melalui outlet. Lokasinya harus
menjamin tidak mempunyai kontribusi terhadap kontaminasi sumber air
yang digunakan sebagai sumber air minum. Dianjurkan setidak-tidaknya
berjarak 5 feet antara resapan dengan sumber air. (Sarudji. D, 2006)
e. Pegelolaan sampah
Para ahli kesehatan masyarakat menyebutkan sampah adalah
sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi ataupun
sesuatu yang dibuang yang berasal dari kegiatan manusia dan tidak
terjadi dengan sendirinya (Notoatmodjo, 2003)
Menurut Notoatmodjo tahun 2003, untuk tidak mengganggu
kesehatan masyarakat dalam mengelola sampah harus meliputi:
1) Penyimpanan sampah
Penyimpanan sampah setempat harus menjamin tidak
bersarangnya tikus, lalat dan binatang pengganggu lainnya serta tidak
menimbulkan bau. Oleh karena itu persyaratan kontainer sampah
harus mendapatkan perhatian.
2) Pengumpulan sampah
Terjaminnya kebersihan lingkungan pemukiman dari sampah
juga tergantung pada pengumpulan sampah. Pengumpulan sampah
dapat diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau oleh pengurus
kampung atau pihak pengelola apabila dikelola oleh suatu real estate
misalnya. Keberlanjutan dan keteraturan pengambilan sampah ke
tempat pengumpulan merupakan jaminan bagi kebersihan lingkungan
pemukiman.
Sampah yang mudah membusuk (garbage) merupakan sumber
makanan lalat dan tikus. Lalat merupakan salah satu vektor penyakit
terutama penyakit saluran pencernaan seperti Thypus abdominalis,
Cholera. Diare dan Dysentri. Oleh karena itu pengumpulan sampah
harus benar-benar dikelola agar tidak dapat menimbulan berbagai
penyakit tersebut. (Hiswani, 2003)
3) Pemusnahan sampah
13
Yang termasuk dalam berbagai upaya dalam pemusnahan atau
pengelolaan sampah yaitu :
a) Ditanam (landfill) yaitu pemusnahan sampah dengan membuat
lubang diatas tanah kemudian sampah dimasukan dan ditimbun
dengan sampah.
b) Dibakar (incenarator) yaitu memusnahkan sampah dengan jalan
membakar di dalam tengku pembakaran.
c) Dijadikan pupuk (composting) yaitu pengelolaan sampah
menjadikan pupuk, khususnya untuk sampah organik daun-daunan,
sisa makanan dan sampah lain yang dapat membusuk.
B. Diare
1. Definisi diare
Diare adalah peningkatan pengeluaran tinja dengan konsistensi lebih
lunak atau lebih cair dari biasanya, dan terjadi paling sedikit 3 kali dalam 24
14
jam. Sementara untuk bayi dan anak-anak, diare didefinisikan sebagai
pengeluaran tinja >10 g/kg/24 jam, sedangkan rata-rata pengeluaran tinja
normal bayi sebesar 5-10 g/kg/ 24 jam (Juffrie, 2010).
2. Jenis diare
Berdasarkan lamanya diare, diare dibagi menjadi :
a. Diare akut
Diare akut adalah buang air besar yang lembek/cair bahkan dapat
berupa air saja yang frekuensinya lebih sering dari biasanya (biasanya 3
kali atau lebih dalam sehari) dan berlangsung kurang dari 14 hari.
(Depkes RI, 2002). Menurut WHO (2009) diare akut (termasuk kolera),
adalah berlangsung beberapa jam atau beberapa hari dengan bahaya
utamanya adalah dehidrasi.
b. Diare kronik
Diare kronik adalah buang air besar yang cair/lembek dengan
jumlah lebih banyak dari normal dan berlangsung lebih dari 15 hari.
Batasan kronik di Indonesia, dipilih waktu lebih dari 15 hari agar dokter
lebih waspada, serta dapat lebih cepat menginvestigasi penyebab diare
dengan tepat.
c. Diare persisten
Diare persisten adalah diare yang merupakan kelanjutan dari diare
akut biasanya berlansung 15-30 hari, dan menurut WHO bahaya utama
dari diare persisten adalah malnutrisi, infeksi usus dan dehidrasi.
3. Penyebab diare
Penyebab diare secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi
beberapa golongan yaitu (Depkes RI, 2007):
a. Bakteri
Macam bakteri penyebab penyakit diare, diantaranya yaitu :
Shigella, Salmonella, Eschericia coli (E. coli), Golongan vibrio, Bacilus
15
cereus, Clostridium perfringens, Staphylococcus aureus, Camphylo
bacter, serta Aeromonas.
b. Virus
Selain bakteri, diare dapat terjadi akibat virus. Macam virus yang
dapat menyebabkan penyakit diare yaitu: Rotavirus, Norwalk dan
Norwalk Like, serta Adenovirus. Rotavirus merupakan virus penyebab
utama penyakit diare pada anak. Rotavirus diperkirakan menyebabkan
diare balita sebesar 20%-80% di dunia, serta merupakan penyebab utama
kematian balita diare (Breese dalam Depkes RI, 2007b).
c. Parasit
Parasit yang dapat menyebabkan diare diantaranya: Protozoa
seperti Entamoeba histolytica, Giardia lamblia, Balantidium coli,
Cryptosporidium dan berbagai macam cacing perut seperti Ascaris,
Trichuris, Stongloides, dan Blastissistis huminis.
d. Alergi
Diare dapat disebabkan oleh karena alergi. Alergi merupakan
reaksi tubuh tidak tahan terhadap makanan tertentu. Biasanya diare pada
balita yang disebabkan oleh alergi dapat disebabkan oleh karena alergi
terhadap laktosa yang terkandung dalam susu sapi
e. Keracunan
Keracunan dapat menyebabkan diare. Keracunan yang dapat
menyebabkan diare pada balita dapat dibedakan menjadi dua yaitu
keracunan yang diperoleh dari bahan-bahan kimia, dan keracunan yang
diperoleh dari bahan yang dikandung dan diproduksi oleh mahluk hidup
tertentu (seperti racun yang di hasilkan oleh jasad renik, algae, ikan,
buah-buahan, sayur-sayuran).
f. Immunodefisiensi
16
Immunodefisiensi merupakan penurunan daya tahan tubuh.
Immunodefisiensi dapat bersifat sementara (misalnya sesudah infeksi
virus), atau bahkan berlangsung lama seperti pada penderita HIV / AIDS.
Penurunan daya tahan tubuh pada balita ini dapat menyebabkan
seseorang lebih mudah terserang faktor-faktor penginfeksi tubuh
termasuk faktor penginfeksi penyakit diare.
g. Sebab-sebab lain
17
b. Tangan yang terkontaminasi agen penyebab diare.
c. Air yang terkontaminasi agen penyebab diare.
air Mati
Sayur
an
Tinja lalat
Host
Tangan Makana
n dan
Minum
Sakit
Tana
h
18
Penyakit diare terutama ditransmisikan melalui kotoran manusia yang
terinfeksi melalui rute transmisi faecal-oral. Tinja yang dibuang
sembarangan akan mencemari lingkungan (tanah, air), jika dibuang ke
tempat terbuka tinja akan dihinggapi lalat, kemudian lalat hinggap pada
makanan/minuman dengan membawa penyakit yang melekat pada anggota
tubuhnya, makanan/minuman yang telah dicemari lalat dikonsumsi oleh
manusia, sehingga penyakitnya masuk melaui mulut manusia. Tangan/kuku
yang tidak bersih setelah berhubungan dengan tinja merupakan sumber
penyakit masuk melaui mulut manusia melalui makanan/minuman
(Soemirat, 2007). Tinja akan mencemari air baku, kemudian air baku
diminum manusia tanpa dimasak, atau mencemari sayuran yang dicuci
dengan air yang sudah tercemar tinja. (gambar II.1.)
19
Pemberian makanan pendamping ASI adalah saat bayi secara
bertahap mulai dibiasakan dengan makanan orang dewasa. Perilaku
pemberian makanan pendamping ASI yang baik meliputi perhatian
terhadap kapan, apa, dan bagaimana makanan pendamping ASI
diberikan. Ada beberapa cara pemberian makanan pendamping ASI,
yaitu :
1) Perkenalkan makanan lunak yang bersih dan sehat ketika anak
berumur 6 bulan dengan pemberian ASI.
2) Tambahkan minyak, lemak dan gula ke dalam nasi /bubur dan biji-
bijian untuk energy.
3) Cuci tangan sebelum meyiapkan makanan dan meyuapi anak. Suapi
anak dengan sendok yang bersih.
4) Masak makanan dengan benar, simpan sisanya pada tempat yang
dingin dan panaskan dengan benar sebelum diberikan kepada anak.
20
makan anak dan sebelum makan, mempunyai dampak dalam kejadian
diare (Menurunkan angka kejadian diare sebesar 47%).
g. Pengelolaan Jamban
Pengalaman di beberapa negara membuktikan bahwa upaya
penggunaan jamban mempunyai dampak yang besar dalam penurunan
risiko terhadap penyakit diare. Keluarga yang tidak mempunyai jamban
harus membuat jamban dan keluarga harus buang air besar di jamban.
Beberapa hal yang harus diperhatikan oleh keluarga dalam pengelolaan
21
jamban yaitu setiap keluarga harus mempunyai jamban yang berfungsi
dengan baik, bersihkan jamban secara teratur dan menggunakan alas kaki
bila akan buang air besar.
h. Pengelolaan sampah
Sampah merupakan sumber penyakit dan tempat berkembang
biaknya vektor penyakit seperti lalat, nyamuk, tikus, kecoa dan
sebagainya. Selain itu sampah dapat mencemari tanah dan menimbulkan
gangguan kenyamanan dan estetika seperti bau yang tidak sedap dan
pemandangan yang tidak enak dilihat. Oleh karena itu pengelolaan
sampah sangat penting, untuk mencegah penularan penyakit tersebut.
Tempat sampah harus disediakan, sampah harus dikumpulkan setiap hari
dan dibuang ke tempat penampungan sementara. Bila tidak terjangkau
oleh pelayanan pembuangan sampah ke tempat pembuangan akhir dapat
dilakukan pemusnahan sampah dengan cara ditimbun atau dibakar
6. Penatalaksanaan Diare
Di Indonesia, terdapat kebijakan pengendalian penyakit diare.
Kebijakan tersebut bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan
kematian karena diare bersama lintas program dan lintas sektor terkait
(Depkes RI, 2011b). Isi dari kebijakan tersebut diantaranya adalah
melaksanakan tatalaksana diare yang sesuai standar, baik di sarana
kesehatan maupun di tingkat rumah tangga.
Tujuan penatalaksanaan diare adalah mencegah terjadinya dehidrasi,
mencegah adanya gangguan gizi dan memperpendek lamanya sakit dan
mencegah diare menjadi lebih berat.
Terdapat Lima Langkah Tuntaskan Diare (Lintas Diare) pada balita
yang telah ditetapkan oleh Kementrian Kesehatan yaitu :
a. Rehidrasi menggunakan Oralit yang mempunyai osmolaritas rendah.
b. Zinc yang diberikan selama 10 hari berturut-turut.
c. Meneruskan pemberian ASI dan makanan.
d. Pemberian antibiotik selektif
22
C. Pengaruh Pengetahuan Sanitasi Makanan terhadap Kejadian Diare
Menurut Badudu (dalam Sahdan.2002) pengetahuan sanitasi lingkungan
dapat diartikan sebagai informasi yang diketahui tentang pengawasan faktor-
faktor lingkungan fisik manusia yang dapat berpengaruh buruk terhadap
kesehatan jasmani, rohani dan social.
Yang termasuk dalam berbagai macam sanitasi lingkungan yang
berhubungan dengan sanitasi makanan yaitu factor penyediaan air bersih,
factor pengelolaan makanan, factor pengelolaan limbah, factor pengelolaan
jamban dan factor pengelolaan sampah. (Badudu, 2002)
Dalam penyediaan air bersih, sumber air bersih merupakan salah satu
sarana sanitasi penting dan berkaitan dengan angka kejadian penyakit
gangguan cerna termasuk penyakit diare. Sebagian kuman infeksius penyebab
diare dapat ditularkan melalui jalur fekal oral. Penyakit yang ditularkan melalui
jalur fecal oral yaitu penyakit yang dapat ditularkan dengan memasukkan
bakteri tersebut melalui mulut dengan cara cairan atau benda yang tercemar
oleh tinja. Dengan tidak adanya penyediaan sumber air bersih dapat
mengakibatkan air yang telah terkontaminasi akan ikut mengkontaminasi
penyediaan air minum, penyediaan air bersih untuk mencuci jari-jari tangan,
dan makanan yang disiapkan dalam sehari-hari. (Depkes RI, 2000).
Pada penelitian ini juga akan membahas pengelolaan makanan. Makanan
menjadi perhatian yang penting bagi para ahli lingkungan. Makanan
merupakan zat yang diperlukan tubuh untuk memenuhi fungsinya, baik dalam
tumbuh, berkembang, reproduksi maupun kesejahteraan. Oleh karena itu,
dalam sanitasi pengelolaan makan sehari-hari harus mengetahui 2 hal utama
dalam pengelolaan, yaitu: cara pengelolaan makanan dan cara penyimpanan
makanan yang benar. Pada penanganan makanan yang tidak benar seperti
mencuci sayuran dan buah, dapat mengakibatkan terjadinya penyakit diare
yang diakibatkan pengelola makanan. Sehingga dengan pengelolaan makan
yang tidak benar dapat menyebabkan makanan berisiko terkontaminasi bakteri
kembali dan dapat mengakibatkan penularan penyakit infeksi yang salah
satunya merupakan penyakit diare. (Hiswani, 2003) Selain itu, setelah makanan
23
mengalami proses pengolahan, makanan yang akan disajikan akan mungkin
disimpan untuk beberapa waktu sebelum disajikan. Lalat merupakan vector
yang termasuk besar peranannya dalam kontaminasi makanan melalui cara
penyimpanan makanan yaitu pada penanganan makanan (food handlers).
(Sarudji. D, 2006)
Dalam proses pengelollan air limbah, air limbah mengandung bahan-
bahan atau zat–zat yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta
mengganggu lingkungan hidup. Air limbah yang digunakan dalam kegiatan
manusia sehari–hari dibuang dalam bentuk yang sudah kotor (tercemar) dan
kemudian air limbah ini akan mengalir ke sungai dan laut dimana air ini
digunakan manusia kembali. Air yang tidak tersanitasi dapat menjadi media
perkembangbiakan mikroorganisme pathogen, larva nyamuk ataupun serangga
yang dapat menjadi media transmisi penyakit. (Hardjasaputra et al, 2008)
Dalam penelitian ini juga membahas tentang factor pengelolaan jamban.
Dengan pengelolaan jamban yang tidak baik dapat mempengaruhi terjadinya
diare. Biasanya masyarakat urban di perkotaan yang tinggal di gang-gang
sempit atau rumah-rumah petak di Jakarta umumnya tidak mempunyai lahan
besar untuk membangun septic tank. Karena itu, mereka biasanya tak memiliki
jamban. Jika kemudian mereka memiliki sumur, umumnya tidak diberi
pembatas semen sehingg saat hujan tiba, kotoran yang ada di tanah terbawa air
hujan masuk ke dalam sumur. Air sumur akan terkontaminasi dan inilah yang
menyebabkan mudahnya penularan berbagai penyakit gangguan cerna
termasuk diare. (Hiswani, 2003)
Dalam penyebaran penyakit diare, yang termasuk salah satu factor yang
mendukung yang berhubungan dengan pengelolaan sampah yang buruk ialah
vector. Vektor adalah salah satu mata rantai dari penularan penyakit. Lalat
merupakan salah satu vektor penyakit terutama penyakit saluran pencernaan
seperti thypus perut, kolera, diare dan disentri. (Sarudji. D, 2006)
Sampah yang mudah membusuk merupakan media tempat berkembang
biaknya lalat. Bahan–bahan organik yang membusuk, baunya merangsang lalat
untuk datang mengerumuni., Adapun komponen–komponen dalam sistem
24
pengelolaan sampah yang harus mendapat perhatian agar lalat tidak ada
kesempatan untuk bersarang dan berkembang biak dan mulai menyebar
bakteri pada lingkungan sekitar yaitu dengan mulai dari penyimpanan
sementara, pengumpulan sampah dari penyimpanan setempat ke tempat
pengumpulan sampah (TPS), transfer dan transport dan tempat pembuangan
akhir (TPA). (Sarudji. D, 2006)
25
BAB III
A. Kerangka Konsep
Program Penyuluhan
Puskesmas
1. Penyediaan Air
Bersih Perilaku penyediaan KEJADIAN
2. Pengelolaan makanan balita DIARE BALITA
makanan
3. Pengelolaan Air
Limbah Buruk
4. Pembuangan Jamban
5. Pengelolaan sampah
Faktor: lingkungan
sosial, ekonomi, budaya.
26
Penjelasan Kerangka Konsep :
2. Pengelolaan makanan
Makanan menjadi perhatian yang penting bagi para ahli lingkungan.
Makanan merupakan zat yang diperlukan tubuh untuk memenuhi fungsinya,
baik dalam tumbuh, berkembang, reproduksi maupun kesejahteraan. Oleh
karena itu, dalam sanitasi pengelolaan makan sehari-hari harus mengetahui
2 hal utama dalam pengelolaan yaitu cara pengelolaan dan cara penyipanan
makanan. (Sarudji. D, 2006). Bila pengelolaan makanan baik maka
terhindar dari kontaminasi bakteri sehingga dapat terhindar dari penyakit
yang disebabkan oleh makanan. Pengolahan makanan yang kurang higienis
juga dapat mengakibatkan penularan penyakit infeksi yang salah satunya
merupakan penyakit diare
27
Pada umumnya air limbah mengandung bahan-bahan atau zat–zat
yang dapat membahayakan kesehatan manusia serta mengganggu
lingkungan hidup. Meskipun air limbah merupakan air sisa, namun volume
air limbah sangat besar, karena kurang lebih 80% dari air yang digunakan
kegiatan manusia sehari–hari dibuang dalam bentuk yang sudah kotor
(tercemar) dan kemudian air limbah ini akan mengalir ke sungai dan laut
dimana air ini digunakan manusia kembali. Air yang tidak tersanitasi dapat
menjadi media perkembangbiakan mikroorganisme pathogen yang dapat
menjadi media transmisi penyakit. (Hardjasaputra et al, 2008)
4. Pengelolaan jamban
Dalam hal pemanfaatan sanitasi, masyarakat umumnya memiliki
beberapa pilihan akses yang digunakan dalam pengelolaan jamban secara
bergantian, sebelum tinja dialirkan ke sungai. Tinja dan limbah harus
diolah dengan baik. Pengelolaan tinja dan limbah yang tidak baik dapat
menyebabkan penulran berbagai penyakit gangguan cerna. (Hiswani,
2003).
28
menimbulkan bau.Pembuangan tinja yang tidak dikelola dengan baik
berdampak mengkhawatirkan terutama pada kesehatan dan kualitas air
khususnya penyakit diare.
5. Pengelolaan sampah
B. Hipotesis
29
risiko dengan kejadian diare pada balita di Dusun Jetis Kecamatan Jetis
Kabupaten Mojokerto pada Bulan Oktober tahun 2017”
30
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
1. Lokasi penelitian
Penelitian dilakukan di Dusun Jetis Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto.
2. Waktu penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober-November 2017 dengan jadwal
kegiatan sebagaimana dapat dilihat di tabel 4.1. sebagai berikut :
Tanggal Kegiatan
11 Oktober 2017 Persiapan
06-08 November 2017 Pengumpulan data
08-10 November 2017 Pengelolaan data
10-11 November 2017 Analisis
12 November 2017 Penyusunan laporan/seminar
31
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi penelitian ini adalah ibu yang memiliki anak berusia di bawah lima
tahun (balita) yang tinggal di Dusun Jetis Kecamatan Jetis Kabupaten
Mojokerto sebagai responden.
a. Kriteria inklusi
1) Ibu balita yang bertempat tinggal di Dusun Jetis Kecamatan Jetis
Kabupaten Mojokerto setidak-tidaknya sejak bulan Juli 2017 (tiga
bulan yang lalu) terhitung mulai dari bulan Oktober tahun 2017.
2) Bersedia menjadi subjek penelitian (responden).
3) Dapat membaca dan menulis.
a. Kriteria eksklusi
1) Ibu balita yang pada saat penelitian tidak berada dirumahnya dan tidak
ditemui setelah didatangi lagi pada hari berikunya.
2) Ibu balita yang dijadikan kontrol adalah yang mempunyai salah satu
anak balita yang menderita diare dirumahnya pada saat penelitian.
2. Sampel
a. Kelompok kasus
Di Puskesmas Jetis terdapat 12 ibu dengan balita yang tercatat
terkena diare yang bertempat tinggal di Dusun Jetis Kecamatan Jetis
Kabupaten Mojokerto pada Bulan Oktober tahun 2017 yang diambil
secara keseluruhan jumlah tersebut untuk menjadi kelompok kasus.
b. Kelompok kontrol
Dalam penelitian ini ditentukan 1 ibu berbalita yang terkena
diare sebagai kasus dikontrol dengan 3 ibu berbalita yang tidak
terkena diare, sehingga didapat 36 (3x12) ibu berbalita dengan balita
tidak terkena diare. Diupayakan memenuhi syarat matching untuk
32
menjadi sampel kelompok kontrol yaitu tetangga kasus dengan balita
sebaya dan sejenis kelamin.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel bebas
Pengetahuan ibu tentang sanitasi makanan di Dusun Jetis Kecamatan Jetis
Kabupaten Mojokerto pada Bulan Oktober tahun 2017.
2. Variabel terikat
Kejadian diare di Dusun Jetis Kecamatan Jetis Kabupaten Mojokerto pada
Bulan Oktober tahun 2017.
E. Definisi Operasional
Tabel 4.2. Definisi Operasional, Kategori/Kriteria, Alat Ukur dan Skala Data
dari Variabel Penelitian
33
di Puskesmas Jetis.
G. Prosedur Penelitian
Gambar 4.2: Alur Penelitian tentang hubungan antara pengetahuan ibu
tentang sanitasi makanan, penyediaan air minum dan sanitasi dasar sebagai
fakor risiko dengan kejadian diare pada balita di Dusun Jetis Kecamatan
Jetis Kabupaten Mojokerto pada Bulan Oktober tahun 2017.
a. PERSIAPAN PENELITIAN
c. Informed consent
Tidak bersedia
Bersedia
g. Analisis data
34
H. Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan data
Setelah data dikelompokkan lalu data diolah dengan langkah-langkah
sebagai berikut (Pranoto, 2013):
a. Pemeriksaan Hasil Pertanyaan (Editing)
Memeriksa daftar pertanyaan yang telah diserahkan oleh peserta.
Pemeriksaan daftar pertanyaan yang selesai dilakukan terhadap beberapa
hal, antara lain:
1) Kelengkapan jawaban, apakah tiap pertanyaan sudah ada jawaban,
meskipun hanya jawaban berupa tidak tahu atau tidak mau menjawab.
2) Kesulitan membaca tulisan, tulisan yang tidak terbaca akan
mempesulit pengolahan data atau berakibat pengolahan data salah
membaca.
3) Kesesuaian jawaban, bila ada jawaban yang kurang atau tidak sesuai
maka editor harus tidak sesuai.
b. Memberi tanda/kode (Coding)
Memberikan tanda berupa kode pada semua variabel untuk
memudahkan analisis jawaban dari responden.
c. Tabulating
Penyajian data dalam bentuk angka yang disusun dalam tabulasi
data berupa kolom dan baris dengan tujuan untuk menunjukkan frekuensi
kejadian dalam kategori yang berbeda. Langkah berikutnya adalah
memasukkan data yang dilakukan secara manual dan komputerisasi. Data
yang berupa persentase (distribusi frekuensi) kemudian di interpretasikan
dengan menggunakan skala sebagai berikut:
100% : Seluruhnya
79% - 99% : Hampir seluruhnya
51% - 75% : Sebagian besar
50% : Setengahnya
26% - 25% : Sebagian kecil
35
0% : Tidak satupun
2. Analisis data
Analisis data digunakan untukmenguji hipotesis sebagai berikut:
Ho : Tidak ada hubungan......................................
H1 : Ada hubungan .............................................
Data di analisis sesuai karakteristik variabel dan skala variabel. Dalam
peneelitian ini (case control study) analisis menggunakan Odds Ratio
dengan perhitungan sebagaai berikut:
Kejadian Diare
Faktor risiko/pengetahuan Ya Tidak
saniitasi makanan
Kurang baik A B
Baik C D
OR = AD/BC
OR = 1 berarti faktor risiko tidak berpengaruh terhadap kejadian diare.
OR > 1 berarti Faktor Resiko berpengaruh terhadap kejadian diare.
OR < 1 berarti Faktor Risiko menjadi faktor pencegah/protektif terhadap
diare
36
BAB V
1. Letak
Timur. Berikut adalah data umum dan data khusus Desa Jetis:
a. Dusun : Jetis
b. Desa : Jetis
c. Kecamatan : Jetis
d. Kabupaten : Mojokerto
37
e. Provinsi : Jawa Timur
2. Data geografi
Mojokerto:
2) Batas wilayah
38
Adapun jarak yang ditempuh dari dusun Jetis ke Kecamatan Jetis,
3. Data demografi
-Laki-laki : 1512
-Perempuan:1595
4. Pemerintahan Desa/Kelurahan
a. Jumlah RT : 53
b. Jumlah RW : 10
d. Jumlah Dusun : 5
a. Sarana pendidikan
2) Jumlah TK : 1 Buah
4) Jumlah SLTP/MTs :-
5) Jumlah SMU/MA :-
b. Sarana ibadah
39
2) Jumlah Mushola : 8 Buah
3) Jumlah Gereja :-
4) Jumlah Pura :-
5) Jumlah Vihara :-
6. Jenis pekerjaan
a. PNS : 25 Orang
b. TNI : 50 Orang
g. Nelayan :-
k. Pengrajin :-
m. Seniman/artis :-
n. Paranormal :-
a. Rumah Sakit :-
b. Puskesmas :-
c. Puskesmas pembantu :-
40
d. PONKESDES : 1 Buah
e. Polindes :-
f. Poskesdes :-
k. RB/BKIA :-
m. Battra :-
n. Pos Gizi :-
o. Pos UKK :-
41
Karakteristik Responden
1. Karakteristik umur balita
Tabel V.1 Karakteristik umur balita di Puskesmas Jetis Kabupaten Mojokerto
Umur balita Jumlah Persentase (%)
1 tahun 14 29,2
2 tahun 11 22,9
3 tahun 11 22,9
4 tahun 8 16,7
5 tahun 4 8,3
Jumlah 48 100
Jumlah 48 100
42
Berdasarkan tabel V.2 menunjukkan bahwa sebagian besar (75%)
responden berumur antara 21-35 tahun (dewasa awal) sebanyak 36 orang dan
sebagian kecil (6,3) responden berumur 18-20 tahun (remaja akhir) sebanyak
3 orang.
Jumlah 48 100
Jumlah 48 100
43
Berdasarkan tabel V.4 menunjukkan bahwa sebagian besar (68,8%)
responden memiliki 2-4 anak (multipara) sebanyak 33 orang dan sebagian
kecil (31,2%) responden memiliki 1 anak (primipara) sebanyak 15 orang.
44
5. Hasil pengisian kuesioner pengetahuan tentang sanitasi makanan
Tabel V.5 Distribusi hasil pengisian kuesioner pengetahuan tentang sanitasi
makanan responden di Puskesmas Jetis Kabupaten Mojokerto
Jawaban
n % n %
Jumlah responden = 48
45
Tabel V.6 Karakteristik pengetahuan tentang sanitasi makanan di Puskesmas
Jetis Kabupaten Mojorto
Pengetahuan Jumlah Persentase (%)
Baik 28 58,3
Jumlah 48 100
Diare 12 25
Tidak diare 36 75
Jumlah 48 100
B. Analisis Data
1. Hubungan antara pengetahuan tentang sanitasi makanan dengan kejadian
diare pada balita
46
Tabel V.8 Tabulasi silang hubungan antara pengetahuan tentang sanitasi
makanan dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas Jetis
Kabupaten Mojokerto
Pengetahuan
Hasil uji chi square didapatkan nilai probabilitas (P) = 0,002 dimana P
< α (0,05) sehingga Ho ditolak artinya terdapat hubungan antara pengetahuan
tentang sanitasi makanan dengan kejadian diare pada balita di Puskesmas
Jetis Kabupaten Mojokerto dan dari nilai OR dapat disimpulkan responden
yang memiliki pengetahuan tentang sanitasi makanan kurang baik beresiko
balita mengalami diare sebanyak 13 (95%CI : 2,413-70,051) kali
dibandingkan responden dengan pengetahuan tentang sanitasi makanan baik.
47
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Pembahasan
1. Pengetahuan tentang sanitasi makanan
Hasil penelitian pada tabel V.5 menunjukkan pengetahuan tentang
sanitasi makanan meliputi 5 faktor yaitu sumber air bersih, pengelolaan
makanan, pembuangan air limbah, sarana jamban dan pengelolaan sampah
rumah tangga. Dari 5 faktor tersebut hanya pengetahuan mengenai faktor
pengelolaan makanan yang baik sebesar 66,7% responden. Sedangkan ke
empat faktor lainnya yaitu sumber air bersih (45,8%), pembuangan air limbah
(27,1%), sarana jamban (14,6%) dan pengelolaan sampah rumah tangga
(35,4%) pengetahuan baik < 50 %.. Dari hasil tersebut menunjukkan banyak
ibu yang beranggapan bahwa pengetahuan tentang pengelolaan makanan akan
mempengaruhi perilakunya dalam mengelola makanan sehingga kejadian
diare pada balita dapat dihindari. Sedangkan keempat faktor lainnya tidak
begitu pengaruh terhadap kejadian diare pada balita.
48
Mayoritas tingkat pengetahuan baik, hal ini bisa dipengaruhi oleh faktor
umur. Berdasarkan tabulasi silang umur dengan pengetahuan (lampiran
SPSS) menunjukkan responden berumur 18-20 tahun (remaja akhir) sebagian
besar (66,7%) memiliki pengetahuan kurang baik, sedangkan responden
berumur 36-45 tahun (dewasa tengah) hampir seluruhnya (88,9%) memiliki
pengetahuan baik. Hal ini menggambarkan semakin tua umur ibu semakin
baik pengetahuannya. Sesuai pendapat Sunaryo (2004), jika seseorang sudah
memasuki usia dewasa maka dia sudah berada dalam tahap perkembangan
manusia fase dewasa awal. Pada fase ini, tugas perkembangannya adalah
belajar untuk saling ketergantungan dan tanggung jawab terhadap orang lain
serta menjadi pribadi yang matang. Dengan harapan semakin dewasa umur
seseorang akan menambah cara berfikir yang lebih matang dan positif dalam
pengambilan keputusan untuk melakukan tindakan dibandingkan seseorang
yang berumur lebih muda.
Pengetahuan bisa dipengaruhi oleh tingkat pendidikan. Berdasarkan
tabulasi silang pendidikan dengan pengetahuan (lampiran SPSS)
menunjukkan responden berpendidikan dasar sebagian besar (80%) memiliki
pengetahuan kurang baik, responden berpendidikan menengah (SMA)
sebagian besar (70,4%) memiliki pengetahuan baik dan responden
berpendidikan tinggi (S1) seluruhnya (100%) memiliki pengetahuan baik. Hal
ini menggambarkan semakin tinggi tingkat pendidikan semakin baik tingkat
pengetahuannya. Sesuai pendapat Mubarak (2007) makin tinggi pendidikan
seseorang semakin mudah pula mereka menerima informasi, dan pada
akhirnya makin banyak pula kemampuan yang dimilikinya.
Tingkat pendidikan responden yang tinggi berdampak pada
pengetahuan dan wawasan mereka tentang sanitasi makanan. Sebaliknuya
pendidikan yang rendah akan menurunkan pengetahuan terhadap masalah
kesehatan dalam penelitian ini adalah pengetahuan tentang sanitasi makanan.
Namun bukan berarti seseorang dengan pendidikan rendah mutlak
berpengetahuan rendah, hal ini dikarenakan peningkatan pengetahuan bisa
49
diperoleh melalui pendidikan non formal. Informasi tentang sanitasi makanan
dapat diperoleh dari penyuluhan, media massa dan elektronik.
2. Kejadian Diare
Hasil penelitian pada tabel V.7 menunjukkan bahwa sebagian besar
(75%) balita tidak mengalami diare dan sebagian kecil (25%) balita
mengalami diare.
50
Tingginya angka diare pada anak balita yang berusia semakin muda
dikarenakan semakin rendah usia anak balita daya tahan tubuhnya terhadap
infeksi penyakit terutama penyakit diare semakin rendah, apalagi jika anak
mengalami status gizinya kurang dan berada dalam lingkungan yang kurang
memadai (Suraatmaja, 2007).
51
Pengetahuan secara langsung akan mempengaruhi seseorang dalam
melakukan usaha peningkatan kesehatan anak terhadap terjadinya diare.
Responden yang pengetahuan tentang sanitasi makanan baik akan cenderung
merubah perilaku yang lebih baik dengan pengetahuan yang dimiliki,
sedangkan responden dengan pengetahuan tentang sanitasi makanan kurang
baik akan cenderung kurang memperhatikan perilaku yang benar dalam
sanitasi makanan sehingga dapat mengakibatkan terjadinya diare pada
balitanya.
B. Keterbatasan Penelitian
Keterbatasan adalah kelemahan atau hambatan dalam penelitian.
Keterbatasan yang dihadapi peneliti adalah :
1. Penelitian ini dilakukan keterbatasan waktu dan kurangnya pengalaman
dari peneliti sehingga masih banyak kekurangan.
2. Pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner dimana lebih banyak
dipengaruhi oleh sikap, harapan-harapan pribadi yang bersifat subyektif
sehingga hasilnya kurang mewakili secara kualitatif.
52
BAB VII
A. Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan
maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut :
B. Saran
1. Bagi responden
Diharapkan masyarakat khususnya ibu-ibu yang mempunyai anak balita
hendaknya lebih aktif mencari informasi untuk menambah
pengetahuannya khususnya tentang sanitasi makanan. Dengan
pengetahuan yang baik diharapkan ibu dapat berperilaku hidup sehat
dalam merawat keluarganya.
53
2. Bagi petugas kesehatan
Tenaga kesehatan diharapkan memberikan penyuluhan pada masyarakat
tentang bahaya diare. Penyuluhan dilakukan untuk memberikan informasi
tentang sanitasi makanan sehingga dapat memotivasi masyarakat dalam
pengadaan dan pemakaian sumber air bersih, pengelolaan makanan,
pembuangan air limbah, sarana jamban dan pengelolaan sampah rumah
tangga. Upaya penyuluhan dari Dinas Kesehatan dan Puskesmas
hendaknya dilakukan secara terus menerus sampai masyarakat betul-betul
mamahami manfaat pengelolaan sanitasi makanan dalam mencegah
terjadinya diare pada balitanya.
54
DAFTAR PUSTAKA
DepkesRI. 2004. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Dirjen PPM dan PL.
Jakarta.
Wibowo, T., Soenarto, S., dan Pramono, D., 2004. Faktor-Faktor Risiko Kejadian
Diare Berdarah pada Balita di Kabupaten Sleman. Jurnal Berita
Kedokteran Masyarakat. Vol. 20. No.1. maret 2004 : 41-48
Depkes RI. 2005. Pedoman Pemberantasan Penyakit Diare . Jakarta : Ditjen PPM
dan PL.
Depkes RI. (2011b). Panduan Sosialisai Tataksana Diare Pada Balita Untuk
Petugas Kesehatan. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Depkes RI. (2011c). Situasi Diare di Indonesia, Buletin Jendela Data dan
Informasi Kesehatan. Kementrian Kesehatan RI.
Mubarok, Wahid Iqbal dkk. 2007. Promosi Kesehatan Sebuah Pengantar Proses
Belajar Mengajar dalam Pendidikan. Yogyakarta : Graha Ilmu
55
Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Rineka
Cipta.
Sahdan .M, 2002, Studi Sanitasi Lingkungan Pemukiman Pengungsi Timor Timur
dan Jenis Penyakit di Desa Noelbaki Kupang, Skripsi STIK Tamalatea,
Yayasan Pendidikan Tamalatea, Makasar.
Said, Imran, 2007. Air limbah. Yogyakarta. Gadjah Mada University Press.
Soediatama Achmad Djaeni. 2008 Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi. Jilid
1. Jakarta : Penerbit Dian Rakyat
56