Anda di halaman 1dari 8

TUGAS MAKALAH

TEKNIK WAWANCARA DAN FGD

Mengenai :
Proses Dalam Wawancara

Dosen Pengampu :

Ilham Havifi, M.I.Kom


Dr. Ernita Arif, M.Si

Oleh : Kelompok 3

Muthi’ah Sabira 1610861020


Rizky Fajar Setiawan 1610862007
Salsabila Rizki Amalia 1610861010

Jurusan Ilmu Komunikasi


Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Andalas
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, Kami
panjatkan puji dan syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan
karunia-Nya kepada kami, sehinga kami dapat menyelesaikan makalah mengenai proses dalam
wawancara.

Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini.

Terlepas dari semua itu, Kami menyadari bahwa sepenuhnya dalam makalah ini masih
ada kekurangan dari segi kalimat maupun bahasanya. Oleh karena itu kami dengan senang hati
menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan
informasi bagi pembaca.

Padang, 13 September 2018

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wawancara merupakan sebuah komunikasi antara pewawancara dengan narasumber


atau subjek. Dalam melakukan wawancara tentu ada proses atau langkah-langkah yang harus
kita lakukan agar hasil dari wawancara kita menjadi efektif. Sebagai seorang mahasiswa ilmu
komunikasi, kita tentu harus mengetahui dan memahami proses apa saja yang ada dalam
wawancara.
Beberapa proses komunikasi yang ada pada wawancara diantaranya adalah seperti
interaksi komunikasi, feedback pada saat wawancara, dan situasi saat wawancara. Pada makalah
ini, kita akan mencoba membahas tentang proses-proses yang ada pada saat melakukan
wawancara.

B. Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang yang telah dipaparkan diatas, maka dapat di rumuskan
masalah sebagai berikut:
1. Apa saja bentuk interaksi komunikasi dalam wawancara ?
2. Apa saja feedback yang ada pada saat wawancara ?
3. Bagaimana situasi saat melakukan wawancara ?

C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah untuk :
1. Menjelaskan apa saja bentuk interaksi komunikasi dalam wawancara.
2. Menjelaskan apa saja feedback yang ada pada saat wawancara.
3. Menjelaskan bagaimana situasi saat melakukan wawancara.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Interaksi Komunikasi Dalam Wawancara

Wawancara adalah sebuah bentuk komunikasi, dimana dalam proses wawancara terdapat
interaksi didalamnya, yaitu interaksi antara pewawancara dengan narasumber. Interaksi
komunikasi yang ada dalam wawancara memiliki beberapa tingkatan, dimana pada masing-
masing tingkatan memiliki definisi dan pengertian yang berbeda-beda, serta memiliki fungsi
yang berbeda-beda juga. Berikut adalah beberapa tingkatan interaksi komunikasi dalam
wawancara :

1. Interaksi tingkat Satu

Layaknya pertemuan pertama, interaksi tingkat satu merupakan interaksi pembuka yang
relatif aman dan nyaman, penuh dengan penerimaan sosial, tidak ada tekanan, dan lebih santai.
Penelitian dan subyek penelitian masih berada pada pemikiran dan ide-idenya masing-masing,
topik-topik yang dibicarakan masih bersifat umum dan belum spesifik membahas topik yang
utama. Saling memperkenalkan diri umumnya isi dari interaksi tingkat satu ini. Basa-basi masih
sangat kental pada interaksi tingkat satu, sehingga belum terdapat prasangka judgment serta
masih belum mengungkap sikap atau perasaan masing-masing pihak.
Dalam interaksi tingkat satu, kepercayaan antara kedua pihak masih sangat kecil.
Biasanya masing-masing pihak masih menggunakan topeng, dan jarak personal masih jauh.
Dalam tingkat ini, ketika terjadi ketidaknyamanan dari salah satu pihak (biasannya
interviewee/subyek penelitian), yang biasa terjadi adalah penarikan diri atau melakukan ego
defences macthanism. Jika interaksi tingkat satu ini berjalan dengan baik dan lancar, maka akan
dilanjutkan dengan interksi tingkat dua.

2. Interaksi Tingkat Dua

Pada interaksi tingkat dua, percakapan antara interviewer dan interviewee sudah semakin
spesifik, sudah ada kecocokan secara personal, sudah terdapat pembicaraan-pembacaraan
kontroversial yang sehat. Selain itu, materi pembicaraan sudah menyangkut hal-hal yang bersifat
pribadi seperti nilai, sikap, kepercayaan (trust), dan lain sebagainya.
Dalam interaksi tingkat dua, percakapan sudah separuh ‘aman’ yang berarti bahwa
pembicaraan sudah mulai mengungkap hal-hal yang agak pribadi tetapi belum sepenuhnya
terbuka. Ide-ide, perasaan dan berbagai informasi sudah mulai dapat tergali karena kepercayaan
yang mulai muncul. Pembicaraan yang sifatnya superfisial (yang tidak terlalu penting) sudah
mulai ditinggalkan. Tetapi, perlu diwaspadai bahwa resiko subyek untuk menarik diri juga masih
ada ketika subyek menemukan ketidak nyamanan atau ada kalimat-kalimat yang sensitif dalam
komunikasi pada tingkat dua ini.
3. Interaksi tingkat tiga

Pada interaksi tingkat tiga, percakapan antara interviewer dan interviewee sudah sangat
dekat, kepercayaan sudah terbentuk sempurna. Pembicaraan antara kedua perties sudah semakin
intim, dan sudah melibatkan pembicaraan yang bersifat kontroversial. Masing-masing parties
sudah semakin terbuka dalam mengemukakan perasaan, sikap, persepsi, dan lain sebagainya.
Penggalian data yang mendalam dalam menyangkut hal-hal penting sudah dapat
dilakukan pada interksi tingkat tiga. Proses memahami akan semakin mudah jika interaksi
komunikasi sudah mencapai interaksi tingkat tiga. Semakin dalam tingkatan interaksi
komunikasi antara peneliti dengan subyek penelitian, maka data yang diperoleh akan semakin
dapat dipertanggung jawabkan sebagai saran, sebaiknya jangan pernah menarik kesimpulan
dalam proses wawancara sebelum interaksi komunikasi sampai pada tingkat tiga.

Ada beberapa hal yang perlu diingat sebagai seorang peneliti ketika melakukan wawancara
dalam penelitian kualitatif. Hal tersbut berkaitan dengan fungsi peneliti dalam proses wawancara
antara lain;

Pertama, ingatlah selalu bahwa peneliti sebagai interviewer, berfungsi bukan hanya sebagai
penggali data tetapi lebih jauh lagi yaitu untuk memahami subyek yang diteliti.

Kedua; pertimbangkan situasi dan kondisi ketika ingin wawancara. Hal tersebut berkaitan
dengan fleksibitas penggalian data, yaitu jika situasi dan kondisi tidak memungkinkan untuk
dilakukan wawancara pada saat yang ditentukan, sebagai proses wawancara ditunda saja demi
menjaga keoptimalan data yang dihasilkan.

Ketiga, peneliti kualitatif harus jeli melihat simbol yang terjadi selama wawancara dan jangan
abaikan hal kecil yang terjadi (untuk kepentingan observasi).

Keempat, jangan lupa selalu membawa catatn kecil untuk mencatat hal yang terjadi secara tiba-
tiba karena biasanya selalu ada hal hal yang penting yang terjadi secara tidak terduga ketika
proses wawancara berlangsung.

B. Feedback Dalam Wawancara

Keberhasilan suatu wawancara sangat ditentukan oleh bagaimana hubungan antara subjek
dan pewawancara (Lerbin,2007). Suasana hubungan yang kondusif (disebut juga sebagai
rapport) untuk keberhasilan suatu wawancara mencakup adanya sikap saling mempercayai dan
kerja sama di antara mereka. Kerja sama yang terjadi antara pewawancara dengan narasumber
merupakan salah satu bentuk feedback yang terjadi dalam wawancara. Suasana yang demikian
dapat diusahakan melalui beberapa cara, diantaranya pewawancara sebaiknya lebih dulu
memperkenalkan diri dan mengemukakan secara jelas dan lugas tujuan wawancara yang akan
dilakukannya.
Hal itu dilakukan dengan sikap rendah hati dan bahwa yang berkepentingan adalah
pewawancara. Pada awal pertemuan, pewawancara juga harus menciptakan suasana yang santai
dan bebas serta tidak formal agar proses wawancara dapat berlangsung secara lebih alamiah.
Ketika pewawancara sudah dapat membuat narasumber menjadi nyaman, maka subjek atau
narasumber tadi akan memberikan feedback kepada pewawancara. Feedback yang diberikan oleh
subjek atau narasumber akan sangat mempengaruhi hasil dari wawancara. Jika feedback yang
diberikan tidak baik, maka kita akan mengalami kesulitan dalam melakukan wawancara. Tetapi
jika feedback yang diberikan baik, maka kita akan mudah dalam melakukan wawancara.

C. Situasi Interview Dalam Wawancara

Wawancara adalah suatu proses interaksi dan komunikasi. Dalam proses ini, hasil
wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan mempengaruhi arus informasi.
Faktor-faktor tersebut ialah pewawancara, responden, topik penelitian yang tertuang dalam daftar
pertanyaan, dan situasi wawancara. Situasi wawancara adalah situasi yang timbul karena factor
waktu, tempat, ada tidaknya orang ketiga dan sikap masyarakat pada umumnya.
Pewawancara diharapkan menyampaikan pertanyaan kepada responden, merangsang responden
untuk menjawabnya, menggali jawaban lebih jauh bila dikehendaki mencatatnya. Bila semua
tugas ini tidak dilaksanakan sebagaimana mestinya maka hasil wawancara menjadi kurang
bermutu. Syarat menjadi pewawancara yang baik ialah harus memiliki keterampilan
mewawancarai, motivasi yang tinggi, dan rasa aman, artinya tidak ragu dan takut untuk
menyampaikan pertanyaan.
Pewawancara sebaiknya mengawali pembicaraan dengan mengajukan pertanyaan-
pertanyaan pemanasan sebagai pendahuluan, sekalipun pertanyaan itu mungkin tidak berkaitan
langsung dengan tujuan penelitian. Kemudian, secara perlahan-lahan, pewawancara
mengarahkan pembicaraan pada tujuan penelitian. Hal itu dilakukan untuk memperlancar proses
wawancara. Hal-hal yang ditanyakan pada pendahuluan itu sebaiknya adalah hal-hal yang
menarik minat subjek. Dalam keadaan yang demikian, penggunaan bahasa ibu dari subjek
mungkin akan sangat membantu.
Pada pelaksanaan wawancara, pewawancara jangan menunjukkan sikap tidak percaya
terhadap jawaban yang diberikan subjek dan jangan menunjukkan sikap yang tergesa-gesa.
Adakalanya subjek mengalami blocking, pikirannya tersumbat sehingga proses wawancara tidak
berjalan dengan lancar. Dalam keadaan yang demikian, pewawancara harus dapat membantu
subjek untuk keluar dari keadaan itu. Itu dapat dilakukan, misalnya dengan mengalihkan topik
pembicaraan ke topik lain untuk sementara waktu. Hal lain yang perlu diperhatikan oleh
pewawancara adalah bahwa ia harus dapat memahami keadaan subjek, ia harus memiliki empati.
Dengan cara yang demikain, pewawancara akan lebih dapat mengarahkan wawancara sesuai
dengan kondisi subjek.
BAB III
KESIMPULAN

Wawancara merupakan sebuah komunikasi antara pewawancara dengan narasumber atau


subjek. Dalam melakukan wawancara tentu ada proses atau langkah-langkah yang harus kita
lakukan agar hasil dari wawancara kita menjadi efektif. Beberapa proses komunikasi yang ada
pada wawancara diantaranya adalah seperti interaksi komunikasi. Interaksi komunikasi yang ada
pada proses wawancara memiliki beberapa tingkatan yaitu interaksi tingkat satu, interaksi tingkat
dua, dan interaksi tingkat tiga.

Proses selanjutnya adalah adanya feedback pada saat wawancara, maksudnya adalah
keberhasilan dan keefektifan sebuah hasil wawancara dapat dipengaruhi oleh feedback yang
diberikan oleh narasumber. Jika feedbacknya baik maka hasil wawancara kita juga akan baik,
tetapi jika feedback yang diberikan buruk, maka hasil wawancara kita juga buruk. Selanjutnya
adalah situasi saat wawancara, maksudnya adalah ketika sedang melakukan interview dalam
wawancara, pewawancara harus bisa mengendalikan situasi saat itu agar narasumber atau subjek
tidak menarik diri ketika wawancara sedang berlangsung.
DAFTAR PUSTAKA

Herdiansyah, Haris, (2013). Wawancara, Observasi, dan Focus Groups. Jakarta : Kharisma Putra Utama

https://referensiartikel.blogspot.com/2014/02/faktor-yang-mempengaruhi-hasil-wawancara.html

Anda mungkin juga menyukai